mikrosruktur_mortar.pdf
TRANSCRIPT
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 1/18
1
ALAT DAN PRINSIP PENGAMATAN MIKRO
1. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Alat ini digunakan untuk melihat sample 3D lebih tajam pada pembesaran yang cukup
besar (sejauh yang diketahui pengamatan visual dapat dilakukan dalam pembesaran 1000
kali). Pemilihan nilai pembesaran didasarkan atas beberapa maksud pengamatan;
pengamatan terhadap butiran lolos
ayakan 100-200 mikron mungkin
cukup dengan pembesaran 50 kali,
tetapi pengamatan terhadap bentuk
kristal semen (CSH) sebaiknya pada
pembesaran 250 – 5000 kali. Untuk
itu diperlukan pengalaman dan
pengetahuan tentang ukuran butiran
dan bentuk butiran yang akan
dipriksa. Berbeda dari mikroskop
optik yang hanya dapat difokuskan
pada suatu kedalaman (layer)tertentu maka SEM memiliki
kemampuan melihat semua
permukaan secara fokus, karena
setiap titik direkam oleh hasil
penembakan elektron yang dapat
diukur jaraknya. Alat SEM lama tidak dapat menunjukkan unsur-unsur yang terkandung
di dalam permukaan yang diamati, namun alat SEM baru sudah dapat menunjukkan
berbagai unsur yang ada pada permukaan itu dan perkiraan persentasi bahannya
merupakan kombinasi dari antara XRay Defractometer dan SEM model lama.
2. Xray Deffractometer (X-RD)
Dalam suatu sampel umumnya terdapat unsur berbentuk : 1) amorphous (glassy) yang
masih dapat berreaksi dengan unsur lain dan 2) bentuk kristal yang hanya akan berfungsi
sebagai bahan isian (filler). Untuk melihat jenis dan jumlah (persentasi) kristal dalam
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 2/18
2
suatu sampel digunakan alat Xray Defractometer yang berbasis sinar-X Dengan
mengetahui jumlah kristal dari unsur tertentu sehingga dapat diketahui jumlah
amorphousnya (selisih total dan jumlah kristal). Kristal berjenis tertentu memiliki refleksi
sinar-X pada sudut tertentu. Intensitas refleksi (counts) dari kristal itu menunjukkan
kuantitas unsur yang terdapat di dalam sampel itu. Yang perlu diketahu bahwa kristal itu
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 3/18
3
sendiri masih dibedakan ke dalam kristal tua dan kristal muda. Tabel unsur dan sudut
refleksi sudah tersedia dalam bentuk tabel, sehingga dengan pengamatan intensitas dan
sudutnya dapat diketahui jenis unsur itu. Untuk meyakinkan hasil pengamatan sering
dilakukan kalibrasi dengan bahan amorphous seperti Kieselghur dan bahan kristal seperti
pasir Kwarsa. Dengan melakukan beberapa perbandingan berat dapat dikontrol
perbandingan intensitas (counts) dari Defractogramnya. Contoh hasil dapat dilihat di bawah dan di atas ini.
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 4/18
4
3. Atomic Adsorption Spectrometry (AAS)
Metode ini digunakan untuk melihat unsur yang terdapat di dalam suatu sampel melalui
uji kimia. Sampel umumnya dilarutkan dalam asam kuat seperti HCl. Dengan cara ini
unsur amorphous dan kristal akan terlarut menjadi satu, sehingga hasil dari pengamatan
ini bersifat kandungan total suatu unsur. Sehingga melalui alat ini hanya dapat diketahui
persentasi suatu unsur secara total. Kandungan amorphous suatu unsur tertentu dapatr
diketahui melalui uji XRD di atas. Melalui metoda ini semua unsur yang terkandung di
dalam sampel dapat ditunjukkan.
4. Gravimetry
Metode ini juga menggunakan prinsip uji kimia untuk mengetahui unsur tertentu yang
diharapkan. Prinsip kerja dari uji gravimetry adalah titrasi terhadap unsur tertentu yang
dimaksud, dengan demikian dapat lebih menghemat biaya.
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 5/18
5
5. Heat Conduction Apparatus
Untuk menguji daya hantar panas suatu
bahan dapat dilakukan melalui alat ini.
Alat ini mengukur waktu (t) yang
diperlukan oleh suatu sampel untuk
menghantarkan panas dari satu permukaan
ke permukaan lain pada ketebalan tertentu
(L). Salah satu permukaan dipanaskan
pada suatu temperatur (K), dengan daya Q(dalam Watt) dan arus A (dalam amphere)
sedang permukaan lain juga diukur
temperaturnya (oK), maka menggunakan
rumus berikut di bawah ini dapat diketahui
daya hantar panas.
k = (D/3,5)*(Q/A)* (dx/dt)
dengan :
D = diameter sampel; dx/dt =
panjang sampel (L) dibagi beda
temperatur ( ΔoK) diantara dua
permukaan.
6. Hydrometer
Untuk menguji gradasi butiran
yang sangat halus kadang tidak
mungkin menggunakan ayakan
karena butiran akan tersangkut
dan sulit lolos ayakan tersebut,
lebih-lebih butiran itu bersudut
tajam. Cara lain yang dapat
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 6/18
6
digunakan adalah menggunakan hydrometer.
7. Temperature Gauge.
Alat untuk mengetahui panas saat terjadi proses hidrasi (khususnya sejak semen ditambah
air hingga 2 – 3 jam pertama). Perubahan temperatur dapat dimonitor menggunakan
temperature gauge yang dihubungkan dengan strain indicator . Dengan alat ini panas
hidrasi dari waktu ke waktu dapat dicatat dan diketahui. Yang harus diketahui dari alat ini
adalah Gauge Factor (GF) yaitu suatu nilai sensitivitas sensor yang kemudian dapat
digunakan untuk menghubungkan antara strain terbaca dan temperature.
8. Test Kimia (Chemical Testing)
Test kimia dari beton keras dimaksudkan untuk mengetahui penyebab suatu kerusakan
misalnya oleh asam sulfat atau garam klorida atau dalam rangka penyesuaian dengan
spesifikasi teknis yang melibatkan kandungan semen dan penetapan nilai banding
agregat/semen. Karena mahalnya test kimia ini maka test ini tidak digunakan untuk
keperluan kontrol rutin tetapi untuk penyelesaian sengketa atas kualitas beton. Teknik
dan prosedur rumit, pengambilan sampel dan pelaksanaan test harus extra hati-hati.
Masalah besar dari test kimia adalah tidak terdapatnya bahan kimia yang cocok yang
dapat melarutkan beton tanpa merusak batuan dan bila mungkin agregat dan semen
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 7/18
7
yang dipriksa juga sebaiknya harus tersedia secara terpisah dalam test ini . Standar
test kimia dapat dilihat dalam ASTM untuk test kimia yang umum, sedang dalam BS
1881 dapat dilihat test kimia yang lebih lengkap yang termasuk di dalamnya : kandungan
semen, agregat, dan gradasi agregat, tipe semen dan agregat, kandungan air, kepadatan
”bulk”, kandungan sulfat, klorida dan sulfo-aluminat.
Penyebab kurang tepatnya hasil analisis kimia antara lain disebabkan oleh :
1. kualitas agregat
2. semen yang tidak jelas komposisinya
3. adanya perubahan komposisi oleh serangan kimia
4. kehadiran kandungan kimia lainnya5. pengambilan sampel dan percobaan yang kurang cermat
Pengambilan Sampel dan Pelaporan
Pengambilan sampel harus mewakili keadaan secara keseluruhan dari struktur yang
diamati. Kesepakatan cara dan tempat pengambilan sampel oleh berbagai pihak yang
terlibat dalam sengketa perlu dilakukan. Menurut BS yang harus diperhatikan adalah :
1. ukuran sampel terkecil (sedikitnya 5x lebih kecil dari diameter agregat
maksimum)
2. sampel hendaknya mewakili keseluruhan
3. sampel harus bebas dari adanya tulangan dan bahan lainnya
Sampel harus diberi tanda, tanggal, lokasi, dan cara pengambilan dan dibungkus dengan
kantong plastik yang kuat dan diberi label. Sampel test kimia dapat diambil dari sampel
yang sudah ditekan hingga pecah.
Pelaporan disamping mengikuti petunjuk BS 1881 juga perlu melihat :
1. metoda yang digunakan
2. perubahan terhadap metoda standar dan penyesuaiannya
3. asumsi yang digunakan berikut dengan tipe agregat atau sifat dan
penyesuaiannya
4. data analitik kasar
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 8/18
8
5. kesimpulan dilakukan dengan suatu tingkat kepercayaan/ketangguhan tertentu
(confidence level tertentu)
Acuan khusus harus dibuat untuk faktor yang biasanya mengurangi ketelitian hasil
Kandungan semen, nilai banding agregat /semen dan gradasi agregat
Cara yang biasanya dilakukan dalam penentuan kandungan semen dari beton
keras adalah didasarkan pada kenyataan bahwa senyawa kapur dan silika dalam semen
Portland biasanya sangat mudah diuraikan kembali melalui pelarutan dalam asam hidro
klorida (HCl), namun masalahnya kadang senyawa itu ada pula dalam agregatnya.Jumlah silika (SiO2) terlarut dan kalsium oksida (CaO) dapat ditentukan dengan prosedur
analitik sederhana (misal Gravimetry), dan bila komposisi semen dapat diketahui maka
kandungan semen asli dapat ditetapkan. Oleh karena perbedaan sifat batuan maka tidak
semua beton dapat dilakukan dengan prosedur yang sama, tetapi nilai banding
agregat/semen masih dapat ditentukan, demikian juga kandungan semen. Bila gradasi
agregat dikehendaki maka penyelidikan dengan cara penghancuran beton tidak
disarankan.
Prosedur
ASTM C85 menggunakan sampel yang dihancurkan, dipanaskan dalam
temperatur 550oC selama 3 jam, kemudian dicampur dengan asam klorida dalam
perbandingan 1 sampel : 3 asam klorida. Silika (SiO2) yang terlarutkan didapatkan
melalui standar test kimia yang ada (AAS atau Gravimetry) dan jumlah kandungan
kalsium oksida (CaO) dilakukan dengan titrasi. Kualitas hasil bergantung pada tipe
agregat; Tipe I (agregat normal, tidak dapat dilarutkan dalam larutan HCl), tipe S
(agregat normal, dapat dilarutkan secara keseluruhan dalam larutan HCl), tipe P (agregat
normal, dapat dilarutkan sebagian dalam larutan HCl), tipe O (agregat lainnya).
Sampel dihancurkan sampai diameter tidak lebih besar dari 50mm, diupayakan
agar agregat tidak ada yang pecah. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven setinggi
105 oC selama 15-24 jam. Beton yang sudah dipecah, dipisahkan antara agregat dan
matriksnya.
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 9/18
9
A. Metode A – sampel dihancurkan
Sampel dikeringkan dan dihancurkan dan digerus agar menjadi bubuk. Bagian
pertama dihancurkan hingga lolos ayakan 4,75mm, kemudian diparuh ukurannya dan
separuhnya tadi digerus lagi hingga lolos ayakan 2,36mm dan separuh dari separuhnya
digerus hingga mendapat ukuran hingga lolos ayakan 600 mikron. Hasilnya diparuh lagi
hingga lolos ayakan 300 mikron dan terakhir separuhnya lagi dihancurkan hingga lolos
ayakan 150 mikron. Agregat lebih halus dari 150 mikron dihilangkan. Jumlah sampel
saringan terakhir sebaiknya > 20 gr. Ini berarti berat sampel awal sebaiknya > 1,3 kg.
Perlakuan analitik bergantung pada tipe agregat (I, P, S atau O)
No Ayakan Berat Lolos
Ayakan (kg)
No Ayakan Berat Lolos
Ayakan (gr)
4,75 mm 0,70 600 m 87,5
2,36 mm 0,35 300 m 43,75
1,18 mm 0,175 150 m 21,875
1. Agregat Tipe-I
Perkiraan kandungan CaO dalam suatu sampel antara 0,3 – 0,5 gr ditimbang dan
dianalisis untuk menetapkan kandungan CaO setelah dicampur dengan larutan HCl yang
mendidih dan Na2SO4. Kehilangan bakar (loss on ignition/ LOI ) dari bubuk beton dapat
ditetapkan dengan pemanasan 0,5 s/d 1,0 gr sampel pada temperatur 925oC dan 950
oC
dalam cawan (crucible) sampai berat konstan tercapai. Tahap ini dapat mengukur
kombinasi kandungan air dan karbonasi dari semen. Kandungan semen dan rasio
agregat/semen dapat dihitung dengan rumus berikut :
%100)100()100(
)100()100( x
pbqa
mbqcsemenKandungan
%100)100()100(
)100()100(/ x
mbqc
pcmasemen Agregat
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 10/18
10
dengan :
a = CaO, % dalam semen yg digunakan (perlu contoh asli)
b = CaO, % dalam agregat yg digunakan
c = CaO, % dalam beton
p = LOI, % dari semen (perlu contoh asli)
q = LOI, % dari agregat
m = LOI,% dari beton
Untuk beton normal, beton cepat mengeras atau beton dengan semen tahan sulfat
menurut BS dapat digunakan a = 64,5% dan p = 2,0%. Sampel dalam keadaan kering
oven, dan terlalu sedikitnya kalsium oksida dalam agregat menyebabkan kelebihankandungan semen dalam beton.
2. Agregat Tipe-S
Kandungan kalsium oksida dan LOI dari beton dan agregat ditetapkan dengan
cara sama seperti di atas. Kandungan CO2 dalam beton dapat ditentukan dari 0,2 gr
sampel yang direaksikan dengan asam phosfor. Tambahan pula larutan silika didapatkan
dari sampel sebesar 3 gr.
Kandungan semen dan ratio agregat/semen dapat ditentukan dengan cara di atas namun
CaO diganti dengan SiO2. Bila analisis semen tidak dapat dilakukan maka persen silikan
dapat diambil sebesar 20,7% untuk beton normal, beton cepat mengeras dan beton
dengan semen tahan sulfat tetapi dengan LOI yang tidak lebih teliti. Perhitungan jumlah
kalsium menjadi kurang teliti senada dengan peningkatan kandungan kalsium oksida
dalam agregat. Biasanya analisis menunjukkan bahwa kandungan semen rendah adalah
gambaran yang mendekati kebenaran.
Bila sampel agregat tidak ada, analisisnya harus diasumsikan seteliti mungkin,
tetapi kelayakan hasil akhirnya akan berkurang, kecuali agregat diketahui berjensi kapur
dengan semua kalsium berbentuk karbon dan semua CO2 berbentuk kalsium karbonat.
Dalam hal demikian hitungan dapat dilakukan dengan mendasarkan pada kandungan
CO2 terukur dari betonnya dengan rumus :
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 11/18
11
%100
)44
56.2(
)44
56(
x
a
sc
semenKandungan
dengan a dan c seperti rumus sebelumnya dan s merupakan persen CO2 yang diukur dari
betonnya. Angka 2 merupakan persen asumsi karbon dari beton yaitu CO2 = 2% dan
dapat diubah sesuai kondisi. Rasio agregat/semen sulit dilakukan namun dapat didekati
dengan memperkirakan hidrasi semen sama dengan 20% air.
emenkandungansemenkandungans Agregat Kandungan100
20100
dan
semenkandungan
semenkandungansemen Agregat
2,1100/
Cara ini cenderung memberikan kandungan semen berlebihan karena adanya serangan
asam pada pasir silika dalam beton.
3. Agregat Tipe-P
Ada 4 kategori agregat berdasarkan pada kesamaan komposisi agregat diantara agregat
kasar dan agregat halus dan sifat larutan agregat.
a. Bila agregat berkomposisi serba sama, dan seluruh kalsium berbentuk karbon
dengan CO2 berbentuk kalsium karbonat, prosedur sama dengan agregat tipe S.
b. Bila agregat berkomposisi serba sama tetapi tidak memenuhi kriteria di atas
prosedur sama dengan agregat tipe S terbukti bila sampel agregat ada atau dapat
diasumsikan. Hitungan berdasar pada kandungan CO2, namun kurang benar.
Sebagai alternatif digunakan agregat bersih dari bagian lain dari sampel.
c. Bila agregat diantara tipe I dan S, yang mana sesuai dengan persyaratan CO2 dan
kalsium dari cara (a) di atas maka kandungan CaO dan CO2 diukur dengan cara
(1) dan (2) di atas.Kandungan semen dan rasio agregat/semen dihitung berdasar
pada persamaan (2) . Pendekatan ini digunakan dalam kasus beton dibuat dengan
agregat kasar dari kapur dan agregat halus dari pasir kuarsa.
4. Agregat Tipe-O
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 12/18
12
Beton dengan kandungan agregat lain hanya dapat dianalisis bila contoh agregat tersedia.
Kandungan CaO dan SiO2 dalam betonnya dapat ditest melalui larutan asam kemudian
dianalisis LOI dan kandungan CO2 menggunakan metoda yang disebut dalam butir (1)
dan (2) di atas.
B. Methode B – sample terpisah.
Dalam hal ini agregat dipisahkan dari matriknya dengan pemanasan dan
pemukulan. Matrik dianalisis seperti dalam metode A. Karena agregat sudah dipisahkan
maka hal itu tidak akan terlalu mempengaruhi hasil. Semen yang melekat pada agregat
dilarutkan dalam larutan asam kuat dan diukur. Gumpalan beton yang telah diovendipecah dan dipisahkan ke dalam agregat kasar dan halus dan ditimbang melalui saringan
4,75mm. Di atas saringan 4,75 disebut agregat kasar dan yang lolos disebut agregat halus.
Pecahan beton dipanaskan dalam temperatur 550 oC agar agregat mudah dipisahkan dan
tidak pecah, dan bila perlu direndam dan dipanaskan lagi. Agregat kasar dibersihkan dan
dikuliti secara manual dengan tangan secara hati-hati. Agregat halusnya dipukul dengan
pemukul karet untuk memisahkan mortar dari pasirnya tanpa merusak butiran, diayak
dalam berbagai ukuran dan yang tertinggal di atas ayakan ditimbang. Perlakuan
selanjutnya bergantung pada jenis agregat.
a. Agregat Tipe-I.
Bahan berukuran lebih dari 300 mikron dicuci dan dilarutkan dalam HCl sampai
seluruhnya lepas dari semennya dan dicuci dengan air, dikeringkan dan dicuci. Agregat
paling halus (lolos 150 mikron) juga dicuci dan ditimbang sebanyak 20 gr. Kandungan
CaO diukur dari sampel ini (agregat dan semen) dengan cara seperti ditunjukkan dalam
metode A. Demikian kandungan asam yang tidak terlarutkan dalam matriks. Kandungan
semen dan agregat/semen dihitung dengan cara berikut.
RY
GK gr Agregat Berat 100
)(
C X
G Lgr Semen Berat 5,64
100
100)(
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 13/18
13
Bilangan 64,5 merupakan persentasi kandungan CaO yang diasumsikan dari semennya
dan boleh diubah bila diketahui dengan pasti.
K = berat bahan kering lolos saringan 300 mikron (gr)
G = berat bahan tertahan di atas ukuran 300 mikron (gr)
L = berat CaO dalam larutan air
X = persen CaO dalam matriks
Y = persen asam tidak larut dalam matriks
M
C SemenKandungan
100.(%)
C RSemen Agregat /
M = berat sampel kering (gr)
Bila agregat mengandung kalsium dalam bentuk asam terlarut maka perlu dilakukan
koreksi berikut ini :
'100
100)( R
H Rgr TerkoreksiSemenKandungan
H
J Rgr Agregat dariCaO
100
)(
H = persen total asam terlarut dari agregat yang tidak dihancurkan
J = persen asam terlarutkan CaO dalam agregat yang tidak dihancurkan
'5,64
100
100
.)( C
H
J RC gr reksiSemenTerko Berat
C’ dan R’ digunakan sebagai pengganti C dan K dalam rumus sebelumnya untuk
menghitung kandungan semen dan rasio agregat/semen. Penghitungan serupa dapat
dilakukan pada agregat di atas ayakan 300 mikron dengan cara serupa.
b. Agregat Tipe-P.
Bila agregat memiliki komposisi seragam dan seluruhnya terlarutkan dalam asam
kuat HCl, maka sampel agregat terpisah diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggnakan bahan yang tertahan di ayakan 4,75mm dengan melarutkan dalam asam kuat
, mencuci dan mengeringkan lagi. Agregat itu dihancurkan agar melewati ayakan 150
mikron dan sisa yang tidak terlarutkan dihitung dengan cara 1 di atas. Kandungan CO2
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 14/18
14
dan LOI dihitung secara terpisah dari sampel agregat yang dihancurkan. Filtrasi dari sisa
yang tidak terlarutkan dianalisis untuk mendapatkan kandngan CaO, SiO2, Fe2O3,
AL2O3 dan MgO.Bahan lebih besar dari 300 mikron ditimbang demikian pula yang lolos
ayakan 300 mikron lebih lanjut dihaluskan agar lolos ayakan 150 mikron seberat 20 gr.
Bahan ini kemudian dianalisis untuk mendapatkan senyawa lain yang diperkirakan
terdapat di dalam agregat juga CO2 yang tidak terlarutkan dan LOI.
c. Agregat Tipe O
Kandungan semen dapat pula ditetapkan melalui prosedur penetapan kandungan air.
9. Kandungan Air dalam Beton (Water Content)
Jumlah air dalam beton dapat dilihat dari volume pori kapiler dalam beton yang
dulunya diisi oleh air saat pencoran dan pengerasan, dan juga mengukur air dalam hidrat
semen (C-S-H). Sampel harus belum rusak secara fisik dan kimia. Bila kandungan air
dapat ditemukan maka kandungan semen dapat pula ditetapkan. Cara pengambilan
sampel dengan memotong dengan gergaji setebal 20mm dengan luas permukaan tidak
kurang dari 10.000 mm2 (misal dari kubus 100 x 100 mm2). Sebaiknya diambil sisi
tengah dari kubus beton dengan arah vertikal sejajar dengan arah pengecoran, harus
dihindari dari proses karbonasi dari udara dan pengaruh lainnya (tutup dalam bungkus
plastik). Sampel ditimbang, dioven 105 C selama 1-16 jam, didinginkan dalam desikator,
ditimbang dan direndam dalam Karbon Tetraklorida dalam desikator vakum. Tekanan air
berkurang menyebabkan udara dalam kapiler keluar, keadaan vakum dihilangkan dan
sampel didiamkan beberapa menit (5 menit) dan kemudian ditimbang dengan keadaan
terbungkus plastik untuk menghindarkan penguapan. Berat Karbon Tetraklorida yang
mengisi pori dapat dihitung. Mengetahui BJ Karbon Tetraklorida = 1,6 gr/ml maka :
%100ker 6,1
%ingsampelberat
terserapdatetraklorikarbonberat Kapiler Air
Setelah itu sampel dipanaskan dalam oven 105 C sampai berat konstan, dihancurkan agar
dapat lolos ayakan 150 mikron. Kurang lebih 1 gr dari sampel ini dibakar pada
temperatur 1000 C dalam udara kering atau arus nitrogen dan air yang keluar ditimbang
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 15/18
15
setelah diserap oleh Magnesium Perchlorat Kering. Sisa sampel yang dihaluskan
digunakan untuk menghitung kandungan semen seperti tertera dalam metode A atau
metode B hanya berbeda dalam hal ini tidak perlu adanya pemanasan. Sayangnya pori
dalam agregat mempengaruhi hasil, dan dapat dilakukan koreksi dnegan cara memecah
sampel tanpa pemanasan seperti tertera dalam metode A atau B. Bahan yang tertahan di
saringan 4,75mm dibersihkan, dilarutkan dalam asam atau secara mekanik diabrasi,
bergantung mana yang cocok, dan kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan.
Mengasumsikan bahwa sebaran dan kualitas agregat sama pada seluruh beton maka :
K Rq
QTerkoreksiKapiler Air 100
.%
LC RY
X Air Kandungan 100
.0,1
100
.%
dengan :
Q = % air kapiler dari sampel tebal 20mm luas 10000 mm2
q = % porositas kapiler dari agregat
R = % kandungan agregat
X = % air dalam beton
Y = % air dalam agregat
C = % kandungan semen
Bila dianggap tidak adanya air hidrasi yang digantikan oleh semen, maka rasio
agregat/semen merupakan penjumlahan dari dua nilai di atas dibagi dengan kandungan
semen
C
LK Semen Agregat
/
10. Metode Pengukuran Optik (Optical Method)
Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui kandungan semen, agregat dan udara
dari sampel yang diperoleh dari lapangan. Permukaan irisan harus disiapkan dengan hati-
hati agar bagian yang diamati dapat dibedakan dengan baik yaitu dengan menggerenda,
mempolis, dan diberi pewarna. Sampel dilihat dengan mikroskop stereo dengan
pembesaran 50x. Jumlah, ukuran dan jarak dari lubang. ”Modified point count” berbasis
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 16/18
16
pada frekuensi yang ada pada setiap bahan susun yang didapat pada jarak yang sama
yang diambil secara acak dengan demikian akan memberikan gambaran volume relatif
dari bentuk solid bahan itu. ”Traverse line” mirip dengan ”modified point count” hanya
sinyal tidak acak tetapi dalam bentuk garis. Dengan cara ini maka dapat dibedakan
jumlah/ volume agregat, jarak antar lubang dan sisanya adalah semen terhidrasi.
Modifikasi dilakukan dengan proses ”image” dari foto pada permukaan potongan yang
dilakukan melalui komputer sehingga dapat dibedakan volume agregat dan lubang (void).
Namun cara ini tidak dapat menghitung volume air total yang sesungguhnya.
11. ThermoluminescenceCara ini baik untuk melihat perilaku beton setelah terkena panas (kebakaran
misalnya). Thermoluminescene berbasis pada emisi sinar yang dapat dilihat pada saat
bahan itu dipanasi termasuk bahan kwarsa dan fieldspars. Kurva temperatur dan sinar
suatu bahan tergantung pada riwayat temperatur dan radiasi yang pernah dialami.
Misalnya pasir kwarsa emisi sinar terjadi pada temperatur 300 – 500 C, tetapi bila sampel
dipanasi ulang di bawah temperatur itu maka tidak lagi menunjukkan adanya emisis
sinar. Pola emisi sinar juga bergantung pada waktu pemanasan. Sampel didapat dengan
melubangi sampel dengan bor putaran rendah agar tidak menimbulkan panas, kemudian
dicuci dengan larutan asam kuat untuk menghilangkan mineral yang dapat mengganggu
keluaran emisi. Pasir dapat pula diperoleh dari agregatnya bila pasir dalam beton tidak
terdapat. Kelihatannya metode ini sulit namun dengan melakukan kalibrasi dengan beton
yang belum terbakar disekitarnya atau dengan mengambil sampel pada beberapa
kedalaman dapat dipelajari sejauh mana temperatur itu telah berpengaruh pada beton.
12. X-ray Fluorescence
Spectroscopy
Sampel ditembaki dengan
eneri sinar X dan spektrum emisi
Fluorescence Panjang
gelombang dan kerapatan emisi
sinar pada sampel dapat diukur
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 17/18
17
sehingga dapat diketahui bahan susun dan sifat-sifatnya. Sampel beton harus dalam
bentuk ”pellet” dengan kerapatan tertentu yang dibentuk dengan cara menekan dengan
tekanan 20 ton dari sampel yang digerus halus dan kering berikut dengan bahan ikatnya.
Sampel berukuran diameter 40mm berat 10 gr selama 10 detik. Cara analisis dengan
membandingkan hasil emisi sampel dengan sampel standar yang diketahui sifat-sifatnya.
13. Differential Thermal Analysis (DTA)
Metoda ini sangat dikenal
karena sering digunakan dalam
identifikasi High Alumina Cement(HCA). Dengan memansaskan
sampel berupa bubuk beton dalam
tungku berikut dengan sampel serupa
dalam bentuk inert. Kenaikan
temperatur dari inert dikontrol
seseragam mungkin dan diukur
dengan thermocouple. Sampel yang
diuji juga dimonitor sehingga dapat
diketahui perbedaan temperatur
diantara dua bahan itu. Puncak-puncak selisih temperatur menunjukkan eksistensi suatu
mineral karena adanya kehilangan air kristal (penguapan) dari berbagai bentuk mineral.
Alat ini dapat pula digunakan untuk melihat secara kuantitaif suatu mineral bila bahan
inert terbuat dari bahan murni mineral itu tersedia. Ada pula cara lain yang disebut
Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Derivative Thermografimetry (DTG) yang
biasa digunakan untuk melihat proses hydrasi semen kandungan alumina tinggi. Sampel
didapat dari gerusan beton atau pengeboran beton dengan bor rotasi rendah.
14. Thermografimetry, Infrared Adsorption Spectrometry
Cara ini mirip dengan SEM ataupun X-ray Deffractometry yang tujuannya lebih
kearah penelitian dari pada ke arah aplikasi.
7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 18/18
18