mikrosruktur_mortar.pdf

18
 1 ALAT DAN PRINSIP PENGAMATAN MIKRO 1. SEM (Scanning Electron Microscopy) Alat ini digunakan untuk melihat sample 3D lebih tajam pada pembesaran yang cukup  besar (sejauh yang diketahui pen gamatan visual dap at dilakukan d alam pembesaran 1000 kali). Pemilihan nilai pembesaran didasarkan atas beberapa maksud pengamatan;  pengamatan terhadap butiran lolos ayakan 100-200 mikron mungkin cukup dengan pembesaran 50 kali, tetapi pengamatan terhadap bentuk kristal semen (CSH) sebaiknya pada  pembesaran 250 – 5000 kali. Untuk itu diperlukan pengalaman dan  pengetahuan tentang ukuran butiran dan bentuk butiran yang akan dipriksa. Berbeda dari mikroskop optik yang hanya dapat difokuskan  pada suatu kedalaman (layer) tertentu maka SEM memiliki kemampuan melihat semua  permukaan secara fokus, karena setiap titik direkam oleh hasil  penembakan elektron yang dapat diukur jaraknya. Alat SEM lama tidak dapat menunjukkan unsur-unsur yang terkandung di dalam permukaan yang diamati, namun alat SEM baru sudah dapat menunjukkan  berbagai unsur yang ada pada permukaan itu dan perkiraan persentasi bahannya  merupakan kombinasi dari antara XRay Defractometer dan SEM model lama. 2. Xray Deffractometer (X-RD) Dalam suatu sampel umumnya terdapat unsur berbentuk : 1) amorphous (glassy) yang masih dapat berreaksi dengan unsur lain dan 2) bentuk kristal yang hanya akan berfungsi sebagai bahan isian (filler). Untuk melihat jenis dan jumlah (persentasi) kristal dalam

Upload: hendri-hadisi

Post on 14-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 1/18

1

ALAT DAN PRINSIP PENGAMATAN MIKRO

1. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Alat ini digunakan untuk melihat sample 3D lebih tajam pada pembesaran yang cukup

 besar (sejauh yang diketahui pengamatan visual dapat dilakukan dalam pembesaran 1000

kali). Pemilihan nilai pembesaran didasarkan atas beberapa maksud pengamatan;

 pengamatan terhadap butiran lolos

ayakan 100-200 mikron mungkin

cukup dengan pembesaran 50 kali,

tetapi pengamatan terhadap bentuk 

kristal semen (CSH) sebaiknya pada

 pembesaran 250 – 5000 kali. Untuk 

itu diperlukan pengalaman dan

 pengetahuan tentang ukuran butiran

dan bentuk butiran yang akan

dipriksa. Berbeda dari mikroskop

optik yang hanya dapat difokuskan

 pada suatu kedalaman (layer)tertentu maka SEM memiliki

kemampuan melihat semua

 permukaan secara fokus, karena

setiap titik direkam oleh hasil

 penembakan elektron yang dapat

diukur jaraknya. Alat SEM lama tidak dapat menunjukkan unsur-unsur yang terkandung

di dalam permukaan yang diamati, namun alat SEM baru sudah dapat menunjukkan

 berbagai unsur yang ada pada permukaan itu dan perkiraan persentasi bahannya  

merupakan kombinasi dari antara XRay Defractometer dan SEM model lama.

2. Xray Deffractometer (X-RD)

Dalam suatu sampel umumnya terdapat unsur berbentuk : 1) amorphous (glassy) yang

masih dapat berreaksi dengan unsur lain dan 2) bentuk kristal yang hanya akan berfungsi

sebagai bahan isian (filler). Untuk melihat jenis dan jumlah (persentasi) kristal dalam

Page 2: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 2/18

2

suatu sampel digunakan alat Xray Defractometer yang berbasis sinar-X Dengan

mengetahui jumlah kristal dari unsur tertentu sehingga dapat diketahui jumlah

amorphousnya (selisih total dan jumlah kristal). Kristal berjenis tertentu memiliki refleksi

sinar-X pada sudut tertentu. Intensitas refleksi (counts) dari kristal itu menunjukkan

kuantitas unsur yang terdapat di dalam sampel itu. Yang perlu diketahu bahwa kristal itu

Page 3: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 3/18

3

sendiri masih dibedakan ke dalam kristal tua dan kristal muda. Tabel unsur dan sudut

refleksi sudah tersedia dalam bentuk tabel, sehingga dengan pengamatan intensitas dan

sudutnya dapat diketahui jenis unsur itu. Untuk meyakinkan hasil pengamatan sering

dilakukan kalibrasi dengan bahan amorphous seperti Kieselghur dan bahan kristal seperti

 pasir Kwarsa. Dengan melakukan beberapa perbandingan berat dapat dikontrol

 perbandingan intensitas (counts) dari Defractogramnya. Contoh hasil dapat dilihat di bawah dan di atas ini.

Page 4: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 4/18

4

3. Atomic Adsorption Spectrometry (AAS)

Metode ini digunakan untuk melihat unsur yang terdapat di dalam suatu sampel melalui

uji kimia. Sampel umumnya dilarutkan dalam asam kuat seperti HCl. Dengan cara ini

unsur amorphous dan kristal akan terlarut menjadi satu, sehingga hasil dari pengamatan

ini bersifat kandungan total suatu unsur. Sehingga melalui alat ini hanya dapat diketahui

 persentasi suatu unsur secara total. Kandungan amorphous suatu unsur tertentu dapatr 

diketahui melalui uji XRD di atas. Melalui metoda ini semua unsur yang terkandung di

dalam sampel dapat ditunjukkan.

4. Gravimetry

Metode ini juga menggunakan prinsip uji kimia untuk mengetahui unsur tertentu yang

diharapkan. Prinsip kerja dari uji gravimetry adalah titrasi terhadap unsur tertentu yang

dimaksud, dengan demikian dapat lebih menghemat biaya.

Page 5: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 5/18

5

5. Heat Conduction Apparatus

Untuk menguji daya hantar panas suatu

 bahan dapat dilakukan melalui alat ini.

Alat ini mengukur waktu (t) yang

diperlukan oleh suatu sampel untuk 

menghantarkan panas dari satu permukaan

ke permukaan lain pada ketebalan tertentu

(L). Salah satu permukaan dipanaskan

 pada suatu temperatur (K), dengan daya Q(dalam Watt) dan arus A (dalam amphere)

sedang permukaan lain juga diukur 

temperaturnya (oK), maka menggunakan

rumus berikut di bawah ini dapat diketahui

daya hantar panas.

k = (D/3,5)*(Q/A)* (dx/dt)

dengan :

D = diameter sampel; dx/dt =

 panjang sampel (L) dibagi beda

temperatur ( ΔoK) diantara dua

 permukaan.

6. Hydrometer

Untuk menguji gradasi butiran

yang sangat halus kadang tidak 

mungkin menggunakan ayakan

karena butiran akan tersangkut

dan sulit lolos ayakan tersebut,

lebih-lebih butiran itu bersudut

tajam. Cara lain yang dapat

Page 6: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 6/18

6

digunakan adalah menggunakan hydrometer.

7. Temperature Gauge.

Alat untuk mengetahui panas saat terjadi proses hidrasi (khususnya sejak semen ditambah

air hingga 2 – 3 jam pertama). Perubahan temperatur dapat dimonitor menggunakan

temperature gauge yang dihubungkan dengan strain indicator . Dengan alat ini panas

hidrasi dari waktu ke waktu dapat dicatat dan diketahui. Yang harus diketahui dari alat ini

adalah Gauge Factor (GF) yaitu suatu nilai sensitivitas sensor yang kemudian dapat

digunakan untuk menghubungkan antara strain terbaca dan temperature.

8. Test Kimia (Chemical Testing)

Test kimia dari beton keras dimaksudkan untuk mengetahui penyebab suatu kerusakan

misalnya oleh asam sulfat atau garam klorida atau dalam rangka penyesuaian dengan

spesifikasi teknis yang melibatkan kandungan semen dan penetapan nilai banding

agregat/semen. Karena mahalnya test kimia ini maka test ini tidak digunakan untuk 

keperluan kontrol rutin tetapi untuk penyelesaian sengketa atas kualitas beton. Teknik 

dan prosedur rumit, pengambilan sampel dan pelaksanaan test harus extra hati-hati.

Masalah besar dari test kimia adalah tidak terdapatnya bahan kimia yang cocok yang

dapat melarutkan beton tanpa merusak batuan dan bila mungkin agregat dan semen

Page 7: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 7/18

7

yang dipriksa juga sebaiknya harus tersedia secara terpisah dalam test ini . Standar 

test kimia dapat dilihat dalam ASTM untuk test kimia yang umum, sedang dalam BS

1881 dapat dilihat test kimia yang lebih lengkap yang termasuk di dalamnya : kandungan

semen, agregat, dan gradasi agregat, tipe semen dan agregat, kandungan air, kepadatan

”bulk”, kandungan sulfat, klorida dan sulfo-aluminat.

Penyebab kurang tepatnya hasil analisis kimia antara lain disebabkan oleh :

1.  kualitas agregat

2.  semen yang tidak jelas komposisinya

3.  adanya perubahan komposisi oleh serangan kimia

4.  kehadiran kandungan kimia lainnya5.   pengambilan sampel dan percobaan yang kurang cermat

Pengambilan Sampel dan Pelaporan

Pengambilan sampel harus mewakili keadaan secara keseluruhan dari struktur yang

diamati. Kesepakatan cara dan tempat pengambilan sampel oleh berbagai pihak yang

terlibat dalam sengketa perlu dilakukan. Menurut BS yang harus diperhatikan adalah :

1.  ukuran sampel terkecil (sedikitnya 5x lebih kecil dari diameter agregat

maksimum)

2.  sampel hendaknya mewakili keseluruhan

3.  sampel harus bebas dari adanya tulangan dan bahan lainnya

Sampel harus diberi tanda, tanggal, lokasi, dan cara pengambilan dan dibungkus dengan

kantong plastik yang kuat dan diberi label. Sampel test kimia dapat diambil dari sampel

yang sudah ditekan hingga pecah.

Pelaporan disamping mengikuti petunjuk BS 1881 juga perlu melihat :

1.  metoda yang digunakan

2.   perubahan terhadap metoda standar dan penyesuaiannya

3.  asumsi yang digunakan berikut dengan tipe agregat atau sifat dan

 penyesuaiannya

4.  data analitik kasar 

Page 8: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 8/18

8

5.  kesimpulan dilakukan dengan suatu tingkat kepercayaan/ketangguhan tertentu

(confidence level tertentu)

Acuan khusus harus dibuat untuk faktor yang biasanya mengurangi ketelitian hasil

Kandungan semen, nilai banding agregat /semen dan gradasi agregat

Cara yang biasanya dilakukan dalam penentuan kandungan semen dari beton

keras adalah didasarkan pada kenyataan bahwa senyawa kapur dan silika dalam semen

Portland biasanya sangat mudah diuraikan kembali melalui pelarutan dalam asam hidro

klorida (HCl), namun masalahnya kadang senyawa itu ada pula dalam agregatnya.Jumlah silika (SiO2) terlarut dan kalsium oksida (CaO) dapat ditentukan dengan prosedur 

analitik sederhana (misal Gravimetry), dan bila komposisi semen dapat diketahui maka

kandungan semen asli dapat ditetapkan. Oleh karena perbedaan sifat batuan maka tidak 

semua beton dapat dilakukan dengan prosedur yang sama, tetapi nilai banding

agregat/semen masih dapat ditentukan, demikian juga kandungan semen. Bila gradasi

agregat dikehendaki maka penyelidikan dengan cara penghancuran beton tidak 

disarankan.

Prosedur 

ASTM C85 menggunakan sampel yang dihancurkan, dipanaskan dalam

temperatur 550oC selama 3 jam, kemudian dicampur dengan asam klorida dalam

 perbandingan 1 sampel : 3 asam klorida. Silika (SiO2) yang terlarutkan didapatkan

melalui standar test kimia yang ada (AAS atau Gravimetry) dan jumlah kandungan

kalsium oksida (CaO) dilakukan dengan titrasi. Kualitas hasil bergantung pada tipe

agregat; Tipe I (agregat normal, tidak dapat dilarutkan dalam larutan HCl), tipe S

(agregat normal, dapat dilarutkan secara keseluruhan dalam larutan HCl), tipe P (agregat

normal, dapat dilarutkan sebagian dalam larutan HCl), tipe O (agregat lainnya).

Sampel dihancurkan sampai diameter tidak lebih besar dari 50mm, diupayakan

agar agregat tidak ada yang pecah. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven setinggi

105 oC selama 15-24 jam. Beton yang sudah dipecah, dipisahkan antara agregat dan

matriksnya.

Page 9: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 9/18

9

 A. Metode A – sampel dihancurkan

Sampel dikeringkan dan dihancurkan dan digerus agar menjadi bubuk. Bagian

 pertama dihancurkan hingga lolos ayakan 4,75mm, kemudian diparuh ukurannya dan

separuhnya tadi digerus lagi hingga lolos ayakan 2,36mm dan separuh dari separuhnya

digerus hingga mendapat ukuran hingga lolos ayakan 600 mikron. Hasilnya diparuh lagi

hingga lolos ayakan 300 mikron dan terakhir separuhnya lagi dihancurkan hingga lolos

ayakan 150 mikron. Agregat lebih halus dari 150 mikron dihilangkan. Jumlah sampel

saringan terakhir sebaiknya > 20 gr. Ini berarti berat sampel awal sebaiknya > 1,3 kg.

Perlakuan analitik bergantung pada tipe agregat (I, P, S atau O)

 No Ayakan Berat Lolos

Ayakan (kg)

 No Ayakan Berat Lolos

Ayakan (gr)

4,75 mm 0,70 600 m 87,5

2,36 mm 0,35 300 m 43,75

1,18 mm 0,175 150 m 21,875

1. Agregat Tipe-I

Perkiraan kandungan CaO dalam suatu sampel antara 0,3 – 0,5 gr ditimbang dan

dianalisis untuk menetapkan kandungan CaO setelah dicampur dengan larutan HCl yang

mendidih dan Na2SO4. Kehilangan bakar (loss on ignition/ LOI ) dari bubuk beton dapat

ditetapkan dengan pemanasan 0,5 s/d 1,0 gr sampel pada temperatur 925oC dan 950

oC

dalam cawan (crucible) sampai berat konstan tercapai. Tahap ini dapat mengukur 

kombinasi kandungan air dan karbonasi dari semen. Kandungan semen dan rasio

agregat/semen dapat dihitung dengan rumus berikut :

%100)100()100(

)100()100( x

 pbqa

mbqcsemenKandungan

 

%100)100()100(

)100()100(/ x

mbqc

 pcmasemen Agregat 

 

Page 10: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 10/18

10

dengan :

a = CaO, % dalam semen yg digunakan (perlu contoh asli)

 b = CaO, % dalam agregat yg digunakan

c = CaO, % dalam beton

 p = LOI, % dari semen (perlu contoh asli)

q = LOI, % dari agregat

m = LOI,% dari beton

Untuk beton normal, beton cepat mengeras atau beton dengan semen tahan sulfat

menurut BS dapat digunakan a = 64,5% dan p = 2,0%. Sampel dalam keadaan kering

oven, dan terlalu sedikitnya kalsium oksida dalam agregat menyebabkan kelebihankandungan semen dalam beton.

2. Agregat Tipe-S

Kandungan kalsium oksida dan LOI dari beton dan agregat ditetapkan dengan

cara sama seperti di atas. Kandungan CO2 dalam beton dapat ditentukan dari 0,2 gr 

sampel yang direaksikan dengan asam phosfor. Tambahan pula larutan silika didapatkan

dari sampel sebesar 3 gr.

Kandungan semen dan ratio agregat/semen dapat ditentukan dengan cara di atas namun

CaO diganti dengan SiO2. Bila analisis semen tidak dapat dilakukan maka persen silikan

dapat diambil sebesar 20,7% untuk beton normal, beton cepat mengeras dan beton

dengan semen tahan sulfat tetapi dengan LOI yang tidak lebih teliti. Perhitungan jumlah

kalsium menjadi kurang teliti senada dengan peningkatan kandungan kalsium oksida

dalam agregat. Biasanya analisis menunjukkan bahwa kandungan semen rendah adalah

gambaran yang mendekati kebenaran.

Bila sampel agregat tidak ada, analisisnya harus diasumsikan seteliti mungkin,

tetapi kelayakan hasil akhirnya akan berkurang, kecuali agregat diketahui berjensi kapur 

dengan semua kalsium berbentuk karbon dan semua CO2 berbentuk kalsium karbonat.

Dalam hal demikian hitungan dapat dilakukan dengan mendasarkan pada kandungan

CO2 terukur dari betonnya dengan rumus :

Page 11: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 11/18

11

  %100

)44

56.2(

)44

56(

 x

a

sc

semenKandungan

 

dengan a dan c seperti rumus sebelumnya dan s merupakan persen CO2 yang diukur dari

 betonnya. Angka 2 merupakan persen asumsi karbon dari beton yaitu CO2 = 2% dan

dapat diubah sesuai kondisi. Rasio agregat/semen sulit dilakukan namun dapat didekati

dengan memperkirakan hidrasi semen sama dengan 20% air.

emenkandungansemenkandungans Agregat Kandungan100

20100  

dan

semenkandungan

semenkandungansemen Agregat 

2,1100/

 

Cara ini cenderung memberikan kandungan semen berlebihan karena adanya serangan

asam pada pasir silika dalam beton.

3. Agregat Tipe-P

Ada 4 kategori agregat berdasarkan pada kesamaan komposisi agregat diantara agregat

kasar dan agregat halus dan sifat larutan agregat.

a.  Bila agregat berkomposisi serba sama, dan seluruh kalsium berbentuk karbon

dengan CO2 berbentuk kalsium karbonat, prosedur sama dengan agregat tipe S.

 b.  Bila agregat berkomposisi serba sama tetapi tidak memenuhi kriteria di atas

 prosedur sama dengan agregat tipe S terbukti bila sampel agregat ada atau dapat

diasumsikan. Hitungan berdasar pada kandungan CO2, namun kurang benar.

Sebagai alternatif digunakan agregat bersih dari bagian lain dari sampel.

c.  Bila agregat diantara tipe I dan S, yang mana sesuai dengan persyaratan CO2 dan

kalsium dari cara (a) di atas maka kandungan CaO dan CO2 diukur dengan cara

(1) dan (2) di atas.Kandungan semen dan rasio agregat/semen dihitung berdasar 

 pada persamaan (2) . Pendekatan ini digunakan dalam kasus beton dibuat dengan

agregat kasar dari kapur dan agregat halus dari pasir kuarsa.

4. Agregat Tipe-O

Page 12: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 12/18

12

Beton dengan kandungan agregat lain hanya dapat dianalisis bila contoh agregat tersedia.

Kandungan CaO dan SiO2 dalam betonnya dapat ditest melalui larutan asam kemudian

dianalisis LOI dan kandungan CO2 menggunakan metoda yang disebut dalam butir (1)

dan (2) di atas.

 B. Methode B – sample terpisah.

Dalam hal ini agregat dipisahkan dari matriknya dengan pemanasan dan

 pemukulan. Matrik dianalisis seperti dalam metode A. Karena agregat sudah dipisahkan

maka hal itu tidak akan terlalu mempengaruhi hasil. Semen yang melekat pada agregat

dilarutkan dalam larutan asam kuat dan diukur. Gumpalan beton yang telah diovendipecah dan dipisahkan ke dalam agregat kasar dan halus dan ditimbang melalui saringan

4,75mm. Di atas saringan 4,75 disebut agregat kasar dan yang lolos disebut agregat halus.

Pecahan beton dipanaskan dalam temperatur 550 oC agar agregat mudah dipisahkan dan

tidak pecah, dan bila perlu direndam dan dipanaskan lagi. Agregat kasar dibersihkan dan

dikuliti secara manual dengan tangan secara hati-hati. Agregat halusnya dipukul dengan

 pemukul karet untuk memisahkan mortar dari pasirnya tanpa merusak butiran, diayak 

dalam berbagai ukuran dan yang tertinggal di atas ayakan ditimbang. Perlakuan

selanjutnya bergantung pada jenis agregat.

a. Agregat Tipe-I.

Bahan berukuran lebih dari 300 mikron dicuci dan dilarutkan dalam HCl sampai

seluruhnya lepas dari semennya dan dicuci dengan air, dikeringkan dan dicuci. Agregat

 paling halus (lolos 150 mikron) juga dicuci dan ditimbang sebanyak 20 gr. Kandungan

CaO diukur dari sampel ini (agregat dan semen) dengan cara seperti ditunjukkan dalam

metode A. Demikian kandungan asam yang tidak terlarutkan dalam matriks. Kandungan

semen dan agregat/semen dihitung dengan cara berikut.

 RY 

GK gr  Agregat  Berat  100

)(  

C  X 

G Lgr Semen Berat  5,64

100

100)(  

Page 13: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 13/18

13

Bilangan 64,5 merupakan persentasi kandungan CaO yang diasumsikan dari semennya

dan boleh diubah bila diketahui dengan pasti.

K = berat bahan kering lolos saringan 300 mikron (gr)

G = berat bahan tertahan di atas ukuran 300 mikron (gr)

L = berat CaO dalam larutan air 

X = persen CaO dalam matriks

Y = persen asam tidak larut dalam matriks

 M 

C SemenKandungan

100.(%)  

C  RSemen Agregat  /

M = berat sampel kering (gr)

Bila agregat mengandung kalsium dalam bentuk asam terlarut maka perlu dilakukan

koreksi berikut ini :

'100

100)( R

 H  Rgr TerkoreksiSemenKandungan

 

 H 

 J  Rgr  Agregat dariCaO

100

)(  

H = persen total asam terlarut dari agregat yang tidak dihancurkan

J = persen asam terlarutkan CaO dalam agregat yang tidak dihancurkan

'5,64

100

100

.)( C 

 H 

 J  RC gr reksiSemenTerko Berat 

 

C’ dan R’ digunakan sebagai pengganti C dan K dalam rumus sebelumnya untuk 

menghitung kandungan semen dan rasio agregat/semen. Penghitungan serupa dapat

dilakukan pada agregat di atas ayakan 300 mikron dengan cara serupa.

b. Agregat Tipe-P.

Bila agregat memiliki komposisi seragam dan seluruhnya terlarutkan dalam asam

kuat HCl, maka sampel agregat terpisah diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menggnakan bahan yang tertahan di ayakan 4,75mm dengan melarutkan dalam asam kuat

, mencuci dan mengeringkan lagi. Agregat itu dihancurkan agar melewati ayakan 150

mikron dan sisa yang tidak terlarutkan dihitung dengan cara 1 di atas. Kandungan CO2

Page 14: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 14/18

14

dan LOI dihitung secara terpisah dari sampel agregat yang dihancurkan. Filtrasi dari sisa

yang tidak terlarutkan dianalisis untuk mendapatkan kandngan CaO, SiO2, Fe2O3,

AL2O3 dan MgO.Bahan lebih besar dari 300 mikron ditimbang demikian pula yang lolos

ayakan 300 mikron lebih lanjut dihaluskan agar lolos ayakan 150 mikron seberat 20 gr.

Bahan ini kemudian dianalisis untuk mendapatkan senyawa lain yang diperkirakan

terdapat di dalam agregat juga CO2 yang tidak terlarutkan dan LOI.

c. Agregat Tipe O

Kandungan semen dapat pula ditetapkan melalui prosedur penetapan kandungan air.

9. Kandungan Air dalam Beton (Water Content)

Jumlah air dalam beton dapat dilihat dari volume pori kapiler dalam beton yang

dulunya diisi oleh air saat pencoran dan pengerasan, dan juga mengukur air dalam hidrat

semen (C-S-H). Sampel harus belum rusak secara fisik dan kimia. Bila kandungan air 

dapat ditemukan maka kandungan semen dapat pula ditetapkan. Cara pengambilan

sampel dengan memotong dengan gergaji setebal 20mm dengan luas permukaan tidak 

kurang dari 10.000 mm2 (misal dari kubus 100 x 100 mm2). Sebaiknya diambil sisi

tengah dari kubus beton dengan arah vertikal sejajar dengan arah pengecoran, harus

dihindari dari proses karbonasi dari udara dan pengaruh lainnya (tutup dalam bungkus

 plastik). Sampel ditimbang, dioven 105 C selama 1-16 jam, didinginkan dalam desikator,

ditimbang dan direndam dalam Karbon Tetraklorida dalam desikator vakum. Tekanan air 

 berkurang menyebabkan udara dalam kapiler keluar, keadaan vakum dihilangkan dan

sampel didiamkan beberapa menit (5 menit) dan kemudian ditimbang dengan keadaan

terbungkus plastik untuk menghindarkan penguapan. Berat Karbon Tetraklorida yang

mengisi pori dapat dihitung. Mengetahui BJ Karbon Tetraklorida = 1,6 gr/ml maka :

%100ker 6,1

%ingsampelberat 

terserapdatetraklorikarbonberat Kapiler  Air   

Setelah itu sampel dipanaskan dalam oven 105 C sampai berat konstan, dihancurkan agar 

dapat lolos ayakan 150 mikron. Kurang lebih 1 gr dari sampel ini dibakar pada

temperatur 1000 C dalam udara kering atau arus nitrogen dan air yang keluar ditimbang

Page 15: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 15/18

15

setelah diserap oleh Magnesium Perchlorat Kering. Sisa sampel yang dihaluskan

digunakan untuk menghitung kandungan semen seperti tertera dalam metode A atau

metode B hanya berbeda dalam hal ini tidak perlu adanya pemanasan. Sayangnya pori

dalam agregat mempengaruhi hasil, dan dapat dilakukan koreksi dnegan cara memecah

sampel tanpa pemanasan seperti tertera dalam metode A atau B. Bahan yang tertahan di

saringan 4,75mm dibersihkan, dilarutkan dalam asam atau secara mekanik diabrasi,

 bergantung mana yang cocok, dan kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan.

Mengasumsikan bahwa sebaran dan kualitas agregat sama pada seluruh beton maka :

K  Rq

QTerkoreksiKapiler  Air  100

.%

 LC  RY 

 X  Air Kandungan 100

.0,1

100

.%  

dengan :

Q = % air kapiler dari sampel tebal 20mm luas 10000 mm2

q = % porositas kapiler dari agregat

R = % kandungan agregat

X = % air dalam beton

Y = % air dalam agregat

C = % kandungan semen

Bila dianggap tidak adanya air hidrasi yang digantikan oleh semen, maka rasio

agregat/semen merupakan penjumlahan dari dua nilai di atas dibagi dengan kandungan

semen

 LK Semen Agregat 

/  

10.  Metode Pengukuran Optik (Optical Method)

Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui kandungan semen, agregat dan udara

dari sampel yang diperoleh dari lapangan. Permukaan irisan harus disiapkan dengan hati-

hati agar bagian yang diamati dapat dibedakan dengan baik yaitu dengan menggerenda,

mempolis, dan diberi pewarna. Sampel dilihat dengan mikroskop stereo dengan

 pembesaran 50x. Jumlah, ukuran dan jarak dari lubang. ”Modified point count” berbasis

Page 16: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 16/18

16

 pada frekuensi yang ada pada setiap bahan susun yang didapat pada jarak yang sama

yang diambil secara acak dengan demikian akan memberikan gambaran volume relatif 

dari bentuk solid bahan itu. ”Traverse line” mirip dengan ”modified point count” hanya

sinyal tidak acak tetapi dalam bentuk garis. Dengan cara ini maka dapat dibedakan

 jumlah/ volume agregat, jarak antar lubang dan sisanya adalah semen terhidrasi.

Modifikasi dilakukan dengan proses ”image” dari foto pada permukaan potongan yang

dilakukan melalui komputer sehingga dapat dibedakan volume agregat dan lubang (void).

 Namun cara ini tidak dapat menghitung volume air total yang sesungguhnya.

11.  ThermoluminescenceCara ini baik untuk melihat perilaku beton setelah terkena panas (kebakaran

misalnya). Thermoluminescene berbasis pada emisi sinar yang dapat dilihat pada saat

 bahan itu dipanasi termasuk bahan kwarsa dan fieldspars. Kurva temperatur dan sinar 

suatu bahan tergantung pada riwayat temperatur dan radiasi yang pernah dialami.

Misalnya pasir kwarsa emisi sinar terjadi pada temperatur 300 – 500 C, tetapi bila sampel

dipanasi ulang di bawah temperatur itu maka tidak lagi menunjukkan adanya emisis

sinar. Pola emisi sinar juga bergantung pada waktu pemanasan. Sampel didapat dengan

melubangi sampel dengan bor putaran rendah agar tidak menimbulkan panas, kemudian

dicuci dengan larutan asam kuat untuk menghilangkan mineral yang dapat mengganggu

keluaran emisi. Pasir dapat pula diperoleh dari agregatnya bila pasir dalam beton tidak 

terdapat. Kelihatannya metode ini sulit namun dengan melakukan kalibrasi dengan beton

yang belum terbakar disekitarnya atau dengan mengambil sampel pada beberapa

kedalaman dapat dipelajari sejauh mana temperatur itu telah berpengaruh pada beton.

12.  X-ray Fluorescence

Spectroscopy

Sampel ditembaki dengan

eneri sinar X dan spektrum emisi

Fluorescence Panjang

gelombang dan kerapatan emisi

sinar pada sampel dapat diukur 

Page 17: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 17/18

17

sehingga dapat diketahui bahan susun dan sifat-sifatnya. Sampel beton harus dalam

 bentuk ”pellet” dengan kerapatan tertentu yang dibentuk dengan cara menekan dengan

tekanan 20 ton dari sampel yang digerus halus dan kering berikut dengan bahan ikatnya.

Sampel berukuran diameter 40mm berat 10 gr selama 10 detik. Cara analisis dengan

membandingkan hasil emisi sampel dengan sampel standar yang diketahui sifat-sifatnya.

13.  Differential Thermal Analysis (DTA)

Metoda ini sangat dikenal

karena sering digunakan dalam

identifikasi High Alumina Cement(HCA). Dengan memansaskan

sampel berupa bubuk beton dalam

tungku berikut dengan sampel serupa

dalam bentuk inert. Kenaikan

temperatur dari inert dikontrol

seseragam mungkin dan diukur 

dengan thermocouple. Sampel yang

diuji juga dimonitor sehingga dapat

diketahui perbedaan temperatur 

diantara dua bahan itu. Puncak-puncak selisih temperatur menunjukkan eksistensi suatu

mineral karena adanya kehilangan air kristal (penguapan) dari berbagai bentuk mineral.

Alat ini dapat pula digunakan untuk melihat secara kuantitaif suatu mineral bila bahan

inert terbuat dari bahan murni mineral itu tersedia. Ada pula cara lain yang disebut

Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Derivative Thermografimetry (DTG) yang

 biasa digunakan untuk melihat proses hydrasi semen kandungan alumina tinggi. Sampel

didapat dari gerusan beton atau pengeboran beton dengan bor rotasi rendah.

14.  Thermografimetry, Infrared Adsorption Spectrometry

Cara ini mirip dengan SEM ataupun X-ray Deffractometry yang tujuannya lebih

kearah penelitian dari pada ke arah aplikasi.

Page 18: mikrosruktur_mortar.pdf

7/27/2019 mikrosruktur_mortar.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/mikrosrukturmortarpdf 18/18

18