metode klinik dalam tht

46
RINGKASAN BAHAN METODE KLINIS DALAM THT Disusun oleh: Nia Oktrviany (0510128) Lenny Yulianty (0510139) Elsa Angelie (0510152) Pembimbing: Dr. Yan Edwin Bunde, Sp. THT BAGIAN ILMU PENYAKIT THT FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: muhammad-ahmad-syammakh

Post on 25-Oct-2015

76 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Metode Klinik Dalam Tht

TRANSCRIPT

Page 1: Metode Klinik Dalam Tht

RINGKASAN BAHAN

METODE KLINIS DALAM THT

Disusun oleh:

Nia Oktrviany (0510128)

Lenny Yulianty (0510139)

Elsa Angelie (0510152)

Pembimbing:

Dr. Yan Edwin Bunde, Sp. THT

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

2010

Page 2: Metode Klinik Dalam Tht

I. PERALATAN, PENCATATAN, DAN ATURAN UMUM

Penilaian pada pasien dengan penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan

memerlukan keterampilan yang tinggi dalam melakukan anamnesis dan

pemeriksaan rongga telinga, hidung, pharynx dan larynx.

Peralatan untuk Pemeriksaan THT

1. Bull’s eye lamp

Menyediakan sumber cahaya yang kuat. Lampu dapat dilipat, diputar, atau

diatur ketinggiannya sesuai keperluan.

2. Cermin kepala

Merupakan cermin cekung yang digunakan untuk merefleksikan cahaya

dari Bull’s eye lamp ke bagian yang akan diperiksa. Panjang fokusnya

kira-kira 25 cm. Pemeriksa melihat melalui lubang pada bagian tengah

cermin.

3. Penekan lidah

Digunakan untuk memeriksa rongga mulut dan oropharynx.

4. Spekulum nasal

Dua jenis spekulum yang sering digunakan yaitu jenis Thudichum dan

Vienna. Ukuran spekulum yang digunakan bergantung pada umur pasien

dan ukuran lubang hidung.

5. Cermin larynx

Digunakan untuk memeriksa larynx dan laryngopharynx. Tersedia dalam

berbagai ukuran, dari 6 – 30 mm. Untuk mencegah berembun, cermin

selalu dihangatkan di atas lampu spiritus atau direndam dalam air panas

sebelum dimasukkan ke dalam mulut.

6. Cermin postnasal

Digunakan untuk memeriksa nasopharynx dan Cavum nasi bagian

posterior. Seperti cermin larynx, cermin postnasal juga dihangatkan dahulu

sebelum digunakan.

7. Spekulum telinga

Page 3: Metode Klinik Dalam Tht

Tersedia dalam berbagai ukuran untuk menyesuaikan dengan ukuran

canalis acusticus yang berbeda-beda. Spekulum yang digunakan sebaiknya

spekulum terbesar yang dapat dimasukkan dengan baik sekali ke dalam

canalis acusticus.

8. Spekulum Siegel

Penting untuk memeriksa membran tympani. Spekulum Siegel

memperbesar lapang pandang membran tympani dan membantu

memeriksa mobilitasnya. Alat ini juga digunakan untuk memeriksa adanya

fistula.

9. Garputala

Garpu tala yang biasa digunakan yaitu garpu tala berfrekuensi 512 Hz.

Garpu tala dengan frekuensi 256 dan 1024 Hz juga dapat digunakan.

10. Probe Jobson Horne

Salah satu ujungnya dipasang kapas untuk membersihkan kotoran telinga,

dan ujung satunya lagi (dengan ring curette) digunakan untuk

membersihkan wax.

11. Probe tumpul

Digunakan untuk melakukan palpasi dalam Cavum nasi atau Canalis

acusticus.

12. Forcep Tilley atau Hartman

Digunakan untuk membalut dalam Canalis acusticus atau Cavum nasi.

13. Kateter Eustachii

Digunakan untuk memeriksa patensi Tuba Eustachii. Pertama-tama,

hidung dianestesi, kemudian kateter dimasukkan melalui dasar hidung, ke

nasopharynx, diputar ke arah medial, kemudian ditarik sedikit sampai

kateter mencapai septum nasi bagian posterior. Kemudian kateter diputar

1800 ke arah lateral menghadap Tuba Eustachii, lalu udara ditiupkan. Bila

Tuba paten, maka udara memasuki telinga tengah dan dapat dideteksi

melalui pipa auskultasi yang menghubungkan telinga pasien dengan

telinga pemeriksa.

14. Otoskop

Page 4: Metode Klinik Dalam Tht

Merupakan alat dengan kaca pembesar yang dioperasikan dengan listrik

atau baterai. Kadang-kadang alat ini memiliki dudukan lampu dan dapat

berfungsi sebagai spekulum Siegel. Alat ini digunakan untuk pemeriksaan

yang teliti pada telinga. Alat ini penting untuk memeriksa telinga bayi,

anak-anak atau pasien yang harus tirah baring.

15. Lampu spiritus

Digunakan untuk menghangatkan cermin larynx atau cermin postnasal.

16. Sarung tangan

Berguna untuk palpasi intraoral.

17. Spray

Digunakan untuk memberikan anestesi lokal agar menghilangkan refleks

muntah.

18. Alat penghisap

Untuk membersihkan telinga atau hidung dari sekret atau darah agar dapat

dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti.

Pencatatan

1. Riwayat penyakit sekarang

Pasien ditanyakan secara rinci mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

penyakitnya sekarang seperti lamanya gejala, onset gejala, progresivitas,

tingkat keparahan dan keluhan-keluhan lain yang menyertainya. Penyakit-

penyakit sistemik lain yang mungkin diderita pasien juga harus

ditanyakan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit koroner, hati atau ginjal,

kelainan darah. Harus ditanyakan juga mengenai usaha berobat pasien,

baik yang sudah dilakukan maupun yang masih dilakukan untuk

meringankan keluhan penyakitnya saat ini.

2. Riwayat penyakit dahulu

Meliputi riwayat keluhan yang sama sebelumnya, usaha berobat, riwayat

operasi, dan riwayat alergi.

3. Riwayat pribadi

Meliputi profesi atau pekerjaan pasien, riwayat kebiasaan (merokok,

mengunyah tembakau, penggunaan alkohol), dan kebiasaan makan

Page 5: Metode Klinik Dalam Tht

(konsumsi teh atau kopi berlebihan). Penting juga diketahui mengenai

aktivitas pasien, olah raga, dan kebiasaan lainnya yang tidak menetap.

4. Riwayat penyakit keluarga

Beberapa penyakit diturunkan secara genetik seperti otospongiosis,

beberapa jenis tuli sensorineural dan kelainan autoimun. Penyakit lainnya

merupakan hasil dari kontak dekat dengan anggota keluarga seperti

tuberculosis, syphilis, pediculosis, scabies, dll.

Aturan umum dan posisi pasien

Pasien diperiksa dalam ruangan setengah gelap. Pasien duduk berhadapan

dengan pemeriksa, dan duduk tegak agak condong ke depan mendekati

pemeriksa. Bull’s eye lamp berada di sebelah kiri pasien setinggi bahunya.

Pemeriksa menggunakan cermin kepala untuk merefleksikan cahaya dari Bull’s

eye lamp ke area yang akan diperiksa.

Cermin kepala memberikan penerangan yang bagus dan memungkinkan

kedua tangan pemeriksa bebas bergerak untuk melakukan aktivitas lainnya.

Beberapa pemeriksa lebih suka menggunakan cahaya kepala dibandingkan

dengan Bull’s eye lamp dan cermin kepala.

II. PEMERIKSAAN TELINGA

Simptomatologi

Seorang pasien dengan penyakit telinga dapat datang dengan satu atau lebih

keluhan sebagai berikut:

1. Hilang pendengaran

2. Tinnitus

3. Pusing atau vertigo

4. Sekret pada telinga

5. Nyeri telinga

6. Gatal dalam telinga

7. Deformitas pinna

8. Pembengkakan sekitar telinga

Page 6: Metode Klinik Dalam Tht

Onset, durasi, progresivitas, dan tingkat keparahan dari gejala-gejala

tersebut di atas harus dicatat.

Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan fungsi.

A. Pemeriksaan fisik

Meliputi pemeriksaan:

1. Pinna dan sekitarnya

2. Canalis acusticus externus : (i) tanpa spekulum, (ii) dengan spekulum

3. Membran tympani

4. Telinga tengah

5. Mastoid

6. Tuba Eustachii

7. Nervus facialis

1. Pemeriksaan Pinna dan sekitarnya

Pinna diperiksa melalui inspeksi dan palpasi. Kedua permukaannya, baik

lateral maupun medial, harus diperiksa.

Perhatikan ukuran (microtia, macrotia), bentuk (kontur abnormal, telinga

blumkol), posisi (telinga kelelawar). Juga perhatikan warna kemerahan

(furunkel atau abses), pembengkakan (hematoma, abses), vesikel pada concha

dan alur retroaurikular (herpes zoster), jaringan parut (trauma atau operasi),

ulserasi atau neoplasma.

Area di atas, depan, bawah, dan belakang pinna juga diperiksa, dan dicari

adanya pembengkakan (abses mastoid atau zygomaticus, neoplasma, atau

nodus lymphaticus), sinus (sinus preaurikular), fistula (fistula mastoid),

jaringan parut (jaringan parut endaural atau postaural akibat operasi

sebelumnya).

Palpasi pinna penting untuk mengetahui adanya peningkatan suhu

(perichondritis atau abses), penebalan jaringan (perichondritis), fluktuasi

Page 7: Metode Klinik Dalam Tht

(seroma atau abses) dan nyeri tekan. Nyeri pada pergerakan pinna terdapat pada

furunkulosis Canalis externus.

2. Pemeriksaan Canalis acusticus externus

a. Tanpa spekulum

Merupakan bagian penting dari pemeriksaan dan dapat memperkirakan

ukuran spekulum. Pinna ditarik ke atas dan ke belakang, sementara tragus

ditarik ke depan untuk membuka meatus. Lihat ukuran meatus (sempit atau

lebar), isi lumen (wax, debris, kotoran, polyp) atau pembengkakan dinding

(furunkel, neoplasma).

b. Dengan spekulum

Setelah mengetahui ukuran meatus, spekulum yang sesuai dipilih.

Gunakanlah spekulum terbesar yang dapat memasuki canalis dengan mudah.

Cari adanya wax, debris, sekret, polyp, granulasi, exostosis, neoplasma jinak

atau maligna, area posterosuperior yang menggantung (mastoiditis coalescent).

3. Pemeriksaan Membran tympani

Membran tympani yang normal berwarna putih seperti mutiara dan

semitransparan dan terletak oblique pada bagian medial akhir meatus.

Membran tympani memiliki 2 bagian, yaitu pars tensa dan pars flacida,

keduanya harus diperiksa dengan hati-hati. Yang diperiksa pada membran

tympani:

a. Warna : merah dan kongestif pada otitis media akut, kebiruan pada otitis

media sekretori atau haemotympaninum. Plak seperti kapur pada

tympanisclerosis.

b. Posisi : membran tympani mungkin mengalami retraksi atau bulging

(penonjolan). Retraksi menyeluruh terlihat pada oklusi tuba, kantung

retraksi terlihat pada bagian atas atau posterosuperior dan dapat

menampung serpihan epitel. Terkadang membran tympani sangat tipis,

mengalami retraksi yang sangat dalam dan terfiksasi pada promontorium

seperti pada otitis media adhesiva.

Membran tympani yang menonjol terlihat pada otitis media akut,

haemotympaninum atau neoplasma pada telinga tengah yang belum mengalami

perforasi.

Page 8: Metode Klinik Dalam Tht

c. Permukaan membran tympani : bisa didapatkan adanya vesikel atau

bullae (herpes zoster atau myringitis bullosa), perforasi (otitis media akut

atau kronis). Perforasi dapat terjadi pada bagian sentral (pars tensa) atau

bagian atas (pars flacida) atau marginal (pada bagian tepi, melibatkan

annulus). Perforasi sentral dapat berukuran kecil, sedang, subtotal atau total.

d. Mobilitas : mobilitas diperiksa dengan spekulum Siegel. Membran tympani

normal bersifat mobile. Pergerakan yang terbatas terlihat bila terdapat

cairan atau adhesi pada telinga tengah. Segmen membran tympani yang

atrofi mungkin bersifat hipermobilis.

4. Pemeriksaan telinga tengah

Normalnya, telinga tengah tidak dapat diperiksa secara langsung. Bila

membran tympani semitransparan, beberapa struktur dalam telinga tengah

dapat terlihat. Dengan adanya perforasi, dapat diketahui kondisi mukosa telinga

tengah dan adanya pertumbuhan epitel skuamosa dari tepi perforasi.

5. Pemeriksaan mastoid

Lihat adanya pembengkakan (abses atau pembesaran nodus), obliterasi dari

alur retroaurikular (furunkel), fistula (abses yang pecah), jaringan parut (operasi

sebelumnya).

Normalnya, permukaan mastoid teraba irregular. Pada peradangan

periosteal seperti abses subperiosteal, permukaan mastoid teraba halus.

Nyeri tekan pada mastoid terlihat pada mastoiditis. Pemeriksaannya

dilakukan pada 3 tempat:

a. Di atas antrum (di atas dan belakang meatus)

b. Pada bagian ujung mastoid

c. Pada bagian antara ujung mastoid dan antrum mastoid

6. Pemeriksaan Tuba Eustachii

Orificium tympanicum Tuba eustachii dapat terlihat pada bagian anterior

telinga tengah jika terdapat perforasi pada membran tympani. Lubang

pharyngeal dapat terlihat melalui rhinoskopi posterior.

Fungsi Tuba Eustachii dapat diperiksa dengan manuver valsalva. Jika

terdapat perforasi, maka udara akan keluar dari telinga saat pasien berusaha

meniup dengan mulut dan hidung tertutup.

Page 9: Metode Klinik Dalam Tht

7. Pemeriksaan Nervus facialis

Kelumpuhan pada Nervus facialis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit

pada telinga seperti otitis media supuratif akut atau kronis, herpes zoster oticus,

otitis externa maligna, tumor pada telinga luar atau tengah, dan trauma. Adalah

sangat penting untuk melakukan pemeriksaan N. facialis pada setiap kasus

penyakit telinga.

B. Pemeriksaan fungsi

1. Fungsi pendengaran (auditory)

a. Tes suara

b. Tes garpu tala

Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schwabach

Tes konduksi tulang absolut

2. Fungsi keseimbangan (vestibular)

a. Nystagmus spontan

b. Tes fistula

c. Tes posisi

III.PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Simptomatologi

Pasien dengan penyakit pada hidung dan sinus paranasal biasanya datang

dengan satu atau lebih keluhan sebagai berikut:

1. Obstruksi nasal

2. Sekret nasal

3. Post-nasal drip

4. Bersin-bersin

5. Epistaxis

6. Nyeri kepala atau nyeri pada wajah

7. Bengkak atau deformitas

8. Gangguan penciuman

Page 10: Metode Klinik Dalam Tht

9. Mendengkur

10. Perubahan suara (hiper atau hiponasal)

A. PEMERIKSAAN HIDUNG

Meliputi pemeriksaan:

1. Hidung bagian luar

2. Vestibulum

3. Rhinoskopi anterior

4. Rhinoskopi posterior

5. Pemeriksaan fungsi hidung

1. Hidung bagian luar

Periksa kulit dan rangka osteocartilago kedua hidung melalui inspeksi dan

palpasi. Kulit diperiksa apakah ada tanda-tanda inflamasi (furunkel, abses

septal), jaringan parut (operasi atau trauma), sinus (dermoid kongenital),

pembengkakan (dermoid atau glioma) atau neoplasma (basal cell atau

squamous cell carcinoma).

Rangka osteocartilago diperiksa apakah ada deformitas, seperti hidung yang

deviasi, penonjolan, depresi nasal bridge, ujung bifida atau tajam, destruksi

pada hidung (trauma, syphilis, kanker).

Palpasi hidung dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan suhu,

fiksasi kulit, penebalan jaringan lunak, nyeri tekan, fluktuasi, atau krepitasi.

2. Vestibulum

Merupakan garis kulit anterior, bagian dari Cavum nasi, yang memiliki

vibrissae dan dapat dengan mudah diperiksa dengan mengangkat ujung hidung

ke atas. Vestibulum diperiksa untuk mengetahui adanya furunkel, fissura

(rhinitis kronis), crusta, dislokasi septum bagian ujung caudal, dan tumor (kista,

papilloma atau carcinoma).

3. Rhinoskopi anterior

Teknik. Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum jenis Thudicum

atau Vienna digunakan untuk membuka vestibulum. Spekulum dipegang

dengan tangan kiri (orang yang tidak kidal). Spekulum harus tertutup rapat saat

Page 11: Metode Klinik Dalam Tht

dimasukkan dan setengah terbuka saat dikeluarkan dari hidung untuk

menghindari tercabutnya rambut hidung. Cahaya difokuskan pada daerah yang

berbeda-beda dalam hidung untuk memeriksa septum nasi, atap, dasar, dan

dinding lateral. Untuk itu, kepala pasien dapat dimiringkan ke berbagai arah.

Berikut yang harus diperiksa:

(i) Saluran nasal : sempit (deviasi septum atau hipertrofi concha, adanya

massa dalam mukosa hidung), lebar (rhinitis atrophicans).

(ii) Septum : deviasi atau seperti taji, ulcus, perforasi, pembengkakan

(hematoma atau abses), massa (rhinosporidiosis, haemangioma).

(iii) Dasar hidung : defek (celah palatum atau fistula), pembengkakan (kista

gigi), neoplasma (haemangioma), atau granulasi (benda asing atau osteitis).

(iv)Atap : biasanya tidak terlihat kecuali dalam kasus rhinitis atrophicans.

(v) Dinding lateral : untuk melihat concha dan meatus. Hanya concha media

dan inferior beserta meatus-meatusnya yang dapat terlihat. Periksa warna

mukosa (kongestif pada inflamasi dan pucat pada alergi), ukuran concha

(membesar dan membengkak pada rhinitis hipertrophicans, kecil dan

rudimenter pada rhinitis atrophicans), sekret (sekret pada meatus media

menandakan adanya infeksi pada sinus maxillaris, frontalis, atau

ethmoidalis anterior), massa (polyp, rhinosporidiosis, carcinoma). Tes

probe harus dilakukan untuk merasakan konsistensi, perlekatan, dan

mobilitas massa.

4. Rhinoskopi posterior

Teknik. Pasien duduk menghadap pemeriksa. Pasien membuka mulutnya

dan bernapas melalui mulutnya. Pemeriksa menekan lidah pasien dengan

penekan lidah dan memasukkan cermin rhinoskopi posterior yang telah

dihangatkan. Cermin dipegang seperti memegang pena dan diletakkan di

belakang palatum molle, tanpa menyentuhkannya pada 1/3 posterior lidah

untuk menghindari reflex muntah. Cahaya dari cermin kepala difokuskan pada

cermin rhinoskopi posterior, yang akan menerangi bagian yang akan diperiksa.

Relaksasi pasien penting agar palatum molle tidak berkontraksi.

Struktur yang diperiksa:

(i) Polyp atau atresia

Page 12: Metode Klinik Dalam Tht

(ii) Hipertrofi concha inferior pada ujung posterior

(iii) Sekret pada meatus media menandakan infeksi sinus maxillaris,

frontalis, atau ethmoidalis. Sekret di atas concha media menandakan infeksi

sinus ethmoidalis posterior atau sphenoidalis.

5. Pemeriksaan fungsi hidung

Patensi hidung.

(i) Tes Spatula : spatula yang bersih dan dingin diletakkan di bawah lubang

hidung, untuk dilihat pembentukan embunnya saat pasien menghembuskan

napas. Kedua sisi dibandingkan.

(ii) Tes Cotton-wool : kapas yang halus diletakkan pada bagian bawah masing-

masing lubang hidung dan pergerakannya diamati saat pasien inspirasi dan

ekspirasi.

Penciuman. Tes yang sederhana, yaitu meminta pasien menyebutkan

aroma cairan atau zat yang diletakkan pada lubang hidungnya, sementara mata

pasien tertutup. Setiap lubang hidung diuji secara terpisah. Zat yang biasa

digunakan yaitu minyak cengkeh, peppermint, kopi, dan ekstrak mawar.

B. PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

1. Sinus maxillaris

Pemeriksaan dilakukan melalui inspeksi, palpasi, dan transiluminasi. Sinus

maxillaris memiliki 5 dinding. Semua dindingnya dapat diperiksa secara

langsung, kecuali dinding posterior. Yang diperiksa yaitu:

(i) Jaringan lunak seperti pipi, bibir, kelopak mata bawah, dan daerah

malar,

(ii) Orbita, isinya, dan visus,

(iii) Vestibulum mulut dengan mengangkat bibir,

(iv)Alveolus atas, gigi geligi, dan palatum,

(v) Hidung dengan rhinoskopi anterior dan posterior,

(vi)Nyeri tekan dengan menekan fossa canina.

Transiluminasi sinus maxillaris dilakukan dengan menempatkan sumber

cahaya khusus pada bagian tengah mulut dan menutup bibir. Normalnya cahaya

seperti bulan sabit pada fornix inferior dan cahaya pada pupil dapat terlihat

Page 13: Metode Klinik Dalam Tht

terang pada kedua sisi. Bila terdapat pus, penebalan mukosa atau neoplasma,

maka sisi yang terkena tidak akan meneruskan sinar. Tes ini memiliki

keterbatasan dan praktis sudah ditinggalkan karena adanya x-ray.

2. Sinus frontalis

Sinus frontalis juga diperiksa melalui inspeksi, palpasi, dan transiluminasi.

Sinus frontalis memiliki 3 dinding, yaitu dinding anterior, posterior, dan

dasarnya. Hanya dinding anterior dan bagian dasar yang dapat diperiksa dengan

pemeriksaan eksterna.

a. Pemeriksaan eksterna

Meliputi pemeriksaan dahi, pangkal hidung, tepi orbita, orbita dan isinya.

Lihat apakah berwarna kemerahan, bengkak, terdapat fistula, proptosis, dan

pergeseran kedudukan bola mata.

Untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada sinus frontalis dapat dilakukan

dengan menekan atau perkusi dengan jari pada dinding anterior, bagian medial

alis, atau dengan menekan dasar sinusnya, yaitu dengan menekan ke atas pada

bagian canthus medialis.

b. Pemeriksaan hidung

Hidung perlu diperiksa dengan rhinoskopi anterior dan posterior untuk

melihat adanya sekret pada meatus media dan melihat adanya neoplasma.

Transiluminasi dilakukan dengan cara menempatkan sumber cahaya kecil

pada sudut superomedial orbita dan mengamati transmisi cahaya dari dinding

anterior sinus, kemudian dibandingkan pada kedua sisi. Transiluminasi pada

sinus frontalis praktis sudah ditinggalkan karena adanya x-ray.

3. Sinus ethmoidalis

Sinus ethmoid terbagi menjadi 2 bagian, yaitu anterior dan posterior.

Bagian anterior bermuara pada concha media, dan bagian posterior bermuara di

atas concha media. Sinus ethmoidalis diperiksa melalui inspeksi dan palpasi.

a. Pemeriksaan eksterna

Meliputi pemeriksaan orbita, kelopak mata atas dan bawah, pangkal hidung,

bola mata dan visus.

Page 14: Metode Klinik Dalam Tht

Adanya nyeri tekan hanya dapat diperiksa pada bagian anterior sinus,

dengan cara menekan dengan lembut pada bagian medial orbita tepat pada

bagian posterior pangkal hidung. Nyeri tekan didapatkan pada ethmoiditis akut.

b. Pemeriksaan hidung

Rhinoskopi anterior dapat memeriksa adanya pus, polyp, atau adanya massa

pada meatus media (sinus ethmoidalis bagian anterior) atau antara concha

media dan septum (sinus ethmoidalis bagian posterior). Sebuah probe harus

digunakan untuk memeriksa konsistensi, perlekatan, dan friabilitas massa.

Rhinoskopi dapat memeriksa pus atau massa di atas atau di bawah concha

media.

4. Sinus sphenoidalis

Sinus sphenoidalis terletak lebih dalam dan sulit untuk memeriksanya

secara langsung. Terkadang, bagian anteriornya dapat terlihat pada rhinitis

atrophicans atau pada deviasi septum yang nyata.

a. Rhinoskopi anterior

Sinus sphenoidalis terlihat pada recessus sphenoethmoidalis. Harus

diperhatikan adanya fissura olfactorius, bisa didapatkan adanya sekret, crusta,

polyp, atau massa. Probe dapat digunakan untuk palpasi massa.

b. Rhinoskopi posterior

Dapat memeriksa adanya pus pada nasopharynx atau choana, di atas concha

media atau superior. Massa atau polyp juga dapat terlihat.

IV. PEMERIKSAAN NASOPHARYNX

Simptomatologi

Pasien dengan kelainan pada nasopharynx datang dengan keluhan:

1. Obstruksi nasal

2. Postnasal discharge

3. Epistaxis

4. Tuli (sumbatan pada Tuba)

5. Kelumpuhan N. cranialis

6. Pembesaran nodus lymphaticus pada leher

Page 15: Metode Klinik Dalam Tht

Pemeriksaan

Meliputi:

1. Rhinoskopi anterior

2. Rhinoskopi posterior

3. Metode lain

a. Pemeriksaan dengan jari

b. Endoskopi

c. Retraksi palatum molle dengan kateter dan cermin

4. N. cranialis

5. Nodus lymphaticus leher

1. Rhinoskopi anterior

Hanya sedikit bagian nasopharynx yang dapat terlihat melalui rhinoskopi

anterior. Untuk memudahkan pemeriksaan, dapat digunakan vasokonstiktor

untuk dekongesti nasal dan mukosa concha.

2. Rhinoskopi posterior

Struktur yang diperiksa:

a. Dinding anterior : septum nasi bagian posterior, choanae, concha ujung

posterior dan meatusnya.

b. Dinding lateral : Torus tubaria, lubang Tuba Eustachii, recessus

pharyngea.

c. Dasar : permukaan atas palatum molle.

d. Atap dan dinding posterior : hanya sebagian kecil bagian nasopharynx

yang dapat terlihat secara bersamaan melalui cermin. Pemeriksa

memiringkan cermin ke berbagai posisi untuk melihat seluruh dinding

nasopharynx.

Hal-hal yang abnormal pada nasopharynx meliputi:

a. Sekret : dapat terlihat pada bagian bawah concha media (bagian anterior

dari sinuses), atau bagian atas concha media (bagian posterior dari sinuses).

b. Crusta : rhinitis atrophicans atau nasopharyngitis.

c. Massa :

(i) Massa halus pucat : polyp antrochoanal

(ii) Massa merah muda berlobus : angiofibroma

Page 16: Metode Klinik Dalam Tht

(iii) Massa irregular berdarah : carcinoma

(iv)Pembengkakan pada bagian atap, permukaan halus : abses atau kista

Thronwaldt

(v) Massa irregular dengan lipatan-lipatan radian : adenoid

(vi)Massa irregular yang mengisi bagian bawah choana : hipertrofi

mulberry pada concha inferior

d. Perdarahan : akibat kelainan pada nasal posterior atau nasopharynx

3. Metode lain

a. Pemeriksaan dengan jari

Merupakan metode yang cepat untuk memeriksa nasopharynx dengan

palpasi tetapi tidak nyaman bagi pasien. Pemeriksa berdiri di belakang dan

kanan pasien, jari tangan kiri pemeriksa menahan pipi pasien dari dalam mulut

pasien, dan jari telunjuk tangan kanan pemeriksa dimasukkan ke belakang

palatum molle menuju nasopharynx. Pertama-tama diperiksa septum nasi

bagian posterior, kemudian choana, dinding lateral dan terakhir dinding

posterior nasopharynx. Adenoid, polyp antrochoanal dan massa lainnya dalam

nasopharynx dapat diperiksa. Hindari pemeriksaan ini bila pasien merupakan

suspek angiofibroma.

b. Endoskopi

Endoskop nasal rigid dimasukkan ke dalam rongga hidung setelah diberikan

anestesi lokal dan dekongestan mukosa. Endoskopi memberikan gambaran

struktur nasopharynx yang jelas dan diperbesar. Endoskop fleksibel juga dapat

digunakan.

c. Retraksi palatum molle dengan kateter dan cermin

Cara ini digunakan pada kasus-kasus sulit dimana gambaran nasopharynx

yang jelas tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan lain. Pemeriksaan ini

memerlukan anestesi lokal yang baik atau anestesi umum.

Sebuah kateter karet halus dimasukkan ke masing-masing lubang hidung

dan ditarik kembali melalui oropharynx. Kedua ujung kateter dijepit dengan

klem, dengan demikian palatum molle tertarik ke depan. Kemudian sebuah

cermin dapat dimasukkan, dan nasopharynx dapat diperiksa.

Page 17: Metode Klinik Dalam Tht

4. Pemeriksaan N. cranialis

Keganasan nasopharynx dapat melibatkan N. cranialis II sampai XII, yang

tersering yaitu N. cranialis IX, X, XI.

5. Pemeriksaan nodus lymphaticus leher

Keganasan nasopharynx jarang menyebabkan pembesaran pada nodus

lymphaticus leher. Nodus lymphaticus yang biasa terlibat yaitu yang terdapat

pada bagian atas V. jugularis interna dan nodus lymphaticus sepanjang N.

accessorius pada trigonum colli posterior.

V. PEMERIKSAAN CAVITAS ORIS

Cavitas oris meliputi bibir sampai bagian anterior pilar tonsil. Struktur yang

termasuk di dalamnya adalah:

1. Bibir

2. Mukosa buccal

3. Gusi dan gigi

4. Palatum durum

5. Dua per tiga anterior lidah

6. Dasar mulut

7. Trigonum retromolar

Simptomatologi

Pasien dengan penyakit di Cavitas oris mungkin muncul dengan satu atau

lebih gejala di bawah ini:

1. Nyeri. Mungkin terlokalisir di bagian tertentu dari Cavitas oris, seperti:

gigi, lidah, mukosa buccal, dasar mulut, dll. Kadang nyeri dari kelainan di

Cavitas oris menjalar ke telinga.

2. Gangguan salivasi. Xerostomia (mulut kering) dapat disebabkan oleh

bernafas melalui mulut, iradiasi atau penyakit generalisata dari kelenjar

ludah. Salivasi berlebih dapat disebabkan oleh ulkus di mulut dan pharynx,

higienis orodental yang buruk, gigi palsu yang nyeri, dan terapi yodium.

3. Gangguan pengecapan. Rasa manis, asam dan asin dirasakan oleh indra

perasa di bagian 2/3 anterior lidah. Pasien dapat mengeluh kehilangan

pengecapan unilateral atau bilateral, berkurangnya atau berubahnya rasa.

Page 18: Metode Klinik Dalam Tht

Lesi pada kasus ini mungkin lokal pada lidah, seperti coated tongue yang

tebal, atau kerusakan Chorda tympani atau nervus facialis.

4. Trismus. Penyebab trismus dapat bermacam-macam, tetapi salah satu

penyebab yang penting terkait dengan Cavitas oris meliputi: lesi ulseratif,

abcsess dental, trauma mandibula atau maksila, lesi maligna di lidah,

infiltrasi dalam mukosa buccal dan trigonum retromolar.

5. Lesi Cavitas oris. Pasien dapat dengan mudah melihat sebagian Cavitas

oris di cermin dan datang dengan keluhan pertumbuhan abnormal, coated

tongue, celah (di bibir atau palatum) atau fistula (oroantral). Beberapa

pasien dengan cancerophobia datang karena menganggap papilla

circumvallata sebagai kanker.

Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan secara berurutan, dimulai dari:

1. Bibir

Periksa bibir atas dan bawah, dengan inspeksi dan palpasi. Masing-masing

bibir memiliki bagian luar (kutaneus), dalam (mukosa) dan tepi vermillion.

Lihat adanya pembengkakan, vesikel, ulkus, krusta, jaringan parut, celah

unilateral atau bilateral.

2. Mukosa buccal

Mukosa buccal dapat diperiksa dengan meminta pasien membuka mulut

dan dengan meretraksi pipi dengan depressor lidah (spatula). Periksa mukosa

pipi dan Vestibulum oris. Carilah:

i. Perubahan warna

ii. Perubahan permukaan, seperti ulserasi, vesikel atau bulla (pemphigus), stria

alba (lichen planus), gambaran mengkilat dengan jaringan parut submukosa

(fibrosis submukosa), leukoplakia, erythroplakia, pigmentasi, perubahan

atrofik pada mukosa, pembengkakan atau pertumbuhan. Tempat keluar

Ductus parotis yang terdapat di seberang gigi molar 2 atas, dapat terlihat

merah dan bengkak disertai sekresi dengan pemijatan Glandula parotis

(parotitis viral atau supuratif).

Page 19: Metode Klinik Dalam Tht

3. Gusi dan gigi

Periksa gusi dan gigi pada kedua rahang atas dan bawah. Bagian luar gusi

diperiksa dengan meretraksi pipi dan bibir, bagian dalam gusi diperiksa dengan

mendorong lidah menjauh dengan spatula. Kemudian dilihat apakah terdapat

gusi merah dan bengkak (gingivitis), ulkus di gusi dilapisi dengan membran

(ulkus viral atau infeksi Vincent), hiperplasia (kehamilan atau terapi dilantin),

pertumbuhan (neoplasma jinak atau ganas), kehilangan gigi (pertumbuhan

maksila atau mandibula, periodontitis), karies gigi (merupakan penyebab

sinusitis maksilaris (gigi atas) dan Ludwig’s angina (gigi bawah)), maloklusi

gigi (fraktur mandibula atau maksila, abnormalitas sendi temporomandibular)

4. Palatum durum

i. Celah palatum : kongenital

ii. Fistula oronasal : trauma atau syphilis

iii. High-arched palate : orang yang bernafas melalui mulut

iv. Penonjolan : tumor palatum, hidung atau antrum

v. Pertumbuhan tulang di garis tengah : Torus palatinus

vi. Massa atau ulkus : kanker

5. Lidah

Hanya 2/3 lidah anterior (lidah oral) yang termasuk ke dalam Cavitas oris.

Pertama-tama periksa lidah pada posisi alami dan minta pasien untuk

menjulurkan (protrusi), menggerakkan lidah ke kanan dan kiri kemudian

menaikkannya. Periksa ujung, dorsum, tepi lateral dan permukaan bawah lidah.

Periksa ukuran lidah yang besar (makroglossia, haemangioma, lymphangioma,

cretinism, oedema atau abscess), ketidakmampuan protrusi lidah (ankyloglossia

kongenital, kanker lidah atau dasar mulut, ulkus yang nyeri, abscess), deviasi

saat protrusi (paralisis nervus cranialis XII pada sisi deviasi), bald tongue

(anemia defisiensi besi, median rhomboid glossitis (patch tunggal di garis

tengah dorsum lidah), lidah geografis), fissure (kongenital (Sindrom

Melkersson), syphilitic. Fissura tunggal yang tidak sembuh mungkin

merupakan keganasan), ulkus (aphthosa, traumatik (gigi yang tajam atau gigi

palsu), keganasan, syphilitic atau tubercular)), patch atau plak putih tebal

(leukoplakia), pertumbuhan proliferatif (keganasan).

Page 20: Metode Klinik Dalam Tht

6. Dasar mulut

Periksa bagian anterior yang terdapat di bawah lidah dan kedua sulcus

lateral. Sulcus lateral paling baik diperiksa dengan dua spatula; satu meretraksi

lidah dan yang lainnya meretraksi pipi.

Tempat keluar Ductus submandibularis terlihat sebagai papilla yang naik di

kedua sisi frenulum.

i. Frenulum pendek : ankyloglossia kongenital (misal: tongue tie)

ii. Jaringan parut : trauma atau luka bakar korosif

iii. Ulkus : trauma, erosi Ductus submandibularis, ulkus aphthosa,

keganasan

iv. Bengkak : ranula, dermoid sublingual, kalkulus Ductus

submandibularis, tumor jinak atau ganas, Ludwig’s angina

7. Trigonum retromolar

Lihat adanya inflamasi karena impaksi molar terakhir atau lesi maligna di

daerah ini.

Palpasi

Seluruh lesi Cavitas oris, pada khususnya di lidah, dasar mulut, pipi, bibir

dan palatum, harus dipalpasi. Pembengkakan dasar mulut sebaiknya diperiksa

dengan palpasi bimanual untuk membedakannya dengan pembengkakan

kelenjar ludah dan Nodus lymphaticus submandibularis.

VI. PEMERIKSAAN OROPHARYNX

Oropharynx terdapat di seberang Cavitas oris, dimulai dari pilar anterior

dan dihubungkan di bagian atas oleh Palatum durum dan Palatum molle dan di

bawah oleh barisan Papillae circumvallata berbentuk huruf V.

Struktur yang termasuk di dalamnya adalah:

1. Tonsil dan pilar tonsil

2. Palatum molle

3. Basis lidah

4. Dinding pharynx posterior

Simptomatologi

Page 21: Metode Klinik Dalam Tht

Penyakit oropharynx dapat mengganggu pengunyahan, fonasi, respirasi dan

pendengaran. Pasien dengan penyakit oropharynx muncul dengan satu atau

lebih keluhan di bawah ini:

1. Sakit tenggorokan. Tonsillitis akut atau kronis, faringitis, lesi ulseratif di

pharynx, dll.

2. Odynophagia (nyeri menelan). Ulkus, abses peritonsillar atau

retropharyngeal, tonsillitis lingualis, dll.

3. Dysphagia (kesulitan menelan). Pembesaran tonsil; tumor parapharyngeal;

penyakit tonsil, basis lidah atau dinding posterior pharynx jinak atau ganas;

paralisis palatum molle; globus hystericus

4. Perubahan suara. Paralisis palatum menyebabkan hipernasalitas. Space-

occupying lesions di oropharynx menyebabkan suara yang bergumam atau

‘hot-potato voice’.

5. Nyeri telinga. Ulkus jinak atau lesi maligna di basis lidah, tonsil, pilar

tonsil dan palatum menyebabkan nyeri yang menjalar di ipsilateral telinga.

6. Mengorok. Tonsil yang besar dan lesi oropharyngeal mungkin

menyebabkan obstruksi respirasi dan menyebabkan mengorok atau sindrom

sleep apnoea.

7. Halitosis (bau mulut). Pada oropharynx dapat disebabkan oleh infeksi

tonsil, secret postnasal atau keganasan.

8. Kehilangan pendengaran. Tuli konduktif karena gangguan fungsi Tuba

eustachii dapat disebabkan karena pembesaran tonsil (dimana akan

mengganggu pergerakan Palatum molle), celah palatum, palatum

submukosa, paralisis palatal, pharyngitis atau tonsillitis rekuren.

9. Gambaran abnormal. Pasien mungkin dapat menyadari temuan abnormal

ketika melihat tenggorokannya di cermin dan berkonsultasi ke dokter.

Tidak aneh, beberapa pasien pergi ke dokter karena hipertrofi Papilla

circumvallata dan menyangkanya sebagai kanker.

Pemeriksaan

Periksa oropharynx dengan meminta pasien untuk membuka mulut lebar-

lebar. Spatula digunakan jika pemeriksaan pertama (preliminary examination)

tidak memuaskan, atau jika alat ini diperlukan untuk memindahkan lidah ke

Page 22: Metode Klinik Dalam Tht

satu sisi untuk memeriksa Sulcus tonsillolingual, atau untuk menekan tonsil

untuk melihat isi Kripta tonsillaris. Basis lidah diperiksa dengan cermin larynx.

Struktur oropharynx diperiksa dengan teliti, meliputi:

1. Tonsil dan pilar tonsil:

a. Tonsil

i. Lihat ada atau tidaknya tonsil

ii. Ukuran : besar dan obstruktif, kecil dan tertanam

iii. Simetris : pembesaran unilateral atau bilateral

iv. Kripta : bercak putih atau kuning pada pembukaan kripta

(tonsillitis folikularis), membran putih yang tidak mudah dilepas

(keratosis)

v. Membran : diphteri, Vincent’s angina, tonsillitis membranosa, dll.

vi. Ulkus : karsinoma, Vincent’s angina, tuberculosis, ulkus

tonsillolith

vii. Massa : kista retensi, massa sessile solid atau pedunculated

viii. Penonjolan : peritonsillitis, abscess parapharyngeal, tumor

parapharyngeal

Penekanan pilar anterior dengan ujung spatula mungkin dapat

mengeluarkan cairan seperti keju dari kripta (normal) atau pus (septic tonsil).

Palpasi tonsil dengan jari yang sudah memakai sarung tangan penting untuk

mengetahui konsistensi massa (keras pada keganasan atau tonsillolith), pulsasi

di daerah tonsil (aneurisma a. Carotis interna), palpasi pemanjangan Processus

styloideus.

b. Pilar.

Kongesti uniform dari pilar, tonsil dan mukosa pharynx terlihat pada

tonsillitis akut. Kongesti hanya pada pilar mungkin merupakan tanda tonsillitis

kronis. Ulserasi atau pertumbuhan proliferatif mungkin merupakan bagian dari

keganasan tonsil, basis lidah atau trigonum retromolar.

2. Palatum molle

Terlihat merah (pada peritonsillitis), menonjol atau bengkak. Uvula normal

terletak di garis tengah. Uvula menjadi oedem dan berpindah ke sisi

berlawanan karena abscess peritonsillar. Palatum molle bergerak ketika pasien

Page 23: Metode Klinik Dalam Tht

mengatakan “Aa”. Deviasi uvula dan palatum molle ke sisi yang sehat

menandakan adanya paralisis vagal. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan

paralisis dinding pharynx posterior dimana menunjukkan “efek gorden/curtain

effect” (sisi yang paralisis bergerak meluncur seperti gorden ke sisi yang sehat).

Uvula bifida mungkin merupakan tanda celah palatum submukosa. Pada

beberapa kasus, indentasi dapat terpalpasi di garis tengah perbatasan hubungan

Palatum durum dan Palatum molle.

3. Dinding posterior pharynx

Dapat terlihat secara langsung. Lihat adanya nodul lymphoid (pharyngitis

granular), sekret purulen yang menetes ke bawah dari dinding pharynx

posterior (sinusitis), hipertrofi pita pharynx lateral (lateral pharyngeal bands)

tepat di belakang pilar posterior (sinusitis kronis), mukosa tipis, mengkilat dan

berkrusta (pharyngitis atrofikans).

4. Basis lidah dan vallecula

Basis lidah dibentuk oleh 1/3 bagian posterior lidah dan terletak di antara

barisan Papilla circumvallata berbentuk V dan vallecula. Vallecula merupakan

dua depresi dangkal antara basis lidah dan epiglottis.

Basis lidah dan valeculla paling baik diperiksa menggunakan laryngoskopi

indirek dan palpasi jari.

a. Laryngoskopi indirek. Lihatlah warna mukosa (normal atau kongesti);

vena-vena penting, varises di basis lidah atau thyroid lingualis, ulserasi

(keganasan, tuberculosis atau syphilis), pembengkakan solid (tonsil

lingualis, thyroid lingualis, limfoma, karsinoma basis lidah), pembengkakan

kistik (kista vallecular, kista dermoid atau thyroglossus).

b. Palpasi basis lidah. Sebaiknya jangan pernah terlewatkan. Tumor yang

menginfiltrasi lebih dalam ke lidah lebih baik diperiksa dengan palpasi

dibandingkan inspeksi. Jika pasien tidak dapat cukup relaks, palpasi

dilakukan dengan anestesi umum. Ketika melakukan palpasi setiap struktur

di oropharynx pada anak, pemeriksa sebaiknya mendorong pipi pasien

antara giginya dengan jari tangan berlawanan untuk mencegah anak

menggigit jari pemeriksa.

Page 24: Metode Klinik Dalam Tht

VII. PEMERIKSAAN LARYNX DAN LARYNGOPHARYNX

Simptomatologi

Pasien dengan penyakit larynx datang dengan satu atau lebih keluhan di

bawah ini:

1. Kelainan suara, seperti: serak, afonia, puberfonia atau suara yang cepat

lelah (easy-fatiguability voice)

2. Obstruksi pernafasan

3. Batuk dan dahak

4. Berdehem berulang kali (repeated clearing of throat) (laryngitis kronik,

tumor larynx ganas dan jinak)

5. Nyeri tenggorokan (lesi larynx ulseratif, perichondritis cartilage larynx,

arthritis sendi larynx)

6. Disfagia (epiglotitis, aspirasi sekresi karena paralisis larynx)

7. Massa di leher (nodus cervicalis, infiltrasi langsung dari pertumbuhan,

laryngocele)

Pemeriksaan

Pemeriksaan klinis larynx meliputi:

1. Pemeriksaan eksternal larynx

2. Laryngoskopi indirek

3. Endoskopi fleksibel atau rigid fibre-optic

4. Pemeriksaan suara

5. Pemeriksaan nodus lymphaticus cervicalis

1. Pemeriksaan eksternal larynx

Dilakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi. Lihat:

i. Kemerahan pada kulit (abscess, perichondritis)

ii. Penonjolan atau pembengkakan (infiltrasi pertumbuhan atau

pembesaran nodus lymphatikus)

iii. Pelebaran larynx (pertumbuhandi Fossa pyriformis)

iv. Surgical emphysema (trauma kecelakaan atau pembedahan)

Page 25: Metode Klinik Dalam Tht

v. Perubahan kontur atau letak yang salah dari struktur larynx (trauma atau

neoplasma). Palpasi os hyoid, cartilago thyroid, tonjolan thyroid

(thyroid notch), cartilago cricoid dan cincin trachea.

vi. Pergerakan larynx. Larynx normal bergerak saat menelan. Larynx juga

dapat bergerak dari sisi ke sisi menghasilkan suara krepitasi larynx.

Larynx yang terfiksir menandakan adanya inflamasi atau infiltrasi ke

struktur sekitar. Hilangnya krepitasi larynx disebabkan adanya

keganasan larynx.

2. Laryngoskopi indirek

Teknik. Pasien duduk berlawanan arah dari pemeriksa. Pasien sebaiknya

duduk tegak dengan kepala dan dada sedikit membungkuk ke arah pemeriksa.

Pasien diminta menjulurkan lidahnya, kemudian dibungkus kasa dan ditahan

pemeriksa menggunakan jempol dan jari tengah. Jari telunjuk digunakan untuk

menahan bibir atas. Kasa dipakai untuk memperkuat pegangan lidah dan

melindungi dari gigi incisor bawah.

Cermin larynx (ukuran 4 dan 6) yang telah dihangatkan dan diuji di

punggung tangan dimasukkan ke dalam mulut dan ditahan melawan uvula dan

Palatum molle. Cahaya diarahkan ke cermin larynx dan pasien diminta bernafas

dengan tenang. Untuk melihat pergerakan pita suara pasien diminta untuk

menarik nafas dalam (abduksi pita suara), mengatakan “Aa” (adduksi pita

suara) dan “Eee” (adduksi dan tarikan). Pergerakan kedua pita suara

dibandingkan. Laryngoskopi indirek dapat memeriksa struktur di oropharynx,

larynx dan laryngopharynx.

Larynx: epiglotis, Plica aryepiglotica, arytenoids, Cartilago cuneiformis dan

corniculata, ventricular bands, ventrikel, true cords, commisura anterior,

commisura posterior, subglottis dan cincin trachea.

Laryngopharynx: kedua Fossa pyriformis, daerah postcricoid, dinding

posterior laryngopharynx.

Oropharynx: basis lidah, tonsilla lingualis, vallecula, Plica glossoepiglotica

medialis dan lateralis.

3. Endoskopi fleksibel atau rigid fibre-optic

Page 26: Metode Klinik Dalam Tht

a. Endoskopi fleksibel. Pada kasus yang sulit, dimana pemeriksaan larynx

tidak dapat dikerjakan dengan cermin larynx karena abnormalitas anatomis

atau intoleransi pasien terhadap cermin, dapat digunakan rhinolaryngoskopi

fleksibel. Alat ini masuk melalui hidung dengan anestesi local dan memberi

gambaran larynx, laryngopharynx, subglottis dan bahkan trachea atas. Ini

merupakan prosedur outdoor.

b. Rigid Endoscopy. Memberi gambaran yang jelas, sudut pandang luas dari

larynx dan laryngopharynx.

4. Pemeriksaan suara

Pemeriksa membuat catatan tentang kualitas suara pasien, seperti: serak,

kasar, berat, bitonal, disfonik, berbisik atau lemah.

5. Pemeriksaan nodus lymphaticus cervicalis

Pemeriksaan larynx dan hypopharynx tidak lengkap tanpa pemeriksaan

nodus lymphaticus cervical.

VIII. NODUS LYMPHATICUS KEPALA DAN LEHER

Klasifikasi

1. Rantai noda horizontal atas

a. Submental

b. Submandibular

c. Parotid

d. Postauricular

e. Occipital

f. Facial

2. Noda cervical lateral

a. Kelompok jugularis superficialis eksternal

b. Kelompok profunda

i. Rantai jugularis internal (atas, tengah dan kelompok bawah)

ii. Rantai accessories spinal

iii. Rantai cervicalis tranversalis

3. Noda cervical anterior

a. Rantai jugularis anterior

Page 27: Metode Klinik Dalam Tht

b. Rantai juxtacervical

i. Prelaryngeal

ii. Pretracheal

iii. Paratracheal

1. Rantai Noda Horizontal Atas

a. Noda Submental.

Terletak pada m. mylohyoid di trigonum submental, berjumlah 2-8 buah.

Afferen datang dari dagu, bagian tengah dari bibir bawah, gusi anterior, dasar

mulut anterior dan ujung lidah. Efferennya menuju noda submandibularis dan

rantai jugularis interna.

b. Noda Submandibularis.

Terletak di trigonum submandibularis berhubungan dengan Glandula

submandibularis dan a. facialis. Afferen datang dari bagian lateral bibir bawah,

bibir atas, pipi, vestibulum nasal dan bagian anterior Cavum nasalis, gusi, gigi,

canthus medialis, Palatum molle, pilar anterior, bagian anterior lidah, Glandula

salivatorius sublingualis dan submandibularis dan dasar mulut. Efferennya

menuju rantai jugularis interna.

c. Noda Parotid.

Terletak ekstraglandular dan intraglandular berhubungan dengan Glandula

parotis. Noda preauricular dan infraauricular merupakan bagian dari kelompok

ekstraglandular. Afferen datang dari scalp, pinna, Canalis auditorius eksternal,

wajah, mukosa buccal. Efferennya menuju rantai jugularis internal atau

eksternal.

d. Noda post auricularis (noda mastoid).

Terletak di belakang pinna, di atas mastoid. Afferen datang dari scalp,

posterior superficial pinna dan kulit mastoid. Efferennya menuju noda

infraauricular dan rantai jugularis interna.

e. Noda occipital.

Terletak superficial dan profunda dari splenius capitis pada puncak dari

trigonum posterior. Afferen datang dari scalp, kulit leher bagian atas.

Efferennya menuju rantai noda accessorius bagian atas.

Page 28: Metode Klinik Dalam Tht

f. Noda facialis.

Terletak sepanjang vena facialis dan dikeompokkan sesuai kletaknya, yaitu:

noda midmandibular, buccinators, onfraorbital dan malar (dekat canthus

lateral). Afferen datang dari alis atas dan bawah, hidung, bibir dan pipi.

Efferenny menuju noda submandibularis.

2. Noda Cervical Lateral

a. Kelompok superficial.

Terletak sepanjang v. jugularis eksterna dan menuju noda jugularis interna

dan cervicalis transversa.

b. Kelompok profunda.

Terdiri dari tiga cabang, yaitu jugularis internal, accessorius spinalis dan

cervicalis transversa.

i. Rantai jugularis interna.

Nodus lymphaticus interna terletak di anterior, lateral dan posterior v.

jugularis interna dan memanjang dari m. digastricus menuju hubungan

antara v. jugularis interna dengan v. subclavia. Rantai ini dikelompokkan

secara acak menjadi kelompok atas, tengah dan bawah.

Kelompok atas (nodus jugulodigastric) mengalir menuju Cavitas oris,

oropharynx, nasopharynx, hypopharynx, larynx dan parotis.

Kelompok tengah mengalir menuju hypopharynx, larynx, thyroid,

Cavitas oris, oropharynx.

Kelompok bawah mengalir menuju larynx, oesophagus bagian thyroid

dan cervical.

ii. Rantai accessorius spinalis.

Terletak sepanjang n. accessorius spinal. Kelompok noda atas rantai ini

bergabung dengan noda jugularis atas. Rantai accessorius spinal mengalir

menuju scalp, kulit leher, nasopharynx, noda occipital dan postauricular.

Efferennya menuju rantai cervicalis transversa.

iii. Rantai cervicalis transversa (noda supraclavicular).

Terletak horizontal sepanjang pembuluh darah cervicalis transversa di

bagian bawah tirgonum posterior. Kelompok noda tengah disebut noda

Page 29: Metode Klinik Dalam Tht

scalenus. Noda afferent datang dari rantai accessorius dan juga struktur

infraclavicular, seperti: mammae, pulmo, gaster, colon, ovarium dan testis.

3. Noda Cervical Anterior

Terletak di antara kedua carotis dan di bawah os hyoid, meliputi dua rantai:

a. Rantai jugularis anterior.

Terletak sepanjang v. jugularis anterior dan mengalir menuju kulit leher

anterior.

b. Rantai juxtacervical.

Meliputi moda prelaryngeal, pretracheal dan paratracheal. Nodus

prelaryngeal (Nodus Delphian) terletak pada membrane cricothyroid dan

mengalir menuju region subglottis dari larynx dan sinus pyriformis.

Noda pretracheal terletak di depan trachea, profunda dari fascia pretrachea,

dan mengalirkan Glandula thyroid dan trachea. Efferennya menuju paratrachea,

jugularis interna bagian bawah dan noda medistinalis anterior.

Noda paratrachea (rantai n. recurrent) terletak sepanjang n. laryngeus

recurrent dan mengalirkan lobus thyroid, larynx subglottis oesophagus bagian

trachea dan cervical.

Nodus lymphaticus yang secara klinis tidak terpalpasi.

a. Noda retropharyngeal.

Terletak di belakang pharynx dan dibagi menjadi kelompok lateral dan

medial. Kelompok lateral terletak setinggi atlas, dekat dengan basis crania.

Nodus paling superior dari kelompok lateral disebut Nodus Rouviere.

Kelompok medial terletak dekat garis tengah tetapi di tingkat bawah.

Noda retropharyngeal mengalirkan dari Cavitas nasal, sinus paranasal,

palatum durum dan molle, nasopharynx, dinding posterior pharynx dan

efferennya menuju kelompok jugularis internal atas.

b. Noda sublingualis.

Terletak di profunda di sepanjang pembuluh darah lingualis dan

mengalirkan dari bagian anterior dasar mulut dan permukaan ventral lidah.

Aliran limfatik dari noda ini berakhir di noda submandibularis atau jugularis

atas.

Page 30: Metode Klinik Dalam Tht

Pemeriksaan nodus lymphaticus leher

Pemeriksaan sistematis nodus lymphaticus leher merupakan bagian penting

pada keganasan kepala dan leher.

Noda leher lebih baik dipalpasi saat berdiri di belakang pasien. Leher

sedikit difleksikan untuk memperoleh relaksasi otot. Noda diperiksa secara

sistematis agar tidak terlewat.

a. Rantai horizontal atas. Periksa noda submental, submandibular, parotis,

facial, postauricular dan occipital.

b. Rantai jugularis eksternal yang terletak superficial dari sternomastoid.

c. Rantai jugularis internal. Periksa kelompok atas, tengah dan bawah.

Sebagian besar dari kelompok ini terletak profunda dari m.

sternocleidomastoideus.

d. Rantai accessorius spinal

e. Rantai cervicalis transversa

f. Rantai jugularis anterior

g. Rantai juxtacervical terdiri dari noda prelaryngeal, pretracheal dan

paratracheal.

Jika satu atau beberapa nodus lymphaticus dapat dipalpasi, nilailah:

i. Lokasi nodus

ii. Jumlah nodus

iii. Ukuran

iv. Konsistensi. Nodus metastatik teraba keras; nodus lymphoma teraba kenyal

dan seperti karet; nodus hiperplasia teraba lunak. Nodus dari metastasis

melanoma juga teraba lunak.

v. Bersatu atau terpisahnya noda

vi. Kerasnya. Noda inflamasi teraba keras.

vii. Fiksasi pada kulit atau struktur yang lebih dalam. Mobilitas sebaiknya

diperiksa di kedua dasar vertikal dan horizontal.