menurunkan prevalensi dbd

19
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis di dunia. Perubahan iklim di Indonesia menimbulkan dampak buruk berupa penyebaran penyakit, salah satunya DBD atau demam berdarah dengue.Penyebab dari penyakit ini adalah nyamuk Aedes ae Nyamuk ini sangat peka dengan perubahan iklim yang dipengaruhi oleh faktor suhu hujan dan kelembaban. Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1!" di #urabaya. #ej itu, penyakit DBD terus menyebar dan menjangkit hampir di seluruh $ilayah Indone hingga saat ini.%ngka penularan penyakit DBD terus meningkat setiap tahun dan ra orang meninggalkarenanya.Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dapat menjadi salah satu penyebab dari peningkatan kasus DBD tersebut. Pembahasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit deman berdarah dengue atau yang disingkat dengan DBD merupakan infeksi yang dapat berakibat fatal dalam $aktu yang relatif singkat. P menyerang semua umur baik anak&anak maupun de$asa. Penyebab penyakit ini adalah dengue, sejenis 'irus yang tergolong albovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. 1 Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia secara langsung, teta ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti betina menyimpan 'irus dengue telurnya, selanjutnya akan menularkan 'irusdengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan 'irus tersebut ke manusia melalui gigitan. #ekali menggigit, nyamuk i berulang menggigit orang lain sehingga dengan mudah darah seseorang yang men 'irus dengue dapat cepat dipindahkan ke orang lain. 1 Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit DBD Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara pejamu ata penyebab penyakit atau agent, dan faktor lingkungan. Ketiga faktor tersebut din Penyebab Penyakit. Proses interaksi ini disebabkan adanya agen atau penyebab pen kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingk ) 1. Pejamu atau host 1

Upload: js

Post on 02-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

PendahuluanIndonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis di dunia. Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia menimbulkan dampak buruk berupa penyebaran penyakit, salah satunya yaitu DBD atau demam berdarah dengue.Penyebab dari penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini sangat peka dengan perubahan iklim yang dipengaruhi oleh faktor suhu, curah hujan dan kelembaban.Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya. Sejak saat itu, penyakit DBD terus menyebar dan menjangkit hampir di seluruh wilayah Indonesia hingga saat ini.Angka penularan penyakit DBD terus meningkat setiap tahun dan ratusan orang meninggal karenanya.Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dapat menjadi salah satu penyebab dari peningkatan kasus DBD tersebut.Pembahasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit deman berdarah dengue atau yang disingkat dengan DBD merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong albovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina.1Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia secara langsung, tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti betina menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus tersebut ke manusia melalui gigitan. Sekali menggigit, nyamuk ini akan berulang menggigit orang lain sehingga dengan mudah darah seseorang yang mengandung virus dengue dapat cepat dipindahkan ke orang lain.1

Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit DBDProses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara pejamu atau host, faktor penyebab penyakit atau agent, dan faktor lingkungan. Ketiga faktor tersebut dinamakan Trias Penyebab Penyakit. Proses interaksi ini disebabkan adanya agen atau penyebab penyakit kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.21. Pejamu atau host Pejamu ialah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit.Faktor ini disebut faktor intrinsik. Faktor pejamu utama yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit DBD adalah sebagai berikut:a. Imunitas atau kekebalan tubuhBeberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan penjamu untuk melawan infeksi termasuk faktor inhern atau nonspesifik, kekebalan perolehan dan faktor resistensi sekunder.3

Faktor inhern. Faktor inhern atau nonspesifik adalah faktor yang merupakan sifat dasar manusia, antara lain: Penghalang alami seperti kulit, rambut dalam rongga hidung, silia pada sistem pernapasan, asam lambung, dan reaksi reflex seperti batuk bersin, dan penelanan. Mekanisme khusus seperti liver, limpa, dan nodus limfatik, yang dapat menyaring organisme dari aliran darah. Aktivitas hormonal seperti estrogen, yang melindungi wanita premenopouse dari penyakit arteri coroner.Kekebalan perolehan.Kekebalan perolehan mengacu pada antibodi protektif yang ditujukan untuk melawan agen yang spesifik.Ada dua tipe kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif.Kekebalan aktif terjadi ketika pejamu mempunyai antibodi sebagai respon terhadap suatu antigen yang dapat diperoleh secara alami atau secara buatan.Kekebalan dapat diperoleh secara alami pada saat penjamu membuat antibodi sebagai respons terhadap suatu infeksi. Untuk beberapa penyakit, kekebalan ini akan tahan seumur hidup (contohnya campak dan cacar air). Kekebalan aktif yang diperoleh secara buatan pada saat penjamu membuat antibodi sebagai respons terhadap suatu vaksin.Kekebalan pasif dihasilkan dari antibodi yang dipinjam, bisa diperoleh secara alami maupun buatan. Kekebalan pasif alami diperoleh melalui transfer dari seorang ibu ke fetusnya, kekebalan ini selalu berakhir pada umur 6-9 tahun. Kekebalan yang diperoleh secara buatan melalui imunisasi, proteksi ini akan habis masanya hanya pada 4 sampai 6 minggu. Faktor resistensi sekunder.Faktor resistensi sekunder adalah faktor yang memengaruhi kemampuan pejamu untuk terpajan pada suatu agen infeksius.Hal ini termasuk faktor intrinsik dan ekstrinsik.Faktor ekstrinsik meliputi kekurangan makanan, air minum dan istirahat yang bisa dikategorikan sebagai asupan gizi. Interaksi antara infeksi dan gizi di dalam tubuh seseorang dikemukakan sebagai suatu peristiwa sinergistik; selama terjadinya infeksi, status gizi akan menurun dan dengan menurunnya status gizi, orang tersebut menjadi kurang resisten terhadap infeksi. Respon imun menjadi kurang efektif dan tidak kuat ketika seseorang mengalami gizi kurang. Karena asupan gizi berupa protein, menjadi komponen penting dalam pembuatan imun di dalam tubuh.b. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup sehat dapat dikaitkan dengan sikap, pengetahuan, dan perilaku dari masyarakat mengenai kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku.Kepadatan populasi dari suatu agen seperti nyamuk Aedes Aegypti sangat tergantung dari pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.Sikap masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya yang ditunjukkan dari sikap masyarakat yang lebih individual (kurang peduli dengan sekitarnya) dapat menjadi salah satu contoh penyebab kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti.Selain itu, pengetahuan dan sikap yang masih kurang mendukung tersebut diduga ikut berperan terhadap terjadinya DBD.

2. Penyebab penyakit atau agentPenyebab penyakit atau agent adalah faktor penyebab penyakit yang dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.Agen ini dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular.Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang ditularkan melalui media vektor penyakit berupa serangga atau yang sering disebut dengan istilah anthropode-bonre. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis. Anthropoda merupakan vektor atau media yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu penjamu ke penjamu lain. Pada kasus DBD , vektor penyebaran dilakukan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut pada umumnya menyerang pada permulaan musim panas dan saat musim hujan. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai bintik-bintik putih di tubuh dan kakinya sehingga mudah dikenali. Nyamuk ini berkembang biak di air yang jernih dan hanya mampu terbang sejauh 100-200 meter. Kebanyakan nyamuk Aedes Aegypti hidup di dalam rumah, di kloset dan di tempat-tempat yang gelap.Di luar rumah, nyamuk tersebut hidup di tempat yang dingin dan terlindungi matahari. Nyamuk betina akan bertelur di dalam air yang tergenang di dalam dan di sekitar rumah, Telur-telur ini akan berkembang menjadi larva dan kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa dalam waktu kurang lebih 8-10 hari.Karena nyamuk dengue berkembang biak dalam air yang tergenang dan terbuka, maka tempat yang cocok untuk berkembang biak adalah tong, drum, pot, baskom, ember, vas bunga, batang atau daun tanaman, bekas piring, tangki, botol, kaleng, ban bekas, dan air pendingin. Nyamuk dengue biasa menggigit manusia pada pagi sampai sore hari, biasanya pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00. Seekor nyamuk biasa akan mendapatkan virus dengue setelah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Virus dengue pada pejamu dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah, sehingga mengakibatkan pendarahan.

3. Lingkungan Lingkungan merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan biologis atau lingkungan sosial ekonomi.3a. Lingkungan fisikYang termasuk lingkungan fisik antara lain geografik dan keadaan musim. Misalnya, negara yang beriklim tropis mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan negara yang beriklim dingin atau subtropis.Dengan demikian pula antara negara maju dengan negara berkembang. Dalam suatu negara pun dapat terjadi perbedaan pola penyakit, misalnya antara daerah pantai dan daerah pegunungan atau antara kota dan desa.

b. Lingkungan biologisLingkungan biologis ialah semua makhluk hidup yang berada di sekitar manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya, wilayah dengan flora yang berbeda akan mempunyai pola penyakit yang berbeda. Faktor lingkungan biologis ini selain bakteri dan virus pantogen, ulah manusia juga mempunyai peran yang penting dalam terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan penyakit timbul karena ulah manusia.

c. Lingkungan sosial ekonomiYang termasuk dalam faktor sosial ekonomi adalah pekerjaa, ubarnisasi, perkembangan ekonomi, dan becanda alam. PekerjaanPerkerjaan yang berhubungan dengan zat kimia seperti pestisida atau zat fisika seperti zat radioaktif atau zat yang bersifat karsinogen seperti asbes akan memudahkan terkena penyakit akibat pemaparan terhadap zat-zat tersebut. UrbanisasiUrbanisasi dapt menimbulakan berbagai masalah sosial seperti kepadatan penduduk dan timbulnya daerah kumuh, perumahan, pendidikan, dan sampah dan tinja yang akan mencemari air minum dan lingkungan. Lingkungan demikian merupakan penunjang terjadinya berbagai macam penyakit infeksi. Perkembangan ekonomiPeningkatan ekonomi rakyat akan mengubah pola konsumsi yang cenderung memakan makanan yang mengandung banyak kolestrol. Keadaan ini memudahkn timbulnya penyakit hipertensi dan penyakit jantung sehingga akibat kadar kolestrol darah meningkat. Sebaliknya, bila tingkat ekonomi rakyat yang rendah akan timbul masalah perumahan yang tidak sehat, kurang gizi, dan lain-lain yang memudahkan timbulnya penyakit infeksi. Bencana alamTerjadinya bencana alam akan mengubah sistem ekologi yang tidak dapat diramalkan sebelumnya. Misalnya, gempa bumi, banjir, meletusnya gunung berapi, dan perang yang akan menyebabkan kehidupan penduduk yang terkena bencana menjadi tidak teratur. Keadaan ini memudahkan timbulnya berbagai penyakit infeksi.Epidemiologi Demam Berdarah DengueIndonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun dari 17.508 pulau terletak di antara dua benua dan dua samudra memiliki iklim tropis yang heterogen dan kaya akan fauna dan flora termasuk berbagai penyakit tular nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, lymfatik filariasis, chikungunya, dan Japanese encephalitis. Memasuki mellenium ketiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal.Penyakit tular nyamuk (vektor) termasuk DBD berbasis lingkungan dan kompleks, sehingga tidak dapat dipecahkan hanya dengan pendekatan ilmu kesehatan.4Pada saat ini di Indonesia sedang terjadi transisi demografi dan epidemiologi, degradasi lingkungan, meningkatnya industrialisasi, urbanisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, meningkatnya arus informasi, globalisasi dan pesatnya perkembangan transportasi. Perubahan tersebut dapat membawa dampak positif dan atau negatif terhadap kualitas lingkungan atau ekosistem yang akan berpengaruh terhadap risiko kejadian dan penularan penyakit tular vektor seperti DBD. Dengan laju pembangunan, pertumbuhan penduduk dan perubahan ekosistem yang cepat, masalah kesehatan lingkungan menjadi lebih kompleks.Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan kematian dan sering terulangnya kejadian luar biasa (KLB). Pada saat ini DBD telah dilaporkan di seluruh kota di Indonesia. Pada tahun 2004 kabupaten/kota terjangkit DBD sebanyak 334 kabupaten/kota, tahun 2006 meningkat menjadi 330 kab/kota, tahun 2007 meningkat lagi menjadi 357 kab/kota. Pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah kabupaten/kota terjangkit menjadi 346 Kab/Kota. Pada tahun 1968 pertamakali kasus DBD dilaporkan IR 0,05 dengan angka kematian 41,3%. Pada tahun 2007 jumlah kasus sebanyak 156.767 kasus (IR 71,18) dengan 1570 kematian (CFR 1,00 %). Pada tahun 2008 kita terjadi penurunan jumlah kasus dengan jumlah kasus 98.869 orang (IR 43,62).4 Manifestasi KlinisInfeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik yang meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam berdarah dengue termasuk sindrom syok dengue (DSS).Penyakit demam dengue biasanya tidak menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa.Sebaliknya, DHF merupakan penyakit demam akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan berpotensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Gambaran klinis bergantung pada usia, status imun penjamu, dan strain virus.5Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.51. Kriteria Klinis a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah.Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan.Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.c. Pembesaran hati (hepatomegali). d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah. 2. Kriteria Laboratorium a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml) b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih. 3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif. b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya. c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah. d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.Surveilans Surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting kesehatan masyarakat, mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk identifikasi populasi resiko tinggi, memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemik, sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program, mengevaluasi kebijakan-kebijakan publik, memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan , dan menyediakan suatu dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut.6 Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu surveilans pasif dan surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional.Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit.Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal.Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama.6Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu.Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan dari pada surveilans pasif.Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance.Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan.Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama.Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium.Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu.6Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan sesuai dengan ketentuan/sistem pelaporan yang berlaku. Pelaporan penderita demam berdarah dengue menggunakan formulirW1/laporan KLB (wabah), W2/laporan mingguan wabah, SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data kematian. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP).6Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.6Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik.6Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.6Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah :a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa. HI = x 100% b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa. CI = x 100% c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang diperiksa. BI = x 100 rumah Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa. ABJ = x 100% Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling).Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.Peran Puskesmas dalam Penanggulangan DBDPromosi KesehatanKebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu gerakan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi.7Gerakan pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sarasan utama pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat.Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat agar mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, masyarakat umum, dll) memiliki opini positif terhadap perilaku tersebut.Terdapat tiga pendekatan bina suasana antara lain bina suasana individu, kelompok, dan masyarakat. Bina suasana individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarkan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan sepertigerakan 3M. Di samping itu diharapkan mereka juga bersedia memperkenalkan atau mau mempraktekkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut. Bina suasana kelompok ditujukan kepada kelompok masyarakat seperti kepala lingkungan, majelis pengajian, majelis gereja, organisasi pemuda dan lain-lain. Pendekatan ini dilakukan bersama tokoh masyarakat sehingga mereka perduli dan mau mendukung perubahan perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui untuk mempraktekkan perilaku yang sedang diperkenalkan yaitu 3M tersebut.Bina suasana masyarakat umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dengan media komunikasi tersebut diharapkan media-media massa tersebut peduli dan mendukung perubahan perilaku yang diperkenalkan. Dengan demikian media massa tersebut dapat menjadi mitra dalam rangka penyebarluasan informasi dan akhirnya diharapkan terbentuklah sebuah opini publik yang positif terhadap perubahan perilaku baru yang diperkenalkan dan akhirnya mereka masyarakat mau melaksanakan perilaku baru tersebut dalam kehidupannya.Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis atau terencana untuk mendapatkan komitmen adan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk mendapatkan dukungan yang berupa kebijakan (misal dalam bentuk perundang-undangan), dana,sarana, dan lain-lain sejenisnya. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah. juga dapat berupa tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan di bidangnya.Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam rangka mencapai visi Indonesia Sehat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelenggarakan tiga fungsi, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.7Pada DBD promosi kesehatan penyakit tidak sekedar membuat leaflet atau poster saja melainkan suatu komunikasi perubahan perilaku dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui pesan pokok 3M PLUS, merupakan suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Pelaksana kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader, tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan dan lain-lain.Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalur- jalur informasi yang ada:1. Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.2. Penyuluhan perorangan:a) Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandub) Kepada penderita/keluarganya di Puskesmasc) Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas3. Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala wilayah setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam rangka program kebersihan dan keindahan kota. Di tingkat Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya diintegrasikan dalam program sanitasi lingkungan.Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan atau pada pertemuan Warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan keagamaan atau pengajian, dan sebagainya.Dalam penyuluhan disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah dengue, antara lain bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semua umur terutama anak-anak, jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik (flipchart) atau leaflet/poster, setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau mengajukan pertanyaan tentang materi yang dibahas, pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi yang disampaikan telah dipahami.Salah satu upaya yang dilakukan menanggulangi kasus DBD ialah dengan memberikan informasi penanggulangan demam berdarah kepada masyarakat luas.Secara umum informasi penanggulangan demam berdarah ialah informasi yang berhubungan dengan gejala dan tanda penyakit, ciri nyamuk pembawa virus, cara pemberantasan nyamuk, upaya pencegahan panyakit, pertolongan dini serta tindakan penanggulangan terhadap penderita demam berdarah.Selain itu, masyarakat perlu tahu bagaimana tanda-tanda dan gejala kasus demam berdarah antara lain : demam tinggi, perdarahan (terutama perdarahan kulit), hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Hal ini harus diketahui sejak awal, terutama sejak anak demam tinggi, nyeri kepala dan berbagai bagian tubuh, rasa menggigil, anoreksi dan malaise.Jika tanda-tanda tersebut ada, anak harus segera dibawa ke rumah sakit untukmemperoleh pengobatan dan perawatan.8

PreventifSecara garis besar kegiatan ini meliputi pembersihan jentik dan pencegahan gigitan nyamuk.Pembersihan jentik meliputi program pemberantasan sarang nyamuk (PSN), larvasidasi, menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat).Pencegahan gigitan nyamuk meliputi menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk (bakar, oles), tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju), penyemprotan.Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD seperti juga penyakit menular lainnya didasarkan pada usaha pemutusan rantai penularannya.Pada penyakit DBD yang merupakan komponen epidemiologi adalah terdiri dari virus dengue, nyamuk Aedes aegypti dan manusia.Oleh karena sampai saat ini belum terdapat vaksin atau obat yang efektif untuk virus dengue, maka pemberantasan ditujukan terutama pada manusia dan vektornya. Yang sakit diusahakan agar sembuh guna menurunkan angka kematian, sedangkan yang sehat terutama pada kelompok yang paling tinggi terkena resiko, diusahakan agar jangan mendapatkan infeksi penyakit DBD dengan cara memberantas vektornya. Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium jentik.

Pemberantasan vektor stadium dewasa Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan fogging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathionyang ditujukan pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan menggunakan mesin pengasap yang dapat dilakukan melalui darat maupun udara dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamukyang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudahpenyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempatmenularkan pada orang lain.Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.Pemberantasan vektor stadium jentikPemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN DBD).1. FisikUntuk mencegah dan membatasipenyebaran penyakit demam berdarah, setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan cara 3M yaitu:a. Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan,drum, bak mandi, dan lain-lain) atau menaburkan bubukabate/altosidbila tempat-tempat tersebut tidak bisa dikuras.b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapatmasuk dan berkembang biak di dalamnya.c. Mengubur/membuang barang-barang bekas yang dapat menampung airhujan misalnya ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman mineral dan lain-lain.Gerakan 3 M Plus adalah kegiatan yang dilakukan serentak oleh seluruh masyarakat untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes aegypti penular penyakit. Daur hidup nyamukAedes aegypti terdiri dari telur,jentik, kepompong hidup dalam air yang tidak beralaskan tanah dan akanmati bilaairnya dibuang. Agar telur, jentik dan kepompong tersebut tidak menjadi nyamuk,maka perlu dilakukan 3M Plus secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan gerakan 3M Plus. Yang dimaksud Plus yaitu menggantiair vas bunga,tempat minum burung, atau tempat tempat lainnyasejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak, menutup lubang lubang pada potongan bambu / pohon dan lain lain (dengantana san lain lain), menaburkan bubuk larvasida , misalnya ditempat tempat yang sulit dikurasatau didaerah yang sulit air, memelihara ikan pemakanjentik di kolam/ bak bak penampunganair, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.2. KimiaCara memberantas jentikAedes aegypti dengan menggunakan insektisidapembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah bubuk abate (temephos). Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10gram ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air.Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan.Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator. Teknik penggunaan temefos yaitu aplikasi I dilakukan 2 bulan sebelum musim penularan di suatu daerah atau pada daerah yang belum pernah terjangkit DBD, aplikasi II dilakukan 2-21/2 bulan berikutnya (pada masa penularan/populasi Aedes yang tertinggi), aplikasi III dapat dilakukan 2-21/2 bulan setelah aplikasi II.Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%) Takaran penggunaan Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap kantong Altosid 1,3 G. Bila tidak ada - alat penakar, gunakan sendok teh, satu sendok teh peres (yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air. Takaran tidak perlu tepat betul.Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen 0,5%) Takaran penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0.5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram). Takaran tidak perlu tepat betul.3. BiologiMisalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi,ikan cupang/tempalo dan lain-lain). Dapat juga digunakanBacillus thuringensisvar, Israeliensis.Pemberdayaan MasyarakatPemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau kekuatan (strength) kepada masyarakat, peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakat secara bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya.Juru Pemantau Jentik (Jumantik)Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau jentik (Jumantik). Tujuan umum rekrutmen Jumantik adalah menurunkan kepadatan (populasi) nyamuk penular demam berdarah dengue dan jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), melalui penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus. Tugas pokok seorang Jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik serta melaporkan hasil kegiatan tersebut kepada Supervisor dan Petugas Puskesmas sehingga akan dapat dihasilkan sistem pemantauan jentik berkala yang berjalan dengan baik. Untuk itu peran Jumantik akan dapat maksimal apabila masyarakat dapat membantu kelangsungan kegiatan dengan kesadaran untuk memberikan kesempatan kepada Jumantik memantau jentik dan sarang nyamuk di rumahnya.8Jumantik adalah petugas yang berasal dari masyarakat setempat atau petugas yang ditunjuk oleh unit kerja (pemerintah atau swasta) yang secara sukarela mau bertanggung jawab melakukan pemantauan jentik secara rutin, maksimal seminggu sekali di wilayah kerja serta melaporkan hasil kegiatan secara berkesinambungan ke kelurahan setempat.Memantau jentik tidaklah terlalu sulit jika kita sudah mengenal cirri-ciri jentik nyamuk Aedes aegypti.Jentik nyamuk ini memiliki ciri yang khas yaitu selalu bergerak aktif di dalam air.Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah untuk mencari makanan dan seterusnya.Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.Biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong. Bentuk kepompong adalah seperti koma, gerakannya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk baru.Pemeriksaan jentik dilakukan dengan memeriksa tempat penampungan air di sekitar rumah. Jika tidak ditemukan jentik di permukaan, tunggu selama kurang lebih 1 menit karena untuk bernafas jentik akan muncul ke permukaan.Cocokkan ciri jentik dengan ciri-ciri jentikAedes aegypti. Jika sudah dipastikan jentik tersebut adalah jentikAedes aegypti, maka dilakukan abatisasidan pencatatan.Abatisasi yaitu memberikan abate pada tempat penampungan air di mana jentik ditemukan untuk membunuh jentik yang ada. Sedangkan pencatatan yang dilakukan meliputi tanggal pemeriksaan, kelurahan tempat dilakukan pemantauan jentik, nama dan alamat keluarga, jumlah semua penampungan air yang diperiksa, serta jumlahcontaineryang di temukan jentik. Data tersebut akan digunakan untuk menghitung angka bebas jentik. Hasil pencatatan ini dilaporkan ke Puskesmas setempat dan kemudian diserahkan ke Dinas Kesehatan.8Management Program DHF di PuskesmasSetiap Puskesmas dengan penuh tanggung jawab harus melaksanakan pencatatan pelaporan sesuai dengan sistem yang berlaku dengan bimbingan petugas tingkat kabupaten, melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam alternatif tindakan berdasarkan hasil pemantauan.Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif.Manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan (untuk mencapai tujuan dan sasaran), pelaksanaan, pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban.8Bentuk manajemen program oleh Puskesmas dalam menanggulangi Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut:1. Tujuan a. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBDb. Mencegah dan menanggulangi KLBc. Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 2. Sasarana. Morbiditas di kecamatan endemic DBD < 2 per 10.000 pendudukb. CFR < 2,5%3. Strategi a. Kewaspadaan dini b. Penanggulangan KLBc. Peningkatan keterampilan petugasd. Penyuluhan 4. Kegiatan a. Pelacakan penderita (pemyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah daru kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksan angka jentik dalam radius 100 m dari rumah indeks.b. Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain .jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat.c. Abatisasi selektif (AS) atau larvasidasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik Aedes.d. Fogging focus (FF), yaitu kegiataan menyemprot dengan insektisida (malation, losban) untuk membunuh naymuk dewasa dalam radius 1 RW per 400 rumah.e. Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode spiral (dengan rumah ditengan sebagai pusatnya) atau metode zig-zag. Dengan metode ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau HI (house index).f. Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai dari desa, kecamatan sampai pusat.g. Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M (menutup dan menguras tempat penampungan air bersih, mengubur barang bekas, dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk) di daerah endemik dan sporadik.h. Penyuluhan tentang gejala awal penyakit5. PencegahanKegiatan ini meliputi :a. Pembersihan jentik : Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Larvasidasi Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)b. Pencegahan gigitan nyamuk Menggunakan kelambu Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles) Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju) Penyemprotan 6. Monitoring dan evaluasiIndikator efisiensi program1. Angka kepadatan jentik (HI) =Jumlah rumah yang positif terdapat jentik x 100% Jumlah rumah yang diperiksaJumlah kesakitan DBD x 100%Jumlah penduduk

2. Angka kesakitan DBD =

3. Angka kematian DBD =Angka kematian DBD x 100%Jumlah penderita

PenutupPenyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia.DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Menurut epidemiologi penyakit dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara host, agent, dan lingkungan. Dalam hal ini yang menjadi host adalah manusia dan vectornya adalah virus dengue yang terdapat pada nyamuk Aedes aegypti.Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.Pada programnya dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, Puskesmas dapat melakukan kegiatan promotif dan preventif; yaitu dengan melakukan penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk, memberikan pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue, pemeriksaan jentik berkala, serta pemberantasan vector.Dengan kegiatan tersebut diharapkan dapat terjalin kerjasama antara pelayan kesehatan dan masyarakat dalam menangani masalah demam berdarah dengue, sehingga angka kesakitan dan kematian pun dapat berkurang.

Daftar Pustaka1. Hastuti O. Demam berdarah dengue. Yogyakarta: Kanisius; 2008, h.3-36. 2. Budiarto E, Anggraeni E. Pengantar Epidemiologi. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005, h.5-29.3. Arias KH. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009, h.14-39.4. Sukowati S. Jendela epidemiologi : masalah vector demam berdarah dengue dan pengendaliannya di Indonesia. Jakarta : Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan; 2010, h.23.5. Salmiyatun. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue. Jakarta: EGC; 2004,h.13-31.6. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC; 2007.h.6-18.7. Karmila. Peran keluarga dan petugas Puskesmas terhadap penanggulangan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Sumatera Utara : USU; 2008, h.34-6.8. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diagnosis, pengobatan, pencegahan dan pengendalian. Jakarta : EGC; 2004, h.72-105.

1