mental model untuk pemimpin - p4tksb-jogja.comp4tksb-jogja.com/arsip/images/wi/seri mental model 2...

12
1 Seri Mental model (2) MENTAL MODEL UNTUK PEMIMPIN IRENE NUSANTI Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta [email protected] Abstrak Mental model seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi institusi yang dipimpinannya. Artikel tentang mental model ini bertujuan untuk membahas mental model yang digunakan seorang pemimpin dalam memimpin diri sendiri dan memimpin orang lain. Pembahasan tentang mental model yang dapat membantu pemimpin dalam memimpin orang lain menunjukkan bahwa pemimpin menjadi lebih dimampukan untuk menempatkan diri sebagai seorang yang harus ada di garis depan. Sedangkan pembahasan tentang mental model yang dapat membantu pemimpin dalam memimpin diri sendiri menunjukkan bahwa melalui mental model yang positif pemimpin menjadi lebih bisa menguasai diri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penting bagi seorang pemimpin untuk memperhatikan mental model yang akan membawa pemimpin tersebut lebih berhasil dalam memimpin diri sendiri maupun dalam memimpin orang lain. Kata Kunci: mental model, pemimpin, memimpin diri sendiri, memimpin orang lain. A. Pendahuluan Seri mental model kali ini diperuntukkan untuk melengkapi materi diklat bagi kepala sekolah. Oleh karena itu, materi tidak ditulis dalam bahasa Inggris, sebagaimana dalam artikel seri mental model sebelumnya, yang diperuntukkan bagi diklat guru-guru bahasa Inggris. Artikel kali ini membahas tentang mental model bagi seorang pemimpin. Seperti dikatakan oleh Tee (2005) bahwa mental model kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Yang pasti, mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya. Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat

Upload: lyminh

Post on 12-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Seri Mental model (2)

MENTAL MODEL UNTUK PEMIMPIN

IRENE NUSANTI

Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta

[email protected]

Abstrak

Mental model seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi institusi yang

dipimpinannya. Artikel tentang mental model ini bertujuan untuk membahas

mental model yang digunakan seorang pemimpin dalam memimpin diri sendiri

dan memimpin orang lain. Pembahasan tentang mental model yang dapat

membantu pemimpin dalam memimpin orang lain menunjukkan bahwa pemimpin

menjadi lebih dimampukan untuk menempatkan diri sebagai seorang yang harus

ada di garis depan. Sedangkan pembahasan tentang mental model yang dapat

membantu pemimpin dalam memimpin diri sendiri menunjukkan bahwa melalui

mental model yang positif pemimpin menjadi lebih bisa menguasai diri. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa penting bagi seorang pemimpin untuk

memperhatikan mental model yang akan membawa pemimpin tersebut lebih

berhasil dalam memimpin diri sendiri maupun dalam memimpin orang lain.

Kata Kunci: mental model, pemimpin, memimpin diri sendiri, memimpin orang

lain.

A. Pendahuluan

Seri mental model kali ini diperuntukkan untuk melengkapi materi diklat bagi

kepala sekolah. Oleh karena itu, materi tidak ditulis dalam bahasa Inggris,

sebagaimana dalam artikel seri mental model sebelumnya, yang diperuntukkan

bagi diklat guru-guru bahasa Inggris. Artikel kali ini membahas tentang mental

model bagi seorang pemimpin. Seperti dikatakan oleh Tee (2005) bahwa mental

model kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi

tindakan seseorang. Yang pasti, mental model seorang pemimpin memberikan

pengaruh pada bawahannya. Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat

2

diberikan kepada bawahannya tentu saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh

positif yang diharapkan, berarti mental model yang dimiliki oleh pemimpin juga

harus mental model positif. Sebelum dibahas lebih lanjut tentang mental model

bagi pemimpin, perlu dijelaskan secara singkat pemimpin bagaimanakah yang

dimaksud dalam artikel ini. Menurut Webster Dictionary, definisi pemimpin

adalah: ‘a person or things who leads’ (seorang atau sesuatu yang memimpin).

Untuk dapat memimpin orang lain dengan baik, seorang pemimpin tentu saja

harus dapat memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu. Dalam artikel ini

pembahasan akan lebih difokuskan pada dua hal, yaitu: seorang pemimpin dalam

arti memimpin diri sendiri dan kemudian pemimpin yang memimpin orang lain.

Seseorang akan sulit untuk menjadi pemimpin yang baik jika yang bersangkutan

tidak dapat memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Sebagai contoh, seorang

pemimpin mengharuskan agar semua datang ke sekolah tepat waktu, sementara ia

sendiri selalu datang terlambat. Atau seorang pemimpin mengatakan berulang-

ulang supaya bekerja jangan tergantung proyek, sementara ia sendiri

menunjukkan sikap kurang antusias ketika ada kewajiban pekerjaan yang harus

diselesaikan tetapi sudah tidak ada kompensasi yang dapat diharapkan. Jika hal ini

terjadi, maka tipe pemimpin seperti ini hanya akan menjadi topik pembicaraan

yang menarik di antara staf.

B. Mental model seorang Pemimpin

1. Mental model bagi pemimpin yang memimpin orang lain

Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari akan

eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Berikut adalah

beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam

mengembangkan mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam memimpin.

a. Put God at the top priority

Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan

Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi pemimpin

dalam mengembangkan mental modelnya. Yang dimaksud dengan meletakkan

Tuhan pada prioritas pertama adalah bukan sekedar mengutamakan dalam

menjalankan ritual-ritual keagamaan tertentu saja, tetapi apa yang dilakukan

3

benar-benar membuat seseorang selalu ingat bahwa yang menjadi Tuhan dalam

hidupnya adalah benar-benar Tuhan, bukan uang, bukan kekuasaan, bukan

popularitas, bukan kekayaan, atau pun bukan kepandaian. Dengan demikian,

sekali pun seseorang memiliki salah satu diantaranya atau bahkan semuanya, hal

itu tidak membuat orang tersebut merasa harus ditinggikan, dilayani, dan

dinomorsatukan, karena di dalam hati tetap Tuhanlah yang harus ditinggikan,

dilayani, dan dinomorsatukan. Bagi beberapa orang, atau mungkin banyak orang,

hal ini bisa dianggap terlalu rohani atau terlalu sok suci untuk disinggung karena

menyangkut masalah Tuhan. Jika ada yang menganggap terlalu rohani atau sok

suci untuk dibicarakan dalam artikel ini, cobalah untuk merenungkan beberapa

pertanyaan berikut.

1) Jenis pemimpin seperti apakah yang Anda inginkan?

2) Apakah Anda menginginkan seorang pemimpin yang memperhatikan diri

sendiri atau memperhatikan stafnya?

3) Dapatkah seorang pemimpin yang konsentrasi pada kepentingan diri sendiri

memperhatikan stafnya?

4) Apakah seorang pemimpin yang ingin selalu ditinggikan dapat memimpin

suatu organisasi dengan baik?

Dengan menjawab pertanyaan di atas secara jujur, maka Anda akan dapat menarik

kesimpulan apakah hal di atas terlalu rohani atau tidak untuk dipaparkan dalam

artikel.

b. Fear of God

Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang

diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘fear of God’. Mengapa hal ini penting?

Apa bedanya dengan yang pertama? Jika hanya menempatkan Tuhan pada

prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka yang muncul adalah

penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang kurang memberi pengaruh positif.

Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang yang fear of God, hal-hal terlarang

tidak akan dilakukan sekalipun tidak ada satu orang pun yang melihat atau

memeriksa. Dia sadar bahwa sekali pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat.

Pemimpin yang seperti ini cenderung tidak mencari pujian, tepuk tangan yang

4

meriah, atau wartawan untuk menonjolkan kebaikan yang dilakukan. Pemimpin

yang takut akan Tuhan juga memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak ketika

atasan mengajak untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan cara yang kurang

pas, tanpa takut kehilangan jabatan. Andaikata sampai benar-benar tidak diberi

jabatan atau pekerjaan, pasti ada maksud lain dibalik itu semua, misalnya menjadi

memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang sifatnya aktualisasi

diri, dimana hal ini akan sulit dilakukan jika yang bersangkutan masih punya

banyak pekerjaan karena jabatan yang dipikulnya. Memberikan fokus pada hal ini

akan mempengaruhi terbentuknya mental model yang melandaskan pada fear of

God.

c. Be a giver, not a taker

Menjadi‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit dilakukan

jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi a dan b di atas. Dapatkah

dibayangkan bahwa seseorang ingin menjadi pemimpin karena ketika posisi itu

sudah di tangan, yang bersangkutan dapat memanfaatkan berbagai hal yang

diperlukan sesuai dengan keinginan pribadi? Demikian juga ketika yang selalu

dipikirkan adalah menjadi a giver, maka mental model yang muncul juga akan

mengarah kesana. Mental model terkait dengan giving principle sangat perlu

dikembangkan, karena memberi merupakan kebutuhan manusia yang paling

mendasar dan bahwa dengan memberi orang akan merasa memiliki arti dalam

hidup (Jamal dan Mc.Kinnon, 2009).

d. ‘The Seed must lead’

Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga

tidak akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus,

bahkan cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip be a giver, not a

taker, seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed

must Lead’ (Joel: 2004). Dalam bukunya Your Best Life Now, Joel mengatakan

bahwa the seed always has to lead (biji harus selalu memimpin atau mendahului).

Hal ini diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus menabur

5

benih padi terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah ditabur

terlebih dahulu sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama yang

baik, maka ia harus menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan terlebih

dahulu. Keinginan untuk memanfestasikan the seed must lead akan

mempengaruhi seorang pemimpin untuk memiliki mental model yang

menekankan pada hal tersebut.

e. ‘Unbelief leads to disobedience.

Meyer (1995) dalam bukunya ‘Battlefield of Mind’, mengatakan bahwa

ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads

to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini akan

membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain. Interpretasi lain

dari unbelief leads to disobedience adalah jika pemimpin dapat dipercaya, maka

kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang

pemimpin untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan

masalah uang saja tetapi dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki

tujuan yang jelas. Dengan memiliki tujuan yang jelas, seorang pemimpin tidak

mudah diombang-ambingkan oleh berbagai kebijakan atau kalangan. Jika

bawahan melihat pemimpinnya mudah diombang-ambingkan, maka akan timbul

ketidakpercayaan, seperti diungkapkan oleh Osteen (2004): ‘if we don’t have a

clear goal, we will be easily distracted.’

2. Mental model bagi Pemimpin yang memimpin Diri Sendiri

Kata memimpin tidak selalu dihubungkan dengan memimpin orang lain.

Memimpin merupakan suatu hal yang juga harus dilakukan setiap orang, tanpa

harus menjadi seorang pemimpin yang memiliki kedudukan tertentu dalam suatu

organisasi. Mengapa demikian? Karena seorang yang tidak dapat memimpin diri

sendiri berarti orang tersebut tidak mampu menguasai diri sendiri. Berikut adalah

beberapa hal yang dapat membantu pembentukan mental model terkait dengan

memimpin diri sendiri.

6

a. Discipline your mind

Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana,

memikirkan segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat

mempengaruhi keberhasilan seseorang, karena yang bersangkutan menjadi tidak

fokus dalam berpikir. Pikiran yang liar akan berdampak pada pembentukan

mental model yang liar juga.

b. Get rid of lustful thinking

Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang yang

membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat yang sama ia

sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang dikerjakan dapat berhasil

sesuai dengan yang diinginkan, maka sebenarnya ia sedang mempertentangkan

antara keberhasilan yang sedang diusahakan dengan kegagalan yang ada di

pikirannya. Dengan kata lain, ia membuka pintu dan membiarkan musuh (dalam

hal ini kegagalan) memasuki wilayah keberhasilan yang sedang diperjuangkan.

Get rid of lustful thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran

dengan hal-hal yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang

akan berpengaruh pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan.

c. Think a correct thinking and take the trash out.

Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif atau

mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal selanjutnya adalah

mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang bermanfaat, sedangkan

hal-hal yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang kotor tidak dibuang, maka

pikiran akan penuh dan sulit untuk ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya

bermanfaat untuk kemajuan. Ada beberapa hal yang menyebabkan orang tidak

dapat memimpin diri sendiri atau tidak dapat mengendalikan diri sendiri atau

pikirannya. Beberapa di antaranya adalah seperti yang akan dijelaskan oleh Meyer

(1995) dalam bukunya Battlefield of the Mind di bawah ini.

a. Selalu mengatakan: I can’t help it (saya tidak mampu); I’m just addicted to

grumbling, faultfinding, and complaining (saya memiliki kebiasaan

menggerutu, menyalahkan orang lain, dan mengeluh).

7

b. Ketidaksabaran. Hal ini sering terjadi karena di dalam diri seseorang tertanam

suatu mental model kuat yang mengatakan bahwa ‘tidak selayaknya saya

menunggu……..(sesuatu atau seseorang), saya berhak untuk mendapatkan

segala sesuatu yang saya inginkan dengan segera’. Jika mental model

semacam ini terus menerus tertanam, maka yang bersangkutan cenderung

akan memberontak dan tidak dapat mengendalikan diri pada saat ia harus

menunggu.

c. My behavior may be wrong, but it’s not my fault.

Tidak mau bertanggungjawab atas tindakannya dan mencoba untuk

mengalihkan perhatian dengan menyalahkan orang lain. Mental model

semacam ini cenderung membawa seseorang pada suatu kehidupan yang sulit

untuk diatur (wildness living).

d. Self-pity

Self-pity merupakan suatu sikap yang cenderung mengasihi diri sendiri. Hal

ini terjadi karena didukung oleh pikiran yang memusatkan hanya pada diri

sendiri dan bukan orang lain. Orang dengan sikap semacam ini sulit untuk

diajak maju, karena ia hidup di masa lampau, dan terjebak dalam perangkap

masa lalu yang melukainya.

e. I don’t deserve God’s blessings because I am not worthy

Pandangan negatif tentang diri sendiri akan mempengaruhi seseorang dalam

mencoba menjalani kehidupan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan setiap

kali ada anugerah yang ditawarkan kepada orang tersebut, ia selalu merasa

tidak layak. Akibat memiliki mental model yang selalu merasa tidak layak

seperti di atas, ia kehilangan anugerah yang memang sudah dialokasikan

untuknya.

3. Mind is the leader or forerunner of all actions

Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang

dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang

dipikirkan terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki

pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana

8

pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang tersebut harus memiliki mental

model yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar.

C. Faktor-Faktor lain yang mempengaruhi mental model

1. Deception

Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada

tiga hal yaitu:

a) Self-Deception:

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa berubah.

Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri sendiri. Pada

kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan, misalnya perubahan

umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang selalu mengatakan:

‘Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya, kondisi sudah tidak

dapat diubah lagi.’ Ini adalah contoh lain dari self-deception. Sekalipun mungkin

kondisi yang dialami masih tetap sama, tetapi seorang pemimpin harus mampu

mengubah cara berpikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat

mungkin untuk berubah. Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala

sesuatu buatan manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah.

b) Deceiving others

Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan orang

lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi, orang

sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk supaya

tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut sebagai

‘white lie’. Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie. A lie atau

sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak

semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun alasannya.

c) Deceived by others

Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by others.

Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan oleh

9

pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak

boleh terjadi pada seorang pemimpin. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus

memiliki kepekaan tinggi untuk mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk

menipu atau mencari keuntungan dengan memanfaatkan kelemahannya.

2. Boundaries atau pembatas.

Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries yang

harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri. Setiap

orang perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak perlu

merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya. Seorang

pemimpin yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan kehabisan

waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya.

3. Making Decision

Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusan.

Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting,

kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa,

dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat

keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan

seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain.

Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘Unplug the flow of forgiveness’

mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang

dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat

meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara tulus.

Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan

‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai

seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah

sadar.

4. Obedience or disobedience, both are costly

10

Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal

yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada

orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam

menegakkan kejujuran dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk

memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih

memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di

bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras di kalangan

tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan memiliki

dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak.

D. Penutup

Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih

mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model

yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal

dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang

kepala sekolah untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental model

yang positif. Untuk itu, dalam diklat yang diselenggarakan bagi kepala sekolah,

materi mental model perlu disampaikan sebagai materi tambahan agar kepala

sekolah tidak hanya sibuk dengan berbagai hal terkait dengan perubahan, tetapi

lupa tidak mengubah mental modelnya.

Semoga materi tentang mental model ini membuka wawasan bagi kepala sekolah

untuk menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu, sebelum akhirnya

keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.

11

Referensi

Hagee, John. 2009. Telecast: Deception. 18 September 2009.

Jamal, Azim, dan Mc. Kinnon, Harvey. The Power of Giving. New York: Pinguin

Group

Meyer, Joyce. 1995. Battlefield of the Mind: Winning the Battle in Your Mind.

New York: Hachette Book Group, Inc.

Meyer, Joyce. 2009. Magazine: Enjoying Everyday Life. August, volume 23,

number 5

Meyer, Joyce. 2009. Magazine: Enjoying Everyday Life. September/ October,

volume 23, number 6.

Meyer, Joyce. 2009. Telecast: ‘Establishing Boundaries’. 16, 17 September 2009

Osteen, Joel. 2004. Your Best Life Now. New York: Faith Words.

Osteen, Joel. 2009. Podcast: Making Plan to Succeed, downloaded Dec 2009.

Tee, Ng Pak. 2005. The Learning School. Singapore: Prentice Hall.

Tee, Ng Pak. 2005. Grow Me. Singapore: Prentice Hall.

BIODATA

Nama :IRENE NUSANTI

NIP :196107151986032001

Pangkat/ Gol :Pembina Tk I/ IVb

Jabatan :Widyaiswara Madya

Unit Kerja : PPPPTK Seni Budaya

12