penerapan model pembelajaran terbalik · pdf filepenerapan model pembelajaran kooperatif ......
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE KEPALA BERNOMOR TERSTRUKTUR
UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR
MATEMATIKA SISWA
(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete)
Oleh:
MARIYATUL QIBTHIYAH
NIM: 105017000428
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
ABSTRACT
MARIYATUL QIBTHIYAH (105017000428), "Application of Model Cooperative Learning Thype Structured Numbered Heads to Improve Student Mathematics Learning Activities." Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, August 2010. The purpose of this study is to study “Does model Cooperative Learning Thype Structured Numbered Heads can enhance mathematics learning activities”. This research was conducted in SMP Islam Al-Ikhlas Cipete in academic Year 2009/2010. The method used in this study is the Classroom Action Research, which consists of four stages of planning, execution, observation, and reflection. The research instrument used is the observation sheet activities, the daily student journals, interview, field note, and test questions. Research results revealed that the application of Model Cooperative Learning Thype Structured Numbered Heads can enhance mathematics learning activities, from the percentage average in first cycle is 58,4% could improve to 75% in second cycle. The activities which improved such as visual activities 80%, oral activities 70%, writing activities 75%, mental activities 70%, and emotional activities 80%. Hopefully this research can be useful to improve the quality of education in Indonesia.
i
ABSTRAK MARIYATUL QIBTHIYAH (105017000428), ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, 2) Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur pada pelajaran matematika, 3) Apakah model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas, jurnal harian siswa, wawancara, catatan lapangan, dan tes. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, dari persentase rata-rata sebesar 58,4% pada siklus I meningkat menjadi 75% pada siklus II. Aktivitas-aktivitas yang meningkat pada penelitian ini diantaranya aktivitas visual 80%, aktivitas oral 70%, aktivitas menulis 75%, aktivitas mental 70%, dan aktivitas 80%. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya meningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, dan sebagai dosen pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,
dan sebagai dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penulisan.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika.
4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.
5. Bapak Drs. H. Prasetyo, selaku kepala SMP Islam Al-Ikhlas Cipete yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
6. Bapak Drs. H. Muchroji, selaku guru pamong tempat penulis mengadakan
penelitian.
7. Ayahanda (H. Ahmad Supandi) dan ibunda (H. Siti Mas’ulah) tercinta yang
senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kakakku (Abdul Luthfi, S.Pd.I) dan adikku (Sirojul Kahfi) tercinta yang
senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
9. Untuk masku (Teguh Imam Santoso, S.Kom) yang selalu memberi support
dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi dan keluarga yang telah
banyak mendoakan.
10. Siswa dan siswi kelas VII-B SMP Islam Al-Ikhlas Cipete, yang telah bersikap
kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.
11. Sahabat-sahabat terbaikku Novi, Rindy, Fitria, Dewi, Ina, Mila, Dini, Ria,
Qory dan Ade serta seluruh teman-teman ku tercinta, mahasiswa dan
mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, khususnya kelas A,
semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai
kesuksesan dimasa mendatang.
12. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi
serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-
kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Mudah-mudahan skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Jakarta, 20 Agustus 2010
Penulis
Mariyatul Qibthiyah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... x
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ....................................... 4
C. Pembatasan Fokus Penelitian ...................................................... 5
D. Perumusan Masalah Penelitian ................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN .......................................................... 9
A. Deskripsi Teoritik ....................................................................... 9
1. Belajar dan Pembelajaran Matematika .................................. 9
a. Pengertian Matematika.................................................... 9
b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika........... 11
c. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Matematika ................ 14
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala
Bernomor Terstruktur ........................................................... 18
v
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ............................... 18
b. Pengertian Kepala Bernomor Terstruktur ....................... 21
3. Aktivitas Belajar.................................................................... 24
a. Pengertian Aktivitas Belajar ........................................... 24
b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar ............................................ 25
c. Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika .................... 29
B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan ........................................... 31
C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ............................ 32
D. Hipotesis Tindakan ..................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 35
B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan ................... 35
1. Metode Penelitian.................................................................... 35
2. Desain Penelitian............................................................... ..... 37
C. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ............................... 38
D. Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian................................... 39
E. Peran dan posisi Peneliti dalam Penelitian.................................. 39
F. Tahapan Intervensi Tindakan ...................................................... 40
G. Data dan Sumber Data ................................................................ 46
H. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 46
I. Instrumen Penelitian ................................................................... 47
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthinees)
Study ............................................................................................ 51
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ............................. 52
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ....................................... 53
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN
TEMUAN PENELITIAN ............................................................... 55
A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan ............................................... 55
1. Survei Pendahuluan ............................................................... 55
vi
2. Tindakan Pembelajaran pada Siklus I ................................... 57
3. Tindakan Pembelajaran pada Siklus II................................... 84
B. Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................................... 101
C. Analisis Data ............................................................................... 102
D. Pembahasan Temuan Penelitian .................................................. 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 110
A. Kesimpulan ................................................................................. 110
B. Saran ............................................................................................ 111
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 112
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 114
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Penelitian.......................................................................... 35
Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus I............................. 48
Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus II............................ 49
Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematika....................... 50
Tabel 5 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa pada
Pembelajaran Siklus I................................................................... 72
Tabel 6 Rekapitulasi Observasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam
Kelompok Siklus I........................................................................ 76
Tabel 7 Respon Siswa terhadap Tindakan Pembelajaran Siklus I............ 78
Tabel 8 Rekapitulasi Respon Siswa selama Siklus I................................. 79
Tabel 9 Nilai Tes Akhir Siklus I................................................................ 82
Tabel 10 Refleksi & Rencana Perbaikan Kegiatan Tindakan
Siklus I.......................................................................................... 82
Tabel 11 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa pada
Pembelajaran Siklus II.................................................................. 95
Tabel 12 Rekapitulasi Observasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam
Kelompok Siklus II...................................................................... 98
Tabel 13 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Siklus II............................... 99
Tabel 14 Hasil Belajar Matematika pada Akhir Siklus II........................... 100
Tabel 15 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa
Siklus I dan II............................................................................... 103
Tabel 16 Rekapitulasi Peningkatan Aktivitas Kerjasama Siswa
dalam Kelompok.......................................................................... 105
Tabel 17 Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa.................. 106
Tabel 18 Rekapitulasi Persentase Respon Siswa Siklus I dan II................ 108
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Aktivitas Mengerjakan Tugas pada Penelitian Pendahuluan.......... 57
Gambar 2 Guru sedang Memberi Pengarahan kepada Kelompok.................. 80
Gambar 3 Siswa Nomor 2 sedang Menjelaskan Penyelesaian Soal
kepada Teman Kelompoknya......................................................... 80
Gambar 4 Siswa Nomor 3 sedang Mencatat Jawaban LKS yang Diarahkan
oleh Siswa Nomor 2........................................................................ 81
Gambar 5 Aktivitas Siswa Nomor 4 pada saat Presentasi di Depan
Kelas............................................................................................... 81
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Diagram Batang Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar ..... 104
Diagram 2 Diagram Batang Peningkatan Persentase Aktivitas Kerjasama
Siswa dalam Kelompok ........................................................... 106
Diagram 3 Diagram Batang Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Siswa ........................................................................................ 107
Diagram 4 Diagram Garis Persentase Respon Siswa ................................. 108
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Alur Prosedur Pelaksanaan PTK ................................................... 38
Bagan 2 Desain Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ................................. 40
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)............................... 114
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa (LKS)....................................................... 136
Lampiran 3 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pra Penelitian....... 161
Lampiran 4 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa.............................. 164
Lampiran 5 Lembar Observasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam
Kelompok.................................................................................. 167
Lampiran 6 Lembar Jurnal Harian Siswa..................................................... 168
Lampiran 7 Lembar Catatan Lapangan........................................................ 169
Lampiran 8 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Guru..................... 170
Lampiran 9 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa.................... 171
Lampiran 10 Lembar Wawancara setelah Penelitian dengan Guru............... 172
Lampiran 11 Lembar Wawancara setelah Penelitian dengan Siswa.............. 173
Lampiran 12 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I setelah
Uji Validitas.............................................................................. 174
Lampiran 13 Jawaban Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I...................... 176
Lampiran 14 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II setelah
Uji Validitas………………………………………………….. 179
Lampiran 15 Jawaban Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II..................... 181
Lampiran 16 Daftar Nilai Tes Siklus I dan Siklus II...................................... 185
Lampiran 17 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan
Siklus II..................................................................................... 186
Lampiran 18 Rekapitulasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam kelompok
Siklus I dan Siklus II................................................................. 188
Lampiran 19 Rekapitulasi Respon Siswa Siklus I dan Siklus II.................... 196
Lampiran 20 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Guru......................... 197
Lampiran 21 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa........................ 199
Lampiran 22 Hasil Wawancara dengan Guru setelah Penelitian................... 202
Lampiran 23 Hasil Wawancara dengan Siswa setelah Penelitian….............. 204
Lampiran 24 Jawaban Latihan Lembar Kerja Siswa………………………. 207
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempelajari apa yang perlu diketahui agar dapat berpikir
cerdas dan bertindak cepat. Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional
yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yaitu ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1
Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut, perlu adanya
peninjauan berbagai aspek yang mendukung usaha tersebut, terutama dalam
proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran akan berpengaruh
besar terhadap tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh siswa. Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pembelajaran antara lain adalah guru, siswa, tujuan,
metode, kurikulum dan media. Faktor-faktor tersebut merupakan suatu sistem
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dan faktor guru memegang
peranan penting dalam upaya tercapainya tujuan pembelajaran.
Peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran memberikan andil
yang besar untuk dapat terus meningkatkan aktivitas belajar siswanya, hal ini
berkaitan dengan tanggung jawabnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Seorang guru diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang dapat
1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008), h. 2.
2
meningkatkan keterlibatan siswa secara langsung dan bertanggung jawab terhadap
proses belajar itu sendiri. Selain faktor guru, siswa sebagai subyek dalam
pembelajaran merupakan faktor yang harus mendapat perhatian cukup besar, hal
ini dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi untuk belajar.
Pengajaran matematika menuntut siswa menunjukkan sikap yang aktif,
kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Tetapi kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika belum tercapai
sebagaimana yang diharapkan. Seringkali guru menemukan siswa tidak berani
mengemukakan pendapat maupun bertanya. Dalam bekerja kelompok banyak dari
anggota kelompok yang hanya mencantumkan nama saja tanpa ikut berpartisipasi
dalam kelompok. Tanggung jawab dan aktivitas siswa rendah baik terhadap
dirinya sendiri, maupun terhadap kelompok.
Berdasarkan pengamatan dalam penelitian PPKT bulan Maret tahun 2009,
peneliti menemukan bahwa siswa SMP Islam Al-Ikhlas kelas VII seringkali
kurang merespon terhadap pelajaran matematika dan tidak disiplinnya siswa
terhadap pelajaran matematika. Siswa tidak fokus mengikuti pembelajaran,
beberapa siswa berbincang dengan siswa lainnya ketika guru menyampaikan
materi, kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari sehingga
kemampuan bertanya mereka rendah dan rendahnya perhatian siswa terhadap
pelajaran matematika. Siswa kurang diberikan kesempatan melakukan aktivitas
belajar atau dengan kata lain peran guru dalam pembelajaran terlihat lebih
dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan
belum optimal.
Aktivitas dalam pembelajaran sangat diperlukan. Sebab pada prinsipnya
belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan
kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang penting di dalam interaksi belajar-mengajar.
Dalam pembelajaran, yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam
pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan
3
bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak
didik. Pentingnya aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika, karena kelas
dapat dipandang sebagai suatu konteks sosial dalam memahami matematika
dengan cara dikonstruksi dan dinegosiasi.
Pembelajaran intinya bagaimana menyiapkan SDM sehingga seseorang
yang belajar (matematika) harus tahu, merasakan dan menyadari bagaimana
belajar itu. Proses pembelajaran berpusat pada siswa yang berlangsung dalam
suasana yang menyenangkan, menantang dan pedagogis. Siswa diharapkan dapat
belajar secara aktif sehingga dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh,
mandiri dan hidup bermasyarakat yang selaras dengan perkembangan psikisnya.
Mengajarkan matematika memerlukan model dan pendekatan agar siswa
lebih mudah memahami materi dan meyelesaikan masalah mengenai materi yang
diajarkan. Model pembelajaran matematika harus mengubah situasi guru mengajar
kepada situasi siswa belajar. Guru memberikan pengalamannya kepada siswa
sebagai pengayom, sebagai sumber tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai
pembimbing, sebagai fasilitator, dan sebagai organisator dalam belajar.
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami
perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan
berganti dengan model yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini
banyak mendapat respon adalah model Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative
Learning.
Pembelajaran Kooperatif merupakan konsep baru dalam pembelajaran yang
dapat membantu memecahkan kebuntuan yang sering dihadapi dalam penggunaan
model pembelajaran yang sudah usang. Pembelajaran Kooperatif menjadi model
pembelajaran baru yang didukung oleh teori-teori pendidikan. Model
pembelajaran ini merupakan sebuah metode mengajar yang mampu
membangkitkan semangat pada anak didik untuk melakukan pekerjaan secara
bersama-sama (teamwork). Menurut Rong, yang dikutip oleh Yudha dan Iis
4
mengungkapkan bahwa ”Pembelajaran Kooperatif menghasilkan dampak
pembelajaran yang lebih baik dibandingkan pembelajaran lainnya”.2
Model Pembelajaran Kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai
tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator
aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan
pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas
pembelajarannya. Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak tipe dan strategi,
salah satunya adalah Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered Heads
Terstruktur. Tipe ini modifikasi dari tipe Kepala Bernomor yang dipakai Spencer
Kagan. Dengan tipe ini siswa bisa belajar melaksanakan tanggung jawab
pribadinya dan saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya.
Berdasarkan uraian diatas, model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala
Bernomor Terstruktur dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan
aktivitas belajar matematika siswa. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan
penelitian mengenai hal tersebut dan memilih judul: “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa.”
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran
matematika?
2 Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung: CV. Bintang Warli Artika, 2008), h. 65.
5
2. Apakah model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur
dapat diterapkan pada pelajaran matematika?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pelajaran matematika dengan
menggunakan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur?
4. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa?
5. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?
6. Jenis-jenis aktivitas apakah yang dapat ditingkatkan melalui penerapan
model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur?
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas
Cipete. Adapun fokus penelitian adalah meningkatkan aktivitas belajar
matematika siswa melalui model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalah di atas, dapatlah
terlihat luasnya permasalahan yang didapat. Karena adanya keterbatasan waktu
dan pengetahuan yang penulis miliki serta untuk memperjelas dan memberikan
arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis berusaha memberikan
batasan sesuai dengan judul, sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Kooperatif yang digunakan adalah tipe Kepala
Bernomor Terstruktur yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tipe
Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan siswa dalam pembagian
tugas.
2. Aktivitas belajar yang di observasi adalah jenis-jenis aktivitas belajar
berdasarkan teori Paul D. Diedrich. Penulis membatasi pada 5 jenis
aktivitas belajar yaitu:
6
a. Visual activities; membaca LKS dan memperhatikan penjelasan materi
yang guru sampaikan.
b. Oral activities; mengajukan pertanyaan dan menanggapi laporan
kelompok.
c. Writing activities; mencatat materi.
d. Mental activities; memecahkan soal.
e. Emotional activities; minat/antusias dan perasaan senang.
3. Siswa: Siswa yang dimaksud adalah siswa SMP Islam Al-Ikhlas kelas VII-
B.
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan fokus penelitian di atas, maka peneliti
merumuskan masalah ”Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe
Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika
siswa?”. Dari perumusan masalah maka dijabarkan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas visual siswa dalam pembelajaran
matematika?
2. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas oral siswa dalam pembelajaran
matematika?
3. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas menulis siswa dalam
pembelajaran matematika?
4. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas mental siswa dalam
pembelajaran matematika?
7
5. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas emosional siswa dalam
pembelajaran matematika?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan
kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar matematika siswa
melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur. Aktivitas yang akan ditingkatkan melalui penerapan model
Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Tertsruktur terdiri dari lima
aktivitas yaitu aktivitas visual, aktivitas oral, aktivitas menulis, aktivitas mental,
dan aktivitas emosional siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah
maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa, hasil penelitian ini memberikan manfaat dalam membangun
motivasi belajar siswa dalam pelajaran matematika, mengembangkan
kemampuan sosialisasi siswa, membantu mengembangkan daya berpikir
kreatif, serta meningkatkan aktivitas belajar siswa.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk
mengetahui model pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan aktivitas
belajar siswa dan hasil belajar matematika siswa.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan manfaat bagi sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang bersangkutan
dan sekolah-sekolah lain pada umumnya.
8
4. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat
menambah informasi mengenai penerapan model Pembelajaran Kooperatif
tipe Kepala Bernomor Terstruktur untuk meningkatkan aktivitas belajar
matematika siswa.
5. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan
bahan referensi untuk diadakan penelitian lebih lanjut.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Deskripsi Teoritik
1. Belajar dan Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathematike, yang
berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike
berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu
mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).1 R. Soedjadi
menyatakan bahwa “Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak
dan terorganisir”. Menurut Chanles Echels matematika adalah ilmu
tentang bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya. Sedangkan
Herman Hudoyo mendefinisikan ”Matematika sebagai sesuatu yang
berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang
diatur menurut urutan yang logis”.2
Johnson dan Rising mengatakan bahwa “Matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan
cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol”. James dan James dalam kamus matematikanya
mengatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
1 Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI, 2001), h. 18.
2 Sri Anitah, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.4.
10
bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan
yang lainnya dengan jumlah yang banyak terbagi ke dalam tiga bidang,
yaitu aljabar, analisis, dan geometri".3
Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah
Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas disebut matematika sekolah. Matematika Sekolah berorientasi kepada
kepentingan dan perkembangan IPTEK. Hal tersebut menunjukkan bahwa
matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai
ilmu. Karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal “(1) penyajian, (2)
pola pikirnya, (3) keterbatasan semestanya. (4) tingkat keabstrakannya”.4
Oleh karena itu matematika sekolah memiliki peranan penting bagi
kehidupan siswa. Tidak hanya memenuhi kebutuhan praktisnya saja, tetapi
juga untuk mengembangkan sikap kritis, logis, sistematis, dan kreatif.
Perkembangan kognitif siswa dalam mengkonkritkan objek
matematika yang abstrak menjadi mudah dipahami oleh siswa perlu
diusahakan dalam pembelajaran matematika. Selain itu “struktur sajian
matematika sekolah tidak harus menggunakan pola pikir deduktif semata,
tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif. Ini tidak berarti bahwa
kemampuan berpikir deduktif dan memahami objek abstrak boleh
ditiadakan begitu saja”.5
Beberapa uraian di atas tentang matematika, penulis menyimpulkan
bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang logika mengenai
ide-ide, bilangan, bentuk, susunan dan besaran yang terbagi ke dalam tiga
bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Dengan matematika kita dapat
berlatih berpikir secara logis dan dengan matematika ilmu pengetahuan
yang lainnya bisa berkembang dengan cepat.
3 Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran..., h. 18. 4 Wati Susilawati, Belajar & Pembelajaran Matematika, h.7. 5 R. Soedjadi dan Djoko Musno, Matematika 2: Petunjuk Guru Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, (Jakarta: Balai Pustaka,1996), h. 1.
11
b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika
Banyak para ahli dalam bidang pendidikan yang mengemukakan
tentang definisi atau pengertian belajar. Menurut Walker, ”Belajar adalah
suatu perubahan-perubahan sebagai akibat dari mengalami”. Sedangkan
menurut Houle, Belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan
perilaku baik pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Bahkan ada yang
mendefinisikan bahwa ”Belajar adalah usaha aktif seseorang, artinya tanpa
adanya usaha aktif tidak akan terjadi proses belajar pada diri orang
tersebut”.6
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri karena
siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
Skinner berpandangan bahwa ”Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responnya menurun”.7
Belajar sering diartikan sebagai penambahan pengetahuan. Ada
pula yang berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku karena
pengalaman. Pengertian belajar yang lain dikemukakan oleh Fontana.
Menurut Fontana, belajar adalah ”suatu proses perubahan yang relatif tetap
dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman”.8 Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti,
bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
6 Soedijanto Padmowihardjo, Psikologi belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 1.18.
7 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 9.
8 Udin S. Wiranataputra, dkk., Hakikat Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.2.
12
Berdasarkan perbedaan-perbedaan pendapat di atas mengenai
pengertian belajar, penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah usaha
aktif yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan proses yang terjadi yang membuat seseorang melakukan
proses belajar disebut pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata pembelajaran diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan
orang atau makhluk hidup belajar”. Dalam Undang-undang Republik
Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.9
Istilah pengajaran bergeser menjadi pembelajaran yang diartikan
sebagai proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk merubah
perilaku siswa ke arah positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan
perbedaan yang dimiliki siswa. Menurut Gagne dalam pembelajaran,
”peran guru lebih ditekankan kepada bagimana merancang atau
mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk
digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu”.10
Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk
menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya kita menggunakan
istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Menurut Gagne,
Briggs, dan Wager, pembelajaran adalah ”serangkaian kegiatan yang
dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”.11
Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa
untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dari
9 UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 5.
10 Wati Susilawati, Belajar & Pembelajaran..., h. 23-24. 11 Udin S. Wiranataputra, dkk., Belajar..., h. 1.6.
13
pengertian tersebut pembelajaran matematika meliputi guru, siswa, proses
pembelajaran, dan materi matematika sekolah. Dan dapat dikatakan
pembelajaran matematika sekolah merupakan suatu proses yang sangat
kompleks.
Pada pembelajaran matematika prinsip belajar adalah “berbuat,
berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan”.12
Berbuat salah satunya menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
diperlukannya. Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran matematika di kelas.
Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang
yang telah mengetahui sebelumnya. Oleh karena itu, materi yang diberikan
kepada siswa bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara
penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini, guru lebih banyak berperan
sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Paradigma pembelajaran bercirikan adanya aktivitas siswa agar
siswa belajar bagaimana belajar itu, bahkan merasakan munculnya habit
learning bagaimana belajar itu. Bagaimana guru membelajarkan siswa.
Hal ini bisa terlaksana bila proses pembelajaran dapat mengajak siswa
terlibat mengkonstruk konsep/prinsip matematika sejalan dengan
pandangan konstrukvis, untuk mengerti merupakan proses adaptif dengan
mengorganisasikan pengalaman siswa.
Pembelajaran terdiri dari semua aktivitas bertujuan dari guru yang
diarahkan untuk mempermudah belajar oleh siswa. Pembelajaran menurut
Wahyudin, adalah ”suatu proses aktif dan menuntut supaya para siswa ikut
serta dalam aktivitas yang tidak mesti bersifat lahir dan fisik, dapat saja
berupa menyimak, membaca, dan berpikir”.13
12 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008), h. 95.
13 Wati Susilawati, Belajar & Pembelajaran..., h. 26.
14
Aktivitas pembelajaran tidak terlepas dari adanya interaksi. Dalam
pembelajaran, interaksi sangat diperlukan. Karena tanpa interaksi proses
pembelajaran tidak akan berlangsung maksimal. Menurut Wiranataputra,
”Pembelajaran adalah adanya interaksi”. Interaksi tersebut antara siswa
yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, siswa
lainnya, tutor, media, atau sumber lainnya. Ciri lain dari pembelajaran
adalah ”adanya komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama
lain. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan
evaluasi pembelajaran”.14
Merujuk pada pengertian pembelajaran di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang mengacu pada tujuan
yang sistematik dan terarah untuk mewujudkan perubahan tingkah laku
yang positif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pembelajaran
harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari
pengalaman dalam belajar.
c. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Matematika
Indonesia telah mempunyai tujuan pendidikan yang tercantum dalam
GBHN. Semua kegiatan dan usaha pendidikan harus diarahkan pada
pencapaian tujuan tersebut. Tujuan yang dimaksud dalam kegiatan
pembelajaran adalah tujuan pengajaran, atau yang umum dikenal dengan
tujuan instruksional. Bahkan sekarang lebih dikenal dengan istilah
kompetensi.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang dikutip dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia bahwa mata
14 Udin S. Wiranataputra, dkk., Belajar…, h. 1.6.
15
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:15
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma atau secara
luas, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan-gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya dalam
pemecahan masalah.
Menurut Muttaqin, “pengajaran merupakan perpaduan dari dua
aktivitas mengajar dan aktivitas belajar”. Aktivitas mengajar menyangkut
peranan guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan
komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Jalinan komunikasi ini
menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran yang berlangsung
dengan baik.16
15Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, h. 346.
16 http://muttaqinhasyim,wordpress.com/2009/06/14/tujuan-pembelajar... , 13 Agustus 2009 at 10:23, h. 2.
16
Antara nilai dan tujuan pendidikan memang erat hubungannya.
Seseorang ingin mencapai atau mendapatkan sesuatu karena ia
menganggap hal itu bernilai baginya. Kita berminat atau mengarahkan
perhatian kita pada pengajaran matematika karena kita tahu nilai-nilai
yang terkandung didalamnya.
Pengertian seseorang tentang manfaat matematika dan kegunaan
matematika akan meningkatkan minatnya terhadap matematika. Guru
harus dapat menjelaskan kepada siswa mengapa ia belajar matematika,
bahwa dengan mempelajarinya ia mendapat banyak keuntungan.
Pengetahuan seorang guru akan berbagai nilai yang terdapat dalam
matematika akan membimbing dan merangsangnya untuk mencari metode
dan media yang efektif dalam mengajarkannya. Nilai-nilai tersebut dapat
dijadikan kriteria dalam mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan suatu
usaha pendidikan. Pengetahuan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam
matematika ini akan membuat pengajaran matematika lebih terarah dan
bermakna.
Nilai-nilai yang terdapat dalam matematika yang membuktikan
tentang pentingnya peranan matematika dalam pendidikan, diantaranya:
1. Nilai Praktis
Membilang, menambah, mengurangi, mengalikan, membagi,
menimbang, mengukur, menjual, membeli kesemuanya itu adalah
istilah yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diberikan dan
ditanamkan secara efektif dan sistematik dengan mengajarkan
matematika di sekolah.
17
2. Nilai Disiplin
Locke menyatakan bahwa “matematika merupakan sarana untuk
menanamkan kebiasaan menalar di dalam pikiran orang”.17 Jadi
matematika melatih dan mendisiplin pikiran. Matematika merupakan
pengetahuan yang eksak, benar, dan langsung menuju sasaran dan
karenanya dapat menyebabkan timbulnya disiplin dalam pikiran. Para
siswa harus dapat menunjukkan kebenaran atau kesalahan sebuah
pernyataan, sehingga kebenaran dalam matematika adalah eksak dan
pasti.
3. Nilai Budaya
Perkembangan dan kemajuan berbagai macam ilmu pengetahuan
memerlukan bantuan matematika, jadi tergantung juga kepada
kemajuan matematika. Sehingga tidak berlebihan bila ada orang yang
menyatakan bahwa matematika merupakan cermin dari peradaban
umat manusia. Matematika memiliki nilai budaya, dan kebudayaan ini
akan terus berkembang. Matematika membantu manusia dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Kesejahteraan umat
manusia dan kemajuan kebudayaan banyak didukung oleh kemajuan
matematika.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa
aspek penting dari warisan budaya umat manusia berbentuk
matematika, dan belajar serta mengajar matematika itu merupakan
proses pewarisan kepada generasi yang akan datang.
17 Sujono, Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah, (Jakarta: 1988), h. 8.
18
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning berasal dari
kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau
satu tim. Menurut Slavin, yang dikutip oleh Isjoni, mengemukakan, “In
cooperative learning methods, students work together in four member
teams to master material initiallt presented by the teacher”.18 Dari uraian
tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Menurut Lie, “Pembelajaran Kooperatif adalah sistem pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan dalam sistem ini guru
bertindak sebagai fasilitator”.19
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan
partisipasi dan kerja sama dalam meningkatkan cara belajar siswa menuju
belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial.
Tujuan utama dalam penerapan model Pembelajaran Kooperatif adalah
agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-
temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan
menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
18 Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. 2, h. 15.
19 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), h. 189-190.
19
Menurut Stahl, ”dengan melaksanakan model cooperative learning
memungkinkan siswa meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu
juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan
berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill),20 seperti
keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan
masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi
timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota
memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c)
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya
berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Menurut Johnson dan Johnson ,”Tidak semua kerja kelompok dapat
dianggap pembelajaran kooperatif”. Kerja kelompok dapat menjadi
pembelajaran kooperatif, jika ada hal-hal sebagai berikut:21
1) Saling ketergantungan positif
Fokus dari pembelajaran kooperatif adalah pencapaian
keberhasilan kerja sama kelompok. Keberhasilan kelompok ini
sangat tergantung pada kerja sama dan usaha setiap anggota
kelompok. Setiap anggota memiliki peran yang sama besar dan
semuanya bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama.
Artinya, setiap anggota harus memberikan kontribusi yang sama
dalam setiap upaya kelompok dalam mengerjakan tugasnya.
20 Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan..., h. 23. 21 Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran ..., h. 60-63.
20
2) Tanggung jawab perseorangan
Aspek ini merupakan akibat langsung dari aspek
pembelajaran kooperatif yang pertama yaitu ketergantungan
positif. Artinya, setiap siswa memiliki tanggung jawab pribadi atau
perseorang dalam ikatan kerja sama yang memunculkan rasa saling
ketergantungan yang bernilai positif karena masing-masing
memiliki peran untuk bersama-sama.
3) Tatap muka
Tatap muka merupakan salah satu faktor penting yang harus
ada dalam setiap penerapan strategi pembelajaran kooperatif.
Kegiatan ini memberikan kesempatan yang sangat besar bagi para
peserta didik untuk saling bertemu muka dan mendiskusikan ha-hal
penting yang berkaitan dengan kepentingan kelompok mereka
dalam mencapai tujuan bersama.
Inti dari kegiatan tatap muka adalah kemampuan untuk
menghargai berbagi perbedaan pendapat yang muncul dari setiap
anggota kelompok. Selain itu juga kemampuan siswa untuk dapat
memanfaatkan berbagai pendapat itu untuk mengisi kekurangan
masing-masing. Hal ini mengingat setiap anggota kelompok
memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama
lainnya. Perbedaan ini tentu saja menjadi modal utama dalam
memperkaya pengetahuan kelompok.
4) Komunikasi antar anggota
Komunikasi ini diperlukan untuk mendukung keberhasilan
suatu kelompok agar dapat mengutarakan pendapat mereka serta
mendengarkan pendapat dari orang lain. Keterampilan
berkomunikasi merupakan modal yang penting agar dapat
menjalankan interaksi sosial yang baik meskipun keterampilan ini
21
tidak begitu saja dikuasai oleh anak. Tetapi paling tidak, dengan
strategi ini anak memiliki pengalaman belajar dan pembinaan
perkembangan mental dan emosional para anak.
5) Evaluasi proses kelompok
Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, strategi
pembelajaran kooperatif juga memiliki evaluasi yang dilaksanakan
secara langsung atau yang lebih dikenal dengan penilaian terus-
menerus. Penilaian yang dilakukan oleh guru tidak hanya penilaian
terhadap hasil kerja kelompok itu saja, tetapi juga penilaian
terhadap masing-masing individu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, dimana siswa belajar dan bekerja sama
dengan siswa lainnya untuk mencapai tujuan bersama.
b. Pengertian Kepala Bernomor Terstruktur
Tipe belajar mengajar Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered
Heads Terstruktur merupakan modifikasi Kepala Bernomor yang dipakai
oleh Spencer Kagan. Tipe Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan
pembagian tugas.22 Dengan tipe ini siswa belajar melaksanakan tanggung
jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan
kelompoknya.
Lie mengemukakan beberapa aktivitas Pembelajaran Kooperatif
dengan tipe Kepala Bernomor Terstruktur, diantaranya:23
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
22 Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), Cet ke-6, h. 60.
23 Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan…, h. 60.
22
2. Penugasan diberikan kepada setiap kelompok berdasarkan nomornya.
Misalnya, siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan
mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan
penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian
soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.
3. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa
mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa bisa diminta keluar
dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang
bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa
dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan
hasil karja mereka.
Untuk efisiensi pembentukan kelompok dan penstrukturan tugas,
tipe Kepala Bernomor Terstruktur ini dapat dipakai dalam kelompok yang
dibentuk permanen. Dengan kata lain, anak didik diminta mengingat
kelompok dan nomornya sepanjang catur wulan atau semester. Supaya ada
pemerataan tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor dapat diubah-
ubah. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas mengumpulkan data kali ini,
tetapi akan disuruh melaporkan pada kesempatan yang lain.
Sebagai variasi tipe Kepala Bernomor Terstruktur ini juga dapat
dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok dengan cara yang
efisien. Pada saat-saat tertentu, anak didik dapat keluar dari kelompok
yang biasanya dan bergabung dengan anak didik–anak didik lain yang
bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini dapat digunakan untuk
mengurangi kebosanan atau kejenuhan jika guru mengelompokkan anak
didik secara permanen.
23
Sedangkan Yatim menyatakan langkah-langkah tipe Kepala
Bernomor Terstruktur, diantaranya:24
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor.
2. Penugasan diberikan kepada siswa berdasarkan nomor terhadaap
tugas yang berangkai. Misalnya: siswa nomor 1 bertugas mencatat
soal. Siswa nomor 2 mengerjakan soal dan siswa nomor tiga
melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
3. Jika perlu, guru bisa meminta kerja sama antar kelompok. Siswa
keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa
dengan tugas yang sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini
siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja mereka.
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.
5. Merumuskan rangkuman.
Berdasarkan uraian di atas mengenai langkah-langkah tipe Kepala
Bernomor Terstruktur, maka penulis menyimpulkan langkah-langkah
tersebut berdasarkan pendapat Lie dan Yatim, sebagai berikut:
1. Guru mengarahkan siswa ke dalam beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri atas 4 orang siswa. Setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan lembar kerja yang berisi materi dan latihan soal
kepada siswa. Penugasan diberikan kepada setiap kelompok
berdasarkan nomornya. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas
24 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. 1, h. 277-278.
24
membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang
mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2
bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat
jawaban akhir penyelesaian soal, dan siswa nomor 4 melaporkan
hasil kerja kelompok ke depan kelas.
3. Setelah semua kelompok mengerjakan lembar kerja yang telah di
bagikan oleh guru, siswa nomor 4 dari semua kelompok maju ke
depan secara bergiliran untuk melaporkan hasil kerja mereka dan
siswa yang lainnya memberi tanggapan. Siswa nomor 3 bertugas
mencatat tanggapan yang diberikan oleh siswa lain.
4. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan jawaban yang benar.
3. Aktivitas Belajar
a. Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas artinya “keaktifan/kegiatan”.25 Pada prinsipnya belajar
adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan
kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
Aktivitas dalam belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
sehari-hari di dalam kelas atau dalam istilah kata proses belajar mengajar.
Aktivitas dalam belajar dilakukan bila keduanya hadir, adanya guru dan
siswa. Aktivitas itu sendiri berupa: kehadiran, pembahasan materi
pelajaran, adanya diskusi antara guru dan siswa, dan lain sebagainya.
Interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran
akan menimbulkan aktivitas. Di bawah ini beberapa pandangan mengenai
konsep aktivitas belajar diantaranya26:
25 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. ke-3, h. 23.
25
1. Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya
beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang
berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan
untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang
mengendalikan tingkah laku siswa.
2. Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan
untuk berbuat. Setiap saat kebutuhan dapat berubah dan bertambah,
sehingga variasinya semakin banyak dan beraneka ragam pula.
Menurut beberapa pengertian aktivitas di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa aktivitas merupakan inti dari suatu proses belajar,
karena belajar merupakan suatu kegiatan. Dapat dikatakan bahwa aktivitas
merupakan asas yang terpenting karena belajar merupakan suatu kegiatan.
Tanpa kegiatan atau bergerak tak mungkin seorang dikatakan belajar.
Aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun
mental. Dalam kegiatan belajar mengajar, kedua aspek harus selalu
berkaitan. Dengan begitu apapun yang dilakukan tidak terlepas dari tujuan
belajar yang sebenarnya karena aktivitas dan keduanya akan membuahkan
aktivitas belajar yang optimal.
b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian,
di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas.27 Oleh
sebab itu, banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di
sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat
seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional.
26 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Cet. II, h. 170.
27 Sardiman , Interaksi dan Motivasi..., h. 100.
26
Seorang guru harus mampu membedakan jenis-jenis aktivitas apa
yang dilakukan siswa serta menentukan aktivitas apa saja yang hendak
dicapai dalam tujuan pembelajaran. Diedrich membuat suatu daftar yang
berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan
sebagai berikut:28
1. Visual activities
Membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pendapat
orang lain.
2. Oral activities
Menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan
pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities
Mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities
Menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin.
5. Drawing activities
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, dan pola.
6. Motor activities
Melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,
bermain, berkebun, berternak.
7. Mental activities
Menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis,
melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
28 Sardiman, Interaksi dan Motivasi..., h. 101
27
8. Emotional activities
Minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani,
tenang, gugup.
Jadi dengan klarifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas,
menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi.
Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah,
tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-
benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal.
Sedangkan secara lebih sederhana, contoh berbagai aktivitas belajar
menurut Djamarah yaitu:29
1) Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang
yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan.
2) Memandang
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek.
Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena
dalam memandang itu mata yang memegang peranan penting.
3) Meraba, membau, mencicipi/mengecap.
Aktivitas meraba, membau, mencicipi adalah indra manusia
yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar.
4) Menulis atau mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak
terpisahkan dari aktivitas belajar.
29 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2002), Cet I, h. 38-45.
28
5) Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak
dilakukan selama belajar di sekolah.
6) Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi
Ikhtisar atau ringkasan memang dapat membantu dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk
masa-masa yang akan datang.
7) Mengamati tabel-tabel, diagaram-diagram dan bagan-bagan
Aktivitas mengamati tabel-tabel, diagaram-diagram dan bagan-
bagan jangan diabaikan untuk diamati, karena ada hal-hal
tertentu yang tidak termasuk dalam penjelasan melalui tulisan.
8) Menyusun paper atau kertas kerja
Dalam penyusunan paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus
metodologis dan sistematis.
9) Mengingat
Mengingat merupakan gejala psikologis. Perbuatan mengingat
dilakukan bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang
telah dipunyai.
10) Berpikir
Berpikir termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang
memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi
tahu tentang hubungan antara sesuatu.
11) Latihan atau praktek
Latihan merupakan cara yang baik untuk memperkuat ingatan.
Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih
29
fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat
mendukung belajar yang optimal.
Dari contoh-contoh aktivitas di atas, perlu diperhatikan bahwa
peserta didik belajar dengan gaya mereka masing-masing. Sehingga
kepekaan dan keahlian guru dalam menentukan strategi pembelajaran
sangat penting agar aktivitas belajar siswa dapat optimal. Prinsip
aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologis
bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan
(mendengar, melihat, dan sebagainya) sendiri dan pengalaman sendiri.
c. Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika
Aktivitas dalam pembelajaran matematika sangatlah penting.
Tanpa aktivitas siswa tidak akan belajar, karena belajar merupakan
bagian dari aktivitas.
Aktivitas banyak macamnya. Dalam penelitian ini, jenis-jenis
aktivitas yang dapat diukur penulis dalam pembelajaran matematika
antara lain:
a) Visual Activities
Visual activities yang akan diteliti oleh guru adalah sejauh
mana aktivitas siswa dalam membaca LKS dan sejauh mana siswa
memperhatikan guru pada saat menjelaskan materi dan pada saat
diskusi. Karena sebelum langkah-langkah Kepala Bernomor
Terstruktur dilakukan siswa diharuskan untuk membaca LKS yang
telah guru bagikan terlebih dahulu hal ini bertujuan agar siswa
lebih dapat memahami materi yang akan dipelajari. Begitupula
dengan aktivitas memperhatikan, siswa diharuskan memperhatikan
guru pada saat menjelaskan materi dan pada saat diskusi
berlangsung dengan teman kelompok maupun di luar kelompok.
30
b) Oral Activities
Oral activities yang akan diteliti oleh guru adalah sejauh mana
siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang materi yang tidak
dipahaminya dan mencari bantuan dalam memecahkan masalah,
serta sejauh mana siswa menanggapi siswa lain dalam melaporkan
hasil kerjanya sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
diskusi kelompok. Dari kedua aktivitas tersebut, guru dapat melihat
sejauh mana siswa dapat mengembangkan aktivitasnya dalam
mengajukan pertanyaan dan menanggapi hasil kerja kelompok lain
dalam belajar.
c) Writing Activities
Menurut Djamarah, ”menulis atau mencatat merupakan
kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar”.30 Mencatat
termasuk sebagai aktivitas belajar apabila dalam mencatat siswa
dapat menyadari kebutuhan dan tujuannya. Dalam tipe Kepala
Bernomor Terstruktur kegiatan mencatat dilakukan pada saat guru
menjelaskan materi di awal pertemuan.
d) Mental Activities
Mental activities yang diukur dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut
untuk dapat memecahkan masalah berupa soal yang diberikan oleh
guru dalam LKS. Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur menuntut siswa dapat memecahkan masalah yang
terdapat dalam LKS atau dari pertanyaan teman yang lain.
e) Emotional Activities
Minat dan antusias, jika siswa ada kemauan dalam mengikuti
pelajaran matematika dan sangat bersemangat ketika sedang
melaksanakan diskusi.
30 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi..., h. 40.
31
Senang, aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini,
jika siswa dalam mengikuti pelajaran dapat memberikan respon
yang baik atau sebaliknya. Dengan adanya Pembelajaran
Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat mengetahui
antusias siswa dan rasa senang siswa terhadap pembelajaran
matematika.
B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
1. Ciswandi, dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembelajaran Kooperatif
Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Siswa”, memberikan kesimpulan bahwa Pembelajaran
Kooperatif model SNH memberikan dampak positif terhadap hasil belajar
matematika siswa.31
2. Penelitian yang dilakukan oleh Reny Subarkah Jurusan Pendidikan
Matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program S1. Penelitian
tersebut berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”. Penelitian tersebut
dilakukan di SMP Nusantara Ciputat Tangerang Selatan. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata persentase aktivitas belajar siswa
meningkat, yaitu pada siklus I sebesar 36,6% menjadi 74,0% pada siklus
II.32
31 Ciswandi, “Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 62.
32 Reny Subarkah, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 100.
32
C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan
Belajar pada dasarnya merupakan suatu perubahan. Proses usaha aktif
seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju
arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar sering kali tidak mampu
mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku
sebagaimana yang diharapkan. Terutama pada mata pelajaran matematika. Hal itu
menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan
hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa untuk mencapai kesuksesan dalam belajar
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang mencapainya tanpa
kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan, sehingga
menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.
Siswa yang mempunyai kesulitan dalam belajar, biasanya lebih senang
mengobrol, mengganggu temannya dalam belajar, bahkan tidak memperhatikan
guru pada saat menerangkan pelajaran. Hal ini membuat siswa tidak dapat
mengikuti pelajaran matematika dengan baik.
Sistem pembelajaran di sekolah-sekolah kita kebanyakan menggunakan
model pembelajaran yang cenderung membuat siswa hanya diam menerima
informasi yang diberikan guru. Siswa tidak berperan banyak dalam model
pembelajaran seperti ini. Secara teori, siswa seharusnya dibuat aktif dalam
pembelajaran karena keaktifan siswa dalam belajar membuat kegiatan belajar
mengajar di kelas akan lebih efektif. Keaktifan yang dimaksud adalah
keingintahuan siswa terhadap materi yang disajikan, diimplementasikan dalam
bentuk pertanyaan dan kemauan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
diberikan pada saat pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran
yang tepat dan dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
Salah satu model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah
Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning. Pembelajaran Kooperatif
merupakan suatu pembelajaran yang berorientasi pada kerja kelompok, dengan
kata lain pada pembelajaran di kelas siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok
33
kecil. Namun Pembelajaran Kooperatif tidak sekedar kerja kelompok biasa.
Dalam Pembelajaran Kooperatif peran dan keaktifan siswa diutamakan. Siswa
diberi kesempatan untuk mengungkapkan pemikirannya dan kemudian
mengembangkan pemikirannya tersebut.
Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak tipe dan strategi, salah satunya
adalah Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered Heads Terstruktur. Tipe ini
modifikasi dari tipe Kepala Bernomor yang dipakai Spencer Kagan. Dengan tipe
ini siswa bisa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan saling
keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya.
Proses pembelajaran yang akan terjadi terdiri dari beberapa siklus. Pada
siklus I, siswa akan dibentuk menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri
atas empat orang siswa. Setiap siswa dalam setiap kelompok akan mendapatkan
nomor sesuai dengan tugas Kepala Bernomor Terstruktur. Pembagian anggota
kelompok dalam penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan tipe Kepala
Bernomor Terstruktur dilakukan secara heterogen, baik dari segi kemampuan
akademik maupun jenis kelamin. Dalam melaksanakan tugasnya, diharapkan
siswa dapat bekerja sama dan saling membantu sehingga tercipta interaksi yang
dinamis antara siswa dengan kelompok belajarnya serta siswa dapat mengeluarkan
ide-ide mereka dengan berbagi kepada teman sekelasnya. Jika pada siklus I target
yang diinginkan belum tercapai, maka peneliti akan melanjutkannya ke siklus II.
Tindakan yang akan dilakukan pada siklus II harus memiliki perbedaan
dengan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan tindakan pada siklus II
merupakan refleksi tindakan dari siklus I. Pada siklus II ini, peneliti harus lebih
memfokuskan lagi aktivitas apa yang harus ditingkatkan melalui refleksi tindakan
pada siklus I. Selain itu pada siklus II ini peneliti akan memberikan reward berupa
nilai tambah kepada kelompok siswa yang telah mengerjakan tugas LKS tepat
waktu dan nilai tambah bagi siswa yang aktif dalam menanggapi laporan
kelompok. Hal ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi lagi dalam belajar
matematika melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala
34
Bernomor Terstruktur. Jika pada siklus II ini target yang diinginkan belum
terpenuhi, maka penelitian ini akan dilanjutkan ke siklus III dengan tindakan
siklus II sebagai refleksinya. Tetapi jika pada siklus II ini target yang diinginkan
sudah tercapai, maka penelitian ini akan dihentikan dan berakhir pada siklus II.
Pada penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor
Terstruktur, setiap siswa akan diobservasi untuk diamati pada setiap aktivitas yang
dilakukannya di dalam kelas seperti aktivitas visual, aktivitas oral, aktivitas
menulis, aktivitas mental, dan aktivitas emosional. Dengan cara ini guru dapat
mengetahui aktivitas belajar apa yang dilakukan oleh masing-masing siswa.
Dengan cara ini juga setiap siswa dapat mengetahui bahwa dalam memahami
sesuatu banyak cara dan aktivitas yang dilakukannya. Dengan demikian, berarti
model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat
meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka peneliti mengajukan hipotesis
tindakan sebagai berikut: Diduga penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe
Kepala Bernomor Terstruktur pada pelajaran matematika dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa.