memoriasi sr lucia

Upload: selvi-yap

Post on 08-Jul-2015

160 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Memoir Suster Lucia

1

Edisi Pertama, Juli 2005 Cover depan : Suster Maria Lucia dari Yesus dan dari Hati Maria yang tak bernoda dalam kunjungan ke Loca do Cabeco (16 Mei 2000) Cover belakang: Basilika Fatima dengan potret kedua gembala cilik, setelah beatifikasi mereka pada 13 Mei 2000 ISBN: 972-8524-49-8

Memoir Suster Lucia

Disunting oleh Romo Luis Kondor, SVD Pengantar oleh Romo Joaquin M. Alonso, CMF (almarhum 1981) Diterjemahkan oleh T. Hermaya dan Felicianus Kanisius Sila

Secretariado dos Pastorinhos FATIMA, PORTUGAL

Imprimatur, Fatimae, Julii 2005 Seraphinus, Episc. Leir.-Fatimensis

4

PENGANTAR PENYUNTINGPenerbitan edisi ketiga belas jilid pertama Memoir Suster Lucia dalam bahasa Inggris sudah selesai, termasuk teks Apendiks III sebagaimana disajikan dalam edisi kesebelas. Pada keempat Memoir yang pertama, yang ditulis atas perintah Uskup Leiria, Jose Alves Correia da Silva, dan pada Apendiks I dan II, kisah-kisah tentang penampakan-penampakan di Pontevedra dan Tuy sebagai pemenuhan janji tanggal 13 Juli 1917: ... aku akan datang untuk minta Penyerahan Rusia kepada Hatiku Yang tak Ternoda dan Komuni Silih pada hari-hari Sabtu pertama sekarang digabung dengan teks dokumen penting yang berjudul Pesan dari Fatima, dengan bagian ketiga dari rahasia tersebut, yang oleh Paus Yohanes Paulus II diserahkan kepada Konggregasi Kudus untuk Pengajaran Iman dengan tugas mengumumkannya setelah mempersiapkan sebuah komentar yang memadai. Begitulah, dengan terbitnya bagian ketiga rahasia yang diterima dari Ibu Kita oleh ketiga gembala kecil tanggal 13 Juli 1917 (lihat Apendiks III), seluruh Pesan dari Fatima sekarang ini tercakup dalam jilid pertama ini. Keempat Memoir pertama ini, selain Penampakanpenampakan Malaikat dan Ibu Kita, melukiskan pula bagaimana Gembala-gembala kecil menjawab dengan berani permintaanpermintaan Bunda Maria, dan di situ mereka memperlihatkan kepada setiap orang, dan dengan cara istimewa kepada anak-anak, sebuah jalan yang pasti menuju kekudusan. Tulisan yang diberi judul Memoir Kelima (tentang ayahnya) dan Memoir Keenam (tentang ibunya) ditulis oleh Suster Lucia, di Biara Karmel Coimbra, diterbitkan dalam jilid tersendiri yakni Memoir Suster Lucia II. Beatifikasi Francisco dan Jacinta Marto (13 Mei 2000) menandai sebuah era baru bagi Gereja. Bapa, kepadaMu aku menyampaikan pujian, sebab Engkau telah mengungkapkan hal-hal ini kepada anak-anak yang paling hina. Sekarang ini pujian Yesus mengambil bentuk khidmad beatifikasi Gembala-gembala Kecil, Francisco dan Jacinta. Dengan upacara ini Gereja ingin menempatkan dua batang lilin di tempat lilin. Dua batang lilin yang telah dinyalakan Tuhan untuk menerangi5

umat manusia dalam masa-masa yang gelap dan cemas ini... Semoga pesan kehidupan mereka tetap hidup untuk menerangi jalan umat manusia (Kotbah Paus Yohanes Paulus II, di Fatima, pada Misa Beatifikasi). Isi dari Memoir-memoir ini menjadi alasan kuat untuk usaha besar yang digunakan dalam mempersiapkan edisi baru ini. Atas izin yang murah hati dari Uskup Leiria-Fatima, Serafim de Sousa Ferreira e Silva, kami telah menggunakan naskah-naskah asli empat Memoir pertama. Kami juga menggunakan karya biarawan Claresian, Pater Dr. Joaquin Maria Alonso, (wafat 1981) dan kami mengandalkan bantuan Pater Dr. Luciano Cristino, Direktur dari Pusat Studi dan Difusi Basilik Fatima. Dengan ini, kami menyampaikan ungkapan terima kasih atas bantuan mereka yang berharga, atas nama kami dan semua pembaca jilid ini. Demikianlah, dalam edisi baru ini, kepada Anda para pembaca yang budiman, disampaikan kepastian kata-kata Suster Lucia sejauh mungkin, meskipun telah dikoreksi tulisannya dan penyajiannya dalam dialog-dialog, dengan harapan agar kata-kata itu merasuki lubuk hati Anda dan berakar dalam ketaatan yang penuh semangat terhadap Roh Kudus. Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan atas rahmat bahwa sekarang di tangan kami tersedia karya lengkap tentang Pesan dari Fatima, yang akan begitu banyak menolong mengetahui dan mencintai semakin lama semakin hebat Bunda Allah yang kudus dan Bunda kami juga.

Romo Luis Kondor, SVD Wakil Postulator bagi alasan-alasan kanonisasi Beato Francisco dan Beata Jacinta.

6

PENGANTAR MEMOIR-MEMOIR SUSTER LUCIAMenjelang pengantar yang sesungguhnya untuk seluruh penerbitan Memoir-Memoir, pembaca kiranya akan menyambut baik sebuah penyajian pendek tentang maksud-maksud kami, batas-batas yang telah kami tentukan untuk kami sendiri, dan prosedur kerja yang kami tempuh. Edisi Memoir-Memoir Suster Lucia ini adalah terjemahan sejati dan setia atas teks Portugis surat-surat asli yang disimpan di arsip Keuskupan di Leiria. Kami berhutang budi kepada Yang Mulia Bapa Uskup Dom Serafim Ferreira e Silva, atas izinnya untuk menerbitkan naskah itu. Terbitan ini tentu saja bukanlah edisi kritis dalam arti sempit. Kami menerjemahkan teks-teks asli, dan mengungkapkan kembali kata-kata penulisnya sendiri, dengan setiap ketepatan dan keandalan yang mungkin. Edisi final dan kritis sedang diterbitkan dalam bahasa Portugis sebagai karya mendetail. Karya yang sekarang ini, oleh karenanya, adalah edisi populer dan sederhana atas sebuah teks yang berharga, yang akan mengagetkan dunia. Kami tidak menyebutnya populer agar dibebaskan dari tuntutan-tuntutan kritik sastra, meskipun kami tidak ingin memenuhi semua tuntutan itu di sini; misalnya, tidaklah perlu untuk menarik perhatian para pembaca kami ke semua rujukan dan sumber-sumber yang mendukung pernyataan-pernyataan kami. Mereka boleh tetap yakin bahwa dalam pengantar dan dalam catatan-catatan, kami tidak akan membuat satu pernyataan pun yang tak kami dukung dengan bukti dalam edisi kritis yang kami harap akan terbit tak lama lagi. Tetapi karya populer semacam itu, bagaimana pun, tentulah memiliki sejumlah pembatasan. Tidaklah perlu memperbanyak rujukan dan catatan. Agar supaya para pembaca dapat memahami teksnya tanpa kesulitan, kami menyajikan keterangan-keterangan yang perlu di mana kami merasa bahwa pilihan kata-kata atau alur gagasan si penulis memerlukan keterangan. Ini pun merupakan landasan prosedur kerja kami. Kami merasa tak perlu menyunting teks seperti teksnya Lucia itu yang pada dirinya sendiri luarbiasa jernih dan lugu tanpa membuat pembagian-pembagian wajar yang berasal dari teksnya itu sendiri. Oleh karena itu, kami telah membagi Memoir-Memoir menjadi seksi-seksi, bab-bab dan alinea-alinea, sebagaimana disarankan oleh teksnya sendiri atau struktur pemikirannya. Untuk menjelaskan kepada7

para pembaca bahwa judul-judul itu telah dipilih oleh kami dan bukan oleh Suster Lucia, kami telah menulisnya dengan huruf miring. Dengan cara ini kami harap memberi pembaca jeda singkat di mana penggambaran-penggambarannya panjang, dan bahwa judul-judul itu sekaligus akan mempersiapkan pikiran bagi isi apa yang akan datang. Catatan-catatan pada akhir bab yang bersangkutan dimaksudkan untuk membantu pembaca guna mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu, misalnya menjelaskan berbagai keadaan yang tampaknya aneh pertama kali, atau pokok-pokok lain yang tanpa penjelasan tersebut segi-segi tertentu teks asli tak mungkin dipahami. Pertama-tama, kami menyajikan sebuah biografi singkat tentang Suster Lucia, diikuti oleh sebuah deskripsi kemampuan-kemampuan sasteranya, dan akhirnya sebuah pengantar umum bagi MemoirMemoirnya.

BIOGRAFI PENDEK SUSTER LUCIAPada tanggal 30 Maret 1907, seorang bayi perempuan bernama Lucia, telah dipermandikan. Ia lahir di Aljustrel ... pada tanggal 22 Maret tahun yang sama, pada jam tujuh malam. Inilah rumusan kata-kata yang terlihat di Buku Permandian Paroki. Orangtuanya adalah Antonio dos Santos dan Maria Rosa, penduduk Aljustrel, sebuah desa yang tergolong paroki Fatima. Sebagai anak bungsu tujuh bersaudara, enam gadis dan satu lakilaki, Lucia menjadi kesayangan keluarga dan dikelilingi kasih dari awal masa kanak-kanaknya. Meskipun keluarga itu menghadapi banyak kesulitan dan nasib malang, ibu Lucia menanggung semuanya itu dengan semangat Kristiani yang pantas dicontoh. Pada usia enam tahun, Lucia menerima Komuni pertamanya, kisahnya akan menggerakkan para pembaca kami ke arah kegembiraan dan kekaguman. Keadaan keluarga memaksanya untuk memulai kehidupan langung sebagai gembala. Pertama-tama di tahun 1915, temantemannya adalah gadis-gadis dan anak-anak laki-laki Aljustrel dan sekitarnya. Sejak 1917, sepupunya Jacinta dan Francisco Marto menjadi teman-temannya. Itulah tahun di mana Perawan Suci tampak. Lucia mempunyai peran istimewa selama penampakan-penampakan itu, sebab penampakan itu hanya berbicara kepadanya saja, dan memberinya pesan yang hanya boleh diungkapkan di masa depan. Ia hidup dan menderita, bersama Francisco dan Jacinta, akibat8

penampakan-penampakan itu. Dia sajalah yang masih hidup di dunia untuk jangka yang lebih lama, guna memenuhi tugasnya. Perawan Suci benar-benar memintanya untuk belajar membaca ... Tetapi ia mulai bersekolah hanya setelah penampakan-penampakan itu; tetapi dengan bakat-bakat dan ingatannya yang bagus ia belajar membaca dan menulis dengan amat cepat. Tentu saja segera setelah penampakan-penampakan itu usai, Lucia menemukan dirinya dalam kedudukan seorang visioner (nabi), dengan semua bahaya yang timbul dari situ. Oleh karena itu harus dilakukan sesuatu untuknya. Salah satu minat pertama Uskup baru dari Keuskupan Leiria yang didirikan kembali adalah pendidikan Lucia; Uskup mencoba menjauhkan Lucia dari bahaya-bahaya yang mengancamnya di sebuah atmosfir yang begitu dirasuki dengan halhal ajaib. Pada pagi tanggal 17 Juni 1921, Lucia masuk Kolese para Suster St. Dorotea di Vilar, yang sekarang merupakan bagian dari kota Porto. Kami menyampaikan gambaran bagaimana penampilannya harihari itu yang, secara sambil lalu sesuai sekali dengan foto-foto yang telah terkenal: Kepala tinggi dan lebar; mata besar warna coklat dan hidup; alis tipis; hidung pesek, mulut lebar, bibir tebal, dagu bulat. Wajah itu memancarkan sesuatu yang adikodrati. Rambutnya lembut dan warna terang; badannya kurus, tetapi tinggi untuk usianya; 13 tahun enam bulan. Ciri-ciri kuat, tetapi wajahnya menye-nangkan. Periang, cerdas, tetapi rendah hati dan tanpa pura-pura. Tangannya ukuran biasa, dibuat kasar karena pekerjaan. Sebagai gadis muda umur 14 tahun dan tiga bulan, Lucia memasuki Kolese Porto, dan di situ ia menerima pendidikan moral dan keagamaan yang unggul. Tetapi pendidikan sekolahnya agak kurang memadai, karena pendidikan tersebut hampir-hampir tak lebih daripada tingkat dasar. Dari awal, ia amat terlatih dalam hal pekerjaan mengurus rumah tangga. Namun, dengan kemampuannya yang besar, dan ingatannya yang bagus, ketekunannya dan perilakunya yang serius, gadis muda ini berhasil memperoleh pendidikannya yang cukup lengkap. Bahkan sebelum ia masuk Kolese itu, Lucia sudah merasa tertarik untuk mengabdikan dirinya kepada Allah dengan hidup membiara. Tetapi kehidupan yang amat saleh di Kolese itu membuatnya berpikir lebih keras, dan gagasannya yang pertama adalah pergi ke para Karmelit.... Tetapi suri teladan guru-gurunya dan rasa terima kasihnya kepada mereka membuatnya untuk memutuskan masuk ke Institut St. Dorothy. Novisiat Portugis pada waktu itu, 1921 1925, berada di Tuy, ke situlah Lucia masuk pada tanggal 24 Oktober 1925, pada usia 189

tahun. Semula ia pergi ke biara di Pontevedra, di situ ia menghabiskan beberapa bulan sebagai postulan. Biara ini terletak di jalan samping yang dikenal sebagai Travesia de Isabel II, dan di sini ia tinggal dari 25 Oktober 1925 hingga 20 Juli 1926. Kemudian ia pergi ke Rumah Novisiat Tuy untuk menyelesaikan postulatnya, dan memulai novisiatnya dengan penerimaan jubah tanggal 2 Oktober 1926. Setelah dua tahun, ia mengucapkan kaul pada tanggal 3 Oktober 1928. ia tinggal di rumah yang sama, tetapi bersama para suster profes (telah kaul kekal), sampai ia mengucapkan kaul kekalnya pada tanggal 3 Oktober 1934. Beberapa hari sesudahnya, ia pindah ke Biara Pontevedra dan baru kembali ke Tuy pada bulan Mei 1937, di mana ia tinggal sampai ia dikirim ke Portugal pada akhir Mei 1946. Setelah kunjungan beberapa hari ke Cova da Iria dan Aljustrel, tempat ia mengidentifikasi tempat-tempat penampakan-penampakan, Suster Lucia ditugasi ke rumah di Sardao di Vila Nova de Gaia dekat Porto. Dan akhirnya, ketika muncul kembali keinginannya yang telah lama untuk hidup dalam kesunyian dan kesendirian, ia menerima izin, berkat kebaikan Paus Pius XII, untuk pindah ke Para Karmelit Tak Berkasut, tempat ia bergabung pada tanggal 25 Maret 1948. Dan di situ, sejak saat itu, ia menjalani kehidupan doa dan laku tapa. Suster Maria Lucia dari Hati Tak Ternoda meninggal dunia pada tanggal 13 Februari 2005 sedikit waktu sebelum mencapai usia 98 tahun.

CIRI-CIRI SASTERA LUCIAMenyangkut segala sesuatu yang ditulis mengenai Fatima, orang mau-tak-mau setuju dengan apa yang secara penuh semangat ditulis oleh penulis Portugis Antero de Figueiredo tentang bukunya sendiri: Tetapi cahaya, cahaya menakjubkan dari buku ini, mempunyai asalusulnya dalam jiwa murni, mendalam dan luarbiasa sederhana milik si pelihat, Lucia dari Yesus. Pertama-tama marilah kita sebutkan bahwa naskah-naskah Lucia itu memang mengungkapkan kekurangan tertentu dalam pendidikan sastra. Tetapi, bakat-bakat alam Lucia yang besar telah mengimbangi apa yang dengan cara lain akan merupakan kekurangan yang hampir-hampir tak dapat diperbaiki. Ia mengakui lebih dari satu kali dan cukup terbuka betapa ia itu tidak mampu dan kurang pantas. Mengutip kata-katanya sendiri, ia berkata: Bahkan tulisan tanganku hampir-hampir tidak layak. Apa pun kekurangannya, kekurangan tersebut tidak menghambat susunan kalimatnya yang jelas10

dan tegas; terkadang sungguh-sungguh, ia menulis dengan gaya yang anggun dan luhur. Ciri-ciri gaya sastranya boleh diringkaskan sebagai berikut: ketepatan dan kejelasan gagasan; perasaan halus dan dalam; khayalannya hidup dan rasa humornya benar-benar artistik, memberi kehangatan pada kisahnya; ironi peka yang tak pernah melukai hati; ingatan luar biasa menyangkut detail-detail dan keadaan-keadaan yang terkait. Dialog-dialog Lucia itu mengalir keluar seolah-olah orangorangnya sendiri hadir. Dalam imajinasinya, ia melihat pemandangan seolah-olah pemandangan itu berada di depan matanya. Ia melukiskan Jacinta dan Francisco, bapa-bapa pengakuannya dan orang-orang lain dengan kata-kata yang mengungkapkan pemahaman kejiwaan yang luarbiasa. Ia sepenuhnya sadar akan penyimpanganpenyimpangannya, dan senantiasa kembali dengan keterampilan besar ke titik awalnya. Dalam segi tertentu, gayanya itu terkadang dipengaruhi oleh bacaan biara yang agak berbunga-bunga, tetapi sifat alamiahnya, keceriaannya dan kegembiraannya senantiasa menang. Siapa yang dapat melupakan malam itu ketika ia mengucapkan selamat tinggal kepada tempat-tempat tercinta di mana terjadi penampakan-penampakan, pada malam sebelum ia berangkat ke Porto? Siapa yang tak dapat mengagumi cara anggun yang digunakannya untuk melukiskan sepatu seorang Kanon tertentu dengan gesper-gesper peraknya? Siapa yang tidak terkagum-kagum bagaimana dengan mudahnya ia merekam Nyanyian Pegunungan? Sejak dari awalnya, Lucia pandai mengungkapkan apa yang ingin dikatakannya, dan ia mengatakannya dengan caranya sendiri. Karena dibantu oleh imajinasinya yang hidup, ia berhasil menuliskan apa yang ingin ditulisnya, dan bahkan bila untuk sementara waktu pekerjaan rumah tangga memecah perhatiannya, ia melanjutkan tulisannya tanpa menyela sebuah kisah yang koheren atau logika permenunganpermenungannya. Sesuatu semacam itu tak akan mungkin tanpa sikap mental yang hebat. Memang benar bahwa Lucia merasa terilhami untuk menulis, sebagaimana sering dikatakannya ... Keyakinannya bahwa ia dapat merasakan kehadiran Ilahi ketika menulis tidak harus diartikan dalam arti sempit kata ilham, yakni sifat kenabian, sebagaimana kritikus yang amat tajam melukiskannya. Ia merasa bahwa dalam menulis dia ditolong oleh Tuhan. Namun pembacaan seksama atas karyanya membuat seseorang segera mengenali bahwa Lucia tidak bermaksud11

menggunakan kata-kata itu dalam arti sepenuhnya. Ia sendiri memberi kita sebuah jawaban tegas dengan berkata: Kata terilhami menunjukkan bahwa ada sebuah rangsangan mental terhadap tindakan-tindakan kita. Oleh karena itu, masalahnya bukanlah sifat tak dapat keliru sebagaimana diterapkan pada Kitab Suci. Lucia dapat terkecoh dalam penafsiran mistis tentang pengalaman-egnalamannya, sebab amat sulitnya interpretasi-interpretasi semacam itu. Terkadang, ia sendiri ragu-ragu mengenai apakah yang berbicara kepadanya itu Tuhan; pada waktu lainnya, ia mengaku bahwa kiranya mustahil mengetahui sesuatu yang telah dialaminya melalui rahmat mistik. Kritik cerdas akan menemukan sejumlah kekeliruan tanggal, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan sekitar. Bahkan bila ia meyakinkan kita pada saatsaat kritis bahwa dia benar-benar menyampaikan kepada kita ipsissima verba (kata-katanya sendiri),artinya kata-kata Sang Perawan Suci sendiri, ini sebetulnya tak berarti apa-apa selain daripada usahanya bersikap sejujur mungkin. Apa yang senantiasa terasa diyakini Lucia dan dia mengatakannya demikian adalah makna kata-katanya. Sejauh menyangkut tanggal-tanggal, ketidakpastian Lucia itu sudah dikenal baik; misalnya, dia, Francisco dan Jacinta, karena kanak-kanak, tak mampu menghitung hari atau bulan, apalagi tahun-tahun. Jadi Lucia tidak mempunyai ingatan tentang tanggal-tanggal di mana malaikat menampakkan diri; ia hanya dapat mengingat tanggal-tanggal itu secara kira-kira berdasarkan musim-musim, yang membuat kesan kuat pada anak-anak kecil pegunungan ini. Alasan utama bagi segi lemah ingatannya itu tentulah dapat ditemukan dalam ciri realistis ingataningatan Lucia, yang senantiasa diarahkan kepada yang pokok-pokok. Selain itu, pembaca kenang-kenangan Lucia tidak boleh melupakan sebuah prinsip utama menyangkut penafsiran pesan-pesan itu, yang diterima para mistikus dalam kaitannya dengan pengalamanpengalaman adikodrati mereka: masalahnya senantiasa soal penafsiran, dan ini tidak dengan begitu saja berarti bahwa segala sesuatu yang dikatakan mistikus-mistikus ini, secara kata-demi-kata sama dengan Pesan-Pesan Ilahi. Tetapi ini tidaklah menyiratkan bahwa orang hanya harus percaya pada apa yang alamiah belaka dalam gejala-gejala luarbiasa yang dialami Lucia. Kami ingin mengutarakan satu kesulitan terakhir, agar pembaca akan lebih siap untuk membaca teks-teks indah ini. Orang harus membedakan antara sebuah Pesan dari Surga sebagaimana disajikan12

kepada kita oleh Suster Lucia, dan permenungan atas pesan itu atau penafsiran atas pesan itu yang diberikan oleh Lucia. Dalam kesulitan-kesulitan yang melekat pada penafsiran mistis, yang terdahulu itu memberi kita jaminan kesetiaan lebih besar daripada yang terakhir. Bila Tuhan telah memberikan tanda-tanda yang sebegitu jelas, untuk mengungkapkan kehadiranNya dalam peristiwa-peristiwa di Fatima, maka orang boleh merasa terjamin bahwa Tuhan juga campurtangan dengan cara istimewa, agar pesanNya, yang dikirimkan lewat Maria, akan disampaikan secara utuh oleh para pelihat kecil yang telah dipilih untuk maksud ini. Sebagaimana kami tegaskan bahwa Tuhan telah menyampaikan sebuah pesan penyelamatan kepada GerejaNya, kita pun harus pula menerima bahwa Dia telah pula menganugerahi GerejaNya dengan karisma Kebenaran untuk menyampaikan pesan ini kepada kita tanpa salah. Kita sering mengamati Lucia memikirkan kata-kata dan peristiwa-peristiwa ... dengan begitu Lucia merupakan seorang penafsir istimewa, tetapi hanya dan senantiasa seorang penafsir saja. Oleh karena itu, dalam segi ini, kata-kata Suster Lucia tak harus memiiki bantuan khusus yang kami klaim bagi kasus yang disebut pertama.

JENIS SASTRA YANG DISEBUT KENANG-KENANGANKami menyebut naskah-naskah yang kami taruh di hadapan pembaca itu kenang-kenangan, sebab naskah-naskah itu sungguh paling mirip dengan jenis sastra ini, bahkan bila terkadang tampak seperti surat-surat atau otobiografi. Semenjak awal Suster Lucia tidak memiliki ambisi literer dalam menuliskan dokumen-dokumen mengagumkan ini. Ia menulis karena ia diminta untuk melakukannya. Kita boleh yakin bahwa ia tak pernah menulis apa pun atas kemauannya sendiri. Itu tidaklah berarti bahwa, dalam perjalanan karyanya, ia tidak kadang-kadang terbawa oleh peristiwa-peristiwa yang disebutkannya, atau oleh kesan bahwa ia sungguh menciptakan sastera. Tetapi sastra ini selalu jelas dan spontan, dan muncullah sebuah gaya anggun tanpa usaha atau niat di pihaknya. Suter Lucia samasekali tidak peduli tentang jenis sastra yang ditulisnya, dan ia tak mempunyai gagasan samasekali bahwa katakata kenang-kenangan itu dapat berarti sesuatu yang lain daripada ingatan. Satu kali ia menyebutkan bahwa ia tidak tahu bagaimana melaksanakan perintah yang telah diterimanya untuk memberikan kisah hidup Jacinta, dan oleh karena itu dengan cukup wajar ia berpaling13

kepada Bapa Uskup seolah-olah Lucia sedang menceritakan kepadanya sebuah kisah berdasarkan ingatan-ingatan Lucia sendiri. Oleh karena itu, naskah-naskah yang ditujukan kepada Uskup Leiria ini tidak boleh dianggap sebagai surat panjang. Prosedur ini sekadar fiksi, sebuah prosedur literer dalam hal ini, untuk keluar dari kesulitan tadi. Apa yang sebenarnya dikehendaki Lucia adalah menuliskan kenangan-kenangannya, dan demi alasan itu naskah tadi disebut kenang-kenangan, sebab ini betul-betul sebuah jenis sastra di mana penulisnya ingin menyampaikan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan dirinya dan orang-orang lain, dengan pengalamannya sendiri atau pengalaman orang-orang lain. Tetapi naskah-naskah ini samasekali tak dapat disebut biografi atau otobiografi dalam arti sempit istilah itu. Lucia tidak bermaksud dan tak mungkin berniat memberi kita entah biografi Jacinta atau Francisco, atau biografinya sendiri. Masalahnya adalah sekadar sejumlah kenangan yang berkaitan dengan fakta-fakta pokok dalam kehidupan Jacinta dan Francisco dan tentu saja kehidupan Lucia sendiri, meskipun bukan maksud Lucia untuk terpaku pada dirinya sendiri. Biografi dan otobiografi, bagaimanapun, berbeda dengan kenangkenangan, sejauh yang terakhir ini tidak ingin menyampaikan lebih daripada sekadar kenang-kenangan. Jenis-jenis sastra yang terdahulu itu bertujuan ke arah sesuatu yang lebih lengkap dan sistematis, dan didasarkan bukan pada ingatan-ingatan belaka, melainkan pada analisis dokumen-dokumen. Namun dalam karyanya Lucia hanya perlu menoleh ke belakang dan menuliskan ingatan-ingatannya! Karena ingatan-ingatan itu menyangkut kehidupan Francisco dan Jacinta, kenangan-kenangan tersebut mau tak mau menyangkut kehidupannya sendiri pula. Di lain pihak, segala sesuatu yang terkait dengan penampakan-penampakan Bunda Maria tak lagi dilihat sebagai kenangan belaka, melainkan sebagai sebuah kehadiran yang dicapkan pada jiwanya seolah-olah dengan api. Ia sendiri mengutarakan kepada kita bahwa hal-hal ini tinggal tercetak dalam jiwanya sedemikian rupa sehingga ia tak mungkin melupakannya. Oleh karena itu kenang-kenangan Suster Lucia ini agak mirip dengan membaca ulang prasasti-prasasti yang untuk selamanya tertera di bagian terdalam jiwa penulisnya. Tampaknya ia melihat bukannya mengingat. Lancarnya ingatan Lucia sungguh hebat sehingga ia hanya tinggal membaca, seolah-olah, dari jiwanya.

14

TEMA MEMOIR-MEMOIRDalam setiap pengantar untuk setiap Memoir kami mengembangkan tema sentral yang disebutnya itu menjadi detail-detail. Tetapi kami merasa perlu mengatakan di sini bahwa salah satu maksud utama buku Fatima dalam kata-kata Lucia sendiri ialah membuat kisah hidup Beato Francisco dan Beata Jacinta itu lebih dikenal dan menonjolkan keutamaan-keutamaan mereka untuk dicontoh. Tak ada keraguan bahwa sejak awal, keterusterangan dan keramahan alamiah saudara dan saudari kecil itu menarik kita. Dan karena kami berpendapat bahwa ini barangkali merupakan langkah pertama untuk mendapatkan rasa cinta yang lebih besar dan sampai ke tingkat untuk meniru mereka, kami akan merekam deskripsi historis pertama, yang kami yakini ada tentang mereka. Kami merujuk kepada surat terkenal Dr. Carlos de Azevedo Mendes kepada pacarnya, di situ ia memberikan kesannya tentang sebuah kunjungan ke Aljustrel dan Cova da Iria pada tanggal 7 September 1917. Ia melukiskan Jacinta dan bagaimana Jacinta mengesan padanya: Jacinta, kecil dan amat malu-malu, lambat laun datang mendekati saya. Saya mendudukkannya di atas sebuah kotak dan saya duduk di dekatnya. Kemudian saya mengamatinya dengan amat seksama. Saya menjamin Anda bahwa dia adalah seorang malaikat. Sehelai skarf merah kembang-kembang, dengan dua ujungnya diikat ke belakang, menutup kepalanya. Kerudung itu sudah usang dan sobek. Ia mengenakan baju luar kecil yang tidak terlalu bersih, dan sebuah rok amat lebar berwarna merah yang digunakan di wilayah itu. Begitulah pakaian malaikat kita itu. Saya ingin melukiskan wajahnya, tetapi saya merasa saya hanya akan mampu memberi sebuah gambaran amat kasar. Kerudung kepala sebagaimana dikenakannya menekankan ciricirinya. Ia memiliki mata hitam yang amat menarik, sebuah ungkapan malaikat dan kebaikan hati yang menawan; seluruh penampilannya menakjubkan dan saya tak dapat menunjuk persis apa yang menarik kami. Ia amat pemalu dan kami kesulitan mendengarkan sedikit katakata yang diucapkannya sebagai jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan saya. Setelah menghabiskan beberapa waktu berbicara dan bermain dengan dia, Francisco tiba. Jacinta mulai merasa percaya diri. Tak lama kemudian muncul Lucia. Engkau tak dapat membayangkan kegembiraan Jacinta ketika melihatnya. Ini merupakan adegan yang amat indah ...15

Bukti yang lebih pendek dari Kanon Formigao, amat sesuai dengan yang di atas: Ia disebut Jacinta de Jesus dan umurnya tujuh tahun ... Tinggi untuk usianya, sedikit kurus tetapi toh orang tak akan menyebutnya kurus, ciri-ciri tubuhnya seimbang, wajahnya agak coklat, berpakaian sederhana, roknya langsung sampai ke tumit, penampilannya adalah penampilan anak sehat, samasekali normal baik jasmaniah maupun akhlaknya. Karena terkejut oleh kehadiran orangorang yang tak dikenalnya, yang menyertai saya, dan tak diharapkannya hadir, semula ia amat malu-malu dan menjawab dengan sepatah-sepatah, dan dengan nada suara yang hampir tak terdengar, terhadap pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan kepadanya. Dr. Carlos Mendez mengatakan sedikit saja tentang Francisco, namun gambaran yang diberikannya lengkap dan kuat: ... Francisco datang. Topi stocking yang ditekan jauh ke bawah, jaket yang amat pendek, kaosnya mengintip di bawah bajunya, celana panjang ketat, sungguh seperti pria kecil. Seorang pemuda yang ganteng. Pandangan cerah dan wajah nakal. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan cara terus terang. Dua puluh hari kemudian, pada tanggal 27 September, Kanon Formigao juga pergi mewawancarai anak-anak itu di Aljustrel. Pertamatama ia mewawancarai Francisco. Untuk saat ini konteks jawabanjawabannya tidaklah penting, tetapi kesan-kesan imam yang terpelajar dan saleh berikut ini menjadi perhatian kita. Seorang anak laki-laki umur sembilan tahun masuk ke ruangan di mana kami berada, tanpa ragu-ragu, sambil tetap mengenakan topinya, tentu karena ia tidak ingat bahwa ia harus melepasnya. Saya mempersilahkannya untuk duduk di samping saya. Ia segera menurut dan tidak memperlihatkan rasa keberatan. Dua ringkasan dari dokumen-dokumen asli dan benar memperlihatkan kepada kita bahwa Francisco sebelum dan selama waktu penampakan-penampakan Bunda Maria, adalah anak gembala yang gembira, periang dan terus terang, seorang pemuda gunung sejati tanpa masalah, cacat moral atau kompleks kejiwaan apa pun.

16

Harian O Seculo, terbitan 15-10-1917, untuk pertama kalinya memuat foto gembala-gembala kecil sambil menyiarkan berita tentang Keajaiban Matahari ke seluruh negeri 17

Francisco (9), Lucia (10) dan Jacinta (7) dekat pohon holmoak kecil tempat Bunda Maria menampakkan diri mulai tanggal 13 Mei hingga Oktober 1917.

Kapel kecil yang dibangun tahun 1918, persis di tempat penampakanpenampakan berlangsung.

Patung yang sejak 13 Juni 1920 dihormati di Kapel Penampakan. Patung itu dimahkotai dengan meriah pada tanggal 13 Mei 1946 oleh Kardinal Masella, dan yang tertanam di dalam mahkota itu adalah peluru yang ditemukan dalam mobil Bapa Suci setelah serangan tanggal 13 Mei 1981.

Ketiga gembala kecil di depan plengkungan yang didirikan di tempat penampakan-penampakan bagi tanggal 13 Oktober 1917.

Jendela di Vila Nova de Ourem tempat para gembala kecil ditahan tanggal 13 Agustus 1917.

Kapel yang dibangun di tempat penampakan di Valinhos.

Jalan Salib Hungaria yang dibangun pada jalur para gembala kecil menghubungkan Cova da Iria dengan tempat-tempat penampakan lain dan dengan Aljustrel, tempat lahir ketiga pelihat.

Rumah orangtua Lucia.

Rumah tempat Francisco dan Jacinta lahir dan tempat Francisco wafat.

Maria Rosa (1869 1942), ibu Lucia, dengan berbagai anggota keluarga dan teman-teman.

Orangtua, saudara-saudari Jacinta dan Francisco. Ayah, Manuel Pedro Marto (wafat 1957) dan ibunya, Olimpia de Jesus (wafat 1956).

Gereja Paroki Fatima pada waktu penampakan-penampakan.

Jambangan pembaptisan di Gereja Fatima, tempat ketiga pelihat itu dipermandikan.

Patung Bunda Rosario di Gereja Paroki Fatima.

Para gembala kecil di bawah salib halaman Gereja Paroki.

Romo Manuel Marques Ferreira, pastor paroki Fatima dari 1914 hingga 1919.

Romo Faustino J. Jacinto Ferreira, pastor paroki Olival.

Kanon Manuel Nunes Formigao yang melakukan banyak wawancara dengan gembala-gembala kecil dalam tahun 1917.

Romo Cruz yang mendengarkan pengakuan dosa Lucia yang pertama.

Ketiga gembala kecil di kebun rumah Francisco dan Jacinta.

Lucia dan Jacinta di Reixida (September 1917).

Francisco

Loca do Cabeco

Sumur di tanah milik orangtua Lucia tempat berlangsungnya penampakan Malaikat yang kedua.

Monumen yang menggambarkan penampakan Malaikat yang ketiga di Loca do Cabeco.

Monumen yang memperingati penampakan Malaikat yang kedua di sumur kebun milik Lucia.

Kamar Lucia di Pontevedra tempat Bunda Maria meminta Komuni Silih pada Sabtu-Sabtu pertama tanggal 10 Desember 1920.

Kamar Lucia di Pontevedra sekarang diubah menjadi kapel.

Biara Dorotea di Tuy tempat Bunda Maria meminta penyerahan Rusia pada tanggal 13 Juni 1929.

Sebuah lukisan penampakan Tritunggal Kudus dan Bunda kita.

Untuk memenuhi permintaan Bunda Maria, Pius XII mempersembahkan seluruh umat manusia kepada Hati Maria yang tak bernada, pada tanggal 31 Oktober 1942.

Di Roma, di depan patung Bunda kita dari Fatima, Paus Yohanes Paulus II dengan semua uskup gereja, memperbaharui penyerahan seluruh dunia dan Rusia (25 Maret 1984).

D. Jose Alves Correia da Silva, Uskup Leiria, menerima teks rahasia bagian ketiga. Pada tahun 1957 teks itu dikirim ke Roma kepada Konggregasi Kudus. Kardinal Sodano mengungkapkan bagian ketiga rahasia itu pada tanggal 13 Mei 2000 di Fatima.

Lukisan yang mengilustrasikan bagian ketiga rahasia tersebut (J. Gil).

Lukisan yang mengilustrasikan penampakan tanggal 13 Juni 1917 (Sr. M. Conceicao, OCD)

Jenazah Jacinta yang tidak rusak pada waktu petinya dibuka tanggal 12 September 1935.

Identifikasi kanonik atas sisa jenasah Francisco pada tanggal 17 Februari 1952.

Setelah beatifikasi Francisco dan Jacinta, Yohanes Paulus II mengunjungi makam para Beato-Beata baru.

Saat khidmat beatifikasi Francisco dan Jacinta pada tanggal 13 Mei 2000.

Paus Yohanes Paulus II dengan Suster Lucia (13 Mei 2000). Pada saat beatifikasi, kerumunan umat yang luarbiasa besar dengan hangat menyoraki para Beato-Beata baru.

Biara Karmel di Coimbra tempat Lucia tinggal sejak 25 Maret 1948 sampai 13 Februari 2005. Patung Hati Bunda Maria yang tak ternoda di biara Karmel, Coimbra.

Lucia sedang mengunjungi rumah keluarganya dan tempat-tempat penampakan pada tanggal 16 Mei 2000.

32

MEMOIR PERTAMAPENGANTARIni tentulah bukan naskah pertama yang kita miliki dari pena Suster Lucia, tetapi ini adalah dokumen panjang pertama yang ditulisnya. Sebelumnya, kita memiliki surat-surat, banyak surat sebetulnya, interogasi-interogasi, laporan-laporan dan seterusnya; tetapi sekarang kita memiliki sebuah dokumen panjang dan penting di depan kita. Andaikata Lucia tidak menuliskannya atas kemauannya sendiri, lalu bagaimana itu dapat selesai? Pada tanggal 12 September 1935, sisa-sisa jenazah Jacinta diambil dari Vila Nova de Ourem ke makam Fatima. Pada kesempatan ini banyak foto diambil atas jenazah itu, beberapa diantaranya dikirim oleh Uskup kepada Suster Lucia, yang pada waktu itu berada di biara Pontevedra. Pada tanggal 17 November 1935, Lucia, ketika menulis ucapan terimakasihnya, antara lain berkata: Terima kasih banyak atas foto-fotonya. Saya tak pernah dapat mengungkapkan betapa saya menghargainya, terutama foto-foto Jacinta. Saya merasa seperti mengurai bungkusbungkus untuk melihat dia seluruhnya... Saya begitu terpesona! Kegembiraan saya ketika melihat teman terdekat masa kanak-kanak saya sekali lagi amatlah besar. Saya sangat menghargai harapan bahwa Tuhan, demi kemuliaan Perawan Tersuci, semoga menganugerahkan kepadanya mahkota kekudusan. Ia hanyalah kanakkanak hanya dalam tahun. Sedangkan mengenai lain-lainnya, ia sudah tahu bagaimana menjadi saleh, dan bagaimana memperlihatkan cintanya kepada Tuhan dan Perawan Suci melalui pengorbanan ... Kenang-kenangan amat hidup tentang sepupunya yang kecil, Jacinta, menyebabkan Bapa Uskup meminta Lucia untuk menuliskan segala sesuatu yang masih dapat ia ingat. Naskah, yang dimulainya selama minggu kedua bulan Desember, benar-benar selesai pada Hari Natal 1935, artinya kurang dari lima belas hari. Naskah yang ditulis Lucia ini merupakan sebuah kesatuan utuh sempurna; naskah itu menyajikan gambaran Jacinta, yang jiwanya diterangi terusmenerus oleh cahaya Fatima, Hati Maria yang Tak Bernoda. Maksud utama naskah ini ialah memberi kita suatu gambaran tentang Jacinta sebagaimana tercermin dalam kenang-kenangan Lucia. Oleh karena itu, ia tidak bermaksud untuk menulis sebuah kisah tentang Penampakan-Penampakan bagi kita. Kenang-kenangan ini, seolah-olah, merupakan kerangka dari mana bersinar gambaran tentang Jacinta. Bahasanya secara keseluruhan sederhana, dan orang boleh bahkan menyebutnya kekanak-kanakan terkadang, karena konteks membutuhkannya. Lucia tak pernah kehilangan citarasanya akan realisme, apa pun peristiwa-peristiwa yang sedang dilukiskannya.33

PROLOG1. Doa dan ketaatanJ.M.J. Yang Mulia, (1) Setelah memohon perlindungan dari hati Yesus dan Maria yang amat kudus, Ibu kita yang lembut, dan mencari cahaya dan rahmat di kaki tabernakel, agar tidak menulis apa pun yang bukan melulu untuk kemuliaan Yesus dan Perawan tersuci, saya sekarang ini memulai tugas ini, meski saya merasa berat sekali, sebab saya hampir-hampir tak dapat mengatakan apa pun tentang Jacinta tanpa berbicara entah secara langsung atau tidak langsung tentang diri saya yang malang ini. Namun saya toh menuruti kehendak Yang Mulia, yang bagi saya, merupakan ungkapan kehendak Tuhan kita yang baik. Kemudian saya memulai tugas ini dengan memohon hati Yesus dan Maria yang amat kudus agar berkenan memberkatinya, dan memanfaatkan tindak ketaatan ini untuk mendapatkan pertobatan para pendosa malang, untuk merekalah dengan begitu murah hati Jacinta mengorbankan dirinya. Saya tahu bahwa Yang Mulia tidak menantikan sebuah kisah yang ditulis dengan baik dari saya, sebab Anda tahu betapa saya tidak mampu dan tidak cakap. Oleh karena itu saya akan memberi tahu Anda apa yang dapat saya ingat tentang jiwa ini, sebab atas rahmat Tuhan saya adalah orang kepercayaannya. Saya sangat menghargai kesalehannya, sehingga saya sangat menghormatinya dan sangat menyayangi kenangan tentang dirinya.

2. Menyimpan rahasia-rahasiaMeski saya berniat baik untuk taat, saya percaya bahwa Yang Mulia akan mengizinkan saya untuk menahan beberapa perkara menyangkut saya sendiri maupun Jacinta, yang saya harap tidak dibaca orang sebelum saya masuk keabadian. Anda tak akan(1) Dom Jos Alves Correia da Silva, 1872-1957, Uskup pertama dari Diosis Leiria yang didirikan kembali, Fatima termasuk diosis ini.

34

merasa aneh bahwa saya akan menyimpan untuk keabadian beberapa rahasia dan perkara-perkara lain. Bagaimanapun, bukankah Perawan Suci itu sendiri yang memberi contoh itu? Bukankah Injil Suci memberi tahu kita bahwa Maria menyimpan segala sesuatu dalam hatinya? (2) Dan siapakah yang dapat lebih baik mengungkapkan rahasia-rahasia belaskasihan Ilahi itu kepada kita daripada Hati Tak Ternoda ini? Namun, ia menyimpan hal-hal itu untuk dirinya sendiri seolah-olah di taman tertutup, dan membawanya bersama dia ke istana Raja Ilahi. Selain itu saya ingat sebuah perkataan yang saya dengar dari seorang imam yang suci ketika saya baru berumur sebelas tahun. Sama dengan begitu banyak orang lain, ia datang untuk menanyai saya, dan di antara banyak hal lain menanyakan kepada saya tentang sesuatu yang tak ingin saya bicarakan. Setelah ia selesai menumpahkan seluruh daftar pertanyaannya, tanpa berhasil mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang hal ini, sambil menyadari barangkali bahwa ia menyentuh suatu masalah yang amat peka, imam yang baik itu memberikan berkatnya kepadaku dan berkata: Engkau benar anakku. Rahasia puteri raja harus tetap tersembunyi di dalam kedalaman lubuk hatinya. Pada waktu itu saya tidak mengerti makna apa yang dikatakannya, tetapi saya sadar bahwa ia menyetujui tindakan saya. Tetapi saya tidak melupakan kata-katanya, dan sekarang saya mengetahui artinya. Imam yang suci itu pada waktu itu menjabat Vikaris untuk Torres Novas (3). Ia tak banyak tahu segala kebaikan yang dilakukan oleh kata-kata singkat itu untuk jiwa saya, dan itulah sebabnya saya ingat dia dengan rasa terimakasih yang begitu besar. Demikianlah pada suatu hari saya meminta nasihat seorang imam yang suci tentang sikap hati-hati saya dalam hal-hal seperti itu, sebab saya tidak tahu bagaimana menjawab kalau mereka menanyai saya apakah Perawan Tersuci telah mengatakan hal-lah lain lagi kepadaku. Imam ini, yang waktu itu adalah Vikaris untuk Olival(4) mengatakan kepada kami: Engkau bertindak benar, anak-anakku, untuk menyimpan rahasia-rahasia jiwamu antara Tuhan dengan

(2) Lukas, 2,19-51 (3) Romo Antonio de Oliveira Reis, meninggal 1962, waktu itu Vicaris Torres Novas. (4) Romo Faustino Jose Jacinto Ferreira, meninggal 1924.

35

dirimu sendiri. Bila mereka mengajukan pertanyaan itu kepadamu, jawablah saja: Ya, beliau memang mengatakan lebih banyak, tetapi itu rahasia. Bila mereka mencecarmu lebih lanjut tentang masalah itu, pikirkanlah rahasia yang diberitahukan oleh Perawan ini kepadamu, dan katakan:Bunda kita mengatakan kepada kami untuk tidak mengatakan apa pun kepada siapa pun juga; atas alasan ini, kami tidak mengatakan apa pun. Dengan cara ini, engkau dapat menyimpan rahasiamu di bawah selimut Bunda Kita. Betapa baiknya saya memahami penjelasan dan bimbingan imam tua yang terhormat ini! Saya sudah terlampau banyak menghabiskan waktu dengan pembukaan ini, dan Yang Mulia akan bertanya-tanya apa maksud semuanya ini. Saya harus berusaha apakah saya dapat mulai dengan kisah saya tentang apa yang dapat saya ingat mengenai kehidupan Jacinta. Karena saya tidak mempunyai waktu luang, saya harus memanfaatkan jam-jam ketika kami bekerja dengan diam, untuk mengenang dan menulis, dengan bantuan kertas dan pensil yang saya sembunyikan di bawah baju saya, semua hal yang dikehendaki oleh hati kudus Yesus dan Maria agar saya ingat.

3. Bagi JacintaBegitu cepat engkau terbang melintasi dunia, Jacinta yang tercinta, Sambil mencintai Yesus dalam penderitaan paling dalam. Jangan lupa permintaan dan doaku kepadamu: Jadilah sahabatku selamanya Di depan takhta Perawan Maria, Bunga Lily ketulusan hati, Mutiara yang kemilau, Di atas sana, di Surga Engkau hidup dalam kemuliaan, O Malaikat cinta, bersama adikmu Di kaki Sang Guru, Doakanlah aku (5).(5) Meskipun sekolahnya kurang, Lucia memiliki bakat puitis besar, dan menulis berbagai puisi.

36

I.PERANGAI JACINTA1.Ciri-ciri alamiahnyaYang Mulia, Sebelum peristiwa-peristiwa 1917, selain ikatan-ikatan persaudaraan yang mempersatukan kami, tak ada rasa sayang lain yang membuat saya lebih suka ditemani oleh Jacinta dan Francisco daripada ditemani oleh anak lain mana pun. Sebaliknya, terkadang saya merasa bahwa kehadiran Jacinta itu tidak menyenangkan, karena perangainya yang amat peka. Pertengkaran sedikit saja yang muncul di antara anak-anak ketika bermain sudahlah cukup untuk membuatnya cemberut di pojokan mengikat keledai, menurut ungkapan kami. Bahkan pemaksaan dan pengusap-usapan yang diketahui dengan begitu baik oleh anak-anak bagaimana memberikannya pada saat-saat semacam itu, masih belum cukup juga untuk membawanya kembali bermain; ia sendiri harus dibiarkan memilih permainannya, dan pasangannya juga. Tetapi hatinya bersikap baik. Tuhan telah memberinya sifat yang lembut dan halus yang membuatnya sekaligus mudah dicintai dan menarik. Saya tidak tahu mengapa, tetapi Jacinta dan saudaranya Francisco secara khusus menyukai saya, dan hampir selalu datang mencari saya bila mereka ingin bermain. Mereka tidak suka ditemani anak-anak lain, dan mereka biasa meminta saya untuk pergi bersama mereka ke sumur di dasar kebun milik orangtua saya. Setelah kami sampai ke situ, Jacinta memilih permainan apa yang akan kami mainkan. Yang paling disukainya biasanya adalah kerikil dan kancing baju yang kami mainkan sambil duduk di lembaranlembaran batu yang menutupi sumur itu, di bayangan sebatang pohon zaitun dan dua pohon prem. Permainan kancing baju seringkali membuat saya amat sedih sebab ketika mereka memanggil kami untuk makan, saya menemukan diri saya tidak mempunyai kancing baju. Seringkali, Jacinta mendapatkan semua kancing itu, dan itu sudah cukup membuat ibu saya memarahi saya. Saya terpaksa menjahitnya lagi dengan terburu-buru. Tetapi bagaimana saya dapat membujuk Jacinta untuk memberikan kembali kancing itu kepada saya, sebab selain caranya merajuk, ia37

memiliki cacat kecil lainnya: ia amat lekat pada miliknya! Ia ingin menyimpan semua kancing itu untuk permainan berikutnya, agar jangan sampai melepas kancing bajunya sendiri! Hanya dengan mengancam untuk tidak bermain lagi dengannya, saya berhasil mendapatkannya kembali! Seringkali, saya menemukan diri saya tak mampu melakukan apa yang dikehendaki kawan kecil saya. Salah satu kakak perempuan saya adalah tukang tenun dan lainnya tukang jahit, dan keduanya ada di rumah sepanjang hari. Oleh karena itu tetangga-tetangga biasa bertanya kepada ibu saya apakah mereka boleh menitipkan anak-anak mereka di halaman orangtua kami, sementara mereka sendiri pergi bekerja di ladangladang. Anak-anak itu tinggal bersama saya dan bermain, sementara kakak perempuan saya mengawasi kami. Ibu kami senantiasa rela melakukan ini, meskipun ini berarti cukup banyak waktu yang diboroskan bagi kakak-kakak perempuan saya. Oleh karenanya saya bertugas menghibur anak-anak, dan mengawasi agar mereka tidak jatuh ke sumur di halaman itu. Tiga pohon ara menaungi anak-anak dari sengatan matahari. Kami menggunakan cabang-cabangnya untuk ayunan, dan sebuah lantai tua tempat menampi untuk kamar makan. Pada hari-hari seperti ini, ketika Jacinta datang dengan kakaknya untuk mengundang saya untuk pergi bersama mereka ke tempat kegemaran kami, biasanya saya katakan kepada mereka bahwa saya tak dapat pergi, sebab ibu saya telah menyuruh saya tinggal di tempat ini. Kemudian, sambil kecewa, tetapi pasrah, kedua anak kecil itu ikut permainan kami. Pada waktu tidur siang, ibu saya biasanya memberikan pelajaran katekismus kepada anak-anaknya, terutama ketika masa prapaska sudah dekat, sebab seperti dikatakannya: Aku tak ingin merasa malu gara-gara kamu, ketika imam menanyai kalian tentang katekismusmu pada masa Paskah. Semua anak lainnya, oleh karena itu, hadir pada pelajaranpelajaran katekismus kami dan Jacinta pun ada di situ.

2. KepekaannyaPada suatu hari salah satu anak-anak ini menuduh anak lain tentang percakapan yang tidak semestinya. Ibu saya memarahinya38

sungguh-sungguh, sambil mengatakan bahwa orang tidak mengucapkan hal-hal jelek seperti itu, sebab hal-hal itu adalah dosa dan membuat Kanak-Kanak Yesus sedih; dan bahwa mereka yang melakukan dosa semacam itu dan tidak mengakukannya, akan masuk ke neraka. Jacinta kecil tidak akan melupakan pelajaran itu. Kali berikutnya ketika anak-anak datang, ia berkata: Apakah ibumu mengizinkan engkau hari ini? Tidak. Kalau begitu aku akan pergi ke halaman kami sendiri bersama Francisco. Dan mengapa engkau tidak tinggal di sini saja? Ibuku tidak ingin kami untuk tinggal ketika anak-anak lain ada di sini. Ia memberitahu kami agar pergi dan bermain di halaman kami sendiri. Ia tak ingin aku mempelajari hal-hal menjijikkan itu, yang merupakan dosa dan yang tidak disukai oleh Kanak-Kanak Yesus. Kemudian ia berbisik ke telinga saya: Bila ibumu memberi izin, maukah engkau datang ke rumahku? Ya. Lalu, pergilah dan mintalah izin kepadanya. Dan sambil menggandeng kakaknya ia pulang. Bicara tentang mainan kegemaran Jacinta, salah satunya adalah denda. Sebagaimana barangkali Yang Mulia ketahui, pihak yang kalah harus melakukan apa saya yang diperintahkan oleh si pemenang. Jacinta suka menyuruh pihak yang kalah untuk mengejar kupu-kupu, menangkap seekor dan membawanya kepada dia. Lain waktu, kami memainkan denda di rumah saya, dan saya menang, jadi kali ini sayalah yang menyuruh apa yang harus dilakukannya. Saudaraku sedang duduk di meja, menulis. Saya menyuruh Jacinta untuk memeluk dan menciumnya, tetapi Jacinta tidak mau: Tidak mau! Suruh aku melakukan sesuatu yang lain. Mengapa engkau tidak menyuruh aku pergi dan mencium Tuhan Kita di sana? Ada sebuah salib tergantung di dinding. Baiklah, jawabku, naiklah ke atas kursi, bawa salib itu kemari, berlututlah dan peluklah Dia dan ciumlah Dia tiga kali: satu untuk Francisco, satu untuk aku, dan lainnya untukmu sendiri. Untuk Tuhan kita, yah, aku akan melakukannya sebanyak yang kau maui, dan ia lari untuk mendapatkan salib itu. Kemudian, sambil memandang Tuhan kita dengan penuh perhatian, ia bertanya:39

Mengapa Tuhan kita dipaku di salib seperti itu? Sebab Ia mati untuk kepentingan kita. Katakan padaku bagaimana itu terjadi, katanya.

3. Cintanya kepada Juruselamat yang tersalibPada petang hari ibu saya biasanya mendongeng. Ayah dan kakak-kakak perempuan saya mendongengkan kisah-kisah peri tentang kutukan-kutukan ajaib, puteri-puteri yang pakaiannya emas dan merpati-merpati kerajaan. Kemudian datanglah ibu saya dengan cerita-cerita tentang Kisah Sengsara, St. Yohanes Pemandi, dan seterusnya. Begitulah caranya saya mengetahui tentang kisah Sengsara Tuhan kita. Karena bagi saya cukup mendengar cerita satu kali saja, untuk dapat mengulang dengan semua detaildetailnya, saya mulai menceritakan kepada teman-teman saya, kata demi kata, apa yang biasa saya sebut Kisah Tuhan kita. Tepat waktu itu, saudara perempuan saya lewat (6), dan mengamati bahwa salib itu ada di tangan kami (7). Ia mengambilnya dari kami dan memarahi kami, dengan berkata bahwa ia tak ingin kami menyentuh benda sesuci ini. Jacinta berdiri dan mendekati kakak perempuan saya, dengan berkata: Maria, jangan memarahi dia! Akulah yang melakukannya. Tetapi aku tak akan melakukannya lagi. Kakak saya mengusapnya, dan memerintahkan kami untuk pergi dan bermain di luar, sebab kami mengacaukan segala sesuatunya di rumah itu. Kami pergi keluar untuk melanjutkan kisah kami di sumur yang telah kami sebutkan. Karena sumur itu tersembunyi di balik beberapa pohon ara dan tumpukan batu dan semak berduri, kami memilih tempat ini beberapa tahun kemudian untuk pembicaraan-pembicaraan kami yang lebih intim, doa-doa kami yang menyala-nyala, dan untuk mengatakan kepada Anda segala sesuatunya, airmata kami juga dan terkadang airmata yang amat pahit. Kami mencampurkan airmata kami dengan air dari sumur tempat kami minum juga. Bukankah ini membuat sumur itu sendiri sebuah gambaran Maria, di dalam hati beliau kami menumpahkan airmata kami dan meminum penghiburan yang paling murni?(6) Maria dos Anjos, kakak sulung Lucia meninggal 1986. (7) Para pengunjung masih dapat melihat salib ini di rumah lama Lucia.

40

Tetapi marilah kita kembali ke kisah kita. Ketika si kecil itu mendengarkan saya menyampaikan penderitaan-penderitaan Tuhan kita, ia tergerak hatinya hingga menangis. Sejak itu, ia sering meminta saya untuk mengulangi kisah itu. Ia akan menangis dan berkata: Tuhan kami yang malang! Aku tak akan berdosa lagi! Aku tak ingin membuat Tuhanku menderita lagi!

4. Perasaannya yang halusJacinta juga suka keluar pada waktu petang tiba menuju tempat menampi yang terletak dekat rumah itu, di situ ia mengamati tenggelamnya matahari yang indah, dan menatap langit yang berbintang. Ia amat suka dengan malam hari yang disinari bulan. Kami saling berlomba untuk melihat siapa yang paling banyak dapat menghitung bintang-bintang. Kami menyebut bintang-bintang sebagai lampu malaikat, bulan sebagai lampu Bunda kita dan matahari sebagai lampu Tuhan kita. Engkau tahu, aku lebih suka lampu Bunda kita; ia tidak membakar atau membuat kita buta, seperti lampu Tuhan kita. Sungguh, matahari dapat amat terik di sini pada musim-musim panas, dan Jacinta, anak yang lembut, amat menderita bila kepanasan.

5. Ia melihat dan belajarKarena kakak saya menjadi anggota perkumpulan Hati Kudus Yesus, setiap kali ada komuni pertama anak-anak, ia membawa saya untuk memperbaharui komuni saya. Pada suatu kesempatan bibi saya membawa puteri kecilnya untuk melihat upacara itu, dan Jacinta terpesona oleh malaikat-malaikat yang menebar bunga. Sejak hari itu, ia terkadang meninggalkan kami ketika kami sedang bermain, dan pergi mengumpulkan bunga satu celemek penuh. Kemudian ia kembali dan menaburkan bunga-bunga itu di atas saya, satu demi satu. Jacinta, mengapa gerangan engkau melakukan ini? Aku melakukan apa yang dilakukan oleh para malikat kecil: aku menebar bunga padamu.41

Setiap tahun, pada pesta besar, mungkin Tubuh Kristus, biasanya kakak saya membuat pakaian-pakaian untuk anak-anak yang dipilih menjadi malaikat-malaikat dalam arak-arakan. Mereka berjalan di samping tudung dan menebarkan bunga. Saya senantiasa termasuk mereka yang dipilih, dan pada suatu hari setelah kakak perempuan saya mencobakan baju saya, saya memberitahu Jacinta semua hal tentang pesta yang akan datang, dan bagaimana saya akan menebarkan bunga di depan Yesus. Jacinta memohon saya agar minta kepada kakak saya agar dia boleh juga ikut. Kami berdua pergi untuk mengajukan permintaan itu. Kakak kami berkata bahwa Jacinta boleh ikut, dan mencobakan pakaian untuk Jacinta. Pada acara latihan, ia menjelaskan bagaimana kami harus menebarkan bunga di depan Kanak-Kanak Yesus. Akankah kita melihat Dia? tanya Jacinta. Ya, jawab kakak saya, pastor paroki akan membawaNya. Jacinta melompat kegirangan, dan terus-menerus bertanya berapa lama lagi kami harus menunggu pesta itu. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba, dan Jacinta amat gembira. Kami berdua mengambil tempat dekat altar. Belakangan, dalam arak-arakan, kami berjalan di samping tudung, kami masing-masing membawa sekeranjang bunga. Kapan saja kakak saya menyuruh menebarkan bunga, saya menebarkan bunga-bunga saya di depan Yesus, meskipun saya memberi tanda-tanda kepada Jacinta, saya tak dapat membuatnya menebarkan bunga satu pun. Ia tetap mengarahkan matanya kepada pastor, dan itu saja. Ketika upacaranya selesai, kakak saya membawa kami berdua keluar gereja dan bertanya: Jacinta, mengapa engkau tidak menebarkan bunga-bungamu di depan Yesus? Sebab aku tidak melihat Dia. Kemudian Jacinta bertanya kepada saya: Tetapi apakah engkau melihat Kanak-Kanak Yesus? Tentu saja tidak. Tahukah engkau bahwa Kanak-Kanak Yesus dalam hosti itu tidak dapat dilihat? Dia tersembunyi. Dialah yang kita terima dalam komuni! Dan engkau, apakah kalau engkau komuni, engkau berbicara dengan Dia? Ya, aku bicara sama dia. Lalu mengapa engkau tidak melihatNya? Karena Dia tersembunyi.42

Aku akan minta kepada ibuku agar mengizinkan aku menerima komuni pula. Pastor paroki tak akan mengizinkan engkau sampai umurmu sepuluh tahun. Tetapi umurmu belum sepuluh tahun, dan engkau sudah menerima komuni! Sebab aku hafal seluruh katekismus, sedangkan engkau tidak. Setelah peristiwa ini kedua temanku itu meminta saya untuk mengajarkan katekismus kepada mereka. Maka aku menjadi katekis mereka, dan mereka belajar dengan semangat luarbiasa. Tetapi meskipun saya dapat senantiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan kepada saya, kalau menyangkut masalah mengajar, aku hanya dapat mengingat beberapa hal di sana-sini. Ini membuat Jacinta berkata kepadaku pada suatu hari: Ajarkanlah lebih banyak hal lagi kepada kami; kami sudah tahu semua yang itu. Saya terpaksa mengakui bahwa saya hanya dapat mengingat hal-hal bila orang menanyakannya kepada saya, dan saya menambahkan: Mintalah kepada ibumu untuk mengizinkan kalian pergi ke gereja guna belajar katekismus. Kedua anak, yang amat ingin menerima Yesus yang tersembunyi begitu julukan mereka untukNya, pergi meminta izin kepada ibu mereka, dan bibi saya mengizinkannya. Tetapi ia jarang membiarkan mereka pergi ke sana, sebab ia berkata: Gereja itu cukup jauh dari sini, dan engkau amat kecil. Bagaimanapun, pastor tidak akan memberimu komuni suci sebelum umurmu sepuluh tahun. (8) Jacinta tak pernah berhenti bertanya kepada saya tentang Yesus yang tersembunyi, dan saya ingat bagaimana pada suatu hari ia bertanya kepada saya: Bagaimana gerangan begitu banyak orang menerima Yesus kecil yang tersembunyi pada waktu yang sama? Apakah ada satu potongan kecil bagi masing-masing orang? Samasekali tidak! Tidakkah engkau melihat bahwa ada banyak hosti, dan bahwa ada Kanak-Kanak Yesus di dalam masing-masing hosti!(8) Jacinta lahir 11 Maret 1910.

43

Betapa banyak omong kosong yang tentunya telah saya katakan kepadanya!

6. Jacinta si gembala cilikSaya cukup umur untuk dikirimkan keluar mengurusi dombadomba kami, persis seperti ibu saya telah mengirimkan anakanaknya yang lain pada usia saya. Karolina kakak saya (9) waktu itu berusia tiga belas tahun, dan tibalah saatnya bagi dia untuk pergi bekerja. Oleh karena itu ibu saya menyuruh saya untuk menggembalakan kawanan kami. Saya menyampaikan berita itu kepada kedua teman saya, dan mengatakan kepada mereka bahwa saya tak akan bermain lagi bersama mereka; tetapi mereka tak dapat menanggung perpisahan semacam ini. Segera mereka meminta ibu mereka agar memperbolehkan mereka pergi bersama saya, tetapi ibu mereka menolak. Kami tidak memiliki pilihan selain menerima perpisahan itu. Hampir setiap hari setelah itu, mereka datang untuk menjumpai saya dalam perjalanan pulang saya sore hari. Kemudian kami pergi ke tempat penampian, dan berlari-lari keliling sejenak, menunggu Bunda Maria dan para malaikat menyalakan lampu-lampu mereka atau menaruh lampu-lampu itu, sebagaimana biasa kami katakan, di jendela untuk memberi penerangan bagi kami. Pada malam-malam tanpa cahaya bulan, kami biasa berkata bahwa tak ada minyak bagi lampu Bunda kita! Jacinta dan Francisco menemukan bahwa amatlah sulit membiasakan diri dengan ketidakhadiran bekas teman mereka. Atas alasan ini, mereka meminta ibu mereka berulang kali agar membiarkan mereka menggembalakan domba mereka juga. Akhirnya bibi saya, karena berharap mungkin agar lepas dari permintaan yang terus-menerus itu, meskipun ia tahu bahwa anakanak itu terlampau kecil, menyerahkan kepada mereka penggembalaan kawanan domba mereka sendiri. Dengan wajah memancarkan kegembiraan, mereka berlari memberitahu saya tentang kabar itu dan membicarakan bagaimana kami dapat mempersatukan kawanan kami setiap hari. Setiap orang harus membuka kandang, kapan saja ibu mereka menentukan, dan siapa(9) Karolina, meninggal pada tanggal 13 Maret 1992.

44

pun yang mencapai Barreiro terlebih dahulu harus menunggu datangnya kawanan lain. Barreiro adalah nama sebuah kolam di kaki bukit. Segera setelah kami bertemu di kolam itu, kami memutuskan ke mana kami akan menggembalakan kawanan hari itu. Kemudian kami pergi, dengan hati gembira dan puas seperti kalau kami pergi ke pesta. Dan sekarang, Yang Mulia, kami melihat Jacinta dalam kehidupannya yang baru sebagai gembala. Kami mengambil hati kawanan itu dengan membagikan makan siang kami dengan mereka. Ini berarti bahwa ketika kami mencapai perumputan, kami dapat bermain dengan santai, karena yakin bahwa mereka tidak akan berkelana jauh-jauh daripada kami. Jacinta gemar mendengarkan suaranya bergaung di dasar lembah-lembah. Atas alasan ini, salah satu kegemaran kami adalah mendaki ke puncak bukitbukit, duduk di batu yang paling besar yang dapat kami temukan, dan menyebutkan berbagai macam nama dengan sekeraskerasnya. Nama yang paling jelas bergaung kembali adalah Maria. Terkadang Jacinta biasa mengucapkan seluruh Salam Maria dengan cara ini, baru menyebutkan kata berikutnya ketika kata yang terdahulu telah berhenti bergema. Kami pun gemar menyanyi pula. Yang terselip di antara nyanyiannyanyian populer celakanya kami banyak hafal adalah lagulagu pujian kegemaran Jacinta: Salve Nobre Padroeira (Salam Pelindung Mulia), Virgem Pura, (Perawan Murni), Anjos, Cantai Comigo, (Malaikat-malaikat, bernyanyilah bersamaku). Kami amat suka menari, dan setiap alat musik yang kami dengar sedang dimainkan oleh gembala-gembala lain sudah cukup untuk membuat kami mulai menari. Jacinta, meskipun masih kecil, mempunyai bakat khusus untuk menari. Kami telah disuruh untuk mendoakan rosario setelah makan siang, tetapi karena seluruh hari tampaknya begitu pendek bagi kami untuk bermain, kami memikirkan sebuah cara yang bagus untuk melaksanakan doa itu dengan cepat. Kami sekadar melewatkan butir-butir rosario itu di antara jari-jari kami, sambil mengucapkan tak lebih daripada Salam Maria, Salam Maria, Salam Maria ... Pada akhir setiap misteri, kami berhenti sejenak, kemudian sekadar mengucapkan Bapa Kami dan seterusnyua, dalam sekejap mata, sebagaimana kata mereka, kami menyelesaikan doa rosario kami!45

Jacinta gemar pula memegang erat-erat anak-anak domba kecil dengan kedua tangannya, sambil mendudukkan mereka di pangkuannya, mengusap-usapnya, mencium mereka, dan membawa mereka pulang malam hari di atas pundaknya, agar mereka tidak kelelahan. Pada suatu hari dalam perjalanan pulangnya, ia berjalan di tengah-tengah kawanan. Jacinta, apa yang kaulakukan, tanya saya kepadanya, di tengah-tengah domba-domba? Aku ingin melakukan hal yang sama seperti Tuhan kita dalam gambar suci yang mereka berikan kepadaku. Dia persis seperti ini, tepat di tengah-tengah mereka semua, dan Ia memegangi salah satu di antara mereka di kedua tanganNya.

7. Penampakan pertamaDan sekarang, Yang Mulia, Anda telah mengetahui kurang lebih bagaimana Jacinta menghabiskan tujuh tahun pertama dalam hidupnya, tepat sampai tanggal 13 Mei 1917, yang fajarnya merekah kemilau dan terang seperti begitu banyak hari lain sebelumnya. Hari itu, secara kebetulan seandainya dalam rancanganrancangan Penyelenggaraan Ilahi ada hal yang disebut kebetulan kami memilih menggembalakan ternak kami di suatu lahan milik orangtua kami, yang disebut Cova da Iria. Kami memilih perumputan sebagaimana biasa kami lakukan, di Barreiro yang sudah saya sebut. Ini berarti bahwa kami terpaksa melintasi sebuah tanah tandus berawa untuk sampai ke sana, ini membuat perjalanan dua kali lebih lama. Kami terpaksa berjalan lambat untuk memberi kesempatan kepada domba-domba untuk merumput sepanjang jalan, jadi ketika kami sampai, waktu sudah menjelang tengah hari. Saya tidak akan memboroskan waktu di sini untuk mengatakan kepada Anda apa yang terjadi hari itu, sebab Yang Mulia sudah tahu dengan baik. Selain karena ketaatan, usaha saya menulis ini tampaknya bagi saya merupakan pemborosan waktu juga. Sebab saya tidak dapat melihat manfaat apa yang dapat diambil oleh Yang Mulia dari semua ini, selain bahwa boleh jadi Yang Mulia menjadi lebih akrab dengan polosnya kehidupan Jacinta. Sebelum mulai memberitahu Yang Mulia apa yang saya ingat tentang periode baru kehidupan Jacinta, pertama-tama saya harus46

mengakui bahwa ada beberapa segi penampakan-penampakan Bunda kita yang kami sepakati untuk tidak diberitahukan kepada siapa pun. Tetapi sekarang, boleh jadi saya terpaksa berbicara mengenai penampakan-penampakan itu untuk menjelaskan dari mana Jacinta mendapat begitu banyak cinta bagi Yesus, bagi penderitaan dan bagi para pendosa, untuk keselamatan merekalah Jacinta mengorbankan dirinya dengan begitu murah hati. Yang Mulia tahu bahwa ia adalah orang yang, karena tak mampu menahan kebahagiaan, melanggar kesepakatan kami untuk menjaga seluruh perkara itu melulu bagi kami sendiri. Sore itu juga, sementara kami tetap merenungkan dan bahagia atas keajaiban, Jacinta terusmenerus menyerukan pernyataan-pernyataan yang penuh semangat: Oh, betapa cantiknya Sang Puteri! Aku dapat melihat apa yang akan terjadi, kata saya, akhirnya engkau akan mengatakan hal itu kepada orang lain lagi. Tidak. Aku tak akan mengatakannya, jawabnya jangan khawatir. Hari berikutnya, Francisco datang berlari untuk mengatakan kepada saya bagaimana Jacinta telah memberitahu mereka tentang segala sesuatunya di rumah malam sebelumnya. Jacinta mendengarkan tuduhan itu tanpa menjawab sepatah pun. Engkau tahu, itulah apa yang saya pikir akan terjadi kata saya kepadanya. Ada sesuatu di dalam hatiku yang tak membiarkan aku diam, katanya, dengan airmata berlinang-linang. Baiklah, jangan menangis sekarang, dan jangan mengatakan apa pun lagi kepada siapa pun tentang apa yang dikatakan Sang Perawan kepada kita. Tetapi aku sudah mengatakannya kepada mereka. Dan apakah yang telah kaukatakan? Aku berkata bahwa Sang Perawan berjanji membawa kita ke Sorga. Kaupikir engkau mengatakan itu kepada mereka! Maafkan aku. Aku tak akan mengatakan apa pun lagi kepada siapa pun juga!

47

8. Renungan tentang nerakaHari itu, ketika kami mencapai padang penggembalaan, Jacinta duduk termenung di atas sebuah batu. Jacinta, datanglah dan bermainlah. Aku tidak ingin bermain hari ini. Mengapa tidak? Sebab saya sedang berpikir. Puteri itu menyuruh kita berdoa rosario dan melakukan pengorbanan-pengorbanan bagi bertobatnya para pendosa. Jadi sejak sekarang, kalau kita berdoa rosario kita harus mengucapkan seluruh Salam Maria dan seluruh Bapa Kami! Dan tentang pengorbanan-pengorbanan itu bagaimana kita akan melakukannya? Francisco segera memikirkan sebuah pengorbanan yang baik: Marilah kita berikan makan siang kita kepada domba-domba dan berkorban dengan tidak makan siang. Dalam beberapa menit, isi kantung makan siang kami telah terbagi habis di antara para domba. Jadi pada hari itu, kami berpuasa sehebat seperti biarawan Kartusian yang paling ketat! Jacinta tinggal duduk di atas batu, sambil tampak amat dalam merenung, dan bertanya: Puteri itu juga mengatakan bahwa banyak jiwa masuk neraka! Apakah neraka itu? Neraka itu seperti sebuah sumur besar amat dalam dengan binatang-binatang buas, dengan sebuah api yang besar sekali di dalamnya begitulah ibu saya biasa menjelaskannya untukku dan ke situlah perginya orang-orang yang melakukan dosa dan tidak mengakukannya. Mereka tinggal di situ dan terbakar selamanya! Dan mereka tak pernah keluar lagi dari situ selamanya? Tidak! Tidak keluar bahkan setelah bertahun-tahun? Tidak! Neraka itu tidak bernah berakhir! Dan surga pun tak pernah berakhir juga? Siapa pun yang masuk surga tidak akan pernah meninggalkannya. Dan siapa pun yang masuk neraka, tak pernah meninggalkannya pula?48

Mereka itu kekal, tidakkah engkau paham! Mereka itu tidak pernah berakhir. Begitulah untuk pertama kalinya, kami melakukan permenungan tentang neraka dan keabadian. Apa yang paling berkesan bagi Jacinta adalah gagasan keabadian. Bahkan di tengah permainan, ia akan berhenti dan bertanya: Tetapi dengarlah! Bukankah neraka itu berhenti setelah bertahun-tahun? Atau sekali lagi: Orang-orang yang terbakar di neraka itu, apakah mereka tak pernah mati? Dan bukankah mereka berubah menjadi abu? Dan seandainya orang berdoa banyak-banyak bagi para pendosa, tidak maukah Tuhan kita mengeluarkan mereka dari situ? Dan seandainya mereka juga berkorban? Para pendosa yang malang! Kita harus berdoa dan membuat banyak pengorbanan bagi mereka! Kemudian ia melanjutkan: Betapa baik hatinya Sang Perawan itu! Ia telah berjanji membawa kita ke Sorga!

9. Pertobatan para pendosaJacinta amat dalam memasukkan masalah membuat pengorbanan bagi pertobatan para pendosa ini ke dalam hatinya, sehingga ia tak pernah melepaskan satu kesempatan pun. Ada dua keluarga di Moita (10) yang anak-anaknya biasa pergi berkeliling mengemis dari pintu ke pintu. Kami bertemu dengan mereka pada suatu hari, sewaktu kami pergi bersama domba-domba kami. Segera Jacinta melihat mereka dan berkata kepada kami: Marilah kita berikan makan siang kita kepada anak-anak miskin itu, demi pertobatan para pendosa. Dan ia berlari untuk mengambilnya dan memberikan kepada mereka. Sore itu, Jacinta mengatakan kepada saya bahwa ia lapar. Di dekat situ ada pohon holm-oak dan ek. Buah-buahnya masih cukup hijau. Tetapi, saya katakan kepadanya bahwa kami dapat memakannya. Francisco memanjat sebatang holm-oak untuk(10) Pada waktu itu merupakan desa kecil di utara Cova da Iria sekitar 1 kilometer dari tempat penampakan-penampakan.

49

mengisi saku-sakunya, tetapi Jacinta mengingatkan bahwa kami dapat makan buah-buah yang ada di pohon ek sebagai gantinya, dan dengan demikian melakukan pengorbanan dengan memakan jenis yang lebih pahit. Jadi begitulah, pada sore itu, kami menikmati hidangan yang lezat ini! Jacinta menjadikan yang satu ini sebagai pengorbanannya yang biasa, dan seringkali memungut buah-buah dari pohon ek atau buah zaitun dari pohon-pohon itu. Pada suatu hari saya berkata kepadanya: Jacinta, jangan makan itu; itu terlampau pahit! Justru karena pahit itulah aku memakannya, demi pertobatan para pendosa. Ini bukanlah satu-satunya kesempatan kami berpuasa. Kami sepakat bahwa kapan saja kami menjumpai anak miskin semacam ini, kami akan memberikan makan siang kami kepada mereka. Mereka terlampau kegirangan untuk menerima derma seperti ini, dan mereka berusaha baik-baik untuk berjumpa dengan kami; mereka biasa menunggu kami sepanjang jalan. Segera setelah kami melihat mereka, Jacinta berlari memberi mereka semua makanan yang kami miliki hari itu, dengan rasa bahagia sepertinya ia sendiri tak membutuhkan makanan itu. Pada hari-hari semacam itu, satusatunya makanan kami adalah buah-buah pinus, dan buni-buni kecil sekitar ukuran buah zaitun yang tumbuh di akar-akar pohon bunga lonceng kuning, dan juga buni hitam, jamur, dan bahan-bahan lain yang kami temukan pada akar pinus sekarang saya tidak dapat mengingat apa namanya itu. Bila ada buah-buahan yang tersedia di lahan milik orangtua kami, kami biasa memakannya. Rasa haus Jacinta untuk melakukan pengorbanan tampaknya tak terpuaskan. Pada suatu hari seorang tetangga menawarkan sebuah lahan perumputan yang bagus bagi domba-domba kami kepada ibu saya. Meski lahan itu cukup jauh dan kami berada pada puncak musim panas, ibu saya menerima tawaran yang amat murah hati itu, dan mengirim saya ke sana. Ia mengatakan kepada saya bahwa kami harus tidur siang di tempat teduh di bawah pohonpohon, karena ada kolam dekat situ tempat kawanan domba dapat pergi dan minum. Dalam perjalanan, kami berjumpa dengan anakanak miskin yang kami cintai, dan Jacinta berlari untuk memberikan derma kami yang biasa itu. Hari itu adalah hari yang menyenangkan, tetapi matahari begitu panas bersinar, dan di padang gurun yang50

kering dan berbatu-batu itu, rasanya seolah-olah matahari akan membakar segala sesuatunya. Kami terbakar oleh rasa haus, dan kami tak memiliki setetes air pun untuk diminum! Semula, kami menyampaikan pengorbanan itu dengan murah hati demi pertobatan para pendosa, tetapi setelah tengah hari, kami tak sanggup lagi bertahan. Karena ada sebuah rumah cukup dekat dari situ, saya menyarankan kepada rekan-rekan saya bahwa saya sebaiknya pergi dan meminta sedikit air. Mereka setuju, jadi saya pergi dan mengetuk pintunya. Seorang wanita tua bertubuh kecil bukan saja memberi sekantung air, melainkan pula sejumlah roti, yang saya terima dengan penuh syukur. Saya berlari untuk membagikannya dengan teman-teman cilik saya, dan kemudian menawarkan tempat air itu kepada Francisco, dan menyuruhnya untuk minum. Aku tidak mau minum, jawabnya. Mengapa? Aku ingin menderita demi pertobatan para pendosa. Engkau harus minum pula Jacinta! Tetapi aku ingin mempersembahkan pengorbanan ini bagi para pendosa juga. Kemudian saya menuang air itu ke sebuah ceruk di batu, agar domba-domba dapat meminumnya, dan pergi untuk mengembalikan kantung itu kepada pemiliknya. Panas matahari semakin hebat. Bunyi gemetar jengkerik-jengkerik dan belalang bercampur dengan bunyi katak di kolam dekat situ membuat bunyi keras yang hampirhampir tak tertahankan. Jacinta, meski kurus badannya, dan diperlemah oleh kurang makan dan minum, berkata kepada saya dengan kesederhanaan yang menjadi sifat alamiahnya: Katakan kepada jengkerik-jengkerik dan katak-katak itu supaya diam! Aku mengalami sakit kepala hebat. Kemudian Francisco bertanya kepadanya: Bukankah engkau menghendaki ini bagi para pendosa? Anak kecil yang malang itu, sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya yang kecil, menjawab: Ya, memang. Biarkan mereka bernyanyi!

51

10. Perlawanan keluargaSementara itu, telah tersebar berita tentang apa yang terjadi. Ibu saya menjadi risau, dan mati-matian ingin agar saya menyangkal apa yang telah saya katakan. Pada suatu hari, sebelum kami berangkat bersama kawanan domba, ia memaksa saya untuk mengaku bahwa saya berbohong, dan untuk maksud ini ia menggunakan baik usapan maupun ancaman, bahkan gagang sapu. Terhadap semuanya ini ia hanya mendapat jawaban bisu, atau penegasan atas apa yang telah saya katakan. Ia berkata kepada saya supaya pergi dan melepaskan domba-domba, dan selama siang itu merenungkan baik-baik bahwa ia tak akan pernah membiarkan satu kebohongan pun di antara anak-anaknya, apalagi kebohongan semacam ini. Ia mengancam saya bahwa ia akan memaksa saya, pada petang itu juga, untuk pergi ke orang-orang yang telah saya bohongi, mengaku bahwa saya telah berbohong dan meminta maaf kepada mereka. Saya pergi dengan domba-domba saya, dan hari itu teman-teman kecil saya sudah menunggu saya. Ketika mereka melihat saya menangis, mereka berlari mendekat dan bertanya kepada saya apa sebabnya. Saya katakan kepada mereka semua yang telah terjadi, dan menambahkan: Katakan sekarang padaku, apa yang harus kuperbuat? Ibuku sungguh-sungguh berniat untuk memaksa aku mengatakan bahwa aku berbohong. Tetapi bagaimana aku dapat berbohong? Kemudian Francisco berkata kepada Jacinta: Lihatlah! Itu salahmu. Mengapa engkau mengatakan kepada mereka? Anak kecil yang malang itu sambil menangis berlutut, mengatupkan kedua tangannya, dan memohon ampun kepada kami: Aku telah berbuat salah, katanya sambil menangis tetapi aku tidak akan pernah lagi mengatakan apa pun kepada siapa pun juga. Yang Mulia boleh jadi bertanya-tanya siapakah yang mengajar Jacinta untuk membuat tindak kerendahan hati seperti itu? Saya tidak tahu. Boleh jadi ia telah melihat saudara-saudaranya dan saudari-saudarinya meminta maaf kepada orangtua mereka sebelum menerima komuni; atau kalau tidak, menurut pendapat52

saya, Jacintalah yang menerima rahmat melimpah lebih banyak dari Bunda kita, dan pengetahuan tentang Allah dan keutamaan. Ketika pastor paroki (11) mengundang kami beberapa waktu kemudian, untuk menginterogasi kami, Jacinta menundukkan kepalanya, dan hanya dengan susah payah pastor itu mendapatkan satu atau dua patah kata darinya. Setelah keluar, saya bertanya kepada Jacinta: Mengapa engkau tidak menjawab imam itu? Sebab aku telah berjanji kepadamu untuk tidak lagi mengatakan apa pun kepada siapa pun juga! Pada suatu hari ia bertanya kepada saya: Mengapakah kita tidak dapat mengatakan bahwa Sang Perawan itu menyuruh kita untuk berkorban bagi para pendosa? Agar mereka tidak akan menanyakan jenis pengorbanan apa yang sedang kita buat. Ibu saya menjadi semakin risau dengan perkembangan segala sesuatunya ini. Ini membuatnya untuk sekali lagi mencoba memaksa saya mengaku bahwa saya berbohong. Pada suatu pagi sekali, ia memanggil saya dan menyuruh saya untuk menghadap pastor paroki, dan berkata: Kalau engkau sampai ke sana, berlututlah, katakan kepada pastor bahwa engkau sudah berbohong, dan mintalah maaf. Sewaktu kami lewat rumah bibi saya, ibu saya masuk ke rumah selama beberapa menit. Ini memberi saya kesempatan memberi tahu Jacinta apa yang sedang terjadi. Ketika melihat saya murung, ia menangis sedikit dan berkata: Aku akan pergi dan memanggil Francisco. Kami akan pergi dan berdoa untukmu di sumur itu. Setelah engkau pulang, datanglah dan temuilah kami di sana. Setelah saya pulang, saya lari ke sumur itu, dan mereka berdua ada di sana sambil berlutut, berdoa. Segera setelah mereka melihat saya, Jacinta berlari memeluk saya, dan kemudian ia berkata: Engkau lihat! Kita tak boleh takut akan apa pun! Puteri itu akan senantiasa menolong kita. Ia adalah teman kita yang begitu baik! Sejak Bunda Maria mengajar kami untuk mempersembahkan

(11) Interogasi pertama oleh pastor paroki Romo Manuel M. Ferreira berlangsung pada akhir Mei 1917.

53

pengorbanan kami kepada Yesus, kapan saja kami harus menderita sesuatu, atau sepakat untuk berkorban, Jacinta bertanya: Sudahkah engkau mengatakan kepada Yesus bahwa ini demi cinta kepadaNya? Bila saya berkata bahwa saya belum melakukannya, ia menjawab: Kalau begitu aku akan memberitahukan kepadaNya, dan sambil mengatupkan kedua tangannya, ia mengangkat matanya ke langit dan berkata: Oh, Yesus, ini demi cinta kepadaMu, dan demi pertobatan para pendosa!

11. Cinta kepada Bapa SuciDua imam, yang datang untuk menanyai kami, menyarankan agar kami berdoa bagi Bapa Suci. Jacinta bertanya siapakah Bapa Suci itu. Imam-imam yang baik itu menjelaskan siapa dia dan betapa dia membutuhkan doa-doa. Ini memberi Jacinta cinta yang besar kepada Bapa Suci sehingga, setiap kali ia memper-sembahkan pengorbanan-pengorbanannya kepada Yesus, ia menambahkan: dan untuk Bapa Suci. Pada akhir doa rosario, ia senantiasa mengucapkan tiga Salam Maria bagi Bapa Suci, dan terkadang ia akan berkata: Betapa senangnya aku melihat Bapa Suci! Begitu banyak orang datang kemari, tetapi Bapa Suci tak pernah datang! (12) Dalam kesederhanaannya yang kekanak-kanakan, ia mengandaikan bahwa Bapa Suci dapat melakukan perjalanan ini persis seperti setiap orang lain! Pada suatu hari, ayah dan paman saya (13) dipanggil untuk menghadap Administrator (14) bersama kami bertiga. Aku tidak akan membawa anak-anakku, kata pamanku, atau menghadapkan mereka di depan pengadilan mana pun. Mengapa, mereka belum cukup umur untuk bertanggung jawab atas tindakan(12) Paulus VI pada 13 Mei 1967, dan Yohanes Paulus II pada 13 Mei 1982, 1991, 2000 berkunjung ke Fatima. (13) Nama ayahnya adalah Antonio dos Santos, meninggal 1919. Pamannya adalah Manuel Pedro Marto, meninggal 1957, ayah Francisco dan Jacinta. (14) Administrator itu adalah Artur de Oliveira Santos, meninggal 1955.

54

tindakan mereka, dan selain itu, mereka tak akan pernah mampu menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki menuju Vila Nova de Ourem. Aku sendiri akan pergi dan melihat apa yang mereka kehendaki. Ayah saya berpikir lain: Tentang gadisku, aku akan membawanya! Biarkanlah dia menjawab sendiri; aku samasekali tak tahu apa pun tentang hal ini. Mereka semua memanfaatkan kesempatan ini untuk menakutnakuti kami dengan cara apa pun yang mungkin. Hari berikutnya, sewaktu kami melewati rumah paman saya, ayah saya harus menunggu paman selama beberapa menit. Saya berlari untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Jacinta, yang masih di ranjang. Karena ragu-ragu apakah kami masih akan saling bertemu lagi, saya memeluknya. Sambil berlinang airmata, anak malang itu tersedu-sedu: Bila mereka membunuhmu, katakan kepada mereka bahwa Francisco dan aku sama saja dengan dirimu, dan bahwa kami ingin mati juga. Aku akan langsung pergi sekarang ke sumur bersama Francisco, dan kami akan berdoa dengan hebat untukmu. Ketika kami tiba kembali pada senja hari, saya berlari menuju sumur itu, dan mereka berdua masih berlutut, sambil bersandar ke sisi sumur, kepala mereka terbenam di tangan mereka, sambil menangis sejadi-jadinya. Segera setelah mereka melihat saya, mereka berteriak karena kaget: Jadi engkau sudah datang? Mengapa, kakak perempuanmu datang kemari untuk menimba air dan memberitahu kami bahwa mereka akan membunuhmu! Kami telah berdoa dan menangis begitu hebat untukmu!

12. Di penjara OuremKetika beberapa waktu kemudian kami dijebloskan ke penjara, apa yang paling membuat Jacinta menderita adalah perasaan bahwa orangtua mereka telah meninggalkan mereka. Dengan airmata menetes di pipinya, ia berkata: Baik orangtuamu maupun orangtuaku tidak menengok kita. Mereka tidak peduli lagi kepada kita!55

Jangan menangis, kata Francisco, kita dapat mempersembahkan ini kepada Yesus bagi para pendosa. Jacinta menambahkan: Dan juga bagi Bapa Suci, dan sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap Hati Maria yang tak bernoda. Setelah dipisahkan untuk sementara waktu, kami dipersatukan di salah satu ruangan lain di penjara itu. Ketika mereka memberi tahu kami bahwa mereka akan datang segera untuk membawa kami supaya dibakar hidup-hidup, Jacinta pergi ke pinggir dan berdiri dekat jendela yang menghadap ke pasar ternak. Pertama saya pikir bahwa ia mencoba menghibur diri dengan pandangan itu, tetapi segera saya menyadari bahwa ia sedang menangis. Saya mendekatinya dan menariknya kepadaku, sambil bertanya mengapa ia menangis: Sebab kami akan mati, jawabnya, tanpa pernah melihat orangtua kami lagi, ibu kami pun tidak! Dengan airmata mengalir di pipinya, ia menambahkan: Saya ingin bertemu sekurang-kurangnya dengan ibuku. Bukankah kau mau mempersembahkan pengorbanan ini bagi pertobatan para pendosa? Aku ingin, aku ingin! Dengan wajah berlinang airmata, ia mengatupkan kedua tangannya, mengarahkan matanya ke langit dan melakukan persembahannya: Oh, Yesusku! Ini demi kasih kepadaMu, bagi pertobatan para pendosa, bagi Bapa Suci, dan sebagai silih bagi dosa-dosa terhadap Hati Maria yang tak bernoda! Para narapidana yang hadir pada adegan ini, berusaha menghibur kami: Tetapi yang perlu kalian lakukan, kata mereka, adalah mengatakan kepada Administrator tentang rahasia itu! Tak pernah! begitu jawab Jacinta tegas, lebih baik aku mati.

13. Rosario di penjaraKemudian, kami memutuskan untuk berdoa rosario. Jacinta mengambil medali yang dikenakan sekeliling lehernya, dan meminta seorang narapidana untuk menggantungkannya dengan sebuah paku di dinding. Sambil berlutut di hadapan medali ini, kami mulai56

berdoa. Para narapidana berdoa bersama kami, itu kalau mereka tahu bagaimana berdoa, tetapi sekurang-kurangnya mereka berlutut. Setelah rosario selesai, Jacinta mendekati jendela, dan mulai menangis lagi. Jacinta, tanyaku, tidakkah engkau mau mempersembahkan korban ini kepada Tuhan kita? Ya, aku mau, tetapi aku terus memikirkan ibuku, dan aku tak dapat berhenti menangis. Karena Perawan Tersuci telah memberitahu kami untuk mempersembahkan doa-doa kami dan korban-korban kami juga sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap Hati Maria yang tak bernoda, kami setuju bahwa kami masing-masing akan memilih salah satu maksud itu. Seorang akan mempersembahkan bagi para pendosa, yang lain bagi Bapa Suci dan satu orang lagi bagi silih untuk dosa-dosa terhadap Hati Maria yang tak bernoda. Setelah mengambil keputusan ini, saya berkata kepada Jacinta supaya memilih tujuan mana yang disukainya. Aku mempersembahkan bagi semua ujud itu, sebab aku mencintai mereka semua.

14. Dan akhirnya... menariDi antara para narapidana, ada satu orang yang memainkan concertina (semacam akordion). Untuk mengalihkan perhatian kami, ia mulai bermain dan mereka semua mulai bernyanyi. Mereka bertanya kepada kami apakah kami dapat menari. Kami berkata bahwa kami dapat menari fandango dan vira. Pasangan Jacinta adalah seorang pencuri miskin yang, karena merasa Jacinta terlalu kecil, ia mengangkatnya ke atas dan terus menari bersamanya sambil digendong dengan tangannya! Kami hanya berharap bahwa Bunda Maria mengasihani jiwanya dan mentobatkannya! Nah, boleh jadi Yang Mulia akan berkata: Betapa sikap-sikap yang amat bagus untuk martir! Memang benar. Tetapi kami hanyalah kanak-kanak dan kami tidak berpikir lebih dari ini. Jacinta amat senang menari, dan berbakat khusus untuk itu. Saya ingat bagaimana ia menangis pada suatu hari tentang salah satu saudarasaudaranya yang telah pergi berperang dan konon meninggal dalam tugas. Untuk menghibur dia, saya mengatur tarian kecil bersama57

dua saudaranya. Si anak malang itu berdansa sambil menyeka airmata yang mengalir di pipinya. Kegemarannya untuk menari sedemikian besar, sehingga bunyi seorang gembala yang memainkan alat musiknya sudahlah cukup untuk membuatnya menari sendirian. Meski demikian, ketika waktu karnaval atau pesta St Yohanes tiba, ia mengatakan: Aku tidak mau menari lagi. Dan mengapa tidak? Sebab aku ingin mempersembahkan ini kepada Tuhan kita.

II. SETELAH PENAMPAKAN-PENAMPAKAN1. Doa-doa dan pengorbanan-pengorbanan di CabecoBibi saya bosan sekali karena harus terus-menerus meminta seseorang untuk memanggilkan anak-anaknya, sekadar untuk memuaskan orang-orang yang datang untuk minta bicara dengan mereka. Oleh karena itu ia menyerahkan penggembalaan ternaknya kepada Yohanes, anaknya yang lain (15). Keputusan ini amat berat bagi Jacinta atas dua alasan: pertama, karena ia terpaksa berbicara kepada setiap orang yang datang mencarinya, dan kedua, karena ia tak dapat lagi menghabiskan seluruh hari bersama saya. Tetapi ia terpaksa harus pasrah, bagaimana pun. Untuk melepaskan diri dari para pengunjung yang tidak disambut baik, ia dan Francisco biasa pergi dan bersembunyi di lubang gua sebuah batu (16) di sisi bukit yang menghadap desa saya. Di puncak bukit itu terdapat gilingan dengan kincir angin. Karena terletak di lereng timur, tempat persembunyian ini sedemikian bagus terbentuk sehingga memberi perlindungan ideal bagi mereka baik dari hujan maupun dari matahari yang menyengat, terutama karena tempat itu dinaungi oleh banyak pohon ek dan pohon zaitun. Betapa banyak doa dan pengorbanan yang dipersembahkan Jacinta kepada Tuhan kita!

(15) Yohanes Marto, kakak Jacinta (meninggal 28 April 2000). (16) Bukit itu disebut Cabeco, dan gua di lerengnya dikenal sebagai Loca do Cabeco.

58

Di seluruh lereng itu tumbuh berbagai macam bunga. Di antaranya ada banyak iris, dan Jacinta menyukai iris terutama. Setiap petang ia menunggu saya dalam perjalanan pulang saya, sambil memegang sekuntum iris yang dipetiknya untuk saya, atau suatu bunga lain bila tidak menemukan iris. Memetiki daun bunganya satu demi satu dan menebarkannya ke atas saya merupakan kebahagiaan sejati bagi dia. Ibu saya merasa puas untuk sementara waktu dengan memutuskan setiap hari ke mana saya harus menggembalakan ternak, agar ia tahu ke mana menemukan saya bila saya diperlukan. Kalau tempatnya dekat, saya memberitahu teman-teman kecil saya, dan mereka tak membuang-buang waktu untuk datang bergabung dengan saya. Jacinta tak pernah berhenti berlari sampai ia melihat saya. Kemudian, setelah kelelahan, ia duduk dan terus-menerus memanggil saya, sampai saya menjawab dan lari menjumpainya.

2. Interogasi-interogasi yang menyusahkanAkhirnya ibu saya, karena capai melihat kakak saya menghabiskan waktunya untuk datang dan memanggil saya dan menggantikan saya menggembalakan domba, memutuskan untuk menjual lahan itu. Ia membicarakan segala sesuatunya dengan bibi saya, dan mereka sepakat untuk mengirimkan kami bersekolah. Pada waktu bermain, Jacinta suka mengunjungi Sakramen Mahakudus. Tampaknya mereka menduga, begitu dia akan berkata. Segera setelah kita ada di dalam gereja sekelompok orang datang menanyai kami! Saya ingin sekali sendirian lama dengan Yesus yang tersembunyi dan berbicara kepadaNya, tetapi mereka tak pernah membiarkan kita melakukannya. Memang benar, orang-orang desa sederhana tak pernah membiarkan kami sendiri. Dengan keluguan yang amat besar, mereka memberitahukan kebutuhan-kebutuhan mereka dan kesulitan-kesulitan mereka kepada kami. Jacinta memperlihatkan rasa belaskasihan yang paling besar, terutama kalau menyangkut seorang pendosa, sambil berkata: Kita harus berdoa dan mempersembahkan korban-korban kepada Tuhan kita, agar si pendosa itu ditobatkan dan tidak masuk neraka, manusia malang!59

Dalam kaitan ini boleh jadi ada baiknya menyampaikan di sini sebuah peristiwa yang memperlihatkan sejauh mana Jacinta berusaha melepaskan diri dari orang-orang yang datang mencarinya. Kami sedang dalam perjalanan menuju Fatima pada suatu hari (17), dan mendekati jalan utama, ketika kami mengamati sekelompok pria dan wanita keluar dari sebuah kereta. Kami tahu dengan pasti bahwa mereka mencari kami. Lari merupakan hal yang mustahil, sebab mereka akan melihat kami. Kami berjalan terus, dengan harapan melewatinya tanpa dikenali. Setelah mencapai kami, wanita-wanita itu bertanya apakah kami kenal para gembala kecil yang mendapat penampakan Bunda Maria. Kami berkata kami kenal. Tahukah kalian di mana mereka tinggal? Kami memberi mereka petunjuk-petunjuk tepat, kemudian berlari untuk bersembunyi di ladang-ladang di antara semak-semak berduri. Jacinta begitu gembira dengan hasil strategi kecilnya, sehingga ia berseru: Kita harus senantiasa melakukan hal ini bila mereka tidak mengenal kita.

3. Romo Cruz yang salehPada suatu hari datanglah Romo Cruz (18) dari Lisbon, menurut gilirannya, untuk menanyai kami. Setelah ia selesai, ia meminta kami untuk memperlihatkan kepadanya tempat di mana Bunda Maria menampakkan diri kepada kami. Dalam perjalanan itu kami berjalan di kiri kanan romo tersebut, yang menunggang seekor bagal yang begitu kecil sehingga kedua kaki beliau hampir menyentuh tanah. Sewaktu kami berjalan, ia mengajar kami litani doa-doa singkat, dua di antaranya dijadikan doanya sendiri oleh Jacinta dan tak pernah berhenti melafalkannya sesudah itu: Oh, Yesusku, aku sayang padaMu! Hati Maria yang manis, jadilah keselamatanku! Pada suatu hari dalam sakitnya, ia berkata kepada saya: Aku amat senang mengatakan kepada Yesus bahwa aku mencintaiNya! Berkali-kali, ketika aku mengatakan kepadaNya, tampaknya ada api di hatiku, tetapi tubuhku tidak terbakar.(17) Ini terjadi pada 1918 atau 1919, satu tahun setelah penampakan-penampakan. (18) Romo Francisco Cruz SJ, 1858-1948, hamba Tuhan yang sedang dalam proses beatifikasi.

60

Lain waktu ia berkata: Aku mencintai Tuhan kita dan Ratu kita begitu hebat, sehingga aku tak pernah lelah mengatakan kepada mereka bahwa aku mencintai mereka.

4. Rahmat-rahmat melalui JacintaAda seorang perempuan tetangga kami yang mengumpat kami setiap kali kami menjumpainya. Pada suatu hari kami berjumpa dengan dia, sewaktu ia keluar dari kedai minum, sedikit agak mabuk. Karena tidak puas dengan sekadar umpatan, ia melangkah lebih lanjut. Setelah ia selesai, Jacinta berkata kepada saya: Kita harus memohon kepada Ratu kita dan mempersembahkan korban untuk pertobatan perempuan ini. Ia mengucapkan begitu banyak hal yang penuh dosa hingga bila ia tidak pergi mengaku dosa, ia akan masuk neraka. Beberapa hari kemudian, kami berlari melewati pintu rumah perempuan itu ketika tiba-tiba Jacinta berhenti, dan sambil berpaling ia bertanya: Dengar! Bukankah kita besok pagi akan melihat Perawan itu? Ya, memang. Oleh karena itu janganlah kita bermain lagi. Kita dapat menjadikan ini sebagai korban bagi pertobatan para pendosa. Tanpa menyadari bahwa mungkin ada orang yang mengamatinya, ia menaikkan kedua tangan dan matanya ke langit, dan melakukan persembahannya. Sementara itu si perempuan, mengintip melalui tirai di rumahnya. Ia mengatakan kepada ibu saya sesudahnya bahwa apa yang dibuat Jacinta amat berkesan kepadanya, sehingga ia tidak membutuhkan bukti untuk mempercayai kebenaran penampakan-penampakan itu; sejak itu, ia tidak hanya tidak mengumpat kami lagi, melainkan akan terus meminta kami untuk beroda kepada Sang Perawan, agar dosa-dosanya diampuni. Lagi-lagi, seorang wanita yang mengidap penyakit mengerikan menjumpai kami pada suatu hari. Sambil menangis, ia berlutut di depan Jacinta dan memohon kepadanya agar meminta Bunda Maria untuk menyembuhkannya. Jacinta sedih melihat seorang wanita berlutut di depannya, dan memegangnya dengan tangan gemetar untuk mengangkatnya. Tetapi melihat hal ini merupakan sesuatu61

yang di luar kekuatannya, ia pun berlutut dan mendoakan tiga Salam Maria bersama wanita tadi. Kemudian Jacinta meminta wanita itu untuk berdiri, dan menjamin kepadanya bahwa Ratu kita akan menyembuhkannya. Setelah itu, ia terus berdoa setiap hari untuk wanita itu, sampai ia kembali kemudian hari untuk mengucapkan terima kasih kepada Ratu kita karena kesembuhannya. Pada kesempatan lain, ada seorang prajurit yang menangis seperti anak kecil. Ia telah mendapat perintah untuk berangkat ke medan perang, meskipun isterinya sedang sakit di ranjang dan ia mempunyai tiga anak kecil. Ia memohon entah isterinya akan disembuhkan atau agar perintah itu dibatalkan. Jacinta menyuruhnya untuk berdoa rosario bersamanya, dan kemudian berkata kepadanya: Jangan menangis. Bunda Maria itu baik sekali! Ia tentu akan memberikan rahmat yang kauminta. Sejak itu ia tak pernah lupa kepada prajurit tadi. Pad