membaca gelagat di balik renegosiasi kontrak freeport

2
Membaca Gelagat Di Balik Renegosiasi Kontrak Freeport Geliat Resource Nationalism sedang berada pada puncaknya. Banyak ekspektasi yang ditumpangkan di sana. Isu nasionalisasi perusahaan asing sempat menjadi bahasan hangat di kalangan publik maupun mahasiswa. Namun, seiring berjalannya waktu sepertinya kobaran semangat itu mulai memudar. Entah apa yang meredam semangat yang awalnya menyala-nyala itu. Mungkin langkah pemerintah melakukan renegosiasi kontrak-kontrak berkenaan dengan penerapan UU Nomor 4 tahun 2009 telah membuat publik puas. Atau sebaliknya, publik dibuat putus asa terhadap langkah yang dibuat pemerintah dalam merenegosiasi kontrak- kontrak itu, entah lah. Belum lama ini pemerintah merampungkan renegosiasi kontrak beberapa PKP2B dan sebuah Kontrak Karya. Freeport merupakan perusahaan yang telah bersepakat dengan pemerintah untuk merenegosiasi kontraknya yang berupa Kontrak Karya. Renegosiasi selesai ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia pada akhir Juli lalu. Dalam nota kesepakatan ini PT FI harus memenuhi enam poin kewajibannya, yaitu: 1. Royalti emas dan perak sebesar 3.75% 2. Divestasi saham sebesar 30% 3. Penguasaan lahan menjadi 125.000 ha 4. Penggunaan 100% jasa dan produk lokal 5. Pembangunan smelter di dalam negeri 6. Perpanjangan kontrak masih akan dibahas paling cepat 2019 Keenam poin tersebut telah disepakati oleh pemerintah dan PT FI. Namun, masih ada pertanyaan yang mengganjal yaitu apa yang akan terjadi di 2019? Apakah pemerintah akan memutus kontrak PT FI atau akan memperpanjangnya? Pemerintah memang menyatakan bahwa keputusan itu baru dapat diambil oleh pemerintah yang berkuasa di tahun 2019. Namun, sebenarnya sudah nampak cukup jelas apa yang akan terjadi di tahun itu. Jika diamati, semua

Upload: pa-dadang

Post on 12-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Renegosiasi Kontrak Freeport

TRANSCRIPT

Page 1: Membaca Gelagat Di Balik Renegosiasi Kontrak Freeport

Membaca Gelagat Di Balik Renegosiasi Kontrak Freeport

Geliat Resource Nationalism sedang berada pada puncaknya. Banyak ekspektasi yang ditumpangkan di sana. Isu nasionalisasi perusahaan asing sempat menjadi bahasan hangat di kalangan publik maupun mahasiswa. Namun, seiring berjalannya waktu sepertinya kobaran semangat itu mulai memudar. Entah apa yang meredam semangat yang awalnya menyala-nyala itu. Mungkin langkah pemerintah melakukan renegosiasi kontrak-kontrak berkenaan dengan penerapan UU Nomor 4 tahun 2009 telah membuat publik puas. Atau sebaliknya, publik dibuat putus asa terhadap langkah yang dibuat pemerintah dalam merenegosiasi kontrak-kontrak itu, entah lah.

Belum lama ini pemerintah merampungkan renegosiasi kontrak beberapa PKP2B dan sebuah Kontrak Karya. Freeport merupakan perusahaan yang telah bersepakat dengan pemerintah untuk merenegosiasi kontraknya yang berupa Kontrak Karya. Renegosiasi selesai ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia pada akhir Juli lalu. Dalam nota kesepakatan ini PT FI harus memenuhi enam poin kewajibannya, yaitu:

1. Royalti emas dan perak sebesar 3.75%2. Divestasi saham sebesar 30%3. Penguasaan lahan menjadi 125.000 ha4. Penggunaan 100% jasa dan produk lokal5. Pembangunan smelter di dalam negeri6. Perpanjangan kontrak masih akan dibahas paling cepat 2019

Keenam poin tersebut telah disepakati oleh pemerintah dan PT FI. Namun, masih ada pertanyaan yang mengganjal yaitu apa yang akan terjadi di 2019? Apakah pemerintah akan memutus kontrak PT FI atau akan memperpanjangnya? Pemerintah memang menyatakan bahwa keputusan itu baru dapat diambil oleh pemerintah yang berkuasa di tahun 2019. Namun, sebenarnya sudah nampak cukup jelas apa yang akan terjadi di tahun itu. Jika diamati, semua gerak-gerik pemerintah maupun PT FI sudah menggambarkan apa yang akan terjadi di tahun 2019.

Jika dicermati, PT FI akan beralih sepenuhnya dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan cadangan grasberg sudah tidak ekonomis lagi untuk diusahakan secara open pit. Sementara itu, pengembangan tambang bawah tanah PT FI sudah dilakukan sejak lama. Dan dengan data saat ini diproyeksikan cadangan akan cukup untuk produksi selama 50 tahun ke depan (PT FI, 2014). Investasi untuk tambang bawah tanah ini membutuhkan waktu pengembalian yang relatif lama. Oleh karena itu, freeport melakukan investasi pembangunan fasilitas tambang bawah tanah untuk jangka waktu panjang melebihi tahun 2019. Dari hal ini sudah terlihat bahwa freeport yakin bahwa jangka waktu kerjanya akan diperpanjang oleh pemerintah. Dengan kata lain, di tahun 2019 nanti PT FI berkeyakinan bahwa kontraknya akan diperpanjang meskipun hal ini tidak dinyatakan secara eksplisit.

Page 2: Membaca Gelagat Di Balik Renegosiasi Kontrak Freeport

Selnjutnya dari langkah-langkah pemerintah juga tidak mencerminkan keinginan untuk menggantikan keberadaan PT FI di tanah papua. Sampai saat ini, pemerintah tidak melakukan langkah-langkah guna mempersiapkan BUMN yang akan menggantikan PT FI mengelola tambang di papua. Seharusnya, jika pemerintah memang berkeinginan mengambil alih tambang PT FI di 2019 nanti maka sedari saat ini sudah melakukan persiapan-persiapan. Jika dicermati, kemungkinan BUMN yang seharusnya diproyeksikan menggantikan PT FI adalah PT Aneka Tambang. Namun sekali lagi sampai saat ini tidak ada langkah pemerintah yang menunjukkan sebuah good will untuk kebaikan bangsa di masa depan.

Dari beberapa hal di atas agaknya memang dapat diprediksi apa yang akan terjadi di 2019 berkaitan dengan Kontrak PT FI ini. Namun, apapun memang masih mungkin terjadi. Oleh karena itu, mari kita kawal pelaksanaan hasil renegosiasi kontrak freeport ini.