memanfaatkan bonus demografi tahun 2025-teropong.docx

4
Memanfaatkan Bonus Demografi Tahun 2025-2035 Oleh : Maria M Widiantari, SSos, MSi Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Merdeka Madiun Beberapa waktu belakangan, kita sering mendengar perbincangan mengenai Bonus Demografi dan bahwa Indonesia diprediksi akan mendapat bonus pada tahun 2020-2030. Berdasarkan data “Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035” oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan United Nations Population Fund (UNPF) tahun 2013, dalam rentang waktu tersebut komposisi penduduk produktif Indonesia mencapai level tertinggi melebihi populasi non-produktif. Bonus demografi adalah ‘bonus’ yang dapat dinikmati sebuah negara ketika komposisi atau proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibanding proporsi penduduk usia tidak/kurang produktif, yakni 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Proporsi itu idealnya menggambarkan rendahnya angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif. Diperkirakan dalam rentang waktu 2020-2030 yang akan datang, jumlah usia angkatan kerja atau usia produktif (15-64 tahun) akan mencapai 70% dari total penduduk. Sebaliknya, angka penduduk tidak produktif menjadi sekitar 30%. Jika diasumsikan jumlah penduduk Indonesia pada saat itu 240 juta jiwa, maka penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta jiwa, sedangkan jumlah usia non produktif hanya 60 juta jiwa saja. Itu artinya angka ketergantungan penduduk juga relatif rendah atau sekitar 44 jiwa per 100 penduduk produktif. Kondisi ini tentu saja harus menjadi berkah, terutama bila dipandang dari perspektif pembangunan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan. Artinya, berlimpahnya tenaga produktif bisa menjadi energi positif untuk mendorong pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan dibidang ekonomi. Dampaknya, kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan diharapkan bisa dicapai lebih cepat dari sekarang. POTENSI BESAR Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dan letak geografis yang strategis menunjukkan potensi untuk menjadi negara besar dan maju. Sayangnya, selama

Upload: rya-ristu-nugroho

Post on 10-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Memanfaatkan Bonus Demografi Tahun 2025-Teropong.docx

Memanfaatkan Bonus Demografi Tahun 2025-2035Oleh : Maria M Widiantari, SSos, MSi

Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Merdeka Madiun

Beberapa waktu belakangan, kita sering mendengar perbincangan mengenai Bonus Demografi dan bahwa Indonesia diprediksi akan mendapat bonus pada tahun 2020-2030. Berdasarkan data “Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035” oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan United Nations Population Fund (UNPF) tahun 2013, dalam rentang waktu tersebut komposisi penduduk produktif Indonesia mencapai level tertinggi melebihi populasi non-produktif.

Bonus demografi adalah ‘bonus’ yang dapat dinikmati sebuah negara ketika komposisi atau proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibanding proporsi penduduk usia tidak/kurang produktif, yakni 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Proporsi itu idealnya menggambarkan rendahnya angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif.

Diperkirakan dalam rentang waktu 2020-2030 yang akan datang, jumlah usia angkatan kerja atau usia produktif (15-64 tahun) akan mencapai 70% dari total penduduk. Sebaliknya, angka penduduk tidak produktif menjadi sekitar 30%. Jika diasumsikan jumlah penduduk Indonesia pada saat itu 240 juta jiwa, maka penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta jiwa, sedangkan jumlah usia non produktif hanya 60 juta jiwa saja. Itu artinya angka ketergantungan penduduk juga relatif rendah atau sekitar 44 jiwa per 100 penduduk produktif.

Kondisi ini tentu saja harus menjadi berkah, terutama bila dipandang dari perspektif pembangunan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan. Artinya, berlimpahnya tenaga produktif bisa menjadi energi positif untuk mendorong pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan dibidang ekonomi. Dampaknya, kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan diharapkan bisa dicapai lebih cepat dari sekarang.

POTENSI BESAR

Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dan letak geografis yang strategis menunjukkan potensi untuk menjadi negara besar dan maju. Sayangnya, selama ini pembangunan dibidang kependudukan khususnya terkait Sumber Daya Manusia (SDM) kurang mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Apalagi jika dikaitkan dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Faktanya, Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia Indonesia saat ini menempati urutan 111 dari 182 negara di dunia. Sementara di kawasan ASEAN, Indonesia berada di posis 6 dari 10 negara anggota ASEAN dibawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.

Rendahnya tingkat IPM atau HDI ini seolah membuktikan SDM kita yang masih rendah kualitas dan daya kompetitifnya. Lihat saja, sebagian besar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri berprofesi sebagai pembantu rumah tangga atau pekerja industri. Sangat sedikit yang menjadi tenaga ahli atau terampil di berbagai bidang. Sebaliknya, di dalam negeri justru banyak posisi tenaga ahli atau posisi-posisi strategis di level top management yang ditempati tenaga kerja asing.

Bonus demografi bisa berubah menjadi bencana bila mayoritas penduduk usia produktif berpendidikan rendah, tidak memiliki keahlian memadai, tingkat

Page 2: Memanfaatkan Bonus Demografi Tahun 2025-Teropong.docx

kesehatan buruk, mentalitas parasit yang pemalas, serta terjerat narkoba. Terlebih memasuki era perdagangan bebas dengan berlakunya kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN dimana iklim kompetisi semakin berkembang dan semakin ketat. Bukan pertumbuhan ekonomi yang kita raih, justru semakin terperosok ke dalam jurang kemiskinan. Maka Bonus demografi menuntut adanya persiapan berupa rencana dan tindakan yang tepat, sistematis, dan cermat. 

Pertama , mengingat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan itu sendiri yang diukur dari Human Resource Development atau kualitas sumber daya manusia, maka pembangunan manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Diperlukan upaya-upaya untuk terus meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dan pemerataan pendidikan, terutama menyangkut bidang ilmu murni dan terapan, ilmu komputer dan teknologi informatika, dan elektronika, selain juga pendidikan budi pekerti dan pengetahuan global. Sebagaimana diketahui, hampir 70% lulusan perguruan tinggi di Indonesia adalah sarjana sosial dan hanya 30% sarjana di bidang science dan teknologi. Implikasinya, Indonesia belum mampu menghasilkan produk-produk berteknologi tinggi dan bernilai ekonomis tinggi sehingga belum mampu bersaing dengan negara-negara industri maju. Hal ini sesuai dengan tujuan RPJMN 2015-2019 yang menekankan tiga hal pokok, yaitu pembangunan ekonomi kompetitif berbasis SDA, SDM bermutu, dan kemampuan Iptek.

Ke depan, kurikulum pendidikan harus terus direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan lapangan kerja. Wajib belajar 12 tahun harus terus didorong, mengurangi angka putus sekolah terutama dari keluarga miskin, dan pendidikan dasar yang lebih banyak mengajarkan cara berpikir dan berperilaku kreatif. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Indeks Pembanguan Manusia Indonesia tergolong rendah, sehingga berimplikasi pada lapangan kerja yang bisa menyerap angkatan kerja, yakni lebih banyak pada sektor informal. Dimasa yang akan datang, semua penduduk produktif harus terserap pasar tenaga kerja. Bukan asal terserap, melainkan harus lebih banyak masuk ke sektor formal. Maka pendidikan tinggi harus lebih diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja, berbekal keterampilan yang memadai dan berdaya saing global.

Kedua, masalah kesehatan dan kecukupan gizi terutama bagi balita, anak-anak, dan remaja. Perlu dipahami pentingnya asupan nutrisi pertama sejak kelahiran karena dalam jangka waktu tersebut merupakan masa-masa untuk perkembangan otak. Demikian juga dengan konsumsi gizi seimbang bagi masyarakat Indonesia. Misalnya konsumsi ikan yang mengandung banyak lemak Omega-3 yang mampu mendorong tubuh memproduksi lebih banyak sel otak sehingga berdampak pada kecerdasan, meningkatnya daya tangkap, dan daya ingat serta menjadikan tubuh lebih sehat dan kuat. Konsumsi ikan masyarakat Indonesia rata-rata baru mencapai 30,48 kg/orang/tahun. Bandingkan dengan konsumsi ikan masyarakat Jepang yang mencapai 60 kilogram/orang/tahun. Sumber Daya Manusia yang berkualitas, bisa dibangun mulai dari sini.

Maka untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat secara jasmani yang ditandai dengan tingginya tingkat kecerdasan, fisik yang sehat dan kuat, serta berjiwa kreatif dalam menyikapi perkembangan jaman, gerakan Gemar Makan Ikan yang akhir-akhir ini terus dikampanyekan oleh Pemerintah, agaknya menjadi sangat relevan. Konsumsi ikan diyakini menjadi salah satu kunci Jepang maju pesat sebagai negara industri karena kecerdasan warganya. Tidak ada salahnya kita meniru pola konsumsi ikan dari negara Jepang. Kebijakan Pemerintahan Jokowi untuk berdaulat maritim, yang ditandai dengan sikap tegas terhadap kapal-kapal

Page 3: Memanfaatkan Bonus Demografi Tahun 2025-Teropong.docx

asing pencuri ikan yang membuat hasil laut para nelayan menjadi berlimpah, diharapkan turut berperan dalam mengubah image ikan sebagai makanan mahal dan mewah.

Ketiga, dibidang ketenagakerjaan Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja baru dan menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja agar terjadi pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 5,7% per tahun. Akan sulit bagi Pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7% per tahun jika tidak memanfaatkan peluang bonus demografi. Kita lihat saja, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah 6,5% pada tahun 2012 itupun karena pengaruh ekonomi global. Namun harus disadari bahwa bonus demografi tidak serta merta menumbuhkan perekonomian nasional. Harus disertai upaya-upaya strategis agar tenaga kerja produktif terserap ke lapangan kerja. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah mendorong industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan menengah.

Keempat, dalam hal regulasi diperlukan peraturan-peraturan yang mendorong ekonomi, serta tidak menyulitkan pelaku usaha dalam hal perizinan, transparansi biaya perizinan (bebas pungli),  bahkan memberikan insentif kepada pelaku usaha. Dan secara makro, pemerintah harus bisa menciptakan stabilitas ekonomi agar tidak merugikan para pelaku ekonomi. Semakin banyak investor, semakin bergairah iklim usaha, semakin banyak tercipta lapangan kerja, semakin banyak tenaga produktif terserap, maka pertumbuhan ekonomi bisa diharapkan.

Menghadapi tantangan dan peluang dengan hadirnya Bonus Demografi, bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah. Diperlukan dukungan semua pihak agar Bonus Demografi tidak justru menjadi bencana. Mari kita bersiap mulai dari sekarang, supaya Bonus Demografi menjadi berkah yang menggembirakan.***