melakukan tujuan instruksional khusus
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembuatan rencana pembelajaran sangatlah penting dalam kegiatan belajar
dan mengajar. Tahapan pembuatan rencana pembelajaran dimulai dengan analisis
karakteristik siswa dan lingkungan. Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi
perilaku dan karakteristik awal peserta didik adalah menentukan garis batas antara
perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta
didik. Selanjutnya guru dapat melakukan pembuatan tujuan instruksional. Tujuan
instruksional terbagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional khusus (TIU) dan tujuan
instruksional khusus (TIK).
TIU sering disebut dengan standar kompetensi. TIU telah dibuat oleh
pemerintah, sehingga sebagai guru hanya melaksanakannya. Akan tetapi, guru masih
perlu membuat TIK. TIK dirumuskan oleh guru setelah memperhatikan karakteristik
dari peserta didiknya. Tujuan Instruksional (TIK) yang istilah lainnya adalah sempit
dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku
spesifik.dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari
pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya
dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar
dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya
didasarkan pada TIU. Hal ini didasarkan pada bagan berikut ini
1
Penulisan Tujuan Instruksionai Khusus (TIK) merupakan langkah yang sangat
penting dalam proses penyusunan desain instruksional. Sebab TIK ini menentukan
dengan tepat apakah ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang harus dimiliki oleh
siswa setelah mengikuti suatu pelajaran. Para guru/pendidik tak ayal lagi, perlu
memiliki keterampilan dalam penulisan TIK ini. Namun lebih penting lagi ialah
melaksanakan dengan tepat TIK yang telah dirumuskan. Uraian berikut diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dan ketrampilan para guru, dosen ataupun pendidik
lainnya tentang penulisan TIK yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apa itu TIK?
2. Bagaimana merumuskan TIK?
3. Bagaimana enggunaan kata Kerja Operasional dalam Tujuan
Instruksional?
2
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu TIK
2. Untuk mengetahui bagaimana merumuskan TIK
3. Untuk mengetahui bagaimana kontroversi penggunaan kata Kerja
Operasional dalam Tujuan Instruksional.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Fred dan Henry (dalam Nur’aini, 2011) mendefinisikan tujuan
instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas
menunjukkan penampilan / keterampilan yang diharapkan sebagai hasil dari
proses belajar. Tujuan pembelajaran merupakan sebuah pernyataan dalam hal
spesifik dan terukur yang menggambarkan apa yang pelajar akan
tahu atau mampu lakukan sebagai hasil dari terlibat dalam kegiatan belajar.
Sedangkan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (dalam Suparman,
2012:192) merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing
menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk
membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau terminal
objective yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional
akhir.
Tujuan Instruksional (TIK) merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam
bentuk perilaku spesifik. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah
kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang
biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan
pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian
pernyataannya didasarkan pada TIU(Sodjarwo dalam Nita, 2011).
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang
tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat
ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja
yang dapat dilihat oleh mata (Suparman, 2012: 193). Perumusan TIK yang dapat
diukur, artinya tingkat pencapaian siswa dalam perilaku yang ada dalam TIK dapat
diukur dengan tes atau alat pengukur lainnya.
Menurut Soedjarwo (1995: 81) Penulisan sasaran belajar sedikitnya
menyatakan tentang: a). Isi materi dan bahasan b). Tingkat penampilan yang
4
diharapkan c). Prasyarat pengungkapan hasil kerja. Tentunya secara ideal diharapkan
peserta didik mendapatkan perubahan secara menyeluruh, baik dalam pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (motorik).
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional
karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
akan dicapai siswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang
digunakan oleh pengajar.
Dick, Carey and Carey (2009) mengulas bagaimana Robert Mager
memengaruhi dunia pendidikan di Amerika untuk merumuskan TIK dengan kalimat
yang jelas, pasti, dan dapat diukur sejak awal tahun 1960. Yang dimaksud dengan
perumusan TIK secara jelas adalah TIK yang diungkapkan secara tertulis dan
diinformasikan kepada peserta didik sehingga peserta didik dan pengajar mempunyai
pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK secara pasti, artinya TIK tersebut mengandung satu
pengertian, atau tidak mungkin dirafsirkan ke dalam pengertian yang lain. Untuk itu,
TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable).
Perumusan TIK yang dapat diukur berarti bahwa tingkat pencapaian peserta
didik dalam perilaku yang ada dalam Tik itu dapat diukur dengan tes atau alat
pengukuran yanglain.
Mager menerbitkan buku tentang penulisan tujuan instruksional pada tahun
1962. Lokakarya penulisan tujuan instruksional di Amerika dilakukan secra gencar
dengan peserta ribuan guru. Namun, tujuan instruksional yang telah ditulis oleh guru
pada waktu itu mengalami nasib yang kurang menggembirakan karena dua hal
sebagai berikut: Pertama, banyak guru yang menulis tujuan instruksional
berdasarkan daftar isi buku teks yang telah ada. Dengan kata lain, tujuan
isntruksional ditulis berdasarkan isi pelajaran. Seharusnya para guru itu melakukan
hal sebaliknya. Kedua, ribuan tujuan instruksional yang telah selesai ditulis oleh guru
itu tergeletak di atas meja mereka, tidak punya dampak terhadap proses instruksional.
Setelah penulisan tujuan instruksional tersebut, tidak ada perubahan dalam praktik
kegiatan instruksional. Dick dan Carey selanjutny menyebutkan bahwa penyebab
5
keadaan di atas adalah tidak dikaitkannya penulisan tujuan instruksional tersebt
dengan proses penyusunan desain instruksional secara keseluruhan.
Para pengajar tersebut tidak melihat pengertian yang mendalam tentang
kaitan antara penulisan tujuan instruksional tersebut dengan komponen-komponen
lain dalam sistem instruksional. Mereka lebih memandang penulisan tujuan
instruksional tersebut sebagai teknik baru dalam mwnuliskan tujuan instruksional,
sedangkan isi pelajaran, metode instruksional, dan tes yang digunakannya tetap sama
seperti yang mereka pergunakan selama ini. Inovasi itu terbatas pada penulisan
tujuan instruksional saja.
Mungkinkah kejadian di Amerika Serikat sepanjang tahun 60-an itu terjadi
pula di Indonesia saat ini? Kita tidak tahu pasti. Riset dalam bidang itu masih sangat
diperlukan.
Sejak awal tahun 1970 para pengajar di Indonesia dari tingkat sekolah dasar
(SD) sampai sekolah menengah telah ditatar dalam pengembangan instruksional
dengan menggunakan model Program Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Di samping itu, sebagian dari proses pengembangan tersebut telah dirumuskan dalam
bentuk Kurikulum tahun 1975 sebagai kurikulum yang bersifat nasional. Dalam
kurikulum tersebut, tujuan instruksional umum dan isi pelajaran telah ditetapkan.
Para pengajar Sd sampai SMTA tersebut seharusnya meneruskannya dengan
kegiatan analisis instruksional, identifikasi perilaku dan karakteristik siswa,
perumusan TIK, penulisan tes, penetuan strategi instrusional, dan penembangan
bahan instruksional bila bahan yang bersifat standar masih belum cukup.
Untuk yang terakhir ini, yaitu bahan instruksional, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan pada waktu itu juga telah mengeluarkan buku-buku pegangan yang
dimksudkan sebagai dasar dn patokan isi pelajaran secara nasional. Dengan
tersedianya kurikulum nasional berikut buku-buku tersebut, para guru seharusnya
masih perlu mengembangkan sendiri sistem instruksionalnya yang sesuai dengan
perilaku awal dan karakteristik awal siswa, serta fasilitas dan alat-alat yang terdapat
di sekolah dan lingkungan masing-masing. Namun pada praktiknya, mereka tidak
membuatnya sendiri melainkan menggunakan semua perangkat rencana
pembelajaran yang seragam. Di sinilah letak awal mula tidak tumbuhnya kreativitas
6
pengajar dan penyeragaman rencana pembelajaran pada hal kondisi setiap sekolah
dan setiap daerah sangat heterogen.
Di tingkat perguruan tinggi, para dosen telah diatur dalam perencanaan proses
belajar-mengajar. Penataran ini lebih komprehensif dari yang dilakukan di Amerika
Serikat tahun 1960-an karena tidak hanya terbatas pada penulisan tujuan instrusional,
tetapi juga dalam proses belajar-mengajar secara keseluruhan. Dilihat dari segi
materi, penataran pengajaran di Indonesia lebih luas dibandingkan dengan yang
dilakukan Amerika Serikat tahun 60-an. Tiga pertanyaan yang perlu dicari
jawabanya adalah: Pertama,seberapa jauh para pengajar melihat kedudukan tujuan
instruksional tersebut sebagai dasar dalam menetapkan komponen-komponen lain
dalam sistem instruksional? Kedua, seberapa jauh para pengajar tersebut menerapkan
prosedur pengembangan instruksional kegiatan instruksionalnya? Ketiga, seberapa
jauh pengajar yang telah ditatar itu menggunakan desain instruksional yang telah
disusunya dalam kegiatan instruksional yang dilakukanya sehari-hari.
Secara nasional, perlu dicari pula tampak usaha peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap pengajar dalam pengembangkan instruksional terhadap
presrtasi belajar belajar peserta didik.
B. Syarat- syarat Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional
Umum. Dalam perumusan TIK harus memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut:
1. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan
proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa
mampu mengidentifikasi ciri- ciri nilai sosial. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi nilai sosial”.
2. Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran
haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional
Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana
pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut
Tujuan Instruksional Khusus :
a) Dapat menjelaskan;
7
b) Dapat memberi contoh dan ;
c) Dapat menggunakan;
3. Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus
sesuai dengan kemampuan siswa
4. Banyaknya TIK yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk
mencapainya (Hernawan, 2005).
C. Cakupan Tujuan Instruksional
Menurut Bloom dalam bukunya “Taxonomy of Educational
Objectives” mengolongkan tujuan pendidikan/instruksional, dalam tiga ranah, yakni:
ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotorik
a. Kognitif (proses berfikir )
Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan
memecahkan masalah.Menurut Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas
enam bagian :
1) Pengetahuan (knowledge)
Mengacu kepada kemampuan mengenal materi yang sudah dipelajari dari yang
sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan
mengingat keterangan dengan benar.
2) Pemahaman (comprehension)
Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di
atas pengetahuan dan merupakan tingkat berfikir yang rendah.
3) Penerapan (application)
Mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah
dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip.
Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada
pemahaman.
4) Analisis (analysis)
Mengacu kepada kemampun menguraikan materi ke dalam komponen-komponen
atau faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan di antara bagian
yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih
8
dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi
daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
5) Sintesa (evaluation)
Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen
sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerluakn
tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berfikir yang lebih
tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
6) Evaluasi (evaluation)
Mengacu kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk
tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi.
Urutan-urutan seperti yang dikemukakan di atas, seperti ini sebenarnya masih
mempunyai bagian-bagian lebih spesifik lagi. Di mana di antara bagian tersebut akan
lebih memahami akan ranah-ranah psikologi sampai di mana kemampuan pengajaran
mencapai Introduktion Instruksional. Seperti evaluasi terdiri dari dua kategori yaitu
“Penilaian dengan menggunakan kriteria internal” dan “Penilaian dengan
menggunakan kriteria eksternal”. Keterangan yang sederhana dari aspek kognitif
seperti dari urutan-urutan di atas, bahwa sistematika tersebut adalah berurutan yakni
satu bagian harus lebih dikuasai baru melangkah pada bagian lain. Aspek kognitif
lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi
standar umum untuk melihat kemampuan kognitif seseorang dalam proses
pengajaran.
b. Afektif (nilai atau sikap)
Afektif atau intelektual adalah mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan
operasiasi siswa. Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi
lima kategori :
1) Penerimaan (recerving)
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap
sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam
domain afektif.
2) Pemberian respon atau partisipasi (responding)
9
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif,
menjadi peserta dan tertarik.
3) Penilaian atau penentuan sikap (valung)
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak
menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan
opresiasi”.
4) Organisasi (organization)
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih
konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem
nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
5) Karakterisasi / pembentukan pola hidup (characterization by a value or value
complex)
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang
nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah
diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan
pribadi, sosial dan emosi jiwa.
Variable-variabel di atas juga telah memberikan kejelasan bagi proses
pemahaman taksonomi afektif ini, berlangsungnya proses afektif adalah akibat
perjalanan kognitif terlebih dahulu seperti pernah diungkapkan bahwa:“Semua sikap
bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengatahuan yang kita miliki.
Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok atau orang hubungan kita dengan
mereka pasti di dasarkan pada informasi yanag kita peroleh tentang sifat-sifat
mereka.”
Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat
menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan
kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia
psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih
baik tentunya.
c. Psikomotorik (keterampilan)
10
Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik. Menurut
Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu :
1) Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan
yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada
umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
2) Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan,
gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada
tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya
meniru tingkah laku saja.
3) Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam
penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi
sampai pada tingkat minimum.
4) Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat
dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan
yang berbeda.
5) Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi
fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan
tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain psikomotorik dalam
taksonomi instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses
tingkah laku atau pelaksanaan, di mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan
nilai yang terdapat lewat kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga
mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang
harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan
evaluasi hasil belajar adalah:
11
a. Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi
pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
b. Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
c. Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara
kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah
itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena
berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
C. Perumusan Tujuan Instruksional Khusus
1. Hakikat dan Ragam TIK
Pada uraian sebelumnya sudah diutarakan bahwa tujuan instruksional itu ialah segala
hal yang harus dimiliki dan dapat ditampilkan siswa setelah pembelajaran. Dengan
kata lain Tujuan Instruksional Khusus adalah hasil yang diinginkan guru untuk
dimiliki oleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Diharapkan terjadinya
perubahan dan penyempurnaan diri siswa setelah melakoni proses pembelajaran
sebagaimana dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus.
Melalui Tujuan Instruksional Khusus ini diharapkan bahwa:
a. Diri siswa:
1) Memperoleh sesuatu.
2) Merubah sesuatu yang ada dalam dirinya.
3) Menyempurnakan sesuatu.
4) Membina sesuatu.
5) Menampilkan sesuatu.
b. Kelak kemudian hari melalui diri siswa yang bertindak sebagai inovator, dapat
pula terjadi perubahan/perbaikan lingkungannya. Dengan kata lain arah sasaran TIK
ini adalah:
1) Menciptakan hal yang baru
2) Merubah apa yang sudah dimiliki oleh siswa/kehidupan/keadaan.
3) Membina dan menyempurnakan apa yang sudah ada.
4) Meningktakan sesuatu.
12
5) Menangkal hal yang tidak diinginkan.
Objeknya adalah siswa itu sendiri, lingkungannya, masyarakat bangsa dan
negaranya. Dengan dimensi pengetahuannya, sikap, nilai, dan emosionalnya, serta
keterampilannya dengan target waktu: hari ini (kepentingan sekarang) dan besok
(masa mendatang)
Mengenai jenis ragam, TIK dapat dibedakan atas:
a. Dari segi waktu pencapaiannya
Menurut Norman E Grundlond (1976) TIK dapat dibedakan atas:
1) Tujuan yang wajib dikuasai oleh TIK yang sifatnya mendasar, esensial dan
penting yang harus dikuasai oleh siswa. Contoh: Huruf alfabetik untuk pelajaran
membaca
Bilangan untuk menghitung
Sila pancasila untuk PMP/PPKN
Letak tuts-tuts bagi pengetik dll
2) Tujuan-tujuan yang tercapai melalui suatu fase perkembangan ialah TIK yang
tidak bisa sekaligus sempurna yang dicapai oleh siswa melainkan melalui tahap
perkembangan. Contoh : menjadi pengarang harus melalui berbagai penguasaan,
kecakapan/kemahiran mengetik dengan memerlukan pelatihan/pengulangan,
kemampuan hidup bermasyarakat akan selalu berkembang dan makin sempurna.
Jadi, TIK jenis ini ada awal tetapi tidak ada akhrinya akan terus berkembang melalui
pengalaman dan kehidupannya.
3) Tujuan yang sangat ideal ialah sesuatu yang sangat sulit dicapai dalam satu kali
pukul atau dengan seketika
Contoh: Insan Pancasila sejati, taqwa, sholeh, berbudaya dll.
4) Tujuan yang dapat dicapai segera misalnya dapat membuat bagan, dapat
mengemukan pendapat tentang X, dll.
b. Melihat sifat hasil yang dicapai siswa
1) TIK yang hanya mencakup satu masalah/bidang/disiplin saja antara lain dapat
mengemukakan teori ekonomi, dapat mengemukakan nama pejabat pemerintah, dll.
13
2) Kebalikan dari hal diatas ialah multi bidang. Contoh : dapat mengemukakan
dampak dari banjir dalam berbagai kehidupan, dapat mengemukakan sebab
urbanisasi secara menyeluruh, dll.
3) TIK yang merupakan sasaran pokok yang direncanakan, ialah segala TIK yang
memang sudah ditargetkan dan dirumuskan
4) TIK yang tersembunyi yang dicapai siswa karena proses pembelajaran atau
sebagai hasil sampingan pencapaian TIK pokok/utama. Contoh: TIK utama terampil
membuat bagan X, maka disini secara implisit dicapai hasil sampingan pemahaman
atas konsep X itu sendiri.
5) Jenis TIK lain yang setaraf dengan hal diatas (TIK yang tersebunyi) yakni
khususnya aspek keterampilan:
a) Keterampilan social/hubungan social
b) Keterampilan akademik yang akan menjadi keterampilan belajar sepanjang
hayat.
Sehubungan dengan hakikat dan jenis ragam TIK yang telah diuraikan, maka dalam
memilih dan menentukan TIK yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kemungkinan memasukkan berbagai jenis TIK dalam suatu pembahasan.
b. Tuntutan kehidupan di hari esok bagi anak dan masyarakat.
c. Fungsionalisasi pelajaran dengan lingkungan dan kehidupan.
d. Dimensi domain/kawasan pendidikan yang lengkap (kognitif,afektif,
psikomotorik) dan berkadar taksonomi tinggi.
e. Memungkinkannya lahir proses belajar yang ideal dan manusiawi.
f. Mampu melahirkan hasil-hasil yang lebih tinggi/banyak.
g. Mampu membawakan arus pembahuruan: sekolah-peran siswa-guru.
Pengembangan tujuan/ TIK secara meluas ini seirama serta akan menunjang
kemudahan pengembangan-perluasan program/materi pelaran kelak disaat dilakukan
desain program. Bahkan dalam teori perumusan TIK, yang tepat dan benar (dilihat
dari aspek taksonomi dan materi yang harus dibawakan) adalah perumusan yang
mampu merakitkan/menggandengkan kata kunci operasional TIK dengan materi
pelajaran. Hal ini akan diuraikan tersendiri pada uraian selanjutnya.
2. Persyaratan dan Langkah Kegiatan Perumusan TIK
14
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, Tujuan Instruksional Khusus
merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
a. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan
proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa
mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi”. Bukan
siswa mampu mendiskusikan ciri- ciri demokrasi bukan merupakan rumusan tujuan
tetapi proses pembelajaran.
b. Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran
haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional
Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana
pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut
Tujuan Instruksional Khusus 1, adalah dapat menjelaskan, Tujuan Instruksional 2:
dapat memberi contoh dan Tujuan Instruksional Khusus 3: dapat menggunakan.
c. Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus
sesuai dengan kemampuan siswa.
d. Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan
waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan rumusan
Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan
Instruksional Khusus. Untuk dapat membuat rumusan Tujuan Instruksional Khusus
yang benar, berikut ini disajikan komponen- komponen yang harus ada dalam suatu
rumusan.
Langkah Merumuskan TIK (tujuan intruksional khusus) yaitu terdiri dari :
a. Membuat sejumlah TIU (tujuan instruksinal umum) untuk setiap mata
pelajaran bidang studi yang akan diajarkan.
b. Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya
jelas, khusus, dapat diamati, terukur, dan menunjukkan perubahan tingkah laku.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu
format Mager dan ABCD format.
15
Format Merger
Merger merekomendasikan syarat–syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang
ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut
dirumuskan dengan menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya,
bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam
penjabaran TIK ini Merger melibatkan tiga aspek yaitu begaimana kondisi
pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta bagaimana tingkah laku
pencapaiannya.
Merger mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan
menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran
yang menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang
berarti ”the student will be able to”.
Format ABCD
Menurut Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat komponen yang harus ada dalam
rumusan tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh Institusi Pengembangan
Pembelajaran, pada prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh
Marger, namun pada bagian ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense,
atau subjek pembelajar. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal
dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan siswa atau mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada
TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa yang akan belajar. Keterangan
tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin,
16
agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut
dapat menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam
sistim instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa
atau siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses belajar tersebut . Perilaku ini
terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini
menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu seperti menyebutkan,
menjelaskan, menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang
didemonstrasikan.
c. Condition
Condition berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang
digunakan mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada
pengembang tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa
diharapkan dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan
menggunakan rumus tertentu atau kriteria tertentu.
d. Degree
Degree merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku
tersebut, adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan
sempurna tampa salah dalam waktu dua jam dan lainnya. Sejumlah rumusan ABCD
dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara ber urutan namun dapat dibalik-
balikkan . Dalam praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hana mencantumkan
dua komponen saja , yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak memiliki kepastian
dalsam menyusun tes.
3. Perbendaharaan Kata-Kata Operasional dalam Perumusan Tujuan Instruksional
Jenjang istilah yang digunakan yaitu:
a. Bidang kognitif dengan jenjang:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman,pengertian
3) Pemakaian, penggunaan
17
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
Istilah yang digunakan untuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional
khusus yaitu:
JENJANG PENGETAHUANIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Tahu istilah-istilah umum2. Tahu hal terperinci3. Tahu metode dan prosedur4. Tahu konsep-konsep dasar5. Tahu prinsip-prinsip
Mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, mencocokkan, menyusun daftar, menamakan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, mencatat, meniru. menghafal
JENJANG PEMAHAMAN DAN PENGERTIANIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Memahami fakta dan prinsip2. Menginterprestasi bagan dan grafik3. Menginterprestasi secara lisan4. Mengubah bahan tulisan kata-kata menjadi rumusan matematika5. Memperkirakan akibat-akibat yang akan datang yang tercantum dalam data.6. Membenarkan metode dan prosedur
Mengubah, mempertahankan, membedakan, membandingkan, memperkirakan, mendeskripsikan, menguraikan, mengkategorikan, menarik simpulan, meramalkan, melukis kembali, membuat rangkuman
18
JENJANG PEMAKAIAN & PENGGUNAANIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Mengunakan konsep dan prinsip
terhadap situasi baru
2. Menerapkan hokum dan teori pada
situasi praktis
3. Memecahkan persoalan matematik
4. Mengkonstruksikan bagan dan grafik
5. Menunjukkan penggunaan secara benar
metode dan prosedur
Mengubah, menghitung, mendemostarisikan,
menyesuiakan, merombak, menjalankan,
menghubungkan, menggunakan, menyusun,
memproses
19
JENJANG ANALISISIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Mengenali anggapan yang tidak
dinyatakan.
2. Mengenali kesalahan logika dalam
member alas an
3. Membedakan antara fakta dan
kseimpulan
4. Mengevaluasi hubungan antara data
5. Menganalisis struktur organisasi suatu
karya
Menganalisis, memecahkan, menyeleksi,
membuat diagram, memisahkan, membuat
garis besar, menunjukkan, memilih,
mendiagnosis, menemukan, mengakases
JENJANG SINTESISIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1.Menulis suatu tema yang tersusun baik
2.Memberi ceramah yang antersusun baik
3.Menulis suatu naskah pendek yang kraetif
4.Mengajukan rencana untuk suatu eksprimen
5.Merumuskan suatu bagan untuk
menggolongkan objek, kejadian atau piker
Mengkategorikan, menggabungkan,
menghimpun, menyusun kembali,
membangkitkan, menceriterakan,
menyimpulkan, menyiapkan,
merangkum, menampilkan,
merekonstruksi
JENJANG EVALUASIIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1.Menimbang konsistensi yang logis dari
bahan tertulis
2.Menimbang seberapa jauh suatu kesimpulan
ditunjang oleh data
3.Menimbang nilai suatu karya dengan
menggunakan criteria internal
4.Menimbang nilai suatu karya dengan
menggunakan standar kebenaran eksternal
Menilai, meperbandingkan,
mengkritik, menafsirkan,
memutuskan, menghubungkan,
menyimpulkan, menyokong,
mengakses, memproyksikan
b. Bidang sikap serta nilai (afektif) dengan jenjang
1) Kemauan menerima
2) Kemauan menanggapi
3) Penilaian
4) Pengorganisasian
5) Karakterisasi
Istilah yang digunakan untuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional
khusus yaitu:
JENJANG KEMAUAN MENERIMAIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Mengdengarkan dengan perhatian
2. Meningkatkan kesadaran akan
pentingnya belajar
3. Menunjukkan sensitifitas akan
keperluan manusia dan persoalan-persoalan
masyarakat.
4. Menerima berbagai kebiasaan
5. Menerima dengan baik segala aktivitas
kelas
Memilih, mempertanyakan,
mengikuti, memberi, menganut,
mematuhi, menggunakan, menjawab,
merasakan, meminati
JENJANG KEMAUAN MENANGGAPIIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1.Melengkapkan PR yang ditentukan
2.Mentaati aturan sekolah
3.Ikut serta dalam diskusi sekolah
4.Sukarela melaksankan tugas khusus
5.Menyukai menolong orang lain
Menjawab, membantu, mengajukan,
mengompromikan, menyenangi,
menyambut, mendukung, menyetujui,
menampilkan, melaporkan, memilih,
mengatakan, menolak
JENJANG PENILAIANIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1.Mendemostrasikan kepercayaan dalam mengasumsikan
20
proses demokratis
2.Menghargai literature yang baik
3.Menghargai dari peranan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan
4.Mendemostrasikan sikap pemecahan
masalah
5.Partisipasi dalam pekerjaan sosial
meyakini
melengkapi
meyakinkan
memperjelas
memprakarsai
mengimani
mengundang
menggabungkan
memperjelas
mengusulkan
menekankan
menyumbang
JENJANG PENGORGANISASIANIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1.mengenal kebutuhan untuk keseimbangan
antara kebebasan dan tanggung jawab dalam
demokratis
2.mengenal peranan dari perencanaan yang
sistematis dalam memecahkan maslah
3.menerima tanggung jawab untuk tingkah
lakunya sendiri
4.mengerti dan menerima kekuatan dan
keterbatasan dirinya sendiri
mencari sangkut paut
mengubah
menata
mengklasifikasikan
menkombinasikan
mempertahankan
membangun
mengelola
menegoisasikan
merembuk
21
c. Bidang Psikomotor
JENJANG PERSEPSIIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1) Stimulasi sensoris
mengdengar isyarat
2) Melihat bentuk & angka
3) Menyentuh bentuk sesuatu
4) Merasakan: pahit, manis
5) Membau dan memegang
sesuatu
Melihat, mendengar, menyentuh,
mengecap, memegang
22
JENJANG KARAKTERISASIIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. menunjukkan kesadaran
2. mengadakan kerja sama
dalam kelompok
3. menggunakan pendekatan
yang objektif dalam memecahkan
masalah
4. menunjukkan kerajinan
ketepatan waktu dan disiplin diri
1. mempengaruhi
2. mendengarkan
3. mengkualifikasikan
4. melayani
5. menunjukkan
6. membuktikan
7. memecahkan
JENJANG KESIAPANIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK
1. Kesiapan mental: memilih&
membuat sintesa
2. Kesiapan fisik
3. Kesiapan emosional:
merespon sikap yang tepat
Memilih, memisahkan,
menunjukkan, mengambil,
menimbang, mengerjakan
JENJANG RESPONS TERPIMPINIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK
1. Imitasi: mepertunjukkan
sesuatu
2. Mengikuti: petunjuk sampai
dengan yan belun dikenal
3. Mengadakan eksprimentasi
Menirukan, meragakan,
mengerakkan, menggunakan,
menyimpulkan
JENJANG MEKANISMEIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Memilih: bahan, alat
2. Merencanakan: aktifitas &
waktu
3. Melakukan tugas dengan
baik, bertanggung jawab dan cepat
memperkirakan hasil.
Memilih, menentukan, memasang,
melakukan, mengubah, membentuk
JENJANG RESPON YANG KOMPLEKSIstilah untuk TIU Istilah untuk TIK1. Adopsi:terhadap sumber
perencanaan dan prosedur yang
tepat
Menyesuiakan, merencanakan,
menggunakan, melakukan,
melaporkan. Mendeskripsikan
23
2. Penggunaan skill dan
memilih profesi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. TIU sering disebut dengan standar kompetensi. TIU telah dibuat oleh
pemerintah, sehingga sebagai guru hanya melaksanakannya. Akan tetapi,
guru masih perlu membuat TIK. TIK dirumuskan oleh guru setelah
memperhatikan karakteristik dari peserta didiknya. Tujuan Instruksional
(TIK) yang istilah lainnya adalah sempit dibanding TIU dan merupakan hasil
penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik.dengan kata lain dapat
disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit
dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja
yang operasional, sehingga memudahkan pengajar dalam mengukur hasil
belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya didasarkan pada
TIU.
2. Penggunaan kata kerja operasional dalam TIK masih menjadi kontroversi.
Sebagian pihak menganggap penggunaan kata kerja operasional
menyebabkan pembelajaran menjadi sempit dan terbatas. Namun, beberapa
pihak menyatakan penggunaan kata kerja operasional digunakan untuk
mendapatkan kepastian tentang kegiatan yang direncanakan (Suparman,
2012).
3. Menurut Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat komponen yang harus ada
dalam rumusan tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh Institusi
Pengembangan Pembelajaran, pada prinsipnya format ini sama dengan yang
dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini menambahkan dengan
mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur– unsur tersebut
dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition24
D = Degree
25