mekanikal
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Tahu
Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui
proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut
berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai
makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai kandungan
protein sekitar 30-45%. Dibandingkan dengan kandungan protein bahan pangan
lain seperti daging (19%), ikan (20%) dan telur (13%), ternyata kedelai
merupakan bahan pangan yang mengandung protein tertinggi. Penggunaan CaSO4
merupakan cara penggumpalan tradisional yang dapat menghasilkan tahu yang
bermutu baik (Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu, 1981).
Proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu
kedelai dan penggumpalan proteinnya. Susu kedelai dibuat dengan merendam
kedelai dalam air bersih. Perendaman dimaksudkan untuk melunakkan struktur
selular kedelai sehingga mudah digiling dan memberikan disperse dan suspense
bahan padat kedelai lebih baik pada waktu ekstraksi. Perendaman juga dapat
mempermudah pengupasan kulit kedelai akan tetapi perendaman yang terlalu
lama dapat mengurangi total padatan. Kedelai yang telah direndam kemudian
dicuci, digiling dengan alat penggiling bersama-sama air panas (80oC) dengan
perbandingan 1:10. Bubur kedelai yang dihasilkan selanjutnya disaring dan
filtratnya didihkan selama 30 menit pada suhu 100-110oC. susu kedelai yang
dihasilkan kemudian digumpalkan. Zat penggumpal yang dapat digunakan adalah
asam cuka, asam laktat, batu tahu dan CaCl2 (Koswara, 1992).
4
Universitas Sumatera Utara
Asam cuka juga berperan sebagai pengawet di mana asam menurunkan pH
bahan pangan sehingga dapat menghambar pertumbuhan bakteri pembusuk dan
jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein bakteri
(Winarno, 1980).
Batu tahu (CaSO4) paling umum digunakan untuk menggumpalkan dan
sering digunakan berdasarkan perkiraan saja, di mana batu tahu diencerkan dalam
air secukupnya lalu ditambahkan ke dalam susu kedelai sampai menggumpal dan
penggunaan batu tahu dihentikan. Penambahan batu tahu menyebabkan terjadinya
koagulasi. Hal ini disebabkan oleh ion Ca yang bereaksi dan berikatan dengan
protein susu kedelai dan bersama dengan lipid membentuk gumpalan
(Santoso, 1993). Batu tahu menyebabkan terjadinya koagulasi di mana koagulasi
berjalan lambat dan mengikat banyak air pada kisi-kisi struktur protein tahu
(Shurfleff dan Aoyogi 1977).
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan
menggumpal bila bereaksi dengan batu tahu. Penggumpalan protein oleh batu tahu
akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai,
sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan
terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan,
semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein
itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Bayuputra, 2011).
Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang
merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk
memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam
Universitas Sumatera Utara
proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil,
selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan
dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (Bayuputra, 2011).
Tabel 1. Kandungan gizi tahu
No. Unsur gizi Kadar/100 g bahan tahu
1 Energi (kal) 79 2 Protein (g) 7,8 3 Mineral (g) 2,2 4 Kalsium (mg) 124 5 Fosfor (mg) 63 6 Zat besi (mg) 0,8 7 Vitamin A (mcg) 0 8 Vitamin B (mg) 0.06 9 Air 12,5 Sumber : Bayuputra. com
Kandungan Gizi Pada Tahu
Kandungan gizi pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1 di atas, akan tetapi
banyak dari kandungan gizi tersebut terdapat pada bahan dasarnya yakni kedelai.
Kedelai juga kaya akan asam linoleat, asam linolenat, dan lesitin. Linoleat
dan linolenat adalah asam lemak esensial dari kelompok omega-6 dan omega-3,
yang dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan diabetes. Sedangkan lesitin
adalah senyawa kimia campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak, yang
meliputi fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositol, dan senyawa
lainnya (Vanren, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Lecithin
Gambar 1. Struktur asam linoleat, linolenat dan lesitin
Lesitin memegang peranan penting dalam mutu makanan sebagai
emulsifier dan pendispersi alami. Lesitin diperkirakan 100.000 ton per tahun
dibutuhkan di seluruh dunia. Sebagian besar lesitin diproduksi secara komersil
dari kedelai. Beberapa jenis lesitin dan modifikasinya digunakan untuk formulasi
makanan dalam bentuk cairan, pelapis dan padatan bebas yang mengalir seperti :
1) minyak bebas, butiran diperoleh dari ekstraksi aseton dengan pengeringan
vakum. Butiran itu mengandung minyak kedelai 2-3% dan menghasilkan warna
dan bau, 2) fraksinasi, rasio fosfatida untuk mengubah sifat emulsifier dan
semuanya dapat dihasilkan dengan reaksi kimia dan enzim dan 3) lesitin
hidroksilasi, asam lemak tak jenuh direaksikan dengan hidrogen peroksida serta
asam laktat untuk meningkatkan karakteristik hidrofilik (Smith, 1991).
Proses Pembuatan Tahu Secara Umum
Prosedur pembuatan tahu meliputi: 1) kedelai kering direndam dengan air
bersih selama 4 sampai 12 jam untuk mempermudah pelepasan kulit, 2) kedelai
yang direndam dikupas kulitnya dan direndam kembali sampai 45 menit untuk
mempermudah pemisahan kulit dan bahan yang mengkotorinya, 3) kedelai bersih
Universitas Sumatera Utara
dihancurkan, digiling disertai penambahan air dengan perbandingan 8:1 dari
jumlah kedelai, 4) Hasil penggilingan disaring, bungkil tahu dipisahkan, 5) hasil
penyaringan dididihkan selama 30 menit dan setelah dingin ditambahkan batu
tahu yang diencerkan sebanyak 6%. Endapan yang terbentuk dibungkus dengan
kain belacu dan diletakkan pada kotak kayu sambil dipres, 6) hasil cetakan adalah
tahu dan air dipisahkan dari “whey” (dapat dilihat pada skema di bawah ini).
Gambar 2. Skema pembuatan tahu secara umum
(Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu, 1981).
Kedelai kering
Direndam dengan air bersih selama 4 sampai 12 jam
Direndam dengan air bersih selama 45 menit
Dikupas
Digiling
Disaring
Direbus selama 30 menit
Susu kedelai
Dididihkan
Digumpalkan dengan CaSO4 yang diencerkan
Gumpalan tahu
Dipres dan ditekan
Tahu
Universitas Sumatera Utara
Kerupuk
Kerupuk adalah salah satu jenis produk makanan kering khas Indonesia.
Kerupuk disukai sebagai lauk pauk maupun makanan ringan. Kerupuk sangat
beragam baik dalam bentuk ukuran, kenampakan, cita rasa, ketebalan dan nilai
gizinya (Praptiningsih, et al., 2003).
Bahan dasar kerupuk adalah pati, kandungan amilopektin dalam pati
sangat menentukan daya kembang kerupuk. Semakin tinggi kandungan
amilopektin pati maka kerupuk yang dihasilkan akan mempunyai daya kembang
yang semakin besar. Pada pembuatan kerupuk sering ditambahkan bahan-bahan
lain untuk memperbaiki cita rasa dan nilai nutrisi seperti udang, ikan, telur, dan
lain-lain (Praptiningsih, et al., 2003). Standard mutu kerupuk tahu dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Standard mutu kerupuk (per 100 g bahan) Komposisi Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air Abu
(g) (g) (g) (g) (g)
5,64 0,85 83,44 9,42 0,65
Sumber : B.P.P.I., (2004).
Tepung Tapioka
Tepung tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena
kandugan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah tergelatinisasi dalam
air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmadja, 1984).
Radley (1976) mengemukakan bahwa penggunaan tepung tapioka lebih disukai
karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna
yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik.
Universitas Sumatera Utara
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk antara lain kerupuk dan kue kering lainnya. Selain
itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental, bahan pengisi,
bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2004).
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh warna tepung, kandungan air,
kandungan serat dan derajat yang kotoran rendah. Warna tapioka biasanya
diperbaiki dengan penambahan natrium bisulfit (Na2SO4) sebanyak 0,1%. Ubi
kayu yang digunakan untuk pembuatan tepung tapioka harus berumur kurang dari
1 tahun ketika serat dan zat kayunya masih sedikit tetapi kadar patinya relatif
banyak. Daya rekat tapioka yang tinggi diperoleh dengan cara menghindari
penggunaan air yang berlebihan pada proses produksi (Margono, et al., 1993).
Tabel 3. Komposisi kimia tepung tapioka (per 100 g bahan) Komposisi Jumlah Kalori Protein Lemak Karbohidrat Air P Kalsium Fe
(kal) (g) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg)
365,0 0,5 0,3 86,9 12,0 0,0 0,0 0,0
Bdd (bahan dapat dimakan) (g) 100,0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1996).
Pengolahan pati sangat erat hubungannya dengan pemanasan, karena bila
suspensi pati dalam pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi dan suhu saat granula
pati pecah disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati yang dipanaskan dan telah dingin
kembali ini sebagian airnya masih berada di bagian luar granula yang
menggumpal. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati
pada permukaan butir-butir yang menggumpal. Sebagian air pada pasta yang
dimasak tersebut berada dalam rongga-rongga yang terbentuk dari butir pati dan
Universitas Sumatera Utara
endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa
hari, air tersebut dapat keluar dari bahan. Keluarnya atau merembesnya cairan dari
suatu gel dari pati disebut sineresis (Winarno, 1992).
Kemungkinan air yang terikat secara kimia dengan gel cukup tinggi
disebabkan oleh karakteristik amilopektin yang tersusun atas daerah yang amorf
dengan ikatan yang lemah, sehingga mudah dicapai oleh air (Haryadi, 1989).
Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk Tahu
Adapun bahan tambahan pada pembuatan kerupuk tahu yaitu sebagai
berikut :
Baking soda
Bubuk ragi adalah agensia peragi yang dihasilkan oleh pencampuran suatu
bahan yang beraksi asam dengan natrium bikarbonat dengan pati atau tepung,
campuran tersebut membebaskan karbondioksida tidak kurang 12%. Dari 12%
karbondioksida yang dipenuhi dengan memasukkan 23% natrium bikarbonat.
Tetapi, karena untuk mengganti gas-gas yang hilang dalam penyimpanan dan
kondisi lain yang menurunkan hasil gas yang dibebaskan, memerlukan formula
yang mengandung kurang lebih 26-30% soda. Bubuk ragi terdiri dari asam peragi
dan bahan pengisi misalnya pati dan tepung serta senyawa lain seperti kalsium
laktat atau kalsium silikat hidrat yang memiliki pengaruh terhadap terbentuknya
karbondioksida dari suatu sistem. Terdapat bukti bahwa pengencer tidak
sepenuhnya bermanfaat tetapi mampu untuk menghambat reaksi komponen
peragi, karena adanya penyerapan air selama penyimpanan untuk mengubah
sedikit kecepatan selama pencampuran (Desrosier, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Jadi fungsi dari baking soda yakni membuat pati mengembang. Terutama
digunakan untuk menyerap kelembaban, dan memperpanjang umur simpan
(Wikipedia, 2011).
Soda adalah alkali, dan bila digunakan dengan jumlah asam penetral yang
tepat, maka CO2 terbentuk, meragikan adonan. Bila digunakan tanpa penetralan
asam-asam bahan makanan, maka bahan tersebut akan melemahkan protein
(Desrosier, 1988).
Penambahan bahan selain pati yang suka air dapat menyulitkan pemasakan
pati, sehingga kematangan adonan pati mempengaruhi hasil akhir dan akibatnya
mempengaruhi kerenyahan. Oleh karena itu diperlukan bahan yang dapat
meningkatkan daya kembang dan kerenyahan produk, di antaranya adalah
menambahkan NaHCO3 (Haryadi, 1989).
Bahan pengembang dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap
air. NaHCO3 sendiri dapat mengikat air membentuk NaOH dan H2CO3 yang
nantinya berperan pada pengembangan dengan menghasilkan gas CO2 dan uap air
karena adanya pemanasan yakni pengeringan dan penggorengan (Setiawan, 2011).
Kuning telur
Telur yang ditambahkan pada pembuatan kerupuk udang dimaksudkan
untuk meningkatkan gizi, rasa, dan bersifat sebagai pengemulsi serta pangikat
komponen-komponen adonan. Telur juga berperan sebagai pengikat udara dan
menahannya sebagai gelembung. Penggunaan telur pada penggunaan kerupuk
udang akan mempengaruhi kemekaran kerupuk udang pada waktu digoreng
(Subekti, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Emulsifier suatu pengolahan struktur ion yang dapat berinteraksi dengan
protein dalam jumlah produk makanan dalam memberikan sifat struktural yang
ditingkatkan.
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak
tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-
butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan
bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah
(Anief, 1999).
Pengemulsi merupakan agen aktif yang dapat mempromosikan
emulsifikasi antara fase minyak dan air, karena memiliki kedua kelompok
hidrofilik dan lipofilik dalam molekul yang sama. Emulsifier dengan hidrofilik
rendah untuk nilai rasio lipofilik (HLB nilai) dapat menstabilkan air dalam
minyak (W/O) emulsi, sedangkan pengemulsi dengan nilai HLB tinggi
menstabilkan minyak dalam air (O/W). Pengemulsi yang mengandung asam
lemak jenuh rantai mampu menstabilkan gas dan perombakan makanan seperti
campuran kue, dan lain-lain dikarenakan emulsifier mengandung asam lemak tak
jenuh rantai yang dapat mengikat gas (Smith, 1991).
Telur berfungsi sebagai komponen utama pembentuk struktur adonan dan
berfungsi untuk menjaga kelembaban, mengikat udara selama pencampuran
adonan, meningkatkan nilai gizi, memberi warna, dan emulsifier karena
mengandung lesithin (Salmon, 2003).
Emulsifier dalam makanan memiliki fungsi yang paling penting dalam
pengurangan tegangan permukaan antara fase minyak dengan air, interaksi dengan
komponen pati dan protein dan modifikasi pada kristalisasi lemak dan minyak.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip dasar emulsi adalah penyebaran butiran kecil dari beberapa substansi larut.
Biasanya emulsi jenis ini merupakan campuran yang dipertimbangkan saat
mengemulsi makanan. Dalam aplikasi makanan, surfaktan mengerahkan berbagai
fungsi tertentu, efek lainnya juga dapat diperoleh banyak manfaat, penting bahwa
pilihan yang benar jenis dan dosis pengemulsi dilakukan untuk menjamin kinerja
optimal (Smith, 1991).
Garam
Penambahan garam, selain sebagai pemberi cita rasa, juga berfungsi
sebagai pengawet tergantung pada konsentrasi yang ditambahkan. Adapun
mekanisme garam sebagai pengawet adalah: 1) Garam bersifat higroskopis,
di mana garam akan menyerap kandungan air pada bahan, sehingga tidak dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, 2) Garam bersifat osmotik,
dimana garam akan menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi
plasmolisis (pemecahan dinding sel), 3) NaCl dimana Cl- akan bersifat toksin bagi
mikroba (Syarief dan Irawati, 1988).
Fungsi penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk
menetralkan rasa pahit dan rasa asam, membangkitkan selera dan mempertajam
rasa manis, selain itu garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, higroskopik
atau terurai menjadi Na+ dan Cl- yang merancuni sel mikrobia dan mengurangi
kelarutan O2 (Purba dan Rusmarilin, 1985).
Gula
Pada dasarnya pemberian gula dalam pembuatan kerupuk udang terutama
berperan sebagai penambah cita rasa dan pengawet, sedangkan bumbu dapat
meningkatkan aroma dan cita rasa kerupuk. Bumbu yang digunakan antara lain
Universitas Sumatera Utara
bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya tergantung dari cita rasa
yang diinginkan. Penambahan gula dapat menambah umur simpan kerupuk,
karena kerupuk yang dibuat tidak menggunakan bahan pengawet maka gula dan
garamlah yang akan digunakan sebagai pengawet (Astawan dan Astawan, 1991).
Ketumbar
Bumbu dapat meningkatkan aroma dan cita rasa kerupuk. Bumbu yang
digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya
tergantung dari citarasa yang diinginkan (Astawan dan Astawan, 1991).
Pengaruh Pencampuran Adonan
Emulsifiers merupakan perlakuan kompleks pada pati yang mengurangi
penggumpalan dan meningkatkan konsistensi dan keseragaman seperti pada
dehidrasi makaroni, roti dan kue patatoes. Dalam pengolahan roti mereka mampu
berinteraksi dengan gluten gandum, sehingga menimbulkan elastisitas lebih besar
dari protein, sehingga menghasilkan daya kembang roti meningkat (Smith, 1991).
Pada saat pencampuran, rantai protein tepung berorientasi pada posisi
sejajar. Terjadi perubahan kenampakan adonan dan memperlihatkan sifat-sifat
kenampakan dan kehalusan dari suatu adonan yang dicampur dengan memadai
pencampuran tepung dan air dingin menyebabkan terjadinya suspense pati dalam
air tetapi tidak membentuk gel. Jika suspensi tersebut ditingkatkan suhunya, maka
granula pati akan menyerap air dan mengembang. Adonan yang dicampur
selanjutnya akan dikukus, saat pengukusan terjadinya proses gelatinisasi pati.
Proses ini penting karena menaikkan viskositas adonan sehingga granula pati
sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan. (Saparinto dan Diana, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh pencampuran tepung dengan bahan ini terhadap daya kembang dan daya
serap kerupuk terhadap minyak di mana adonan dicampurkan dengan air. Kadar
air merupakan variabel penting terhadap kualitas kerupuk dengan daya tahan dan
daya kembang saat digoreng. Jika kadar air tinggi maka kerupuk tidak mengalami
daya kembang yang baik dan kurangnya daya tahan. Dan tingginya kadar air maka
kelembaban air pun tinggi sehingga mempermudah tumbuhnya mikrobia dan
jamur (Andre, 2010).
Pencampuran tepung dengan udang mempengaruhi daya kembang dan
juga kerapuhan kerupuk tersebut, di mana udang mengandung protein yang tinggi.
Sehingga rantai protein menurunkan daya kembang dan kerapuhannya. Akan
tetapi pencampuran tepung dan udang menambah kandungan protein pada
kerupuk (Diana, 2010).
Juga tepung dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka
protein akan membentuk adonan kolodial yang plastis yang dapat menahan gas
dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Mula-mula protein di
dalam adonan seperti koil dan menghasilkan sifat-sifat yang elastis. Ikatan antara
rantai pada semua titik tidak sama kuat, sehingga apabila adonan dicampur,
sebagian putus dan lainnya tetap utuh dan ini berlangsung selama pencampuran
antara pati dengan bahan lain. Dan adonan tersebut mengandung sel-sel gas yang
memisahkan sebagian dari pada sel-sel gas yang utuh dan inti gas membentuk
gelembung di dalam adonan (Desrosier, 1988).
Di samping itu, proses pembuatan adonan sangat bertujuan untuk
memudahkan proses pembentukan dan pengirisan.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Pengukusan
Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan menggunakan uap air
ke bahan, di mana uap berasal dari air itu sendiri hanya sata berubah dari fase cair
menjadi gas oleh adanya pindah panas.
Pindah panas dengan cara konveksi alamiah terjadi apabila bahan cair
bersentuhan dengan permukaan yang lebih panas atau lebih dingin dari pada
bahan cair tersebut. Ketika bahan cair tersebut dipanasi atau didinginkan, maka
kerapatan akan berubah (Earle, 1969).
Proses pindah panas ini membuat adonan mengembang dan mekar saat
dikukus. Dikarenakan adanya proses gelatinisasi pati dengan bahan yang melekat
kuat.
Pemekaran dan pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan
membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi
pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit
ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai
suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan
antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan
terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu,
protein akan mengendap (Winarno, 1992).
Pengaruh Pencetakan
Bahan mentah sering berukuran lebih besar dari yang dibutuhkan,
sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat
dibagi dua kategori utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair
Universitas Sumatera Utara
atau bahan padat. Apabila bahan padat, operasi pengecilan disebut penghancuran
dan pemotongan. Dan apabila bahan cair disebut emulsifikasi (Earle, 1969).
Pengecilan ukuran merupakan langkah untuk mendapatkan kerupuk yang
tipis, sehingga mudah dalam proses pengeringan bahan.
Pengaruh Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari bahan dengan cara menguapkan air tersebut
dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air dikurangi sampai
batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, et al., 1980).
Di samping itu pengeringan juga mempunyai kelemahan antara lain : terjadi
perubahan warna dan tekstur. Perubahan warna tersebut disebabkan karena zat
warna alami pada tidak tahan terhadap suhu tinggi (Buckle, et al., 1987).
Mekanisme pengeringan hasil pertanian adalah dengan pemanfaatan panas,
berlangsung sebagai akibat konveksi dan konduksi. Pada batas-batas tertentu,
kandungan air dapat diturunkan sehingga kualitas dari produk pertanian tersebut
tetap memenuhi persyaratan seperti yang direncanakan sebelumnya. Dengan
adanya pengeringan ini maka diharapkan akan menimbulkan keuntungan-
keuntungan (Matondang, 1999).
Banyaknya kandungan air dalam bahan pangan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kecepatan dan aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan
aktivitas kimiawi yaitu terjadi ketengikan, reaksi non enzimatis, sehingga
menimbulkan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan cita rasa serta nilai
gizi yang berubah, di mana kadar air pada bahan pangan dapat diukur dengan
berbagai cara. Metoda yang umum untuk pengukuran kadar air di laboratorium
Universitas Sumatera Utara
adalah dengan cara pemanasan dalam oven atau dengan cara destilasi
(Syarief dan Hariyadi, 1993).
Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya
menjadi coklat, disebabkan reaksi browning non enzimatis, juga terbentuknya
case hardening yang disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kimia
tertentu, misalnya terjadi pengumpalan protein pada permukaan karena panas atau
terbentuknya dekstrin dari pati (Winarno, et al., 1980).
Pengaruh Penggorengan
Minyak goreng mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam
oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Tingginya kandungan asam lemak tak
jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan karena
selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada
suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang
memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak (Ratu, 2006).
Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi
bila minyak dipanaskan suhu 1000C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat
teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 2000C menimbulkan kerusakan
lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan
hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang
(Ratu, 2006).
Minyak yang diserap untuk mengempukkan sisa makanan, sesuai dengan
jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Jumlahnya yang terserap
tergantung dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisan dalam. Semakin
tebal lapisan tengah maka semakin banyak minyak yang akan terserap. Lapisan
Universitas Sumatera Utara
permukaan merupakan hasil reaksi maillard (browning non enzimatic) yang
terdiri dari polimer yang larut, dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat
kekuningan. Biasanya senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan
asam amino, protein dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng
secara bersamaan (Ratu, 2006).
Universitas Sumatera Utara