materi app ii
TRANSCRIPT
Restrukturisasi dan Privatisasi
Kedua kata di atas sering kali kita dengar pada tahun-tahun belakangan ini. Apalagi
privatisasi hal ini dikarenakan beberapa kebijakan privatisasi BUMN menjadi pro-kontra
dikalangan masyarakat Indonesia. Sebagian mendukung dan sebagian lagi menolak. Beberapa
pakar ekonom tidak mendukung karena menurut mereka hanya akan merugikan negara. Tetapi
disisi lain privatisasi diperlukan untuk meningkatkan kinerja BUMN dan menutup defisit dari
APBN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pro-kontra yang ada, kita akan membahas
terlebih dahulu definisi dan tujuan dari restrukturisasi dan privatisasi.
A. Pengertian dan Tujuan Restrukturisasi
Restrukturisasi BUMN adalah upaya peningkatan kesehatan BUMN / perusahaan dan
pengembangan kinerja usaha melalui sistem baku yang biasa berlaku dalam dunia korporasi:
Menurut UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 ayat 13 :
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan
salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki
kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
B. Tujuan Restrukturisasi BUMN :
1. Mengubah kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by
process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result). Pengontrolan atas BUMN
tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas aturan, petunjuk, perijinan dan lain-lain, akan
tetapi melalui penentuan target-target kualitatif dan kuantitatif yang harus dicapai oleh
manajemen BUMN, seperti ROE (Return On Asset), ROI (Return On Investment) tertentu
dan lain-lain.
2. Memberdayakan manajemen BUMN (empowerment) melalui peningkatan
profesionalisme pada jajaran Direksi dan Dewan Komisaris
3. Melakukan reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam
rangka menghadapi era globalisasi (AFTA, NAFTA, WTO) melalui proses penyehatan ,
konsolidasi, penggabungan (merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan holding
company secara selektif.
4. Mengkaji berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, antara lain penerapan
sistem manajemen korporasi yang seragam (tetap memperhatikan ciri-ciri spesifik masing-
masing BUMN), pengkajian ulang atas sistem penggajian (remunerasi), penghargaan dan
sanksi (reward & punishment).
C. Pengertian dan Manfaat serta Hambatan Privatisasi
Privatisasi merupakan kebijakan publik yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain
selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian
besar kegiatan pembangunan ekonomi dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan kepada
sektor swasta. Asumsi penyerahan pengelolaan pelayanan publik ke sektor swasta adalah
peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya yang dapat dicapai. Heald mengemukakan
“Terminologi Privatisasi”, pada dasarnya terdiri dari empat aktivitas yang dijabarkan secara
terpisah:
1. Privatisasi Keuangan merupakan suatu jasa berkelanjutan yang diproduksi oleh sektor
publik.
2. Privatisasi Produksi Jasa yang dibiayai oleh sektor publik yaitu kontrak, bidang
pendidikan dan berupa vouchers.
3. Adanya “Dis-nasionalisasi dan Penghapusan”, yang diartikan sebagai penjualan
perusahaan publik dan pemindahan fungsi pengelolaan perusahaan dari negara ke sektor
swasta.
4. Adanya “Pembebasan” yang diartikan sebagai pelonggaran terhadap “Status Monopoli”
atau pengaturan terhadap lisensi yang menghambat sektor swasta dalam memasuki pasar
yang di suplai sektor publik. (Indra, 2002)
Berbagai terminologi privatisasi telah ditelusuri pada beberapa sumber pustaka yang ada.
Data pustaka maupun media yang diperoleh ternyata memberikan kontribusi penting pada
berbagai tahap perkembangan teori privatisasi. Sejumlah sumber pustaka bahakn telah
mengarahakan langsung ke kemungkinan alternatif perspektif privatisasi. Di Inggris, sebagai
negara pencetus gerakan global privatisasi, akibat tidak adanya dokmen resmi tentang
“Privatisasi”, maka beberapa sumber formal pemerintah dieksplorasi untuk mendapatkan
konsepsi yang relevan (Indra, 2002).
Transkrip pidato John Moore (Menteri Muda BUMN—Inggris: 1980-1988) pada berbagai
kesempatan mengemukakan bahwa privatisasi yang sering dikonotasikan sebagai:
a. Pengembalian perusahaan negara kepada sektor swasta
b. Kontrak jasa kepada sektor swasta
c. Pembebasan (dalam arti kompleks)
d. Deregulasi
(Indra Bastian, 2002)
Dalam salah satu kertas kerja pemerintahan Inggris, dibahas mengenai “Privatisation of
the Water Authorities in England and Wales”, dimana privatisasi disetarakan dengan kata
penjualan. Interpretasi ini selaras dengan kertas kerja lainnya mengenai “Kebijakan Lapangan
Udara pada Juni1985”, dan kemudian dilanjutkan lebih tegas lagi dalam kertas kerja
Privatisation British Airports Authority. Dalam laporan tahunan British Treasury- The
Government’s Expenditure Plans, pelaporan penghasilan Program Privatisasi hanya merupakan
bagian kecil pos “Penjualan Khusus Aktiva”. Dari data ini, dapat disimpulkan bahwa kata
“Privatisasi” memang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam undang-undang maupun peraturan
yang terkait. Berbagai investigasi iklan prospektus terhadap penjualan saham dan memorandum
perusahaan yang diprivatisasi ternyata juga menunjukkan hal yang sama.
Manfaat Privatisasi BUMN :
1. BUMN akan menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
2. Manajemen BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
3. BUMN akan memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar domestik.
4. BUMN akan memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga
pengembangan usaha menjadi lebih cepat.
5. BUMN akan memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses produksi.
6. Terjadi transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi
budaya korporasi yang lincah.
7. Mengurangi defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk menambah kas
APBN.
8. BUMN akan mengalami peningkatan kinerja operasional / keuangan, karena pengelolaan
perusahaan lebih efisien.
Hambatan Privatisasi :
1. Privatisasi harus memperhatikan Kondisi Pasar. Karena kalau tidak harganya bisa jatuh.
Kondisi pasar bisa menjadi magnit bagi pelaku pasar untuk membeli saham.
2. Menyangkut kultur dalam BUMN itu sendiri. Hampir di semua lini dan level dalam
BUMN, mulai dari tingkat menteri hingga jajaran direksi berperilaku sebagai pemegang
saham di samping fungsi-fungsi lain yang dimiliki pemerintah sebagai regulator
3. BUMN terlalu banyak menggunakan tenaga konsultan yang tidak jelas peranan dan
fungsinya.
E. Pro Kontra Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN
Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu
dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya
privatisasi diharapkan BUMNakan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya,
dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser
dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan
berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu
menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik
kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.
Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumentasi bahwa apabila privatisasi
tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian
segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka
berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukandari hasil
penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun
mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika
BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akanterjadi.
Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan :
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak
lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara
dan masyarakat, serta memperluas akses publik terhadap BUMN.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu penjualan saham sebagian dan
seluruhnya, kata seluruhnya inilah yang mengandung kontroversi bagi masayarakat karena
apabila dijual saham seuruhnya kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang
beralih menjadi milik swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta
sehingga ditakutkan pelayan publik ke masyarakatakan ditinggalkan apabila dikelola oleh pihak
swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagaian maksimal 49% dan pemerintah
harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak hilang dan beralih ke
swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan oleh pemerintah
Sementara itu, pemerintah sendiri terdesak untuk melakukan privatisasi guna menutup
defisit anggaran. Defisit anggaran selain ditutup melalui utang luar negeri juga ditutup melalui
hasil privatisasi dan setoran BPPN. Dengan demikian, seolah-olah privatisasi hanya memenuhi
tujuan jangka pendek (menutup defisit anggaran) dan bukan untuk maksimalisasi nilai dalam
jangka panjang. Jika pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan privatisasi,
secara teknis keterlibatan negara di bidang industri strategis juga sudah tidak ada lagi dan
pemerintah hanya mengawasi melalui aturan main serta etika usahayang dibuat. Secara kongkret
pemerintah harus memisahkan fungsi-fungsi lembaga negara dan fungsi bidang usaha yang
kadang-kadang memang masih tumpang tindih dan selanjutnya pengelolaannya diserahkan
kepada swasta.
Fakta memang menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh swasta hasilnya
secara umum lebih efisien. Berdasarkan pengalaman negara lain menunjukkan bahwa negara
lebih baik tidak langsung menjalankan operasi suatu industri, tetapi cukup sebagai regulatoryang
menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menikmati hasil melalui penerimaan pajak.
Oleh karena itu, privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi, terjadi
penurunan harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi memang bukan hanya
menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut masalah transformasi sosial.
Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa
diterima oleh masyarakat, karyawan dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan
gejolak.