referat app

37
TINJAUAN PUSTAKA APPENDISITIS I. ANATOMI APPENDIKS Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya. 1 Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di belakng caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvic minor), subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal 1

Upload: marie-obrien

Post on 02-Feb-2016

174 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Referat appendicitis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat App

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDISITIS

I. ANATOMI APPENDIKS

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10

cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.

Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia

itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada

panjang mesoappendiks penggantungnya. 1

Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan

caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi

appendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik

intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di

belakng caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01%

(appendiks menggantung ke arah pelvic minor), subcaecal ( dibawah caecum)

2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%, retrokolika, dan pre-ileal. 1

Persarafan simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti

arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada

1

Page 2: Referat App

apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Perdarahan apendiks berasal dari

arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini

tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami

ganggren. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli

berjalan ke vena mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi portal.1

Appendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik

Mc.Burney.

Garis Monroe : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra

Titik Mc Burney :1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe

Titik Lanz : 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS

dekstra dan SIAS sinistra

Garis Munro :Pertemuan antara garis Monroe dengan garis

parasagital dari pertengahan SIAS dekstra dengan

simfisis

2

Page 3: Referat App

II. FISIOLOGI APPENDIKS

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan

aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis

appendisitis. 1

Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir

ini, appendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif

mensekresikan Imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks merupakan

komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT),

imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu

mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi

enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali

jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.1

III. APPENDISITIS

A. Definisi Appendisitis

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks

vermiformis,dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling

sering. Appendisitis adalah peradangan appendiks yang mengenai semua

lapisan dinding organ tersebut . Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah

usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan dimasyarakat kurang tepat,

karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah s e k u m . Sampai saat

ini belum diketahui secara pasti apa fungsi appendiks sebenarnya. Namun

demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. 1,2

B. Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendisitis. Erosi membran

mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,

Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.Penelitian Collin (1990) di

3

Page 4: Referat App

Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi.

Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa 60%,

fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%. Kebiasaan diet rendah

serat juga berpengaruh terhadap timbulnya apendisitis. Diet rendah serat

dapat menyebabkan konstipasi yang dapat meningkatkan tekanan intrasekal.

Akibatnya, terjadi sumbatan fungsional pada apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan flora kolon. Hal ini akan mempermudah terjadinya apendisitis.1

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks,

diantaranya : 2

1) Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis

(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh

hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4%

karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh

parasit dan cacing.

2) Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada

apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah

terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi

peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Berbagai spesies

bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu :

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

Escherichia coli

Viridans

streptococci

Pesudomonas

aeruginosa

Bacteroides fragilis

Peptostreptococcus micros

Bilophila species

Lactobacillus species

4

Page 5: Referat App

Enterococcus

3) Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan

meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa sehingga

mempermudah timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif

yang terus-menerus dan berlebihan memberikan efek merubah

suasan flora usus dan menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang

merupakan permulaan dari proses inflamasi. Pemberian laksatif

pada penderita apendisitis akan merangsang peristaltik dan

merupakan predisposisi terjadinya perforasi dan peritonitis.

4) Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang

herediter dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi

yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis

C. Klasifikasi Appendisitis 3

1) Appendisitis akut

a. Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa

disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen

appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang

mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan

kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,

mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada appendisitis cataral

terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema,

dan tidak ada eksudat serosa.

5

Page 6: Referat App

b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan

menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema

pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke

dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa

menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan

mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat

eksudat fibrinopurulen.

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,

nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak

aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh

perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendisitis akut gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri

mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan

tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian

tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah

kehitaman. Apada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi

dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

2) Appendisitis infiltrat

Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan

peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat

erat satu dengan yang lainnya. Umumnya massa apendiks terbentuk pada

hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.

Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun

atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan

6

Page 7: Referat App

omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses

radang.

Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendicitis yang

dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks

dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh

dengan membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan

omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa appendikular.

Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengakibatkan perforasi. Jika tidak tebentuk abses, appendicitis akan

sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

3) Appendisitis abses

Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di

fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.

4) Appendisitis perforasi

Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan

pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada

dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan

nekrotik.

5) Appendisitis kronis

Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang

yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,

khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis

baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut

kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara

makroskopik dan mikroskopik. Secara histologi, dinding appendiks

7

Page 8: Referat App

menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat

infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis

propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

D. Patofisiologi

Peradangan pada appendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan

seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada

bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal

appendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus menerus akan

terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal

meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi

peningkatan jumlah kuman didalam lumen appendiks. Selanjutnya terjadi

gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi ini memudahkan

invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan

ulserasi mukosa appendiks maka terjadi keaaan yang disebut appendisitis

fokal.3

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi

normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen

pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan

meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang

akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-

samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.3

8

Page 9: Referat App

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari

pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix menyebabkan kongesti

vaskular. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri

yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan

peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang

khas ke RLQ.3

Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer semakin

tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini

akan menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemia, dan invasi bakteri

semakin berat sehingga terjadi pnumpukan nanah pada dinding appendiks

atau disebut dengan Appendisitis Akut Supuratif. Pada keadaan yang lebih

lanjut, dimana tekanan intraluminer semakin tinggi, udem menjadi lebih

hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadi

gangren. Gangren biasanya di tengah-tengah appendiks dan berbentuk

ellipsoid, keadaan ini disebut Appendisitis Gangrenosa. Bila tekanan terus

meningkat, maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa

appendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal.

Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup

appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk

massa periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu

rongga yang berisi nanah di sekitar appendiks disebut Abses

Periapendikular. 3

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang di perut

kanan bawah disebut dengan Appendisitis Rekurens. Pada suatu ketika

organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi

akut. 3

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih

panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan

daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.

9

Page 10: Referat App

Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan

pembuluh darah. 3

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks,

omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti

vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses

peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi

perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah

selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam

cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat

(bedrest). 3

10

Page 11: Referat App

E. Diagnosis

1) Anamnesis

a. Nyeri abdomen

Nyeri perut kanan bawah persisten dan tidak menghilang dengan

perubahan posisi. Nyeri semakin hebat ketika dilakukan

penekanan pada dinding abdomen, batuk, mengedan.1

b. Anoreksia

c. Mual dan muntah

Mual dan muntah terjadi setelah nyeri abdomen. Bila muntah

terjadi sebelum nyeri abdomen, hal ini lebih mengarah pada

diagnosis gastroenteritis. Namun, pada pasien dengan apendiks

retrosekal, terutama yang mengenai permukaan posterior kolon

kanan, inflamasi apendiks akan mengiritasi duodenum

disekitarnya. Akibatnya, mual dan muntah akan terjadi sebelum

nyeri abdomen kanan bawah. 4

d. Demam

Demam biasanya ringan dengan rentang suhu sekitar 37,5-38,50 C.

Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi

e. Diare atau konstipasi

Diare atau konstipasi terjadi pada 18% kasus. Pada apendiks yang

terletak pada rongga pelvis, inflamasi apendiks dapat memberikan

stimulasi iritatif pada rektum sehingga peristaltik meningkat dan

pengosongan rektum menjadi lebih cepat dan berulang. Pasien

akan mengeluh terjadinya diare.1,4

11

Page 12: Referat App

Bila apendiks menempel ke vesika urinaria, dapat terjadi

peningkatan frekuensi berkemih akibat rangsangan pada dindingnya.

Gejala apendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awal hanya

sering rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak dapat menjelaskan

rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini, diagnosis apendisitis

diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang berusia lanjut, gejalanya

juga sering sama-samar sehingga sering terlambat didiagnosis. Pada

kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri abdomen, mual, dan

muntah. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada kehamilan trimester

pertama sering terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum

dengan apendiks terdorong ke arah kraniolatereal sehingga keluhan tidak

dirasakan di perut kanan bawah namun lebih terasa pada regio lumbal

kanan. 1

2) Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

Amati gestur pasien saat melakukan pemeriksaan fisik. Pasien biasanya

cenderung berbaring diam ditempat pemeriksaan, memfleksikan

pinggang serta menekuk lututnya untuk mengurangi pergerakan dan

menghindari nyeri yang semakin berat. 4

b. Pemeriksaan Abdomen

i. Inspeksi

Sering tidak ditemukan gambaran spesifik.

Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi

Penonjolan abdomen kanan bawah dapat dilihat pada massa atau

abses periapendikuler.

ii. Auskultasi

Peristaltik usus sering ditemukan dalam batas normal.

12

Page 13: Referat App

Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis

generalisata akibat apendisitis perforata.

iii. Palpasi

Nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas.

Defans muskular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietal.

Pada apendisitis restrosekal atau retroileal diperlukan palpasi

dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

iv. Perkusi

Terdapat nyeri ketok.

c. Pemeriksaan Tanda Apendisitis

Rovsing’s Sign

Bila abdomen kiri bawah ditekan, maka akan terasa nyeri pada

abdomen kanan bawah.1

Blumberg Sign

Disebut juga nyeri lepas kontralateral. Pemeriksa menekan pada

abdomen kiri bawah lalu melepaskannya. Pemeriksaan dikatakan

positif bila saat dilepaskan pasien merasa nyeri pada abdomen kanan

bawah. 1

Psoas Sign

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul

13

Page 14: Referat App

kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang

menempel di m.psoas mayor, tindakan ini akan menimbulkan nyeri.1

Obturator Sign

Posisi pasien telentang dengan sendi lutut dan sendi panggul fleksi.

Lalu, lakukan gerakan eksorotasi dan endorotasi pada sendi panggul.

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang

meradang berkontak dengan m.obturator intrenus. Gerakan fleksi

dan endorotasi sendi panggul pada posisi telentang akan

menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1

d. Pemeriksaan Rektal

Terdapat nyeri tekan pada daerah jam 9-12. Bila terdapat abses, teraba

massa yang menekan rektum. Pada apendisitis pelvika, tanda perut

sering meragukan. Maka, kunci diagnosis adalah nyeri terbatas saat

dilakukan pemeriksaan colok dubur. 1

3) Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah : jumlah total leukosit didapatkan meningkat pada kebanyakan

kasus apendisitis akut. Namun, jumlah leukosit dapat meningkat

pada keadaan akut abdomen lainnya. Peningkatan neutrofil atau

batang tanpa peningkatan jumlah total leukosit dapat mendukung

diagnosis apendisitis. Bila jumlah total leukosit lebih dari 15.000

sel/μL, cenderung terjadi perforasi. 4

14

Page 15: Referat App

b. Urinalisis : dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit tanpa

bakteri bila apendiks berada dekat dengan ureter kanan atau vesika

urinaria. Urinalisis sangat membantu dalam menyingkirkan

diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang

memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis. 5

2. Rontgen Abdomen

Rontgen abdomen jarang bernilai kecuali terlihat fekalit opak pada 5%

pasien pada kuadran kanan bawah terutama pada anak-anak. Akibatnya,

rontgen abdomen tidak rutin digunakan kecuali terdapat kondisi lain

seperti obstruksi intestinal. 5

3. USG Abdomen

Temuan positif apendisitis melalui USG adalah terdapat struktur tubular

yang tidak terkompresi ≥ 6 mm pada kuadran kanan bawah. Temuan

tambahan lainnya termasuk apendikolit, cairan di lumen apendiks, nyeri

fokal pada apendiks yang inflamasi (titik McBurney), dan diameter

transversal ≥ 6 mm. Pada pasien dengan apendisitis perforata,

ditemukan phlegmon periapendikal atau formasi abses. USG abdomen

telah terbukti bernilai dalam mendiagnosis apendisitis dengan

sensitivitas, spesifitas, dan akurasi paling tidak 90-95%. USG juga

berguna dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti kista ovarium,

kehamilan ektopik, abses tubo-ovarian, dan adenitis mesenterik.4,5

4. CT Scan

CT scan memiliki tingkat akurasi 97% dalam mendiagnosis apendisitis.

Hasil CT scan yang indikatif apendisitis adalah penebalan apendiks,

15

Page 16: Referat App

terdapat garis lemak disekitar apendiks, atau penebalan dinding sekal.

Hasil yang mengarah terjadi perforasi adalah terdapat udara

periapendikal/perisekal, abses, dan cairan bebas yang luas.4

5. Apendikografi

Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam

kasus appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien

dengan peritonitis dan curiga perforasi. Nonfilling appendiks

merupakan tanda nonspesifik karena appendiks yang tidak terisi kontras

dapat terjadi pada ±10-20% pada orang normal. Keuntungan dari

pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis penyakit lain yang

menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah tingginya

hasil nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi,

pemeriksaan ini tidak cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan

apendikografi sekarang jarang dilakukan dalam kasus appendisitis pada

era sonografi dan CT scan. Temuan appendikografi pada appendisitis:

Non filling appendiks

Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan

gambaran edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi

akut

Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada appendiks, appendiks

normal. :

16

Page 17: Referat App

ALVARADO SCORE

Pada anamnesa ditemukan gejala-gejala apendisitis, pada pemeriksaan

fisik didapatkan hasil positif untuk apendisitis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang seksama akan dapat mengeksklusi diagnosis banding seperti gastroenteritis,

infeksi saluran kemih, kehamilan ektopik, kista ovarium, abses tubo-ovarian, dan

adenitis mesenterik. Selain itu, pemeriksaan penunjang yang dilakukan juga

menunjang ke arah apendisitis.

Pada tahun 1986, Alvarado menjelaskan sistem skoring untuk

mendiagnosis apendisitis yang disebut skor Alvarado. Parameter skor Alvarado

terdiri dari 3 gejala, 3 tanda klinis, dan 2 hasil pemeriksaan laboratorium dengan

nilai total berjumlah 10. Pada tahun 1994, Kalan menghilangkan salah 1

parameter hasil pemeriksaan laboratorium (shift to the left) sehingga

menghasilkan modifikasi skor Alvarado. 6

PARAMETER SKOR

GEJALA Migrasi nyeri ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

TANDA Nyeri abdomen kuadran kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam 1

LABORATORIUM Leukositosis 2

TOTAL SKOR 9

Keterangan :

17

Page 18: Referat App

Skor 1-4 : kemungkinan bukan apendisitis

Skor 5-6 : kemungkinan apendisitis

Skor 7-9 : apendisitis akut

Penggunaan modifikasi skor Alvarado dapat meningkatkan akurasi

apendisitis akut dan mengurangi apendektomi negatif dan komplikasi.

Berdasarkan hasil salah satu studi tentang modifikasi skor Alvarado, tingkat

sensitivitasnya mencapai 94,1% dan spesifisitasnya 90,4%. 7

F. Diagnosis Banding

Diagnosis banding apendisitis antara lain :1

1. Gastroenteritis

Gejala mual, muntah, dan diare pada gastroenteritis terjadi lebih dahulu

sebelum nyeri abdomen. Nyeri abdomen lebih ringan dan difus.

Hiperperistaltik sering ditemukan. Demam dan leukositosis kurang

menonjol dibandingkan apendisistis akut.

2. Limfadenitis Mesenterika

Limfadenitis mesenterika biasanya didahului oleh enteritis atau

gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri abdomen, terutama disebelah

kanan yang disertai mual, dan nyeri tekan abdomen yang samar.1

3. Kehamilan Ektopik

Hampir selalu ada riwayat terlambat menstruasi dengan keluhan yang

tidak menentu. Bila terdapat ruptur tuba atau abortus pada kehamilan

ektopik dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus pada

daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan

vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan pada cavum Douglas serta pada

kuldosentesis didapatkan darah.

4. Kelainan Ovulasi

Ruptur folikel de Graaf (mittelschmerz) terjadi pada pertengahan siklus

menstruasi dan akan menghasilkan nyeri yang lebih difus dan biasanya

tidak seberat apendisitis. Sedangkan, ruptur kista korpus luteum secara

18

Page 19: Referat App

klinis sama dengan rupturnya folikel de Graaf namun terjadi pada saat

menstruasi.7

5. Infeksi Panggul

Salpingitis akut sebelah kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.

Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan, gejala urinaria,

serta riwayat infeksi panggul sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan nyeri abdomen bagian bawah yang lebih difus, nyeri gerak

servikal, sekret vagina, dan hasil urinalisa yang positif.

6. Kista Ovarium Terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intesnitas yang tinggi dan teraba massa

dalam rongga pelvis pada pemeriksaan abdomen, colok vaginal, atau colok

rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan dengan USG dapat

menentukan diagnosis.

7. Endometriasis Eksterna

Endometriosis diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri pada lokasi

endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena

tidak ada jalan keluar.

8. Urolitiasis Pielum/Ureter Kanan

Terdapat riwayat nyeri kolik dari pinggang ke abdomen yang menjalar ke

inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Foto abdomen polos atau

urografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pada pielonefritis

sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral

kanan, dan piuria.

9. Penyakit saluran cerna lainnya seperti divertikulum Meckel, perforasi

tukak lambung atau duodenum, kolesistisis akut, pankreatitis, obstruksi

usus bawah, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, mukokel

apendiks.

G. Komplikasi 1

Massa Periapendikular

19

Page 20: Referat App

Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa/mikroperforasi dibungkus oleh

omentum atau usus halus. Massa yang masih bebas (mobile) sebaiknya

segera dioperasi untuk mencegah perforasi. Apendektomi dilakukan pada

infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya,

pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob

dan anaerob.

Perforasi

Adanya fekalit, faktor usia (anak kecil atau orang tua), dan keterlambatan

diagnosis merupakan faktor penting terjadinya perforasi. Tingginya

insiden perforasi pada orang tua disebabkan gejalanya yang samar,

keterlambatan berobat, penyempitan lumen apendiks, dan arteriosklerosis.

Sedangkan tingginya insiden perforasi pada anak disebabkan oleh dinding

apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga diagnosis

terlambat, dan omentum anak belum berkembang.

Peritonitis

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai

dengan demam tinggi, nyeri yang semakin hebat pada seluruh lapang

abdomen, abdomen menjadi tegang, dan kembung. Peristaltik usus dapat

berkurang bahkan sampai menghilang akibat ileus paralitik.

Infertilitas

Terjadi peningkatan insidensi infertilitas pada wanita yang mengalami

perforasi apendiks yang mengakibatkan obstruksi tuba falopi dan adhesi.

H. Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

appendiktomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar

20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Pada

apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi

cito. 8,9

20

Page 21: Referat App

Terapi Non-Operatif

Pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk appendisitis akut

bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi (misalnya untuk

pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk

dilakukan operasi.

Rujuk ke dokter spesialis bedah

Terapi Operatif

Terapi definitif untuk apendisitis adalah apendektomi. Indikasi

Appendiktomi:1,8

Appendisitis akut

Appendisitis kronik

Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang

Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih

Apendisitis perforata

Terdapat beberapa jenis apendektomi yang dapat digunakan :

1. Apendektomi Terbuka

Apendektomi terbuka dilakukan dengan menginsisi abdomen untuk

mengambil apendiks yang meradang. Terdapat beberapa jenis insisi

yang dapat digunakan pada apendektomi misalnya insisi McBurney,

Lanz, dan pararektus. Insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli

bedah. Insisi ini dilakukan pada batas lateral otot rektus kanan pada titik

tengah antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior.8

Insisi McBurney

2. Apendektomi Laparoskopi

21

Page 22: Referat App

Apendektomi ini dilakukan dengan menggunakan menempatkan

laparoskopi pada 3 lokasi yaitu 10 mm camera port pada umbilikus dan

5 mm ports pada fossa iliaka kanan dan kuadran hipokondria kanan.12

Menurut Society of American Gastrointestinal and Endoscopic

Surgeons (SAGES), kondisi yang cocok untuk dilakukan apendektomi

laparoskopi adalah apendisitis tanpa komplikasi, apendisitis pada anak,

dan suspek apendisitis pada wanita hamil 8

Lokasi Apendektomi Laparoskopi

Apedektomi harus dilengkapi dengan pemberian antibiotik.

Antibiotik yang digunakan harus dapat bekerja untuk bakteri Gram

positif dan negatif. Jenis antibiotik yang banyak digunakan adalah

sefalosporin generasi ketiga. Durasi pemberian bergantung pada

stadium apendisitis saat diagnosis, temuan intraoperatif atau evaluasi

pasca operasi. Berdasarkan beberapa studi, antibiotik profilaksis

diberikan sebelum apendektomi.

Berdasarkan pengalaman klinis terbaru, pada pasien apendisitis

perforasi dengan gejala minimal dan abses terlokalisasi segera diberikan

antibiotik intravena dan dipasang drainase perkutaneus dengan bantuan

CT scan untuk menunjukkan lokasi abses. Bila gejala berkurang,

leukosit dan demam kembali ke kisaran normal, terapi diubah dengan

memberikan antibiotik oral dan pasien dipulangkan. Apendektomi

dilakukan 4-8 minggu kemudian. Hal ini disebut interval apendektomi

dan dilakukan untuk mencegah serangan apendisitis berikutnya. 8

Perawatan Pasca Bedah

22

Page 23: Referat App

Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan

sehari kurang lebih 2 – 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada

appendisitis tanpa perforasi : antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada

appendisitis dengan perforasi : antibiotik diberikan hingga jika gejala

klinis infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi secepatnya setelah

penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke kanan

bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca

operasi. Pemberian makan peroral di mulai dengan memberikan minum

sedikit-sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu

adanya flatus dan bising usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas

penderita tidak kembung maka pemberian makanan peroral dimulai.

Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke tujuh pasca bedah

I. Prognosis Appendisitis

Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika

pecah pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau

aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi

dan dengan antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan

perforasi dan usia tua. 9,10

23

Page 24: Referat App

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong W , Sjamsuhidayat R. Appendiks Vermiformis dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. EGC, Jakarta. 2005 : 639 – 646

2. Brodsky, Jason A. 2013.Appendicitis [Online]. Available from URL http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/

3. Craig, S., Incesu, L., and Taylor, Caroline, R. 2013. Appendicitis. [Online] Available from URL http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#aw2aab6b2b5

4. Minkes, Robert K., Alder, Adam C. 2013. Pediatric Appendicitis. [Online] Available from http://emedicine.medscape.com/article/926795-overview

5. Gearhart, Susan L. and Silen, William. 2010. Acute Appendicitis and Peritonitis in Harrison’s Gastroenterology and Hepatology. New York : McGraw-Hill

6. Shah, Syed W.A., Khan, Chaudhry A., Malik, Sikandar A., Waqas, A., and Bhutta, Irtiza A.2011.Accuracy of Modified Alvarado Score in Diagnosis of Acute Appendicitis in Adults. Pakistan Armed Forces Medical Journal. Available from http://www.pafmj.org/showdetails.php?id=498&t=o

7. Kanumba, Emmanuel, S., Mabula, Joseph B., Rambau, P., and Chalya, Phillipo L. 2011.Modified Alvarado Scoring System as a Diagnostic Tool for Acute Appendicitis at Bugando Medical Centre, Mwanza, Tanzania. BMC Surgery.11 (4), pp : 1-5

8. Switzer, Noah J., Gill, Richdeep S., and Karmali, Shahzeer. 2012. The Evolution of Appendectomy : From Open to Laparoscopic to Single Incision. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014. [Online] Tersedia pada http://www.hindawi.com/journals/scientifica/2012/895469/

9. Brunton, Laurence L., Chabner, Bruce A., and Knollman, BC. 2011. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics.12th edition. China : McGraw-Hill

24

Page 25: Referat App

10. Shresta, R., Ranabhat, SR., and Tiwari M. 2012. Histopathologic Analysis of Appendectomy Specimens.Journal of Pathology of Nepal.(2), pp : 215-219.

25