materi app i
TRANSCRIPT
Pengertian BUMN
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. (UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara, Pasal 1, Ayat 1).
Secara rinci BUMN adalah
1. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah.
2. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya.
3. BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional/asing
dimana negara memiliki saham mayoritas minimal 51% . (Pandji, 1997)
Bahasa asingnya BUMN adalah public enterprise. Dengan demikian BUMN berisikan dua
elemen esensial yakni unsur pemerintah (public) dan unsur bisnis (enterprise). BUMN tidaklah
murni pemerintah 100 persen dan tidak juga murni bisnis 100 persen. Berapa besar persentase
masing-masing elemen itu disuatu BUMN tergantung pada jenis atau tipe BUMN-nya. Dalam
hal Perjan unsur pemerintah lebih besar dari unsur bisnis, sedangkan untuk Persero unsur
bisnisnya lebih dominan dari unsur pemerintah. Perum boleh dikatakan fifty-fifty. Tetapi yang
pasti di setiapjenis BUMN kedua unsur tersebut pasti harus ada. Ini unik jika dibandingkan
dengan pelaku ekonomi lainnya seperti perusahaan sasta da koperasi. (Chairuman Armia dalam
Pandji 1997).
BUMN mempunyai keistimewaan karakteristik yang tidak dipunyai oleh badan usaha lain,
yang dirumuskan sebagai : “A corporation clothed with the power of goverment but possessed
the flexibility an initiative of a private enterprise (suatu badan usaha yang “berbaju” pemerintah
tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swasta). Disanalah letak
keampuhannya lembaga BUMN. Apabila diuraikan lebih lanjut maka dalam public dari public
enterprise (BUMN) ada tiga makna terkandung di dalamnya yakni : public purpose, public
ownership, dan public control. Dari ketiga makna itu public purpose-lah yang menjadi inti dari
konsep BUMN. Public purpose ini dijabarkan sebagai hasrat pemerintah untuk mencapai cita-
cita pembangunan (sosial, politik dan ekonomi) bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Dalam
hubungan inilah BUMN sering dilukiskan berperan sebagai alat untuk pencapaian tujuan
nasional. (Pandji, 1997)
A. Peranan BUMN
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonom negara pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya.
2. Mengadakan pemupukan keuntungan dan pendapatan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan asa bermutu dan memadai
bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi.
5. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan usaha dan
koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk
barang maupun bentuk jasa dengan memberikan pelayanan bermutu.
6. Turut akif memberikan bimbingan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan
ekonomi lemah dan sektor koperasi.
7. Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program dan kebijaksanaan
pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.(Pandji, 1997)
BUMN diharapkan berperan terutama di bidang-bidang di bawah ini :
1. Sebagai sumber penerimaan negara dalam bentuk berbagai pajak serta balas jasa kepada
negara selaku pemilik.
2. Untuk memproduksi berbagai barang dan jasa kebutuhan masyarakat sesuai dengan
rencana-rencana yang tertuang dalam Pelita IV, misalnya listrik, jasa telekomunikasi dan
perhubungan, dan perumahan rakyat.
3. Sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara, misalnya perusahaan-perusahaan
perkebunan dan pertambangan.
4. Pembukaan lapangan kerja, terutama pada sektor-sektor yang padat karya misalnya
perusahaan perkebunan dan industri.
5. Usaha-usaha untuk membantu golongan ekonomi lemah dan koperasi.
6. Hal-hal lain, misalnya alih teknologi. (Pandji, 1997)
Kenyataan bahwa BUMN tidak hanya berperan sebagai usaha bisnis semata, akan tetapi
merupakan bagian dari aparatur negara yang seringkali menyebabkan BUMN menjadi birokratis
dan kehilangan keluwesan dan kegesitan usaha yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan
bisnis. Oleh karena ini tidak mengherankan bahwa pada umumnya prestasi BUMN sebagai usaha
bisnis yang efisien kurang memuaskan, malahan sering menderita rugi, sehingga harus diberikan
subsidi oleh pemerintah. Peranan BUMN daalm tata ekonomi negara seringkali masih diwarnai
keraguan dalam penilaian mengenai peranan dan kontribusinya. Disatu pihak kita meletakkan
harapan yang cukup besar mengenai apa yang dapat dilakukan oleh BUMN, dengan memberikan
pelopor dan pembina usaha swasta, maupun sebagai pelaksana kebijaksanaan dalam
pembangunan ekonomi. Dilain pihak kita masih sering mendengar penilaian a priori bahwa
BUMN tidak efisien, prestasinya kurang memuaskan dan sebagainya. Dalam kaitan dengan
pembinaan BUMN masih sering dipertanyakan bagaimana BUMN dapat melepas diri dari
kekakuan birokrasi pemerintahan. Tidak dapat disangkal bahwa pemerintah sebagai pemilik
BUMN akan memberikan fungsi-fungsi pembangunan yang menonjol kepada BUMN, suatu hal
yang seringkal dikontraskan dengan fungsi komersial dan operasi bisnis secara lugas. (Pandji,
1997)
Menurut Riyanto (1992), fungsi dan peranan BUMN dinegara kita agak unik; disatu pihak
dituntut sebagai usaha pengemban kebijaksanaan dan program-program pemerintahan atau yang
kita kenal dengan sebutan sebagai agen pembangunan, dipihak lain harus tetap befungsi sebagai
unit usaha komersial biasa dan mampu berjalan dan beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip usaha
yang sehat. Kedua fungsi ini seringkali tidak dapat berjalan seiring atau saling menunjang dan
bahkan tidak jarang justru malah bertentangan. Menjalankan fungsi sebagai agen pembangunan
dalam suasana peuh kompetisi dan terlepasnya campur tangan pemerintah berbeda dengan
kondisi dimana berbagai fasilitas dan kemudahan masih tersedia. Pada masa-masa sebelum
kebijaksanaan deregulasi dilontarkan BUMN yang menjalankan fungsi dan misi agen
pembangunan lazimnya memperoleh fasilitas-fasilitas penunjang baik berupa subsisi dalam
anggaran, bunga kredit, pajak, be masuk dan sebagainya maupun dukungan kemudahan lainnya
yang memungkinkan badan tersebut menjalankan fungsi peranannya. Namun sejak periode
deregulasi dan debirokratisasi dilaksanakan, dimana masing-masing BUMN dituntut untuk
bertindak efisien, efektif dan dikelola secara profesional serta wajib mampu bersaing dengan
sehat, maka segala bentuk kemudahan berangsur-angsur ditiadakan. Dengan posisi seperti ini
maka pengelola BUMN dituntut bertindak lebih bijaksana dan penuh perhitungan agar mampu
memadukan kegiatan tersebut dalam suatu harmoni yang sehat, sehingga mampu menjalankan
tugas yang dibebankan kepada mereka dengan baik. (Pandji, 1997)
Jenis – Jenis Badan Usaha Milik Negara/Daerah
1. Perjan (IBW) Governmental Agency
a. Makna usaha, tujuan perusahaan : public service
b. Status hukum : bukan badan hukum
c. Hubungan organisatoris dengan pemerintah : sebagai bagian dari departemen/ditjen
(tidak otonom)
d. Pemilikan/penguasaan pemerintahan : sepenuhnya dan langsung seperti terhadap bagian
departemen/ditjen/direktorat.
e. Pengurusan oleh pemerintah: pimpinan adalah kepala jawatan yang diangkat oleh
pemerintah.
f. Pengawasan oleh pemerintah : langsung dan secara hirarkis fungsional, pemeriksaan
oleh akuntan negara, neraca disahkan oleh menteri.
g. Kekayaan/permodalan : dari pemerintah melalui anggaran belanja tahunan
h. Status kepegawaian : pegawai negeri.
i. Ruang lingkup usaha : pada umumnya public utility yang bersifat vital dan strategis.
2. Perum (UU PRP 1960) Public Corporation
a. Makna usaha, tujuan perusahaan: public service dan profit seimbang/kondisional.
b. Status hukum : badan hukum berdasarkan UU 19 PRP Tahun 1960 dan PP/pendirian.
c. Hubungan organisatoris : berdiri sendiri sebagai kesatuan organsasi yang terpisah
(otonom).
d. Pemilikan/penguasaan oleh pemerintah : sepenuhnya dan tidak langsung yaitu melalui
penanaman kekayaan negara yang dipisahkan.
e. Pengurusan oleh pemerintah : pimpinan adalah suatu direksi yang diangkat oleh
pemerintah.
f. Pengawasan oleh pemerintah : melalui pejabat atau badan hukum yang berfungsi seperti
komisaris. Pemeriksaan oleh akuntan negara, neraca disahkan menteri.
g. Kekayaan/permodalan : dari kekayaan negara yang dipisahkan dan merupakan modal
dasar Perum. Modal tidak berbagi dalam saham.
h. Status kepegawaian : pegawai perusahaan negara berdasarkan undang-undang
tersendiri.
i. Ruang lingkup kegiatan usaha : pada umumnya usaha-usaha penting berupa public
utility/service.
3. Persero (KUHD) Government/State Company
a. Makna usaha, tujuan perusahaan : provit sebagai titik berat.
b. Status hukum : badan hukum berdasarkan KUHD dan PP pendirian (dengan akte
notaris).
c. Hubungan organisatoris dengan pemerintah : berdiri sendiri sebagai suatu kesatuan
organisasi yang tercapai (otonom).
d. Pemilikan/penguasaan oleh pemerintah : dapat sepenuhnya atau sebagian yaitu melalui
pemilikan saham secara keseluruhan atau sebagian.
e. Pengurusan oleh pemerintah : pimpinan adalah suatu direksi, diangkat oleh Rapat
Umum Pemegang Saham.
f. Pengawasan oleh pemerintah : melalui dewan komisaris yang diangkat oleh Rapat
Umum Pemegang Saham.
g. Kekayaan/permodalan : dari kekayaan negara yang dipisahkan dan merupakan modal
dasar Persero, untuk keseluruhan atau sebagian modal perseroan terbagi dalam saham-
saham.
h. Status kepegawaian : pegawai perusahaan swasta biasa.
i. Ruang lingkup kegiatan usaha : seperti pada perusahaan swasta biasa. (Pandji, 1997)
Kekuatan dan Kelemahan BUMN
Sebagai sebuah badan usaha tentu terdapat kekuatan dan kelemahan pada BUMN, antara
lain adalah :
Kekuatan BUMN :
1. Jumlah Dan nilai aset yang besar.
2. Posisi Dan bidang usaha yang strategis.
3. Akses ke kekuasaan lebih besar.
4. Akses ke sumber pendanaan, khususnya Bank pemerintah lebih besar.
5. Perlakuan birokrasi berbeda dengan swasta.
6. Definisi negara sebagai pemilik dan pemerintah sebagai regulator sulit untuk
dipisahkan Dan melekat pada BUMN itu sendiri.
Kelemahan BUMN :
1. Keterlibatan birokrasi dengan kepentingan tertentu akan melahirkan penyimpangan
melalui penetapan policy direction yang merugikan BUMN sendiri.
2. Policy direction yang menyesatkan dapat lahir dari adanya kepentingan elite BUMN
dengan cara membungkus kepentingan melalui formal policy.
3. Birokrat yang duduk di BUMN sulit dibedakan dalam tatanan berpikir dan bertindak,
apakah yang bersangkutan berperilaku sebagai birokrat atau profesional perusahaan.
Ini jelas akan menimbulkan political cost yang sulit diukur.
4. Aset yang besar tidak disertai oleh utilitas yang memadai. Akibatnya terjadi over-
investment, yang berarti pemborosan yang akan membebani BUMN itu sendiri.
5. Kemudahan yang diterima dari negara merupakan subsidi yang diberikan negara, yang
pada akhirnya sama dengan cost bagi rakyat banyak.
6. Special treatment yang diterima BUMN dari negara akan melahirkan BUMN yang
tidak peka terhadap lingkungan usahanya, lemah dalam persaingan, tidak lincah dalam
bertindak, lamban mengambil keputusan sehingga hilangnya momentum d6an berakhir
pada kerugian.
7. Privileges yang diberikan oleh penguasa atau birokrasi harus dikompensasi oleh
BUMN itu, dg memberikan kemudahan kepada pihak lain melalui policy direction
yang akan menjadi political cost bagi BUMN tsb.
8. Keterlibatan birokrasi dalam BUMN ini telah terjadi sedemikian lama, sehingga sering
menyulitkan direksi atau pengelolanya untuk bertindak objektif. Indikatornya adalah :
Tidak berani mengambil keputusan sebelum ada petunjuk dari birokrasi.
Keputusan yang diambil sering tidak sejalan dengan norma bisnis yang lazim.
Proyek yang tidak feasible terpaksa harus dilaksanakan kendatipun
pengelolanya tahu hal tsb merugikan BUMN itu sendiri.
Indikasi conflict of interest sering mewarnai keputusan yang dibuat.
Atasan para direksi tidak cukup komisaris dan pemegang saham, tapi secara
tersirat harus melaksanakan perintah para „turunan pemegang saham‟ seperti
birokrasi yang membawahi BUMN, holding company, Menteri Negara
Investasi dan BUMN dan departemen terkait lainnya.
Referensi
Pandji Anoraga, (1997), BUMN, Swasta dan Koperasi, Pustaka Jaya, Jakarta