mata panah edisi 03

24
Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM MATA PANAH Edisi 03/III/April/2014 Hima.fib.ugm.ac.id RESCUE! Selamatkan Sejarah Dari Bencana! Pojok HIMA 13 Bu Poppy : “Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/Purnatugas” 22 Kegiatan publik yang asyik, seru, dan bermanfaat.

Upload: hima-fib-ugm

Post on 02-Apr-2016

260 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Rescue! Selamatkan Sejarah Dari Bencana!

TRANSCRIPT

Page 1: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

MATA PANAHEdisi 03/III/April/2014

Hima.fib.ugm.ac.id

RESCUE!Selamatkan Sejarah

Dari Bencana!Pojok HIMA13 Bu Poppy :

“Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/Purnatugas”

22Kegiatan publik yang asyik, seru, dan bermanfaat.

Page 2: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/20142

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga bulletin ‘Mata Panah’ ini dapat diterbitkan.

Pada terbitan bulletin kali ini kami mengangkat tema ‘Res-cue’, atau menyelamatkan seja-rah dari berbagai bencana, baik bencana alam maupun ulah manusia yang kadang merusak. Kami berharap bulletin ini da-pat bermanfaat, dengan isi yang tajam dan tepat sasaran ke se-mua kalangan, baik kalangan mahasiswa arkeologi maupun kalangan umum.

Kami juga mengucapkan ban-yak terima kasih kepada berba-gai pihak yang telah membantu pembuatan buletin ini, teruta-ma kepada pihak Benteng Vre-deburg, yang memberi kemuda-han dalam proses peliputan dan pengambilan data.

Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Masih banyak kekurangan pada bulletin ini dan kami mengharapkan krti-tik dan saran pembaca agar ke depannya bulletin ini menjadi lebih baik.

Selamat membaca!

SalamRedaksi

Page 3: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGMHimpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 3

Pembimbing:Fahmi Prihantoro, S.S., S.H., M.A.

Pemimpin Redaksi:Umar Hanif Al Faruqy

Reporter:Fatikhatus Sholikhah, Elfani Warasti Dewi, Hera Indry, Eugenius Olafianto, Hisar Agustinus Sinambela, Asror Fikri Hagaspa, Safitri Setyowati, Sugiarto Hadinata, Fatma Yunita

Editor:Siswanto

Artistik:Eugenius Olafianto, Hisar Agustinus Sinambela, Sugiarto Hadinata, Siswanto, Umar Hanif Al Faruqy

Website:Hima.fib.ugm.ac.id

Email:[email protected]

Himpunan Mahasiswa ArkeologiFIB UGM2014

MATA PANAHEdisi 03/III/April/2014

Hima.fib.ugm.ac.id

EditorialUpaya Menyelamatkan Sejaran

4SurveiBerkelut dengan Kelud dan Menghadang Ancaman Tangan

6

PotretPembersihan Benteng Vredeburg

10

Pojok HIMAberagam kegiatan publik yang asyik, seru, dan bermanfaat

13

Bu Poppy :

Berbagai istilah di dunia arkeologi

18

Istilah22TTS

“Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/Purnatugas”

23

PustakaWarisan Budaya Terkait Penyelamatan dan Pelestarian

16

Opini(Katanya) Mahasiswa Arkeologi yang Militan

12

Daftar Isi

Teka-teki silang tentang arkeologi

Page 4: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/20144

Editorial

dan satu gunung Kelud yang meletus pada Kamis, 13 Februari lalu.

Selain gunung berapi, Badan Geologi juga mencatat adanya 61 gempa bumi yang melanda berbagai kota dalm rent-ang waktu 20 September 2013 hingga Maret 2014 sekarang. Jika eseluruhan data bencana ini digabung, termasuk bencana yang parah seperti Tsunami Aceh 2004 dan gempa Jogja 2006 lalu. akan sangat mudah disimpulkan jika In-donesia sangat identik dengan bencana.

Namun di sisi lain, seorang guru geografi dan kebumian, Dra. Nurhayati

UpayaMenyelamatkan

Sejarah

“sejatinya bencana alam bukanlah pengrusakan, melainkan sebuah proses untuk membentuk dirinya (bumi) itu sendiri”. Kendati demikian, tak dapat disangkal, terlampau banyak manusia yang tewas dan sejarah yang lenyap. Baik akibat besarnya sebuah bencana alam yang datang, maupun ulah manusia yang senang merusak.

Indonesia terletak di area “Cincin Api”. keberadaannya yang merupa-kan pertemuan antara dua lempeng yakni lempeng Eurasia dan India-

Australia, membuat negeri beribu pulau ini dikaruniai banyak gunung api aktif dan rawan serangan bencana seismik, baik akibat aktivitas vulkanik maupun tektonik. Terlihat, sejak tahun 2007 hingga Maret 2014, badan geologi menyatakan 22 gunung berapi berada di atas kondisi normal. 17 gunung den-gan status waspada, 3 gunung bersta-tus siaga, satu gunung berstatus awas.

Page 5: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 5

menjelaskan bahwa berbagai bencana yang terus meliputi negeri di Cincin Api ini adalah sebuah karunia yang tidak bisa dibilang selalu sebagai ancaman yang berkonotasi negatif. “sejatinya bencana alam bukanlah pengrusakan, melainkan sebuah proses untuk mem-bentuk dirinya (bumi) itu sendiri”. Pernyataan tersebut nampaknya memi-liki sisi benar. Sebab, negeri yang tak lekang dari bencana ini ternyata meru-pakan negeri yang “Gemah Ripah Loh Jinawi”.

Meski berdampak baik bagi pemben-tukan bumi, tak bisa dipungkiri bahwa banyak manusia beserta hasil kebu-dayaannya yang mau tak mau harus lenyap dari permukaan. Sekali gunung berapi meletus ataupun bencana-ben-cana lainnya datang, ada saja manu-sia-manusia yang hilang dan tewas, bangunan-bangunan yang tertimbun, pagar-pagar yang hancur, dan rumah-rumah yang runtuh.

Letusan gunung Kelud 13 Februari yang lalu menjadi sebuah pengalaman yang terlampau nyata bagi warganing HIMA. Pascaletusan yang menyebab-kan tebalnya tumpukan abu di berbagai sudut kota, warganing HIMA keban-jiran tugas. Rektorat Universitas Gadjah Mada mewajibkan seluruh mahasiswa untuk membersihkan kampus dari tu-tupan abu vulkanik yang tebalnya bisa mencapai 1 cm. dengan situasi Yog-yakarta yang saat itu terancam akan mengalami 3 hari tanpa hujan. Seluruh mahasiswa beserta berbagai komponen kampus jelas harus bekerja keras untuk melakukan pembersihan. Nyatanya, meskipun terus mengalami hujan sete-lah 3 hari dengan cuaca yang kering, butuh waktu lebih dari 1 bulan hingga kampus kerakyatan ini dapat benar-be-nar bersih terbebas dari tumpukan abu gunung kelud.

Seperti halnya demikian, warganing HIMA juga mendapat tugas untuk mem-bersihkan sebagian sisi kompleks Candi

Prambanan. Pada saat itu, seharusnya siapapun sadar. Banyak sekali bangu-nan bersejarah baik yang telah terdaf-tar sebagai cagar budaya maupun yang belum atau bahkan tidak, yang butuh penyelamatan, meski hanya sebuah kibasan sapu dan segaris aliran air. Per-anan masyarakat dalam melestarikan warisan budaya leluhur mereka akan sangat dibutuhkan sebagaimana Cor-nelius pada masa pemerintahan Raf-fless, mengerahkan 200 warga desa untuk membersihkan Candi Borobudur dari semak-semak dan pepohonan yang dahulu menyelimuti candi. sejatinya kerjasama semisal itu yang harus se-lalu dijaga. Kombinasi berbagai pihak, dengan kerjasama baik berupa modal ataupun jasa, diharapkan mampu men-jaga dan menyelamatkan berbagai ting-galan yang bernilai tinggi bagi identitas bangsa dari ancaman bencana-bencana yang tak akan pernah lelah datang ke bumi nusa antara.

Begitupun Alam begitu pula manu-sia. Keduanya memiliki potensi meru-sak sejarah yang telah ada dan terjaga hingga sekarang. Pada akhirnya, kita sendirilah yang menentukan, akankah kita membiarkan sejarah bangsa ini ter-timbun alam dan tercoreng ulah manu-sia, atau akan tetap berupaya menjaga dan melestarikannya.

Selamat membaca dan mari selamat-kan sejarah dari bencana!

Page 6: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/20146

Survei

Museum Benteng Vredeburg terpaksa ditutup selama satu minggu. Berbagai situs berse-jarah pun mengalami hal yang

mirip atau serupa. Seluruh tenaga diker-ahkan, berbagai strategi dikemukakan, dan segudang uang harus dikeluarkan demi bersihnya situs-situs tersebut. Sebab, pada saat itu Museum Benteng Vredeburg dan situs-situs lainnya yang berada di Yogyakarta berada dalam saat yang buruk. Abu vulkanik hasil erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur pada tengah malam 13 Februari 2014 lalu, berhasil membuat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mati nyaris sama sekali.

Salah seorang pihak pengelola Mu-seum Benteng Vredeburg menggambar-

kan, letusan Gunung Kelud lebih dari tiga bulan yang lalu membuat benteng tertutup oleh abu vulkanik. Jika meli-hat tutupan-tutupan abu yang berada di kebanyakan sisi Jogja, kemungkinan tebalnya abu ang menutupi benteng tersebut mencapai satu senti meter. Dengan tebal yang seperti itu, sebagian sisi dan sudut benteng bisa terancam karat jika tidak segera dibersihkan. Tak hanya ancaman karat pada bangunan, abu vulkanik juga memiliki ancaman yang berbahaya bagi pernapasan ma-nusia. Maka pihak pengelola tidak bisa santai saja membiarkan abu vulkanik menutupi bangunan, membuat ban-gunan terancam dan nyawa mereka serta pengunjung juga turut terancam. Implikasinya, anggaran pun ikut ber-

Menyelamatkan sejarah adalah hal terpenting dalam perjalanan budaya suatu bangsa. Oleh karena itu, sudahkah kita siap melindunginya meski bencana alam yang besar da-tang melanda?

Berkelut dengan Kelud

Page 7: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 7

masalah dan pengelolaan situs berse-jarah paling populer karena lokasinya yang strategis berada di titik Km 0 Yog-yakarta itu bisa terbengkalai.

Tak hanya sisi luar benteng yang berhasil diwarnai ulang dengan warna kelabu vulkanik, seluruh sisi dan sudut bagian dalam bangunan pun terkena sapuan abu yang dikibaskan oleh an-gin yang masuk. Akibatnya, banyak peralatan yang harus disiapkan dan dianggarkan. Sebab, pembersihan di situs berupa benteng berbeda dengan pembersihan di Candi Prambanan yang cukup bermodal sekop, sikat, dan se-lang.

Selama satu minggu, Museum Ben-teng Vredeburg dibersihkan. Tidak cukup dengan tenaga pihak pengelola,

agenda penyelamatan sejarah ini juga melibatkan berbagai golongan, seperti: Masyarakat umum, tukang becak dan tukang parkir, bahkan juga turut dimeri-ahkan dengan hadirnya tenaga TNI. Be-gitupun dengan pihak pemerintah kota, yang mengirimkan bantuan pengang-kutan abu vulkanik ke tempat pem-buangan, meski pihak pemkot tidak memberi bantuan finansial kepada pihak pengelola yang membuat mere-ka harus mandiri mengambil dari pos anggaran pengelolaan benteng. Dan ternyata, volume abu vulkanik yang menutupi benteng mencapai volume yang besarnya fantastis, yakni menca-pai 500 karung.

Beruntung, Museum Benteng Vre-deburg adalah sebuah situs bersejarah buatan Belanda yang sangat awet. Ter-bukti, dampak tebalnya abu vulkanik Kelud 13 Februari lalu, sama sekali tidak terlihat lagi saat ini. Bahkan, saat bencana seismik “Gempa Jogja” Mei 2006 lalu melanda, Museum Benteng Vredeburg mampu tetap berdiri kokoh dan hanya menjatuhkan 15 buah gen-teng saja.

Tidak heran, saat diwawancarai pada 7 April lalu, Pak Budi Sanyata menjelaskan bahwa tidak ada prosedur yang pasti bagi para pegawai pengelola benteng jika di waktu mendatang, akan ada bencana-bencana lainnya, seka-lipun pada saat wawancara, Badan Geologi telah memberikan sinyal ke-pada khalayak umum bahwa ancaman vulkanik seperti erupsi Kelud yang lalu akan ramai sekali dalam waktu dekat ini. (Hera)

Page 8: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/20148

Survei

Tidak hanya kokoh dari terjangan berbagai bencana alam, pihak pengelola Museum Benteng Vre-deburg menjelaskan bahwa ben-

teng peninggalan Belanda di titik Km 0 Yogyakarta ini adalah Benteng yang juga kuat terhadap ulah-ulah tangan manusia. Berbeda dengan museum Radya Pustaka yang pernah terkena kasus pemalsuan koleksi arca dan Mu-seum Nasional yang pernah tertimpa kasus pencurian koleksi, Benteng Vre-deburg sampai saat ini bersih akan kasus semisal sama sekali.

Ada alasan dibalik bersihnya Mu-seum Benteng Vredeburg dari kasus-kasus pencurian koleksi. Adalah alasan segi arsitektur benteng yang membuat akses untuk pencurian koleksi hampir tidak ada. Sebab, jalan keluar-masuk benteng ini hanya ada dua jalan, dan selebihnya dilindungi dengan tembok-tembok tinggi yang tebal. Di samping itu, penggunaan Close Circuit Televi-sion atau CCTV di benteng ini nampa-knya sangat efektif mengawasi kolek-si-koleksi yang dipamerkan di dalam benteng. Menurut pengelola benteng,

Situs-situs bersejarah selalu tidak luput dari ancaman penrusakan dan pencurian. Para pengelola pun kerap dibuat pusing untuk mencegah dan mengatasi masalah serupa. Reaksi berbeda terlihat dari wajah para pengelola Museum Benteng Vredeburg. Mereka tampak seolah santai dan tidak perlu memusingkan adanya ancaman tangan-tangan para perusak dan pencuri.

Menghadang Ancaman Tangan

Page 9: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 9

dua hal itulah yang paling berperan dalam mencegah serangan tangan-tangan pencuri dan perusak.

Ancaman tindak vandalisme yang biasa menghantui situs-situs bersejarah pun tidak menjadi permasalahan yang rumit di benteng peninggalan Belanda ini. Satu kasus yang diceritakan pihak pengelola adalah penangkapan basah atas pelaku tindak vandalisme yang ke-mudian dihukum oleh pihak pengelola untuk mengecat kembali sisi benteng dengan modal dari sang pelaku sendiri.

Nampaknya sistem keamanan dan

pengawasan di benteng ini terbilang sangat bagus. Bagaimana tidak, situs bersejarah ini seringkali menjadi tujuan wisata dan penyelenggaraan pameran-pameran kecil dan besar. Pameran Fes-tival Kota Yogyakarta 2014 dan acara Festival esenian Yogyakarta 2012 lalu misalnya yang memakan waktu lebih dari dua hari dan melewati waktu batas kunjungan benteng, yakni jam 5 sore. Dengan acara yang seramai itu, terny-ata tidak menjadikan Museum Benteng Vredeburg rapuh dari kemungkinan an-caman serangan tangan.

Selebihnya, tidak ada ancaman tangan yang berarti. Hanya tindak-tin-dak perusakan tidak sengaja semisal kerusakan pintu salah satu diorama aki-bat banyaknya pengunjung yang mas-uk, dan kasus perusakan media touch screen yang memang sudah lumrah ter-jadi. (Tika)

Hisar.Hima

Hisar.Hima

Page 10: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/201410

Potret

Page 11: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 11

Pembersihan Benteng Vredeburg

Pembersihan benteng vredeburg pas-caerupsi kelud februari lalu, melibatkan berbagai pihak. Baik warga setempat, hingga pihak TNI, juga tukang becak dan tukang parkir, seluruh komponen berusaha untuk menyelamatkan bangu-nan bersejarah di Jogja ini.

Foto Oleh : Agus Supriyantoro/Dokumentasi Benteng Vredeburg

Page 12: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/201412

Opini

Guntoro tengah menikmati tidurn-ya malam itu. Berharap paginya lebih indah dari sebelumnya. Dia pun terbangun dari tidurnya

dan tampak olehnya kondisi sekitar ko-sntya yang penuh debu berwarna kea-bu-abuan. Tetangga sekitar kostnya pun menggunakan masker untuk melind-ungi pernafasan mereka dari bahay abu tersebut. Ternyata, abu tersebut berasal dari erupsi letusan gunung kelud malam itu. Dalam beberapa hari saja debu tersebut telah “menimbun” kota. Ya, kota tersebut adalah Yogyakarta karena Guntoro adalah mahasiswa yang mer-antau dari kota asalnya untuk menimba ilmu di jurusan arkeologi di salah satu kampus di kota tersebut.

Semenjak peristiwa tersebut hampir seluruh kota membersihkan debu-debu yang menghalangi mereka beraktifias. Tiba-tiba, terdengar bunyi hp dari cel-ana Guntoro. Ternyata sms dari teman-nya yang mengajak untuk bersama-sama membersihkan salah satu cagar budaya di dekat kampusnya. Hari telah berganti. Sms berisi ajakan serupa pun masih menghampiri inbox hpnya ham-pir seminggu lamanya. Tapi ia tak be-gitu peduli.

Semenjak datang sms tersebut, Gun-toro sering mendengar desas-desus dari beberapa orang dikampusnya. “apakah

mahasiswa tak punya keinginan untuk membersihkan kampusnya sendiri?”. Mendengar perkataan tersebut, Gun-toro termenung dibawah pohon duduk di sebuah bangku dikampusnya. Diakui Guntoro, seharusnya mahasiswa perlu ikut aktif membersihkan kampusnya.

Nyatanya, kegiatan serupa sudah per-nah dilaksanakan. Apakah masih dirasa kurang merangkul mahasiswa atau par-tisipasi mahasiswa yang sangat kurang? Mahasiswa, khusunya mahasiswa arke-ologi dan mahasiswa jurusan lain pada umumnya, teman se-jurusan Guntoro pun lebih tertarik membersihkan cagar budaya daripada membersihkan kam-pus tempat menimba ilmu mereka. Guntoro pun termenung kembali. Apa-kah teman se-jurusannya memiliki jiwa militan yang besar terhadap kelestarian cagar budaya? atau memang tingkat kepedulian mahasiswa se-jurusannya untuk membersihkan kampus tempat mencari ilmu, memang masih kurang? atau bahkan rasa tersebut belum mun-cul ? dalam hati Guntoro mulai sangsi, “Sebagai seorang mahasiswa arkeologi, sangat bersemangat menjaga kelestar-ian cagar budaya merupakan sesuatu yang benar. Tetapi apakah seutuhnya benar ?” Wallahu’alam bishsawab.(Sis)

“sebagai seorang mahasiswa arkeologi, menjadi kader yang militan dan sangat bersemangat menjaga kelestarian cagar budaya merupakan sesuatu yang benar. Tetapi apakah seutuhnya benar ?”

(Katanya) Mahasiswa Arkeologi

Yang Militan

Page 13: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 13

Pojok HIMACeria bersama, Arkeologi Goes to School!

Sabtu, 12 April 2014, kegembiraan merekah dari wajah sekitar tiga puluh tu-juh siswa kelas 5 SDN 1 Bokoharjo karena kedatangan belasan warganing HIMA yang mengajak mereka dalam kegiatan yang bernama Arkeologi Goes to School. Beragam jenis acara dilaksanakan dalam kegiatan itu antara lain menayangkan video tentang wacana-wacana kearkeologian di sekitar Jogja, tracking menuju can-di Barong, bermain puzzle, membentuk tanah liat menjadi suatu bangunan, cap tangan, dan ada juga sesi teka-teki berhadiah. Acara itu dilaksanakan dari jam 08.00 sampai 13.30 kemudian sebagai penutup, sebuah plakat diberikan seba-gai kenang-kenangan dari warganing HIMA kepada pihak SDN 1 Bokoharjo yang sangat membantu memeriahkan acara Arkeologi Goes to School tahun ini.Terakhir, sebelum penutup seorang siswa yang ditunjuk dan dijuluki “Man of the Match”, Ia bertugas untuk menyampaikan seluruh perasaannya atas acara yang dilangsung-kan selama hampir setengah hari itu. Hasilnya, memuaskan!

Bersama Roemah Toea: Pembersihan Stasiun Maguwoharjo

Sabtu, 29 Maret 2014 rombongan kecil warganing HIMA diundang komunitas pecinta sejarah kereta api bernama Roemah Toea untuk melakukan kegiatan pembersihan dari abu vulkanik kelud di Stasiun Maguwoharjo yang kini sudah tidak aktif sejak 2006. Berbekal peralatan kebersihan apa adanya, Himpunan Mahasiswa Arkeologi berkolaborasi dengan Komunitas Roemah Toea membersihan stasiun itu mulai pukul 09.00 sampai 14.00. Selain melakukan pembersihan, duet HIMA dan Roemah Toea juga saling berbagi cerita dan pengalaman bersama salah seorang anak dari mantan kepala stasiun bernama Pak Edi, anak dari Pak Narso sang mantan kepala stasiun Maguwoharjo. Bermula dari kegiatan ini, ikatan antara HIMA dengan komunitas

Roemah Toea bisa semakin terjalin kuat sebagai pelestari dan pengkaji warisan budaya-warisan sejarah.

Bersih-bersih Candi PrambananAbu gunung kelud yang menutupi kompleks candi

prambanan mengundang keprihatinan warganing hima. Pada selasa, 18 Februari 2014 empat puluh orang warganing Hima dari berbagai angkatan menjadi relawan untuk membersihkan candi prambanan dengan cara menyapu dan menyikat dinding-dinding candi lalu pembersihan terakhir menggunakan air yang mengalir. Kegiatan yang dimulai dari jam sepuluh pagi sampai jam tiga sore ini, selain menumbuhkan kepedulian terhadap situs bersejarah juga menambah edukasi terutama angkatan 2013 mengenai bagaimana membersihkan candi. Bergerak, peduli!

Page 14: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014MATA PANAH Edisi 03/III/April/201414

Pojok HIMA

Page 15: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 15

Dimata dunia, Indonesia terkenal dengan korupsi dan juga tinda-kan terorisme. Meskipun begitu, keindahan pariwisata Indonesia

tidak kalah saing dengan negara lain-nya. Turis-turis mancanegara selalu berdatangan dan menambah penghasi-lan devisa negara. Indonesia sangtalah kaya akan keanekaragaman, panorama wisatanya yang elok dan rupawan,fauna dan flora yang hampir lengkap. Tentu tidak lupa dengan cagar budayanya yang masuk ke dalam “seven wonder of the World”.

Negeri ini juga tiap tahun selalu mendapatkan bencana, entah itu gem-pa, gunung meletus, banjir, tsunami, dan banyak lainnya. Ketika meng-hadapi bencana tentu kita tidak boleh melupakan sejarah, banyak nilai-nilai pembelajaran penting yang kita dapat-kan. Berkaitan dengan bencana telah banyak teks kuno dan catatan dari Belanda yang berkaitan dengan cara menanggulangi bencana di Indonesia. Contohnya meletusnya Gunung Kelud. Yang menjadi ancaman akibat letusan gunung Kelud kemarin adalah abu vul-kaniknya yang menyebar luas di Jawa Tengah dan sampai menjangkau dae-rah di Jawa Barat. Akibat abu vulkanik tersebut melumpuhkan beberapa kota sekaligus yang menyebabkan matinya perekonomian. Terkait dengan adanya bencana tersebut sebaiknya pemerin-tah belajar melalui sejarah di masa lalu. Dengan memperhatikan usaha pemer-intah Belanda dan Kerajaan Mataram yang telah disinggung melalui Prasasti Harinjing (726 Çaka) menyebutkan upaya pertama dan tertua yang tercatat dalam sejarah untuk mengatasi lahar Kelud adalah pembangunan sudetan

dari Sungai Konto ke Sungai Harinjing. Pemerintah Belandta juga telah beru-paya untuk mengendalikan letusan Ke-lud dilakukan dengan merekayasa da-nau kawahnya. Kusumadinata (1979) mencatat, pada 11 Juli 1907, Belanda berupaya membuat saluran air di lereng barat Kelud. Namun, pekerjaan terhenti karena terowongan ini runtuh. Pembua-tan terowongan dimulai lagi pada 1923 dengan menggali 7 terowongan pem-buangan utama dan beberapa saluran sekunder.

Melalui catatan peninggalan berseja-rah tersebut kita mendapatkan sebuah pengetahuan dan pembelajaran akan usaha Pemerintah Belanda dan Kera-jaan Mataram menanggulangi bencana. Dan seharusnya Pemerintah memilki perhatian khusus terhadap hal tersebut, karena lewat catatan tersebut ternyata kita mendapatkan pengetahuan yang sangat sekali membantu dalam usaha menanggulangi bencana,jika dapat sekaligus mencegah bencana tersebut, layaknya usaha orang-orang di masa za-man dahulu tersebut. Pemerintah me-mang telah memperhatikan tinggalan tingalan arkeologi tersebut, tetapi hal tersebut hanya sampai sebatas upaya pelestarian dan perlindungan saja. Ter-hadap cagar budaya pemerintah me-nerbitkan UU no 11 tahun 2010 yang juga harus dibantu oleh masyarakat. Lebih lanjut sebaiknya usaha pemerin-tah tidak hanya sampai upaya pelestar-ian dan perlindungan saja, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan sehingga dapat dijadikan pembelajaran. Jadi “the present is the key to the past for the tomorrow”, lewat masa lalu kita dapat belajar dan dapat bersikap bijak-sana untuk hari esok. (Dhanu)

Bangun Sudetan, Belanda dan Mataram Atasi Lahar Kelud

Berita

Page 16: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/201416

Pustaka

Interaksi antarbangsa semakin in-tensif dalam era global saat ini se-hingga sangat diperlukan ketahanan budaya yang tangguh. Ketahanan

budaya itu salah satunya dengan ke-kayaan aneka ragam kebudayaan yang merupakan ‘soft power’ bagi bangsa In-donesia untuk bersaing dengan bangsa lain (Timbul Haryono, 2009). Kekayaan aneka ragam kebudayaan di Indone-sia dapat dijumpai hampir di setiap daerah di Indonesia yang sebagian be-sarnya merupakan suatu budaya yang telah ada sejak dulu dan sering dis-ebut warisan budaya. Warisan budaya sebagaimana dikatakan oleh Lyndel V. Prott dan P.J.O’Keefe (1984) berwujud sejumlah kegiatan dan objek (benda) hasil kegiatan akibat gagasan manusia

masa lampau dan kemudian ditrans-formasikan kepada generasi berikutnya sampai sekarang dan masih ada ke-beradaannya. Keberadaan warisan bu-daya berdasarkan pengamatan selama ini seringkali dijumpai kerusakan atau ancaman keselamatan terhadapnya justru disebabkan oleh bangsa sendiri yang kurang memahami pentingnya peran kebudayaan dalam pembentukan ketahanan budaya (Timbul Haryono, 2009). Adanya kerusakan atau anca-man keselamatan yang ada kemudian menjadi diperlukannya penanganan dengan penyelamatan dan pelestarian.

Penyelamatan merupakan awalan yang dilakukan agar warisan budaya tidak terpuruk semakin rusak dengan berbagai kepentingan yang ada. Pe-

Warisan Budaya Terkait Penyelamatan dan Pelestarian

Hisar.Hima

Page 17: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 17

nyelamatan sebagai tahap awal yang sudah dilakukan, kemudian dilaksana-kanlah suatu pelestarian. Pelestar-ian oleh Junus Satrio (2012) didalam Arkeologi Publik disampaikan bahwa pelestarian sebagai sistem yang men-ghubungkan unsur perlindungan, pe-manfaatan dan pengembangan. Ketiga unsur tersebut merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan. Perlindungan sebagai unsur terpenting dalam sistem pelestarian warisan budaya dan mem-pengaruhi unsur-unsur yang lain karena unsur ini berhubungan langsung dengan fisik (tangible) warisan budaya terutama jika suatu objek (benda atau bangunan), maka perlindungan ini merupakan sua-tu yang nampak dan mudah diketahui. Kemudian unsur pengembangan yang

sifatnya lebih banyak berhubungan den-gan potensi-potensi (intangible) yang menyatu dengan benda, bangunan, dan warisan budaya lain yang ada. Kegiatan yang dilakukan dalam unsur pengem-bangan itu dengan upaya pengem-bangan informasi, penyusunan bahan edukasi, atau sebagai objek wisata. Se-lanjutnya unsur pemanfaatan yang juga berhubungan dengan fisik namun kegia-tannya terbatas pada upaya revitalisasi dengan menonjolkan nilai penting atau vital kemudian juga dengan adaptasi untuk menyesuaikan kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan keaslian warisan budaya.

Penyelamatan dan pelestarian ter-hadap warisan budaya atau dapat pula dikatakan sebagai cagar budaya harus menaati peraturan yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 11 Ta-hun 2010 Tentang Cagar Budaya. Un-sur pemanfaatan pun juga harus me-matuhi Undang-Undang tersebut meski digunakan untuk berbagai kepentingan seperti kepentingan agama, sosial, pari-wisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan namun tetap harus memperhatikan fungsi sosial dan kele-starian agar pemanfaatannya bisa di-manfaatkan untuk kepentingan masa kini dan masa yang akan datang. (Saf)

Referensi:Haryono, Timbul. 2009. Peran

Masyarakat Intelektual dalam Pe-nyelamatan dan Pelestarian Warisan Budaya Lokal. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Prott, Lyndel V. Dan P.J. O’Keefe. 1984. Law and Cultural Heritage. Pro-fessional Books Limited

Satrio, Junus. 2012. “Perlindungan Warisan Budaya Daerah Menurut Un-dang-Undang Cagar Budaya”, dalam Arkeologi Publik. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.

Page 18: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/201418

Sosok

Awal ketertarikan pada suatu hal membuncahkan semangat dalam diri untuk lebih meng-etahui suatu hal itu. Seseorang

yang membeli buku tentu didorong oleh berbagai alasan membeli buku itu. Ada yang menjawab karena butuh, hobi, isi buku, penulisnya, untuk mengerjakan tugas, sesuai anggaran, sampai ikut-ikutan. Jika awal ketertarikan membeli buku pun berbeda-beda, maka begitu pula dengan awal ketertarikan pada Arkeologi.

Awal ketertarikan pada arkeologi juga mempunyai awal dari berbagai hal, salah satunya oleh Prof. Dr. Inajati Adrisijanti yang kerap di sapa Bu Poppy. Ibu dengan mata teduh dan wajah putih sejuknya menemukan awal ketertarikan pada arkeologi sejak Sekolah Menen-gah Atas di SMA Negeri 6 Yogyakarta bagian A. Di sekolah tersebut dijumpai mata pelajaran yang membangkitkan minat beliau terhadap arkeologi seja-

rah kebudayaan yaitu dengan adanya mata pelajaran sejarah kesenian. Selain itu, pengalaman yang lebih membang-kitkan minat beliau adalah bersepeda mengunjungi situs. Kegiatan mengayuh sepeda dengan langsung menyambangi situs tersebut memberi pelajaran yang menarik dan hidup sehingga tertarik terhadap arkeologi. Ketertarikan awal tersebut membawa beliau untuk mel-anjutkan belajar di Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Mada.

Selama belajar di Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, Bu Poppy tidak mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari arkeologi. Meski-pun begitu ada beberapa pelajaran yang beliau rasa tekadnya dalam mempela-jari kurang dan harus dua kali dalam memahami. Pelajaran yang dimaksud adalah mengenai sansekerta, tata ba-hasa, dan bahasa arab yang merupa-kan pelajaran sama sulitnya sehingga dengan tekad yang kuat akhrinya beliau

Hisar.Hima

Bu Poppy: “Awal Ketertarikan pada Arkeologi sampai Pasca Pelepasan/Purnatugas”

Page 19: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 19

berhasil memperoleh hasil yang bagus. Selain kegiatan akademik di kelas, pen-galaman yang paling tidak bisa dilupa-kan selama menjadi arkeolog ialah saat kuliah lapangan melakukan ekskavasi. Ekskavasi itu dilakukan di situs sangiran yang pada masa lalu berbeda dengan masa kini serta terbatasnya transportasi sehingga harus melakukan perjalanan setapak demi setapak. Perjalanan se-tapak dengan diiringi teriknya matahari tidak mengurangi semangatnya beserta kawan-kawan. Kegiatan pagi di awali sarapan dengan nasi timbul dengan ke-sulitan terbatasnya air minum dan air cuci tangan bawa iduk kering. Kehidu-pan sehari-hari lainnya yang berkesan saat di penginapan mandi disungai; wanita yang mengikuti ekskavasi terse-but mandi dengan dibuat bilik mata air. Kemudian saat tidur, tidurnya sep-erti orang pedesaan yang pada waktu malam menginap di dekat kandang sapi dengan lonceng yang terus berbunyi. Berbagai pengalaman saat duduk di bangku kulian kian menjadi cerita me-narik saat beliau menjadi dosen di Ju-rusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya.

Sewaktu beliau menjadi dosen di Ju-rusan Arkeologi, beliau suka terhadap mahasiswa yang rajin dan berseman-gat serta dapat memanfaatkan fasilitas yang ada sekarang dengan baik. Menu-rut beliau sebagai mahasiswa sangat penting membaca buku baik di perpus-takaan atau media lain; membaca dan mencatat, dengan membaca dan men-catat berarti dua kali di otak. Sebalikn-ya beliau tidak suka dengan mahasiswa yang malas dan tidak bersemangat. Se-benarnya mahasiswa sekarang mempu-nyai beragam kemudahan dan itu ber-beda dengan mahasiswa dahulu, yang jika tidak tahan banting, maka mereka akan putus asa. Hal itu berbeda den-gan mahasiswa sekarang yang masih bisa terus, karena sistem sekarang tidak ada sistem tinggal kelas sehngga tidak menimbulkan masa malu, sekarang yang ada sistem memperbaiki nilai.

Oleh karena itu, fasilitas semudah yang ada sekarang harus digunakan sebaik-baiknya.

Di lain sisi, selain memperhatikan mahasiswa, beliau juga sangat memper-hatikan mengenai perusakan terhadap benda bersejarah atau tinggalan seja-rah. Menurut beliau, perusakan terha-dap cagar budaya merupakan hal yang melanggar peratuan terutama Undang-Undang Tentang Cagar Budaya. Selain itu kita memiliki moral bersalah apabila merusak, apalagi sebagai orang arkeolo-gi secara moral perbuatan itu merusak, terdapat sangsi moral, di Indonesia ada kode etik arkeologi dan yang mengikat arkeologi secara moral.

Kiprah Bu Poppy baik terhadap aka-demisi ataupun publik tetap berlang-sung sampai kini, meski pada tanggal 29 Maret 2011 beliau telah purna tu-gas. Pada tanggal itu Jurusan Arkeologi FIB UGM merayakan pengabdian tak putus selama 36 tahun dari Prof. Dr. Inajati Adrisijanti. Bertempat di Pusat Kebudayaan Koesnadihardjasoemantri (PKKH) UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, perhelatan digelar dengan mengundang para guru, kolega, mantan murid, serta para tetangga. Hadir tidak kurang dari Prof. Dr. Kuntowibisono dan Prof. Dr. Soedarsono, yang dahulu merupakan guru beliau ketika mahasiswa. Secara khusus Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc., teman satu angkatan dari Prof. Inajati, juga kolega di Jurusan Arkeologi, ber-saksi bahwa dahulu ketika kuliah Prof. Inajati termasuk mahasiswa yang san-gat pintar, hingga mendapatkan hadiah buku dari Prof. T. Jacob, sesuatu yang istimewa.

Hal menarik yang tiada henti dari goresan singkat ini untuk menuliskan pengalaman hebat beliau. Inilah gam-baran istimewa dari sosok Bu Poppy dari awal ketertarikan pada arkeologi sampai sekarang; pasca pelepasan/pur-natugas. Salam dari kami! (Asror)

Page 20: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014MATA PANAH Edisi 03/III/April/201420

Gores

Page 21: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 21

Catatan

Îndeplineşte, mişcare,lucru....

Kami bukan seekor kecoa bunting yang berusaha mempertahankan hidupnya dan jabang bayinya karena si kocoa jantannya tak kunjung pulang dan tak tau kemana. Kami juga bukan sekelompok simpatisan Partai Demokrasi Seenak Jidat yang sukanya gerombolan mengerung-ngerungkan motornya

dengan ketidak jelasannya yang fix di jalanan ketika masa kampanye. Namun kami adalah sekelompok pemuja rahasia Bellwood, de Casparis, van Hekeren dll yang bisa ngebayangin masa lalu yang tidak pasti semudah ngebayangin masa kini. Namun, buat kami mencari sesuatu yang tidak pasti bagaikan misi misteri cinta yang tak kunjung jua, namun ketika kami menemukannya, maka cinta itu akan menjadi sesuatu yang tak lekang oleh waktu. ^_^.

Berdiri, jongkok, duduk, dan terbaring adalah opsi yang harus kami pilih di-dunia ini. Maka kami memilih semuanya, sama ketika dunia berirama dangdut dengan bintang Caisar, kami berusaha bergoyang dengan sentuhan jati diri khas kami sebagai calon arkeolog. Selain itu tidak dapat pungkiri bahwa kami tidak berdiri sendiri, bahkan orang keren pernah berkata “we are one but we are many”. Banyaknya kepala idealnya banyak ide pecah yang gila buat di realisasiin. Namun banyak kepala juga implikasinya banyak yang patah hati karena idenya tak men-jadi pilihan. Namun hati besar calon orang-orang besar yang kece abis yang dapat menyatukan amarah menjadi senyuman. Dan dari sisni kami sadar bahwa berbuat baik itu lebih mudah dari pada berbuat adil. ^_^

Himpunan Mahasiswa Arkeologi (HIMA) merupakan organisasi legal mahasiswa jurusan arkeologi UGM yang harapannya menjadi “Rumah Cinta” bagi mahasiswa arkeologi. Jadi, ketika mahasiswa arkeo sedang gundah dan mencari kegilaan, maka HIMA lah solusinya.haha.^_^ Kali ini HIMA memiliki Visi Berhimpun, Bergerak, Berkarya. Berhimpun adalah pilihan kami untuk menyatukan energy yang kita miliki. Cara ini merupakan cara jitu untuk mengawali langkah besar, ka-rena apalah artinya sebuah nama HIMA tanpa ada rasa cinta dan memiliki.^_^ Bergerak, ketika hanya berhimpun, tak akan ada hasil yang di dapatkan. Menurut Medis menahan “ee” bukan sesuatu tindakan yang baik untuk dilakukan, sama halnya mahasiswa menahan diri untuk berkarya, karena little chicken pernah berkata hidup bukan hanya menunggu mati namun butuh prestasi (karya). Dengan demikian kita harus bergerak untuk berkarya.Ganbatte!!!....

Hasbiansyah ZulfahriKetua Himpunan Mahasiswa Arkeologi 2014

Page 22: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/201422

IstilahCandrasa

Merupakan kapak yang terbuat dari perunggu dengan pola hias. Hiasan yang terdapat pada kapak menggam-barkan bahwa kapak ini tidak digu-nakan dalam kehidupan sehari-hari melainkan digunakan untuk kepentin-gan upacara. Bentuk kapak candrasa bertangkai memanjang dengan mata kapak berbentuk bulan sabit. Pola hias candrasa dari Rembang berupa burung yang sedang terbang dengan memegang candrasa bertangkai pendek.

Nekara Merupakan gendang yang terbuat

dari perunggu berbentuk seperti tabung pada bagian bidang pukul melebar dengan 2 pegangan, bagian tengah mengecil dan bagian bawah terbuka. Dibagian bagian nekara biasanya ter-dapat pola hias bintang, geometris, binatang, muka manusia dan adegan perburuan. Nerkara digunakan sebagai bunyi-bunyian yang digunakan pada upacara tertentu selain itu juga sebagai wadah mayat seperti yang terdapat di situs kubur Plawangan.

Peripih Merupakan wadah batu yang ditem-

patkan didasar sumuran bangunan can-di Hindu atau Budha. Wadah ini berupa kotak yang didalamnya tersimpan ben-da-benda persembahan yang ditujukan untuk pemujaan dewa-dewa. Biasanya jumlah lubang pada peripih ganjil yaitu sembilan.

Punden BerundakMerupakan bangunan berundak ter-

diri dari teras-teras yang disusun bert-ingkat meninggi ke atas. Bangunan ini sudah ada sejak masa prasejarah yang digunakan untuk melakukan pemujaan. Pada masa islam pun, punden berundak juga digunakan untuk menuju makam (Imogiri)

CandrasengkalaMerupakan sistem pertanggalan yang

dinyatakan dengan gambar dan kalimat berdasarkan ketentuan tertentu. Ru-musan tahun berupa kata-kata, yang setiap katanya memiliki arti angka ter-tentu. Seperti yang terdapat di Kraton Yogyakarta yaitu Dwi Naga Rasa Tung-gal yang digambarkan dengan dua ekor naga yang saling membelit yang memi-liki berarti peringatan tahun berdirinya kraton yaitu 1682.

Bunker Merupakan bangunan pertahanan

yang dibangun dibawah tanah terdiri dari ruang-ruang tertutup. Bunker ini dibangun pada masa pemerintahan ko-lonial untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.

BentengMerupakan bangunan pertahanan

dengan tembok-tembok tinggi yang kuat. Biasanya benteng dilengkapi den-gan parit yang mengelilinginya. Benteng berfungsi untuk pertahanan selain itu, juga digunakan sebagai tempat tinggal.

Bastion Merupakan bagian benteng yang

menjorok keluar yang berada di tiap sudut-sudut bangunan benteng. Ber-fungsi untuk menembak musuh tanpa memperlihatkan dirinya dan dapat menembak kesegala arah. Seperti di benteng Malborough pada masing-mas-ing bastion terdapat meriam.

Page 23: MATA PANAH Edisi 03

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM 23

TTS

Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM

Page 24: MATA PANAH Edisi 03

MATA PANAH Edisi 03/III/Juni/2014