edisi 3 edisi lebaran

2
Edisi: 03/I/2013 www.wartamadani.com ingga pada waktunya mudik tidak hanya sebagai Ketiga, mudik berarti kembali menjadi lebih baik. Dalam ritual tahunan ataupun ekspresi untuk memeriahkan pelaksanaan mudik seseorang untuk mengupayakan tingkat Hlebaran. Namun saatnya kembali membangun keberhasilan ketika dulu tidak bekerja, sekarang sudah peradaban karena bangsa kita adalah bangsa yang berakar memiliki kemapanan hidup. Begitupun mudik dalam dimensi pada nilai-nilai kebudayan. Akar nilai kebudayaan itu dapat ini, para pemudik hendaknya mengupayakan menjadi orang dibangun melalui dimensi spiritual mudik yakni, pertama, yang bertakwa. Sebagai mana Allah berfirman “Hai orang- mudik memiliki makna Irji'i yang berarti kembali. Ketika para orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar pemudik secara jasmani melakukan irji'i atau kembali ke takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati tempat kelahiran bertemu keluarga, sanak keluarga maupun melainkan dalam keadaan Islam .” (Q.S.Ali Imran: 102). tetangga. Maka secara ruhani pemudik juga harus mampu Ayat ini mengisyaratkan dua tingkatan takwa, tingakan melaksanakan irji'i, yakni kembali kepada Allah. tertinggi dan rendah. Pada tingkatan tertinggi, “takwa dengan Dalam surat Al-Fajr ayat 28 Allah berfirman, “Kembalilah sebenar-benar takwa” dan tingkatan terendah pada ungkapan, kepada Tuhanmu dengan hati puas”. Sepantasnya para “jangan sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragaman pemudik juga memiliki hati yang puas ketika sibuk Islam”. Diantara dua tingkatan ada tingkatan standar yang diperantauan ataupun di negeri orang. Jika hati memiliki hendaknya diupayakan oleh orang-orang beriman jika tidak kepuasan, tentu saja pikiran akan tenang, begitupun ketika mampu mengapai tingkatan tertinggi. pemudik memikirkan kembali kepada Allah seakan-akan ia Dari sinilah ekspresi mudik menjadi kepentingan spiritual akan menikmati kedekatan dengan-Nya. Dan akhirnya irji'i yang didalamnya ada dimensi kehidupan manusia yang yang sesungguhnya adalah ia akan kembali kepada bersifat fitri pada setiap manusia. Merupakan dimensi ilahiyah Tuhannya. yang ada dalam diri manusia yang berfungsi untuk mendesain Kedua, mudik antropologis memiliki arti bahwa pemudik corak peradaban yang lebih baik. Melalui dimensi spiritual rindu dengan beragam hal dan rindu itu dilandasi ingin mudik dapat mewarnai segala aktivitas baik yang berdimensi menikmati kebersamaan. Ada kebersamaan yang sifatnya sosial, ekonomi maupun kebudayan. kolektif yakni ketika jalan-jalan dipenuhi padatnya lalulintas Kekuatan spiritual pada diri manusia merupakan pemakai jalan. Tentu saja para pemudik tidak pandang status kekautan yang paling besar, paling agung dan paling mampu sosial, ekonomi maupun politik semua berkesempatan untuk untuk berhubungan dengna hakikat wujud. Lain halnya dengan kembali menikmati tanah perkampungan. Nilai-nilai kekuatan fisik hanya terbatas pada sesuatu yang dapat kebersamaan yang terjadi pada momentum mudik ini ditangkap oleh indera, kemampuan akal meskipun yang paling merupakan simbol ikatan hati yang harus selalu dijaga, bebas, namun masih terbatas ruang dan waktu. Sementara bersama dengan sanak keluarga, kerabat maupun dengan kekuatan spiritual tidak diketahui batas ataupun ikatannya, dan tentangga. Melalui kebersamaan akan tercermin sikap saling hanya kekuatan spiritual yang mampu berkomunikasi dengan toleransi, tolong menolong maupun saling berbagi. Allah. udah kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Imam 'Ali Zainal 'Abidin As, cucu Rasulullah Saw., selalu Smeninggalkan bulan Ramadhan dengan penuh kesedihan. Dengan air mata yang tidak henti-hentinya membasahi wajah yang mulia, beliau mengucapkan salam perpisahan pada bulan Ramadhan. Ia berpisah dengan bulan yang telah menyertainya dalam mengabdi kepada Allah. Bulan yang menaburkan harapan hamba dari ampunan Tuhan. Bulan yang di dalamnya orang-orang saleh membersihkan hati dengan air mata tobat dan penyesalan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih utama daripada seribu bulan. Seperti Imam 'Ali Zainal Abidin As, marilah kita ucapkan salam perpisahan kepada Ramadhan: Wahai bulan Allah yang agung, assalamualaika, wahai waktu- waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan dengan jam-jam dan hari-hari kebaikan. Assalamualaika, wahai bulan yang ketika harapan didekatkan dan amal dihamparkan. Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang datang membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan. Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran. Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami melawan setan dan memudahkan kami menapak jalan kebaikan. Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya Kau bagi para pendurhaka. Betapa mulianya Kau bagi hati orang yang percaya. GP Ansor Banjardowo

Upload: warta-madani

Post on 21-Mar-2016

272 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Edisi Lebaran Present By. Rumah Pendidikan Sciena Madani

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 3 edisi lebaran

Edisi: 03/I/2013

www.wartamadani.com

ingga pada waktunya mudik tidak hanya sebagai Ketiga, mudik berarti kembali menjadi lebih baik. Dalam ritual tahunan ataupun ekspresi untuk memeriahkan pelaksanaan mudik seseorang untuk mengupayakan tingkat Hlebaran. Namun saatnya kembali membangun keberhasilan ketika dulu tidak bekerja, sekarang sudah

peradaban karena bangsa kita adalah bangsa yang berakar memiliki kemapanan hidup. Begitupun mudik dalam dimensi pada nilai-nilai kebudayan. Akar nilai kebudayaan itu dapat ini, para pemudik hendaknya mengupayakan menjadi orang dibangun melalui dimensi spiritual mudik yakni, pertama, yang bertakwa. Sebagai mana Allah berfirman “Hai orang-mudik memiliki makna Irji'i yang berarti kembali. Ketika para orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar pemudik secara jasmani melakukan irji'i atau kembali ke takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati tempat kelahiran bertemu keluarga, sanak keluarga maupun melainkan dalam keadaan Islam .” (Q.S.Ali Imran: 102).tetangga. Maka secara ruhani pemudik juga harus mampu Ayat ini mengisyaratkan dua tingkatan takwa, tingakan melaksanakan irji'i, yakni kembali kepada Allah. tertinggi dan rendah. Pada tingkatan tertinggi, “takwa dengan

Dalam surat Al-Fajr ayat 28 Allah berfirman, “Kembalilah sebenar-benar takwa” dan tingkatan terendah pada ungkapan, kepada Tuhanmu dengan hati puas”. Sepantasnya para “jangan sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragaman pemudik juga memiliki hati yang puas ketika sibuk Islam”. Diantara dua tingkatan ada tingkatan standar yang diperantauan ataupun di negeri orang. Jika hati memiliki hendaknya diupayakan oleh orang-orang beriman jika tidak kepuasan, tentu saja pikiran akan tenang, begitupun ketika mampu mengapai tingkatan tertinggi.pemudik memikirkan kembali kepada Allah seakan-akan ia Dari sinilah ekspresi mudik menjadi kepentingan spiritual akan menikmati kedekatan dengan-Nya. Dan akhirnya irji'i yang didalamnya ada dimensi kehidupan manusia yang yang sesungguhnya adalah ia akan kembali kepada bersifat fitri pada setiap manusia. Merupakan dimensi ilahiyah Tuhannya. yang ada dalam diri manusia yang berfungsi untuk mendesain

Kedua, mudik antropologis memiliki arti bahwa pemudik corak peradaban yang lebih baik. Melalui dimensi spiritual rindu dengan beragam hal dan rindu itu dilandasi ingin mudik dapat mewarnai segala aktivitas baik yang berdimensi menikmati kebersamaan. Ada kebersamaan yang sifatnya sosial, ekonomi maupun kebudayan.kolektif yakni ketika jalan-jalan dipenuhi padatnya lalulintas Kekuatan spiritual pada diri manusia merupakan pemakai jalan. Tentu saja para pemudik tidak pandang status kekautan yang paling besar, paling agung dan paling mampu sosial, ekonomi maupun politik semua berkesempatan untuk untuk berhubungan dengna hakikat wujud. Lain halnya dengan kembali menikmati tanah perkampungan. Nilai-nilai kekuatan fisik hanya terbatas pada sesuatu yang dapat kebersamaan yang terjadi pada momentum mudik ini ditangkap oleh indera, kemampuan akal meskipun yang paling merupakan simbol ikatan hati yang harus selalu dijaga, bebas, namun masih terbatas ruang dan waktu. Sementara bersama dengan sanak keluarga, kerabat maupun dengan kekuatan spiritual tidak diketahui batas ataupun ikatannya, dan tentangga. Melalui kebersamaan akan tercermin sikap saling hanya kekuatan spiritual yang mampu berkomunikasi dengan toleransi, tolong menolong maupun saling berbagi. Allah.

udah kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Imam 'Ali Zainal 'Abidin As, cucu Rasulullah Saw., selalu Smeninggalkan bulan Ramadhan dengan penuh kesedihan.

Dengan air mata yang tidak henti-hentinya membasahi wajah yang mulia, beliau mengucapkan salam perpisahan pada bulan Ramadhan. Ia berpisah dengan bulan yang telah menyertainya dalam mengabdi kepada Allah. Bulan yang menaburkan harapan hamba dari ampunan Tuhan. Bulan yang di dalamnya orang-orang saleh membersihkan hati dengan air mata tobat dan penyesalan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih utama daripada seribu bulan. Seperti Imam 'Ali Zainal Abidin As, marilah kita ucapkan salam perpisahan kepada Ramadhan:

Wahai bulan Allah yang agung, assalamualaika, wahai waktu-waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan dengan jam-jam dan hari-hari kebaikan.

Assalamualaika, wahai bulan yang ketika harapan didekatkan dan amal dihamparkan.

Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang datang membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan.

Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran.

Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami melawan setan dan memudahkan kami menapak jalan kebaikan.

Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya Kau bagi para pendurhaka. Betapa mulianya Kau bagi hati orang yang percaya. GP Ansor Banjardowo

Page 2: Edisi 3 edisi lebaran

pun kebaikan atau keburukan yang dilakukan pasti akan menerima ganjarannya. Firman Tuhan kita: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun [sekecil partikel], niscaya ia akan melihat [balasan]nya; dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat [balasan]nya pula." (QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8); betul-betul selalu kita ingat bersamaan dengan keluar masuk nafas kita. Kalau kita sudah selalu menempatkan Allah dalam setiap aktivitas kita, maka kita tidak lagi merasa sendirian. Dan hidup dijalani dengan penuh suka cita dan kebahagiaan. Apa pun bentuk ujian yang kita alami di tengah-tengah perjalanan hidup kita, kita dengan tegas dan mantap mengatakan bahwa ini adalah 'pertanda Allah mencintaiku, bukan membenciku.'Menyambung Silaturrahmi

Siapa pun kita, setelah dosa-dosa kita kepada Allah diampuni, maka kewajiban selanjutnya adalah menyambung tali silaturrahmi dengan cara membuka pintu maaf dan meminta maaf kepada orang-orang yang memutuskan hubungan tali silaturrahmi. Allah berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu (QS. An-Nisa [4]: 1).

Begitu pentingnya silaturrahmi, sehingga orang yang memutuskannya dikecam dalam agama. Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga: orang yang terus-menerus minum minumam keras, orang mukmin yang melakukan sihir, dan yang memutuskan silaturrahmi (Al-Bihar, 74: 90).

Sesungguhnya rahmat Allah tidak turun kepada satu kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturrahmi. Tidak ada dosa yang Allah segerakan siksanya kepada pelakunya di dunia ini selain memutuskan tali kekeluargaan.

Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib berdoa: “Aku berlindung kepada Allah dari dosa yang mempercepat kebinasaan.” Abdullah bin Al-Kawwa bertanya: “Ya Amir Al-Mukminin, apakah ada dosa yang mempercepat kebinasaan?” Ia berkata: “Memutuskan silaturrahmi.”

Seorang laki-laki datang menemui Nabi SAW. Ia berkata: “Ya Rasulullah, aku punya keluarga yang berasal dariku. Mereka menyakiti hatiku dan aku bermaksud mengusir mereka.” Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Kalau begitu, Allah akan mengusir kamu semua.” Ia berkata: “Apa yang harus saya lakukan?” Rasulullah SAW bersabda: “Kamu memberikan hartamu kepada orang yang tidak pernah memberi kamu. Kamu sambungkan persaudaraan dengan orang yang memusuhi kamu, dan kamu memaafkan orang-orang yang menyakiti kamu. Jika kamu melakukan itu semua, Allah SWT akan selalu menjadi pembela kamu.” (Al-Bihar, 74: 100).

Sambungkanlah persaudaraan dengan orang yang sudah putus dengan kita. Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepada kita. Katakanlah kebenaran walaupun bertentangan dengan kepentingan diri kita. Semoga Allah selalu menyertai kita