manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

14
Latar Belakang Typhoid fever disebabkan oleh salmonella thypii adalah penyakit endemik di daerah tropis dan sub-tropis dan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama didunia dan negara- negara berkembang dengan kejadian tahunan diperkirakan 540 per 100.000 penduduk. Kejadian typhoid fever setiap tahunnya diperkirakan sekitar 17 juta kasus di seluruh dunia. 1 Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 5.700 kasus terjadi setiap tahun. Sebagian besar kasus (hingga 75%) diperoleh saat bepergian secara internasional. Typhoid fever masih umum di negara berkembang, di mana hal itu mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang setiap tahun. 2 Menurut WHO 2008, penderita dengan typhoid fever di Indonesia tercatat 81,7 per 100.000. 3 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah kejadian typhoid fever dan paratifoid di Rumah Sakit adalah 80.850 kasus pada penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2010 penderita typhoid fever dan paratifoid sejumlah 41.081 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa . 4 Typhoid fever merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan komplikasi berat ataupun menyebabkan hostnya menjadi karier apabila tidak diterapi adekuat dan tepat. Hal tersebut dapat terjadi bila seseorang dalam keadaan status gizi yang kurang/buruk, imunitas jelek, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar kebersihan industri pengolahan makanan yang masih rendah. Penularan penyakit tersebut hampir selalu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi . Oleh karena itu, selain deteksi dini dan terapi adekuat, penting untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat demi memutus rantai kehidupan kuman tersebut. 5 Kejadian typhoid fever memiliki masalah utama yaitu prilaku hidup bersih dan sehat yang merupakan masalah kompleks pada pasien dan keluarganya. Hal tersebut tentu didukung oleh kebersihan makanan serta lingkungan rumah yang dapat menyebabkan perkembangan Salmonella Typhi. Oleh karena itu, diperlukan peranan dokter keluarga dalam penatalaksanaan penyakit tersebut baik secara holistik maupun komprehensif, tidak hanya berfokus pada aspek biologi namun juga psikososial dan edukasi pasien guna terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat serta memutuskan rantai penularan penyakit tersebut. Selain itu, penatalaksanaan secara holistik juga memerlukan partisipasi dan dukungan keluarga serta pelaku rawat keluarga yang optimal dalam memotivasi, mengingatkan, serta memperhatikan pasien. Tujuan Studi

Upload: marizka-putri-aftria

Post on 08-Jul-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fixxx

TRANSCRIPT

Page 1: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Latar Belakang

Typhoid fever disebabkan oleh salmonella thypii adalah penyakit endemik di daerah tropis dan sub-tropis dan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama didunia dan negara-negara berkembang dengan kejadian tahunan diperkirakan 540 per 100.000 penduduk. Kejadian typhoid fever setiap tahunnya diperkirakan sekitar 17 juta kasus di seluruh dunia.1

Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 5.700 kasus terjadi setiap tahun. Sebagian besar kasus (hingga 75%) diperoleh saat bepergian secara internasional. Typhoid fever masih umum di negara berkembang, di mana hal itu mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang setiap tahun.2

Menurut WHO 2008, penderita dengan typhoid fever di Indonesia tercatat 81,7 per 100.000.3Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah kejadian typhoid fever dan paratifoid di Rumah Sakit adalah 80.850 kasus pada penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2010 penderita typhoid fever dan paratifoid sejumlah 41.081 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa .4

Typhoid fever merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan komplikasi berat ataupun menyebabkan hostnya menjadi karier apabila tidak diterapi adekuat dan tepat. Hal tersebut dapat terjadi bila seseorang dalam keadaan status gizi yang kurang/buruk, imunitas jelek, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar kebersihan industri pengolahan makanan yang masih rendah. Penularan penyakit tersebut hampir selalu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi . Oleh karena itu, selain deteksi dini dan terapi adekuat, penting untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat demi memutus rantai kehidupan kuman tersebut.5

Kejadian typhoid fever memiliki masalah utama yaitu prilaku hidup bersih dan sehat yang merupakan masalah kompleks pada pasien dan keluarganya. Hal tersebut tentu didukung oleh kebersihan makanan serta lingkungan rumah yang dapat menyebabkan perkembangan Salmonella Typhi. Oleh karena itu, diperlukan peranan dokter keluarga dalam penatalaksanaan penyakit tersebut baik secara

holistik maupun komprehensif, tidak hanya berfokus pada aspek biologi namun juga psikososial dan edukasi pasien guna terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat serta memutuskan rantai penularan penyakit tersebut. Selain itu, penatalaksanaan secara holistik juga memerlukan partisipasi dan dukungan keluarga serta pelaku rawat keluarga yang optimal dalam memotivasi, mengingatkan, serta memperhatikan pasien.

Tujuan Studi

1. Terdeteksinya secara teori uraian masalah typhoid fever dari aspek prilaku hidup bersih dan sehat.

2. Teridentifikasinya faktor-faktor internal dan eksternal pada kasus pasien dengan typhoid fever yang akan dibahas.

Ilustrasi Kasus

Pasien, seorang perempuan An.FF, 11 tahun, datang ke Puskesmas Kemiling bersama dengan Ayah dengan keluhan demam sudah 5 hari yang lalu. Demam lebih meningkat pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah serta kepala pusing sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan lidahnya terasa pahit sehingga semakin membuat rasa tidak ingin makan. Keluhan tersebut disertai dengan sakit di bagian perut dan tidak dapat buang air besar sejak 2 hari belakangan ini. pasien belum pernah mendapatkan pengobatan. Riwayat keluhan serupa dibenarkan oleh ayah pasien yakni adik pasien 2 bulan yang lalu dirawat dengan keluhan yang sama.Pasien yang sehari-harinya beraktivitas sebagai pelajar memiliki kebiasaan jajan minuman dan makanan baik di sekolah maupun warung sekitar rumahnya. Pasien juga tidak membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan maupun setelah beraktivitas dengan menggunakan sabun. Selain itu, disamping rumah pasien terdapat kandang kambing dan tempat penampungan sampah rumah tangga sementara.

Metode

Studi ini bersifat case report. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis dari anggota keluarga (Ayah dan Ibu pasien)), pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium di Puskesmas.

Page 2: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Kunjungan rumah, melengkapi data keluarga dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.

Data Klinis

Keluhan berupa demam 5 hari disertai mengigigil. mual dan muntah. Kekhawatiran keluhan terus berlanjut, dan menganggu aktivitas pasien. Harapan dapat sembuh kembali dan dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.Penampilan bersih, keadaaan umum: tampak sakit sedang; suhu: 38,0 oC; tekanan darah: 110/70 mmHg;; frek. nadi: 86x/menit; frek. nafas: 20 x/menit; berat badan: 39 kg; tinggi badan: 145 cm; status gizi: normoweight (IMT: 18,6).6

kepala, mata, telinga, hidung dalam batas normal, mulut tampak typhoid tounge, leher, paru, jantung, dalam batas normal. Regio pulmo dan cor dalam batas normal, abdomen datar simetris, dan terdapat nyeri tekan abdomen. Ektremitas superior dan inferior dalam batas normal.

Status neurologis : Reflek fisiologis normal, reflek patologis (-)

Motorik:

5555 5555

5555 5555

Sensorik:

++ ++

++ ++

Trombosit: 228.000 mg/dlWidal: 1/320

Status lokalis:Abdomen:I: datar, simetris, Tidak terdapat jaringan parut maupun jejasA: Bising Usus (+)P: TympaniP: Nyeri tekan epigastrium (+)

Gastro Intestinal Track:Teoritical:

- Makanan yang mengandung Salmonella Typhi masuk dan melewati saluran cerna

- Terjadi penyerapan oleh usus halus- Bakteri mencapai jaringan limfoid

plaque peyeri di ilium terminalis yang mengalami hipertrofi.

- Perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typhi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi.

- Salmonella Typhi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus, dan ada yang mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.

- Salmonella Typhi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

- Apabila Salmonella Typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pengelupasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang maka akan timbul demam.

Diagnostik Holistik Awal

1. Aspek Personal- Alasan kedatangan: Demam disertai

mual dan muntah 5 hari yang lalu- Kekhawatiran: Khawatir sakit

bertambah berat sehingga mengganggu aktivitas sekolahnya.

- Harapan: sakit dapat sembuh sehingga dapat beraktivitas dengan baik.

- Persepsi: Perasaan demam disertai mual dan muntah serta perasaan lemas

2. Aspek Klinik Typhoid fever (ICD-10A01.1-A01.4).

3. Aspek Risiko Internal- Gender perempuan, usia anak-anak,

pekerjaan pelajar- Perilaku jajan di sekolah dan warung

sekitar rumah, serta tidak mencuci tangan sebelum makan.

- Keadaan disekitar rumah terdapat penampungan sampah sementara.

4. Aspek Psikososial Keluarga− Ayah bekerja sebagai buruh yang

tidak tetap sehingga pendapatan perbulan keluarga tidak menentu.

− Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga sembari merawat adik pasien

Page 3: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

yang berusia 2 tahun sehingga membutuhkan pengawasan lebih .

− Sanitasi Lingkungan buruk (penampungan sampah rumah tangga sementara berada disamping rumah pasien).

5. Derajat Fungsional : 2

Rencana penatalaksanaan:

1. Nonmedikamentosa:a. Tirah baring Selama 5-7 harib. Diet TKTP dan rendah serat

2. Medika mentosa:a. Kloramfenikol 4x500 mgb. Paracetamol 3x 500 mgc. Antasida 3x 200 mg

Data Keluarga

Aktivitas sehari-hari pasien sebagai pelajar dengan kebiasaan jajan sembarangan dan tidak mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah makan.Perilaku keluarga kurang menjaga kebersihan baik lingkungan rumah maupun makanan yang di konsumsi.

Gambar 1. Genogram Keluarga An. FF

Pada pasien ini termasuk dalam jenis keluarga inti dimana dalam 1 rumah terdiri dari Ayah, Ibu, serta kedua putra dan putri yang masing-masing berusia 11 tahun dan 2 tahun.

Hubungan Antar Keluarga

Gambar 2. Hubungan antar keluarga An. FF

Data Lingkungan Rumah

Pemukiman padat penduduk, luas rumah 9x10m2. Rumah mempunyai 1 buah pintu masuk. Tinggal bersama Ayah, Ibu dan 1 orang Adik laki-laki berusia 2 tahun, dengan 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 ruang tamu. Cahaya matahari dapat masuk dan mencapai sebagian besar ruangan. Ventilasi terdiri 3 jendela disetiap ruangan.. Rumah tidak memiliki kamar mandi, sehingga menumpang kamar mandi rumah neneknya yang bersebelahan dengan rumah pasien. Penerangan menggunakan lampu listrik, Sumber air berasal dari sumur yang berjarak 3m dari septic tank.Intervensi dalam 3kali kunjungan rumah.

Tindakan: Behaviour Treatment: kebersihan rumah, makanan yang sehat dan bergizi, konsumsi obat teratur, perilaku mengganti uang jajan dengan bekal yang dimasak sendiri, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, serta penanggulangan sampah sementara.

Data Okupasi dan Tempat Sekolah

Lokasi: SD Negeri 2 Kemiling.Berangkat dengan motor di antar Ayah pasien pada pukul 06.30 menuju sekolah yang berjarak 2 km. Sekolah pada pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00. Hal ini dilakukan dari hari senin sampai sabut.Prilaku jajan di lingkungan sekolah maupun rumah dapat memperberat typhoid fever, ditambah lagi dengan lingkungan dan sanitasi rumah yang kotor memungkinkan transmisi bakteri untuk masuk ke tubuh.

Page 4: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Diagnostik Holistik Akhir Studi

Bentuk keluarga : Tinggal bersama.Disfungsi dalam keluarga : Kelemahan pada fungsi ekonomi1. Aspek Personal

- Alasan kedatangan: Demam disertai mual dan muntah sudah tidak dikeluhkan

- Kekhawatiran: Sudah berkurang dan pasien dapat melakukan aktivitas sekolahnya.

- Harapan: sudah tercapai dan bisa beraktivitas dengan baik.

- Persepsi: Perasaan demam disertai mual dan muntah serta perasaan lemas tidak dikeluhkan.

2. Aspek KlinikAnak perempuan usia 11 tahun dengan Typhoid fever (ICD-10A01.1-A01.4) yang keadaannya sudah membaik.

3. Aspek Risiko Internal- Gender perempuan, usia anak-anak,

pekerjaan pelajar.- Pengetahuan mengenai bahaya jajan

di sekolah dan warung sekitar rumah serta tidak mencuci tangan sebelum makan sudah cukup.

- Pengetahuan mengenai pentingnya menjaga dan membersihkan serta dampak lingkungan rumah yang buruk sudah cukup

4. Aspek Psikososial Keluarga- Masalah waktu yang diluangkan

Ayah dan Ibu untuk pasien masih belum sepenuhnya teratasi dikarenakan kesibukan Ayah dan Ibu dengan pekerjaannya

- Kondisi lingkungan disekitar rumah masih kurang baik dikarenakan keluarga membutuhkan musyawarah dengan tetangga mengenai penanggulangan penampungan sampah sementara.

5. Derajat fungsional: 2.

Pembahasan

Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari

tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5%.7

Pada penelitian di 5 negara di Asia yaitu China, India, Pakistan, Vietnam dan Indonesia menunjukkan bahwa umur 5-15 tahun merupakan angka insidensi tertinggi Typhoid fever. Penyakit tersebut meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total karena penderita masih dapat menularkan penyakit kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki.5,8,9

Penularan typhoid fever terjadi melalui fecal-oral, kuman Salmonella typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat sebagai vektor (kaki-kaki lalat). vektor tersebut mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Kuman masuk ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah. Kuman dalam peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa inkubasi 5–9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah (kedua kali) dimana terjadi pelepasan endoktoksin menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala typhoid fever. Ketika terinfeksi kuman tersebut, tinja dan urin penderita mengandung kuman Salmonella typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), kuman tersebut dapat menetap baik di tinja maupun urin hingga bertahun-tahun. Oleh karena itu, typhoid fever sering ditemui di tempat-tempat penduduk yang kurang menjaga kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungannya.11,12

Periode inkubasi demam tifoid bervariasi tergantung dari beratnya infeksi, rata-rata 10 – 20 (jarak 3 – 56) hari. Pada demam paratyphoid, periode inkubasi rata-rata 1 – 10 hari. Durasi penyakit pada pasien yang tidak ditangani umumnya 4 minggu. Pasien sering asimptomatis selama periode inkubasi, umumnya 7 – 14 hari tetapi dapat pendek

Page 5: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

selama 3 hari dan panjang selama 60 hari tergantung jumlah organisme yang dicerna. Pada masa inkubasi 10 – 20 pasien mengalami diare transient. Pada masa bakteremia, Periode inkubasi berakhir dan pasien mulai mengalami demam, dimana umumnya meningkat secara bertahap dalam 2 – 3 hari. Hampir semua pasien mengalami demam dengan pola demam yang khas, kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari atau kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (step ladder), dan sebagian besar disertai nyeri kepala. Pada minggu pertama, gejala tidak spesifik, dengan nyeri kepala, malaise dan peningkatan demam remiten hingga suhu 39– 400C, sering disertai konstipasi dan batuk nonproduktif sedang.7,10

Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah – pecah(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada pasien dijumpai bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi). Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meterorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus typhoid fever dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.7

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah perifer lengkap menunjukkan leukopeni (<5000 per mm3),limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Pada minggu ketiga dan keempat dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat perdarahan hebat dalam abdomen. Selain itu dapat dilakukan dengan uji serologi Widal yang menunjukan jika titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah demam tifoid Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid dianggap pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari.7

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastroentestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.

typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinana mengisolasi S. typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari – hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.12

Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis typhoid fever. Di Indonesia, pengambilan angka titer O aglutinin ≥1/40 dengan memakai uji Widal slide aglutination menunjukkan nilai ramal positif 96 %. Artinya apabila hasil tes positif, 96 % kasus benar sakit typhoid fever, akan tetapi apabila negatif tidk menyingkirkan. Banyak senter berpendapat apabila titer O aglutinin sekali diperiksa ≥1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis typhoid fever dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau.10

Diagnosis typhoid fever ditegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinik dan laboratorium (jumlah lekosit menurun dan titer widal yang meningkat). Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya bakteri pada salah satu biakan. Adapun beberapa kriteria diagnosis typhoid fever adalah sebagai berikut 7,10:1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore atau malam hari.2. Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,hilang nafsu makan dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.3. Gangguan susunan saraf pusat atau kesadaran; sakit kepala, kesadaran berkabut, bradikardia relatif.

Pada kasus ini, pasien mengalami demam kurang lebih dari 5 hari disertai dengan keluhan mual dan muntah, pasien juga mengalami konstipasi serta titer widal 1/320. Sementara dilihat dari aspek prilaku juga pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan serta tidak membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan sehingga terjadi penyebaran Salmonella Typhi melalui jalur

Page 6: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

fekal-oral. Sementara masalah mual dan muntah serta konstipasi dimungkinkan akibat sifat bakteri yang menyerang saluran cerna. Selain itu, di sekitar rumah pasien terdapat penampungan sampah rumah tangga sementara. Hal tersebut juga merupakan salah satu penyebaran penyakit typhoid fever melalui jalur lalat sebagai vektor yang mengontaminasi makanan.

Manajemen yang dilakukan sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisiserta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia. World Health Organization (WHO) merekomendasikan anak dengan demam tifoid diterapi dengan fluoroquinolone (Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Ofloxacin, and Perfloxacin) sebagai pengobatan lini pertama selama 7-10 hari. Dosis ciprofloxacin oral adalah 2x15 mg/kgBB/hari. selama7–10 hari. Jika respon terhadap pengobatan menunjukkan hasil yang jelek, maka diberikan antibiotik lini kedua, seperti cephalosporin generasike-3 atau azithromycin. Dosis ceftriaxone (IV) adalah 80 mg/kgB/hari selama 5–7 hari, atau Azithromycin: 20mg/kgBB/hari selama 5–7 hari.13

Manajemen typhoid fever berdasarkan Kemenkes RI tahun 2014 dapat diberikan terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik), dan mengurangi keluhan gastrointestinal serta pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil) atau trimetroprimsulfametoxazole (kotrimoksazol). Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).7

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menggunakan kloramfenikol sebagai pilihan

pertama pada demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10–14 hari atau sampai 5–7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4–6 minggu untuk osteomyelitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/ hari diabagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi trimethoprimsulfametokzasol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari dibagidalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4g/hari) selama 5–7 hari atau cefotaxime 150–200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Akhir–akhir ini cefixime oral 10–15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit <2000/µl atau dijumpai resistensi terhadap S. Typhi.10,14

Penatalaksanaan yang telah diberikan pada pasien ini meliputi upaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Dalam penatalaksanaannya, seorang dokter keluarga memiliki peran penting untuk kesembuhan pasien tidak hanya memperhatikan gejala klinis saja namun juga memperhatikan psikologis dan lingkungan pasien. Pada pasien ini penatalaksanaan yang telah dilakukan ialah tirah baring di rumah, paracetamol sebagai terapi simptomatik serta pemberian antibiotik kloramfenikol. Selain itu edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat serta sanitasi lingkungan juga diberikan agar pasien dapat menerapkannya terutama mengenai kebersihan pribadi dan lingkungan meliputi kebiasaan untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan maupun selesai beraktivitas serta penanggulangan sampah rumah tangga.

Page 7: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment)sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya. 15,16

PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah faktor perilaku dan non perilku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh sebab itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditunjukkan pada kedua faktor utama tersebut.17 Banyak hal yang menjadi penyebab PHBS menurun yaitu selain faktor teknis juga faktor-faktor geografi, ekonomi dan sosial. Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya yang tersering adalah tifoid, dan DBD.15

Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan. Sebuah perubahan kecil diperlukan dalam mengatasi masalah tersebut yang nantinya akan membawa dampak besar bagi kesehatan keluarga. Perubahan tersebut dapat dilakukan

dengan cara menjaga lingkungan rumah selalu bersih dan sehat guna meningkatkan kualitas hidup seluruh anggota keluarga. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan rumah singgahan. Untuk itu perhatikan tentang rumah sehat dan keluarga. Rumah sehat akan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan penghuninya. Ada beberapa hal yang memenuhi syarat untuk rumah sehat, yakni; jendela berfungsi dengan baik dengan ukuran yang memadai, Ventilasi udara adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik, pencahayaan ruangan dengan standar mata normal, lubang asap dapur lebih besar 10% dari luas tanah lantai, lingkungan tidak padat penghuni, kandang hewan harus terpisah dengan rumah serta sanitasi yang benar. Sarana anitasi yang benar meliputi; sarana air milik sendiri yang memenuhi syarat kesehatan, jamban leher angsa atau septic tank, terdapat sarana pembuangan air limbah yakni dapat diserap dan tidak mencemari sumber dialirkan ke selokan tertutup untuk diolah lebih lanjut serta tempat sampah yang kedap air tertutup.18

Beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan sebagai dokter keluarga antara lain; primary care management, person-centered care, specific problem solving skills, leadership, comprehensive approach, community orientation and holistic care.19

Upaya yang telah dilakukan dalam membina kasus ini sebagai dokter keluarga (leadership) meliputi pencarian masalah pada pasien dan mendapatkan kunjungan rumah (primary care management) ,menemukan masalah pasien baik internal maupun eksternal dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah tersebut (person-centered care), pemeriksaan fisik, penunjang, menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan sesuai dengan evidence based medicine (specific problem solving skills), melibatkan pasien dan keluarga untuk melakukan promosi kesehatan, pencegahan, pengobatan, dengan cara member edukasi pasien dan keluarga (comprehensive approach), bertanggung jawab dalam kesehatan komunitas lingkungan pasien (community orientation), serta memahami keadaan sakit sebagai suatu proses, keseimbangan faktor biologis, psikososial, dan sosial untuk membentuk patogenesis, diagnosis, dan terapi secara keseluruhan (holistic care).

Kesimpulan

Page 8: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

1. Diagnosis Typhoid fever pada kasus ini sudah ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam teori yang telah dikemukakan.

2. Faktor prilaku pola hidup bersih dan sehat serta sanitasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kejadian typhoid fever, dan faktor tersebut harus diterapkan kepada seluruh anggota keluarga penderita yang mengalami sakit.

3. Terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi terjadinya Typhoid fever dan hal tersebut telah dinyatakan oleh beberapa tori yang didasarkan sebagai acuan.

4. Penatalaksanaan Typhoid fever pada pasien anak ini sudah disesuaikan dengan strategi pelaksanaan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).

5. Pelayanan medis tidak hanya terfokus pada pasien sebagai orang yang menderita sakit, namun juga dilihat dari aspek keluarga yang terlibat, dan lingkungan. Sehingga peranan keluarga sangat penting dalam pengobatan dan penyembuhan anggota keluarga yang sakit.

Saran

1. Pada praktik layanan primer: peningkatan upaya pelayanan kesehehatan sebaiknya dilakukan dengan layanan yang berkesinambungan, holistik, dan komperhensif sehingga terbentuk hubungan interpersonal yang efektif antara dokter dan pasien.

2. Family conference amat diperlukan dalam primary care untuk membantu masalah pasien yang berkaitan dengan masalah psikososial.

3. Khususnya, penyakit kronis diperkenalkan kerjasama dengan anggota keluarga sebagai anggota tim kerja untuk bersama-sama menyelesaikan masalah baik klinis maupun psikososial.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Endang Rosanti M.Kes, dr. Eldi, dr. lusi, dr, Putri serta Kakak keperawatan dan kebidanan dan seluruh staff Puskesmas Rawat Inap Kemiling. Kepada dr. Fitria Saftarina, M.Sc sebagai pembimbing dalam penulisan manuskrip ini.Daftar Pustaka

1. Buckle C, Walker F, Black E. Typhoid Fever and Paratyphoid Fever : Systematic Review to Estimate Global Morbidity and Mortality for 2010. Journal of Global Health. 2012. Vol.2 No.1.

2. CDC. Thypoid Fever (Salmonella Thyposa Infection). Thypod Fever [Online] 2013 [diakses 15 April 2016]. Available at: www.cdc.gov/nczved/division/diseases/thypoid_fever/.

3. Seran ER, Palandeng H, Kallo VD. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Typhoid fever di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. ejournal Keperawatan. 2015. 3 (2):1 – 8.

4. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010. 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

5. Widoyono. Penyakit Tropis. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Edisi kedua. Erlangga: Jakarta. 2012.

6. WHO. Standard Body Mass Index of Children Based on Age. 2011.

7. Kementerian Kesehatan RI. Demam Tifoid. Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.

8. Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Lampung Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009.

9. Leon R; et all. A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and implications for controls. Bulletin of the World Health Organization. 2008. 86:260–268.

10. Soedarmo, S. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.

11. Inawati. Demam Tifoid. Jurnal Review Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2010.

12. Isselbacher K. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 13. 2010. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

13. Recommendations For Management of Common Childhood conditions. [Internet] 2014 WHO: [Cited 2016 April 15].

14. Srinivasaraghavan S, Narayanan P, Kanimozhi T. Culture proven Salmonella typhi co-infection in a child with Dengue

Page 9: manuskript fixxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

fever: a case report. J Infect Dev Ctries. 2015. 9(9):1033-1035.

15. Direktorat Promosi Kesehatan Depkes RI. Buku Saku Promosi Kesehatan Sekolah. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. 2006.

16. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Lampung. Lampung: Pusat Data Informasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2013.

17. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta. 2012.

18. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan Cetakan I. Jakarta; EGC. 2009.

19. Vidiawati D. Dokter Layanan Primer: Upaya Mengejar Keterlambatan Pergerakan Peningkatan Kualitas Layanan Primer di Indonesia. eJKI. 2015. 2 (3):139 -141.