manunggaling kawula gusti.doc

29
MANUNGGALING KAWULA GUSTI DALAM PRESPEKTIF KEJAWEN PENDAHULUAN. Sejak jaman dahulu dalam kehidupan ini manusia pada dasarnya meyakini akan adanya kuasa yang menguasai dunia ini. Pemahaman akan hal ini secara terpelihara terus berjalan hingga pada masa kini sehingga jika kita perhatikan pengakuan akan sang maha kuasa itu tetap ada dimanapun tempat walaupun metode yang dilakukan untuk mengenal dan mengakui keberadaannya dilakukan dengan cara yang berbeda-beda . Pemahaman yang metode berbeda inilah yang kadang kala sering menjadi satu jurang yang sangat jauh dan dalam bagi para penganutnya untuk menyamakan pandangan tentang siapakah penguasa jagat raya ini dan karena hal inilah perselisihan dan permusuhan kadang kala terjadi yang justru semakin menjadikan jurang dan tembok pemisah yang kelihatanya tidak mampu dan tidak dapat terseberangi. Namun jika kita memperhatikan sebenarnya pemahaman dan metode yang ada dalam usaha memahami sang khalik jika mau ditarik garis mundur adalah berasal dari satu sumber yang

Upload: nichiday

Post on 28-Dec-2015

71 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: manunggaling kawula Gusti.doc

MANUNGGALING KAWULA GUSTI

DALAM PRESPEKTIF KEJAWEN

PENDAHULUAN.

Sejak jaman dahulu dalam kehidupan ini manusia pada dasarnya meyakini akan

adanya kuasa yang menguasai dunia ini. Pemahaman akan hal ini secara terpelihara

terus berjalan hingga pada masa kini sehingga jika kita perhatikan pengakuan akan

sang maha kuasa itu tetap ada dimanapun tempat walaupun metode yang dilakukan

untuk mengenal dan mengakui keberadaannya dilakukan dengan cara yang berbeda-

beda .

Pemahaman yang metode berbeda inilah yang kadang kala sering menjadi satu jurang

yang sangat jauh dan dalam bagi para penganutnya untuk menyamakan pandangan

tentang siapakah penguasa jagat raya ini dan karena hal inilah perselisihan dan

permusuhan kadang kala terjadi yang justru semakin menjadikan jurang dan tembok

pemisah yang kelihatanya tidak mampu dan tidak dapat terseberangi.

Namun jika kita memperhatikan sebenarnya pemahaman dan metode yang ada dalam

usaha memahami sang khalik jika mau ditarik garis mundur adalah berasal dari satu

sumber yang sama, sehingga jika kita mau sedikit memberi kelonggaran dalam

mencoba memahami apa yang orang lain pahamami dalam pengertiannya akan sang

maha kuasa itu sebenarnya kita akan menemukan banyak hal yang mampu menjadi

jembatan bagi amanat agung yang Allah berikan bagi kita orang percaya.

Mungkin sangat perlu bagi kita untuk memahami dan mencoba belajar akan hal yang

mereka pahami, namun satu hal yang harus kita mengerti walaupun mungkin ada

nilai-nilai luhur dalam ajaran kepercayaan orang lain pada dasarnya kita juga harus

terus waspada dan punya satu kepercayaan penuh bahwa diluar kristus tidak ada

Page 2: manunggaling kawula Gusti.doc

keselamatan. Berikut ini akan kita lihat sedikit pengertian akan pemahaman sang

maha kuasa itu menurut falsafah jawa.

FALSAFAH ORANG JAWA.

Dalam tatanan kehidupan dan moral sebagian orang Jawa berusaha menselaraskan

beberapa konsep pandangan leluhur dengan adab islami, seperti mengenai alam

kodrati ( dunia ini ) dan alam adikodrati ( alam gaib atau supranatural ).

Sehingga memudahkan mereka untuk menyembah sang khalik, dan pada saat ini

kebanyakan akibat percampuran dengan budaya islam dan juga agama-agama lain

orang jawa menyakini bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala

kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali

ada. Sehingga orang jawa secara mutlak mengakui bahwa Tuhan tidak hanya

menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga bertindak sebagai pengatur,

karena segala sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas ijin serta

kehendakNYA.

Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat memberikan

penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan

penghubung individu dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa

disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti, 1 yaitu pandangan yang beranggapan

bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir

dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula

terhadap Gusti Allah. Dan hal inilah yang menyebabkan dalam kehidupan orang jawa

sering mengenal istilah nrimo anggoneng pandome2 dalam menjalani kehidupan

sehari-hari meskipun sebagian orang menganggap itu sebagai budaya malas.

1 Bersatunya hamba dan Tuhan(tuan)2 Menerima segala berkat dengan pasrah

Page 3: manunggaling kawula Gusti.doc

Pandangan Hidup Jawa

Istilah “ Pandangan Hidup Jawa “ di sini mempergunakan pengertian yang longgar,

jadi istilah ini dapat saja diganti dengan istilah-istilah lain yang mempunyai arti yang

kurang lebih sama, seperti “ Filsafat Jawa “ ( Abdulah Ciptoprawiro ) “ Filsafah

Kejawen “ atau istilah lain lagi. Tetapi pandangan hidup Jawa, ini tidaklah identik

dengan “ Aliran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa “ atau “ Islam

Abangan “ atau “ Mistik Jawa “ dan lebih-lebih dengan “ ilmu-ilmu klenik “.

Sementara itu beberapa istilah lain seperti “Agama Jawa “atau “ Agama Jawi “

( Koentjaraningrat ) “ the religion of jawa “( Clifford Geertz ) dan lain-lain, itu tidak

identik dengan “ Pandangan Hidup Jawa “ sekalipun terlihat adanya beberapa segi

persamaan.3

Pandangan hidup Jawa bukanlah suatu agama, tetapi suatu pandangan hidup dalam

arti yang luas, yang meliputi pandangan terhadap Tuhan dan alam semesta

ciptaanNYA beserta posisi dan peranan manusia di dalamnya. Ini meliputi pula

pandangan terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk pula pandangan

terhadap kebudayaan manusia beserta agama-agama yang ada. Dengan meminjam

istilah Bung Karno dalam pidato lahirnya Pancasila, pandangan hidup di sini adalah

sama dengan Weltanschauung, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1989 :

1010 ) diberi arti sebagai “Sikap terhadap kebudayaan, dunia dan hubungan manusia

dengan alam sekitarnya, serta semangat dan pandangan hidup terdapat pada zaman

tertentu”. Jadi selain jelas bahwa pandangan hidup Jawa itu bukan suatu agama, jelas

pula bahwa ia pun tidak identik dengan “regiositas Jawa”, karena cakupan

pengertiannya lebih luas dari pada itu.

Penganut aliran ini mempunyai cara pikir sendiri dalam mengaktualisasikan diri

mereka baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, Tuhan, maupun makhluk

3 …falsafah orang Jawa E-book

Page 4: manunggaling kawula Gusti.doc

ciptaannya yang lain.. Sejalan dengan itu pemikiran kejawen ini berkembang luas

meliputi kosmologi, mitologi. Salah satunya adalah konsepsi mistis Manunggaling

kawula kalawan Gusti. Dan selalu dibawah pemahaman sepi ing pamrih atau iklas.

Karena paham ini bukanlah sebuah paham dogmatis tentang agama,maka paham ini

selalu membayang pada setiap ritual keagamaan masyarakat Jawa dengan latar

belakang kepercayaan apapun yang dianutnya.

Dalam mitologi jawa ada dua tipe pemahaman spiritual yaitu secara eksotis (bahasa

lahir) dan esotoris (bahasa batin).4 Upaya manusia untuk memahami keberadaannya

diantara semua makhluk yang tergelar di jagad raya, yang notabene adalah makhluk,

telah membawa manusia dalam perjalanan pengembaraan yang tak pernah berhenti.

Pertanyaan tentang dari mana dan mau kemana (sangkan paraning dumadi)

perjalanan semua makhluk terus menggelinding dari jaman ke jaman sejak adanya "

ada ". Pertanyaan yang amat sederhana tetapi substansiil tersebut, ternyata

mendapatkan jawaban yang justru merupakan pertanyaan-pertanyaan baru dan sangat

beragam, bergantung dari kualitas sang penanya.

Menurut pemahaman jawa konon pada mulanya sang hyang tunggal menetaskan

telur brahma (brahmananda) dan dari telur itu menjadi tiga sosok yang memiliki

karakter berbeda dimana kuning telur menjadi sang hyang siwa (suwung”alam

keabadian) putihnya menjadi semar (alam rohaniyang hanya bisa ditangkap oleh

bahasa batin) dan togog tejamantri (alam jasmani atau bahasa lahir) Dan lewat ketiga

tokoh diatas keberadaan pemahaman manusia akan penguasa itu diwakili dimana

togog dianggap sebagai penguasa dunia jasmani,semar menguasai dunia rohani dan

Sang Hyang Siwa sebagai penguasa alam kasunyatan sejati.5

4 R Ng ranggawarsita, Serat paramayoga(Surabaya, Djoyoboyo , 1990) , hlm 8-105 ibid

Page 5: manunggaling kawula Gusti.doc

Lewat pemahaman cerita diatas orang Jawa percaya akan adanya penguasa alam ini.

Jawanisme, atau kejawen, bukanlah suatu kategori religiusitas. Namun lebih

menunjuk pada sebuah etika dan sebuah gaya hidup yang diilhami oleh pemikiran

Jawa.6 Perkembangan kecerdasan dan kesadaran manusia telah membentuk budaya

pencarian yang tiada henti. Apalagi setelah muncul kesadaran religius yang

mempertanyakan "apa atau siapa yang membuat ada" semakin menggiring manusia

ke dalam petualangan meraba-raba di kegelapan rimba raya pengetahuan. Di dalam

kegelapan itulah benturan demi benturan akibat perbedaan pemahaman terjadi.

Benturan paling purba berawal dari kisah Adam dan Hawa yang menyebabkan

mereka terlempar dari surga.

Menurut pemahaman pegalaman nara sumber yang dijabarkan penulis kesemuanya

pemahaman itu bermuara pada kata sakti yang bernama " kebenaran " yang sungguh

sangat abstrak dan absurd. Tetapi bukankah hidup dan kehidupan ini abstrak dan

absurd ? sehingga tak terjabarkan oleh akal-pikir yang paling canggih sekalipun.

Ketika akal-pikir tak lagi mampu menjawab pertanyaan diatas, manusia mulai

menggali jawaban dari " rasa " sampai akhirnya manusia merasa seolah-olah telah

menemukan apa yang dicari. Tetapi ketika pengembaraan rasa tersebut sampai pada

titik simpang, dimana di satu sisi muncul kebutuhan untuk melembagakan hasil "

temuan rasa " tersebut dan di sisi lain menolak pelembagaan, kembali terjadi

benturan-benturan yang sesungguhnya sangat tidak perlu terjadi. Sesuatu yang tidak

akan pernah diketahui, baik dengan akal-pikir dan rasa, bahkan intuisi sekalipun.

Sebab " Dia " adalah Sang Maha Gaib.

Rumusan apapun tentang " Dia " seperti apa yang telah dilakukan oleh manusia pasti

akan menemui kegagalan. Karena " Dia " tidak pernah merumuskan " Dirinya "

secara kongkrit, kecuali dalam bentuk simbol-simbol dan lambang-lambang yang

metaforik. Perjalanan manusia yang menempuh jarak ribuan tahun untuk

6 Mulder, Niels.( Yogyakarta : LKIS Mistisme Jawa ; Ideologi Di Indonesia.. 2001) hal 4

Page 6: manunggaling kawula Gusti.doc

mendapatkan jawaban pasti tentang " Dia " menjadi amat bervariasi. Tetapi kepastian

itu sendiri tidak pernah dijumpai..

Sementara untuk sebagian manusia lainnya, semangat pencariannya justru semakin

menggebu. Mereka tidak pernah patah, karena mereka tidak terpukau oleh hasil akhir.

Telah muncul kesadaran baru pada mereka, bahwa yang terpenting adalah proses

pencarian itu sendiri. Bertemu atau tidak bukan lagi menjadi pangkal kerisauan,

karena mereka menyadari, bahwa keputusan tidak berada di tangan manusia. Nah

mereka inilah para pejalan spiritual, sang pencari sejati yang selalu haus pada

pengalaman empiris di belantara pengetahuan tentang hal-hal yang abstrak, absurd

dan gaib. Dan mereka adalah kita.

Syarat utama bagi para pejalan spiritual adalah kebersediaannya dan kemampuannya

menghilangkan atau menyimpan untuk sementara pemahaman dogmatis yang telah

dimilikinya, dan mempersiapkan diri dengan keterbukaan hati dan pikiran untuk

merambah jagad ilmu pengetahuan ( kawruh ) nonragawi. Ilmu yang gawat dan

wingit7, karena sifatnya sangat mempribadi dan tidak bisa diseragamkan dengan

idiom-idiom yang ada, dimana idiom-idiom itu hanya bisa dipergunakan sebagai

rambu penunjuk yang kebenarannya juga sangat relative.

Pengalaman spiritual adalah pengalaman yang sangat unik dan sangat individual

sifatnya, sehingga kaidah-kaidah yang paling dogmatispun tak akan mampu

memberikan hasil yang sama bagi individu yang berbeda. Perjalanan spiritual

adalah proses upaya manusia untuk pencapaian tataran-kahanan ( strata, maqom )

pembebasan, yaitu kemerdekaan untuk menjadi merdeka ( freedom to be free ) dari

segala bentuk keterikatan dan kemelekatan serta kepemilikan yang membelenggu,

baik yang bersifat jasmani maupun rohani.

7 rahasia

Page 7: manunggaling kawula Gusti.doc

Beberapa pemahaman yang tersirat dalam pemahaman kejawen:

Konsep manunggaling kawula lan Gusti.

Konsepsi Manunggaling Kawula Gusti ini muncul seiring dengan gencarnya

dakwah Islam pada jaman Demak sekitar abad VX-VVI, yang digagas oleh seorang

tokoh dakwah islam yang banyak mendapat tentangan dari banyak pendakwah islam

lainnya yang bernama Syeh Siti Jenar atau Seh Lemah Abang. Yang pada akhirnya

konsep ini coba dilebur dan batasi perkembangannya oleh para walisanga karena

dianggap merupakan ajaran yang menyesatkan. Dengan melakukan eksekusi terhadap

Syeh Siti Jenar, namun ajarannya terlanjur tersebar luas dikalangan murid-muridnya

dan terus berkembang bersama pemahaman mereka masing-masing.

Dalam pemahamannya bahkan digabungkan dengan pandangan jawa dan tasawuf .

dalam tasawuf Islam atau dikalangan orang sufi8 terdapat jenjang atau tataran

dalam memahami sebuah perilaku spiritual yaitu;

a. Syariat (sarengat) (sembah raga/ laku raga)

b. Tarekat (sembah cipta/ laku budi)

c. Hakikat (sembah jiwa/ laku manah)

d. Makrifat (sembah rasa/ laku rasa).

Sedangkan tasawuf 9 itu sendiri bersinonim dengan shopos, shopia kata yang berarti

8 sufi kata ini berasal dari kata shafa atau shafwun yang berarti bening, sufi yakni, manusia-manusia

yang selalu menyucikan diri dengan latihan-latihan kejiwaan atau batin. Lih. Suwardi Endraswara

(2003;68.).

9 ajaran (cara dsb) untuk mengenal dan mendekatkan diri kpd Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dng-Nya

Page 8: manunggaling kawula Gusti.doc

Hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan dalam bahasa Yunani. Tasawuf diartikan juga

sebagai ajaran mistik yang diusahakan oleh segolongan umat Islam dan disesuaikan

dengan ajaran Islam. Namun dalam prakteknya konsep ini membutuhkan kesiapan

mental serta spiritual yang tinggi. Pada perkembangan selanjutnya dari konsep ini

atau yang kemudian dalam tulisan ini akan disebut Manunggaling Kawula Gusti tidak

hanya menuju pada arah bentuk penyembahan akan tetapi juga digunakan untuk

memahami hakikat alam dan manusianya. Darimana ia berasal, untuk apa dan mau

kemana nantinya. Atau tahu ngelmu sangkan paraning dumadi (awal muasal

kejadian). Dalam masyarakat Jawa kegiatan olah rasa semacam ini disebut olah batin

dan aliran untuk kegiatan semacam ini disebut kebatinan dan ilmu yang diterapkan

kejawen.

Pengertian kebatinan mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sifat lahir (lair)

dan batin dalam potensi, dan dua aspek itu saling berhubungan10 . Pada dasarnya

pengertian Manunggaling Kawula Gusti itu, tidak hanya dapat diartikan sebagai pola

hubungan manusia dengan Tuhan namun juga hubungan manusia dengan sesamanya.

Menurut Purwadi11 , perwujudan Manunggaling Kawula Gusti dapat digolongkan

menjadi tiga tipe yaitu;

a. Tipe Ethis, tipe ini mengharapkan adanya nanusia yang waskitha dan susila.

Harmonitas antara suara batin dengan laku amalnya menjadi titik sentral orientasi

dharma bhaktinya dalam kehidupan sosial.

b. Tipe Kosmologis, pada tipe ini terdapat kecenderungan kuat tentang olah lahir dan

olah batinnya, yaitu peleburan diri ke dalam daya “kosmos universal” dan

mengeliminasi individualitas.

c. Tipe Theologis, tipe ini sama dengan tipe kosmologis hanya saja banyak

menggunakan istilah dari kitab suci dan ajaran para nabi12.

10 Mulder, Niels.( Yogyakarta : LKIS Mistisme Jawa ; Ideologi Di Indonesia.. 2001) hal 40

11 Purwadi. (Yogyakarta:Media pressindo;Penghayatan Keagamaan Orang Jawa ; Refleksi atas Religiusitas2002) hal 80

Page 9: manunggaling kawula Gusti.doc

Ketiga tipe tersebut diatas merupakan beberapa tipe dari perwujudan manunggaling

kawula Gusti. Adapun bentuk perwujudan lain dari manunggaling kawula Gusti

dalam jagad pemikiran orang Jawa tak lain hanyalah keselarasan, keseimbangan.

Yang kesemuanya bermuara pada satu keseimbangan jagad gedhe13 dan jagad cilik14.

Ungkapan seperti manunggaling sastra kalawan gendhing15, curiga manjing

warangka16, yang kesemuanya merujuk pada satu arah yaitu keselarasan- harmonis.

Hubungan kosmologi antara makrokosmos dan mikrokosmos ini bersifat kodrati. Hal

ini dapat disaksikan pula ke dalam pertunjukkan wayang kulit. Dalam wayang kulit

terdapat hubungan antara kelir, gedebog (batang pisang), blencong (lampu panggung

wayang kulit), dan sebagainya (makro) selalu terkait dengan wayang (mikro).

Keduanya saling berhubungan dan saling memerlukan satu sama lain. Jika ia adalah

manusia, berarti dia adalah bagian dari alam semesta17 . Oleh karena itu pertunjukkan

wayang dikalangan masyarakat Jawa mendapat nilai lebih karena wayang merupakan

tontonan sekaligus tuntunan. Oleh karena itu wayang juga mempunyai peranan sosio-

religius.

Manunggaling Kawula Gusthi dan hubungan vertikal

dengan Tuhan

Penjabaran konsep Manunggaling Kawula Gusti dalam hubungannya dengan

Dzat Illahiah adalah menuntut keselaran dalam mencapai sebuah kesatuan antara apa

yang dilakukan dengan apa yang ada dalam hatinya bentuk manembahing rasa. Jadi

12 Istilah-istilah yang diambil setelah masuknya pengaruh agama dari Arab atau daerah sekitar Timur Tengah yang lain.13 Dunia nyata14 Dunia gaib15 Bersatunya tembang(lagu) dengan irama16 Kecurigaan berada dalam tubuh17 Endraswara, Suwardi. (Yogyakarta : Hinindita.Mistik Kejawen ; Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa2003).hal 52

Page 10: manunggaling kawula Gusti.doc

bukanlah hanya mutlak penyatuan diri secara fisik dengan Dzat Illahiah. Tapi

bagaimana manusia bisa berada sedekat mungkin dengan Tuhan.

Hal ini menuntut kepada manusia untuk lebih dalam menghayati dengan seksama dan

sungguh-sungguh tentang hal-hal praktek penyembahan atau ibadah terhadap Tuhan.

Dia harus tahu betul makna dan tujuan dari penyembahannya hingga terjadi satunya

rasa dan tahu ada apa dibalik semua rahasia alam semesta hingga kadunungan atau

mendapat Dzat Illahiah.

Dalam serat Sastra Gendhing karya Sultan Agung, pupuh pangkur dijelaskan

tentang konsep bahwa Tuhan berada dalam tubuh manusia ;

Nadyan sastra kalih dasa

Wit saestu tuduh kareping puji

Puji asaling tumuwuh

Mirid sing akhadiyat

Ponang hanacaraka pituduhipun

Dene kang datasawala

Kagentyaning kang pamuji

Wahdiat jati rinasan

Ponang padhajayanya angyekteni

Kang tuduh lan kang tinuduh

Sami santosanya

Kahananya wakhadiyat pambilipun

Dene kang magabathanga

Wus kanyatan jatining sira

Makna serta maksud dari dua bait pupuh pangkur tersebut diatas kurang lebih adalah

bahwasanya aksara Jawa yang duapuluh itu merupakan sebuah petunjuk tujuan

berdoa (menyembah), pujia-pujian terhadap asal mula, hanacaraka sebagai

Page 11: manunggaling kawula Gusti.doc

petunjuknya sedangkan datasawala untuk yang memuji hingga terjadi

kemanunggalan yang sejati, sedangkan padhajayanya merujuk pada kekuatan antara

yang diberi petunjuk dan yang menunjuk sama-sama kuat (seimbang), adapun rahasia

kemanunggalan kawula-Gusti terungkap setelah manusia tersebut mati

(magabathanga).18

Di balik perasaan manusiawi yang kasar, terdapat perasaan dasar yang murni atau

rasa, yang merupakan jatidiri, seorang individu (aku) dan manifestasi Tuhan (Gusti

Allah) dalam individu itu. Kebenaran keagamaan yang dasar dari mistikus Jawa

terikat dalam persamaan: rasa = aku = Tuhan.19

Sebagai contoh apabila seorang muslim Jawa (abangan) atau yang memahami

konsep ini dengan benar maka ia akan menemukan apa dan untuk apa sebenarnya

hidup ini, dengan melakukan tidak hanya sebatas ritual religiusitasnya saja namun

paham dengan sepaham-pahamnya apa yang terkandung didalamnya. Begitu pun

halnya bagi pemeluk agama lain. Jadi ketika ia diberi pertanyaan hakikat dari praktek

religiusitasnya itu apa, maka ia akan bisa memberikan sebuah Jawaban yang tidak

hanya sekedar karena kewajiban serta ritualitas semata. Namun bisa njlentrehke atau

mengungkapkannya sedalam mungkin Hingga ia menjadi satu dengan Tuhannya.

Dikarenakan ia tahu apa yang Tuhan ingin dan maksudkan dan mampu

menerjemahkan semua firman-Nya semurni dan sedekat mungkin yang Tuhan

kehendaki.

Kisah perjalanan Bima.20 Anak kedua dari pandu yang mencari air suci tirta pawitra,

dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus

18 Endraswara, Suwardi. (Yogyakarta : Hinindita.Mistik Kejawen ; Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa2003).hal 69-70

19 Purwadi. (Yogyakarta:Media pressindo;Penghayatan Keagamaan Orang Jawa ; Refleksi atas Religiusitas2002) hal 81

20 Kisah tentang Pencarian tirta perwitasari ini bisa dilihat dalam serat Bima Suci gubahan Yasadipura.

Page 12: manunggaling kawula Gusti.doc

menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian

sangkan paraning dumadi “asal dan tujuan hidup manusia“ atau manunggaling

kawula Gusti mengisyarakatkan bahwa untuk mencapai kesempurnaan atau yang

dilambangkan dengan tirta pawitra tidaklah semudah membalik telapak tangan, akan

tetapi melalui ritual dan laku yang komplek hingga akhirnya ia mendapat wejangan

dari Dewa Ruci21 yaitu Dzat Illahiah yang menempati sukma sejatinya. Bima dalam

ngudi kasampurnan selalu mendapat rintangan dan godaan. Namun karena dilandasi

oleh keteguhan hati, ketaatan kepada guru dan sikap yang susila anoraga

(merendahkan diri), berbudi, legawa, madhep, mantep (rela,sungguh-sungguh

mantap), dan berserah diri, tidak takut mati meskipun telah diingatkan oleh saudara-

saudaranya akhirnya ia dapat menemukan jati dirinya. Bahkan dia sudah sampai pada

tingkat eneng22,ening23, dan eling24 pada saat bertemu dengan guru sejati yaitu dewa

Ruci.

Gambaran semacam itu merupakan gambaran bagi seseorang yang telah mencapai

kesempurnaan hidup atau telah sadar sangkan paraning dumadi (mengerti

maksud hidup yang sebenarnya).25

21 Dewa Ruci dalam penggambaran pewayangannya serupa dengan Bima hanya saja bertubuh kecil,

namun walaupun bertubuh kecil mampu memasukkan tubuh Bima yang besar itu kedalam lubang

telinganya dan memberikan wejangan tentang ngelmu kasampurnan kepada Bima. Dewa Ruci di sini

menggambarkan citra dari sukma sejati sedangkan Bima sebagai sosok wadagnya. Dan oleh Dewa ruci

Bima diwejang tentang Sedulur lima pancer, yaitu pengetahuan tentang sifat-sifat dasar manusia.

Supiah, aluamah, amarah dan mutmainah, hingga ia bisa masuk kedalam telinga kiri Dewa Ruci dan

mendapat wejangan ngelmu Sangkan Paraning Dumadi.22 ada23 diadakan24 ingat25 Bratawijaya, Thomas Wiyasa. (Jakarta : Pradnya Paramita;Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. 1997)hal 63

Page 13: manunggaling kawula Gusti.doc

Manunggaling Kawula Gusti dalam Hubungan Horisontal dengan

Manusia

Kalau dalam hubungan vertikal terjadi pergumulan yang sifatnya induvidu,

dalam hubungan ini justru bisa kebalikannya atau malah keduanya. Manunggaling

kawula lan Gusti disini cenderung pada tatanan hierarkis antara pemimpin dan rakyat

yang dipimpinnya.

Terjadinya hubungan antara Gusti (Raja/pemimpin) dan Kawula (rakyat) yang

harmonis, dimana Raja bisa mengoptimalkan fungsi dan kedudukannya dan rakyat

bisa nyengkuyung (mendukung) serta berfungsi sesuai dengan fungsinya masing

masing.

Hal ini ditekankan pada sebuah perpaduan serta penyatuan yang harmonis dari

berbagai macam elemen yang berbeda satu sama lain dalam hubungan saling

diuntungkan.

Untuk menggambarkan proses tersebut bisa dilihat dari simbol yang melekat

pada gamelan Jawa. Apabila kita amati lebih dalam, ternyata seperangkat gamelan

Jawa merupakan sebuah gambaran, bagaimana dari sekian jenis macamnya itu indah

apabila dimainkan dengan mengikuti polanya masing-masing, tanpa mengganggu

yang lain. Contoh seorang penabuh gong mempunyai tugasnya menabuh gong,

apabila ia serakah mencoba menabuh kenong misalnya, padahal kenong tersebut

sudah ada yang menabuh maka akan terjadi ketidak serasian lagi. Jadi bentuk

kemanunggalan disini tidak identik dengan peleburan dalam bentuk fisik melainkan

rasa.

Manusia hidup bermasyarakat tidaklah dalam keadaan yang serba sama satu

sama lain, adakalanya berbeda entah beda keturunan, adat tatacara maupun budaya.

Namun kalau rasa kita sama niscaya perbedaan fisik bukanlah sebuah kendala dalam

menciptakan sebuah harmoni yang serasi. Tugu Jogja yang menjadi icon kota pelajar,

pada jamanya dulu dibangun untuk menggambarkan lambang manunggaling kawula

lan Gusti di daerah jogja yang pada waktu itu masih berbentuk Kasultanan merdeka,

Page 14: manunggaling kawula Gusti.doc

ketika awal tahta Jogja berdiri. Dulu tugu tersebut berbentuk golong-gilig26, beda

dengan yang kita lihat sekarang. Tugu yang sekarang merupakan hasil dari

pemugaran tugu oleh pemerintah kolonial Belanda karena khawatir kalau tugu

tersebut masih tegak berdiri maka rasa manunggal antara rakyat dan Sultan tumbuh

dan mengakar.

Relevansi Konsep Manunggaling Kawula Gusti

Apabila kita melihat serta mengamati, ternyata manunggaling kawula Gusti masih

dipegang oleh sebagian masyarakat Jawa dalam mengaktualisasikan diri mereka

dengan alam serta Dzat Illahiah. Dan hal ini merupakan sesuatu yang ideal.

Bukan berarti manunggaling kawula Gusti lantas kita menjadi Tuhan tidak. Gusti

disini mempunyai beberapa arti Gusti bisa untuk Tuhan, Raja, atau sukma kita

sendiri,tergantung konteks mana yang kita pakai. Dan dari sudut pandang mana kita

melihatnya.Proses pencarian Gusti, atau dalam ungkapan Jawa menjadi kepanjangan

bagusing ati (kesucian hati), harus melalui tingkatan serta latihan yaitu dengan

mengenali watak atau sedulur papat kita, yaitu nafsu aluamah 27,amarah28, supiyah29

dan mutmainah30, apabila kita bisa mengenali nafsu ini dan mengendalikannya maka

kitasudah menginjak tataran awal manunggaling kawula Gusti, yaitu kesucian hati

karenakita tahu siapa kita. Dan hal tersebut merupakan modal untuk lebih bisa dekat

dengan Dzat Illahiah yang kita cari.

26 Gambar tugu, golong gilig ini berbentuk lonjong seperti lidi, sekarang masih dipakai dalam lambang pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta.

27 perbuatannya marah, mengumbar hawa nafsu, menghalangi dan menutup kepada hal yang tidak baik28 nafsu yang tidak baik, iri hati dan dengki keluar dari sini. Hal ini menutup (membuat buntu) kepada hati yang selalu ingat dan waspada29 pekerjaannya menghalangi kepada semua cipta yang mengarah menuju kebaikan dan keselamatan30 Hati tenang tidak macam-macam, hanya satu yaitu menuju keutamaan dan keselamatan.

Page 15: manunggaling kawula Gusti.doc

CIPTO TUNGGAL

Cipto/cipta bermakna: pengareping rasa, tunggal artinya satu atau difokuskan

ke satu obyek. Jadi Cipta Tunggal bisa diartikan sebagai konsentrasi cipta.

1. Cipta, karsa ( kehendak ) dan pakarti ( tindakan ) selalu aktif selama orangitu

masih hidup. Pakarti bisa berupa tindakan fisik maupun non fisik, pakarti non

fisik misalnya seseorang bisa membantu memecahkan atau menyelesaikan

masalah orang lain dengan memberinya nasehat, nasehat itu berasal dari cipta

atau rasa yang muncul dari dalam. Sangatlah diharapkan seseorang itu hanya

menghasilkan cipta yang baik sehingga dia juga mempunyai karsa dan

pakarti/tumindak yang baik, dan yang berguna untuk diri sendiri atau syukur -

syukur pada orang lain.

2. Untuk bisa mempraktekkan tersebut diatas, orang itu harus selalu sabar,

konsestrasikan cipta untuk sabar, orang itu bisa makarti dengan baik apabila

kehendak dari jiwa dan panca indera serasi lahir dan batin. Ingatlah bahwa

jiwa dan raga selalu dipengaruhi oleh kekuatan api, angin, tanah dan air

KAUTAMANING LAKU

1. Wong eling ing ngelmu sarak dalil sinung kamurahaning Pangeran.(orang yang

ingat akan pengetahuan merupakan perwujudan kemurahan Tuhan)

2. Wong amrih rahayuning sesaminira, sinung ayating Pangeran.( orang harus selalu

memikirkan keselamatan orang lain)

3. Angrawuhana ngelmu gaib, nanging aja tingal ngelmu sarak, iku paraboting

urip kang utama.(belajarlah ilmu batin tapi jangan lupakan ilmu lainnya itu adalah

sarana hidup yang utama)

4. Aja kurang pamariksanira lan den agung pangapunira.(jangan gegabah dan

milikilah hati pengampunan)

5. Agawe kabecikan marang sesaminira tumitah, agawea sukaning manahe

sesamaning jalma.(berbuat kebaikan,kesukaan kepada sesame)

Page 16: manunggaling kawula Gusti.doc

6. Aja duwe rumangsa bener sarta becik, rumangsa ala sarta luput, den agung,

panalangsanira ing Pangeran Kang Maha Mulya, lamun sira ngrasa bener lawan

becik, ginantungan bebenduning Pangeran.(jangan merasa paling baik dan terbaik

namun bergantunglah kepada Tuhan)

7. Angenakena sarira, angayem-ayema nalarira, aja anggrangsang samubarang

kang sinedya, den prayitna barang karya.(jangan serakah tetapi syukurilah hal yang

ada)

8. Elinga marang Kang Murbeng Jagad, aja pegat rina lan wengi.(ingatlah selalu

Tuhan siang dan malam)

9. Atapaa geniara, tegese den teguh yen krungu ujar ala.(sabar terhadap fitnah)

10. Atapaa banyuara, tegese ngeli, basa ngeli iku nurut saujaring liyan, datan

nyulayani.(berusahalah mengerti keadaan orang lain)

Kesimpulan

Dari uraian dan pemaparan diatas sebenarnya kita dapat melihat betapa dalam

pandangan hidup yang ada dalam kehidupan orang jawa sejak jaman dahulu. Perilaku

hidup dan tatanan yang sebenarnya ada adalah sesuatu yang merupakan bentuk

apresiasi manusia untuk memahami keberadaannya. Dan jika kita mau melihat lebih

jauh sebenarnya masih banyak hal yang belum terungkap dan mungkin justru saat ini

bahkan mulai hilang karena perkembangan waktu.

Memang tidaklah mudah untuk memahami keseluruhannya namun lewat gambaran

singkat ini kita akan lebih dapat melihat bagaimana Allah berkarya dalam kehidupan

dan peradaban manusia disemua belahan didunia ini dan mungkin ini dapat menjadi

satu jembatan bagi kita untuk lebih bisa menjalankan amanat agung sehingga lewat

kesamaan yang mungkin dapat kita rangkai dari setiap ajaran yang ada akan lebih

membuat kemuliaan Tuhan nyata dimuka bumi ini.

Page 17: manunggaling kawula Gusti.doc

Sebagai contoh kita dapat melihat dalam falsafah jawa satu ajaran manunggaling

kawula Gusti dapat kita sandingkan dengan ajaran Alkitab. Dalam tahap

kemanunggalan dengan Allah, peranan utama pada manusia dalam hal ini

pengorbanan untuk Allah adalah Kemerdekaan Kita.

Manunggal bukan berarti hilang atau lenyap

*karena Roh adalah pribadi yang bebas, cerminnya dapat dilihat dari Kemauan

dengan pantulan Perasaan.( Galatia 5:16-18 Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka

kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan

dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena

keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu

kehendaki. Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu

tidak hidup di bawah hukum Taurat. )

* Roh itu diciptakan abadi( 2 kor 1:22 memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan

yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah

disediakan untuk kita.)

Manunggal dalam beberapa hal:

1. Manunggal Karsa adalah kemauan / kehendak

2. Manunggal Karya adalah kerja / proses / aktivitas

3. Manunggal Rasa adalah Perasaan

Dalam hal yang lebih sederhana adalah kemanunggalan dapat dicapai jika kita

Melaksanakan sesuai dengan panggilan kita.Tujuan Kemanunggalan adalah Agar kita

mencapai atau menjadi jati diri yang Sejati / yang sebenarnya.

Cara untuk cepat Manunggal dengan Allah

1. Sendiko: selalu meng”Iya”kan dan setia. Tidak diikuti dengan kata “TAPI”

2. Nyuwun dawuh : Mohon perintah

Kedua sikap ini bisa kita capai kalau kita Pasrah / Sumeleh pada Allah.

Page 18: manunggaling kawula Gusti.doc

Sikap yang terbaik menurut cara pandang Kristen, didalam Injil Markus 12:30 ;

“Kasihlah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dengan jiwa dan dengan akal

budimu dan dengan segenap kekuatanmu”.

Itulah Sumeleh yang benar dalam mencapai manunggaling kawula Gusti. Dan

mungkin ini bias menjadi satu jembatan dalam memenuhi amanat agung.

Hari sutopo.

DAFTAR PUSTAKA.

1. Bratawijaya, Thomas Wiyasa 1997 Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta : Pradnya Paramita

2. Endraswara, Suwardi 2003 Mistik Kejawen ; Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta : Hinindita

3. Purwadi 2002 Penghayatan Keagamaan Orang Jawa ; Refleksi atas Religiusitas. Yogyakarta:Media pressindo

4. Mulder, Niels 2001 LKIS Mistisme Jawa ; Ideologi Di Indonesia Yogyakarta 5. R Ng ranggawarsita1990, Serat paramayoga Surabaya, Djoyoboyo 6. Kamus besar bahasa Indonesia7. Kamus bahasa jawa.8. falsafah orang Jawa E-book

.