10 analog on digital era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini...

32
Issue One #1 July - August 2018 http://hypemo.com Pseudo Serious Soul-in-a-Goodbox Articles Lokaria Kolase Auto Selection of Movie Gems by Our Usual-Picked Random Bystander Analog on Digital Era 2. 6. 12. 20. 26 8 4 10

Upload: others

Post on 08-Feb-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

Issue

One

#1 J

uly -

Aug

ust 2

018

http

://hy

pem

o.com

Pseudo Serious Soul-in-a-Goodbox Articles

Lokaria Kolase

Auto Selection of Movie Gems by Our Usual-Picked Random Bystander

Analog on Digital Era

2. 6. 12. 20. 26

8

4

10

Page 2: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 2

Minggu kemarin akhirnya bangun pagi dan sempat mengantarkan Mama ke pasar. Mama mau masak sayur bayam beliau bilang. Pergilah kami ke pasar tradisional dekat kompleks tempat tinggal kami. Tiba di tempat, saya memarkir motor dan membawa kantong merahmuda yang biasa dipakai Mama ke pasar.

Begitu masuk, saya dihadapkan dengan tumpahruah manusia. Saling berteriak, tawar-menawar, seorang marah dengan orang lain, seorang memohon pada orang lain, kesemuanya dibungkus bebauan khas pasar. Anyir, amis, kecut dan bau becek bercampur menjadi satu. Seketika saya langsung menciut, ingin rasanya pulang dan meninggalkan Mama yang percaya diri jalan di depan saya. Bertahun-tahun bangun siang di hari Minggu membuat atmosfer pasar sedemikian alien dan mengancam bagi rutinitas pagi saya.

Dalam hati saya mulai memaki. Mendoakan sial pada wanita yang menginjak kaki saya dengan sandal berlumpur, mendoakan sial lagi sama pengamen yang sengaja menyenggol saya, memaki penjual ikan yang kemahalan, memaki bapak-bapak yang seenaknya saja menaiki motor dalam gang sempit di pasar, dan seterusnya. Meski semuanya saya lakukan dalam hati, tetap, pikiran Se

hari,

Ten

ang,

Hid

up T

anpa

M

enga

dili d

an N

ihil P

rasa

ngka

ZA

KIY

A B

ER

LIA

N

Page 3: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 3

saya dipenuhi prasangka negatif. Sewaktu pulang dari pasar, tampilan saya sudah mirip dengan pelajar SMA sehabis tawuran. Agak lebay memang…haha.

Begitulah, tak sampai 2 jam di pasar saya sudah seperti mampir ke pinggir neraka. Lebay lagi nih. Pokoknya pikiran saya carutmarut ketika sampai rumah. Bagaimana manusia bisa hidup dan mencari nafkah di tempat yang seperti itu saya tak habis pikir.

Baru di sore hari saya tersadar, saya sudah menghabiskan apiknya Minggu pagi dengan sepihak mengadili sesama manusia. Dan di sore hari kemarin pula saya menyadari jika sebagian besar hidup saya hingga di umur ke 25 ini saya ialah pengadil.

Saya mengadili pengalaman saya sehari-hari, mengadili orang lain, mengadili diri saya sendiri. Mengatakan ini bagus, ini jelek, ini menjijikkan, dia ganteng, dia jorok, hari ini sial, hari ini memuakkan dan masih banyak lagi. Beberapa hal saya adili sedemikian hebat saya merasa bisa menghakimi Gayus atau tersangka tipikor lainnya atas kasusnya.

Di internet, saya yang lumayan famous ini–haha–juga selayak Judge Bao yang mulia. Saya marah dan

mengutuk (dalam hati lagi) jika foto saya tidak mendapat jumlah like seperti biasanya. Dan jadi GR sewaktu mantan saya like foto saya. Facebook, Twitter juga saya perlakukan hukum yang sama.

Browsing untuk referensi jalan-jalan atau sekedar iseng, saya mengadili dengan sangat jahat–walau tetap adil menurut saya–dengan satu klik menggunakan jari, sebuah restoran atau pedagang online saya thumb down, saya tak ragu untuk memberikan feedback negatif sama siapa saja yang saya rasa merugikan saya. Inilah keadilan Zakiya.

Balik ke urusan pasar. Di sore itu saya menginginkan yang sebaliknya, tanpa mengadili. Bagaimana hidup tanpa mengadili? Berpikir tanpa prasangka Bagaimana rasanya neda-nrima ala orang Jawa? Menganggap semua itu hanya dalam batas “terjadi.”

Saya sangat menginginkan hal ini dan sejak Minggu kemarin malam saya sudah mempraktikkannya. Mulai dari sebuah kursi di teras rumah saya duduk dan mengamati sekitar saya, berusaha untuk menikmati momen di saat itu. Di detik itu. Saya tak berusaha mengomentari cuaca yang sedikit-sedikit hujan, saya pun tenang saat melihat tikus mengorek bak sampah di depan rumah. Saya menikmati sensasinya.

Zaki

ya B

erlia

n ge

mar

men

ulis

perih

al ke

gem

aran

nya d

an m

asala

h-m

asala

h ya

ng d

iangg

ap lu

pa d

itulis

oleh

ibu

yang

mela

yani

suam

i dan

mem

besa

rkan

anak

-ana

k.

Page 4: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 4

Hal-hal tersebut saya anggap sebagai “kejadian.” Mereka terjadi, dan saya tidak wajib untuk tahu sebab dan akibatnya. Saya menghentikan ability saya untuk menuduh dan menghakimi. Saya pun tak mendoakan tikus itu dimakan kucing atau terlindas mobil. Saya mengobservasi.

Apa yang saya sadari yaitu, sebenarnya saya mengadili pengalaman. Pengalaman saya dan orang lain. Semuanya akan terpuji jika sesuai maksud saya, dan akan tampak negatif jika melawan kehendak saya. Bagaimana dengan orang lain? Apa mereka juga memiliki ego seperti saya? Dan pagi ini saya berangkat kerja tanpa perasaan apapun, saya tak berprasangka.

Sejauh ini hasilnya menenangkan. Bahkan agak menyenangkan. Apapun pengalaman saya yang saya alami di pagi Senin yang indah (sebenarnya lebih cocok menggunakan kata berat daripada indah) bukan berarti pengalaman yang baik ataupun buruk. Semuanya ialah “kejadian.” Saya duduk dan mulai menulis ini.

LokariaKolase.

#1 Smoke & Sitting on Panopticon

Menjiplak ialah ketelanjangan, mencuri ialah kegaiban. Definisi kolase pada tingkat yang paling dasar ialah olah ambil objek karya seni orang lain untuk kita peras kembangkan sesuai hal gaib yang kita peroleh dalam proses pencuriannya. Ini sebabnya mengkolase ialah soal mengolah wangsit juga. Dan inilah yang saya percayai. Terdapat fleksibilitas tinggi dan wangsit tak berbatas tentang visual yang akan dimatangkan. Meski definisi pribadi ini sayang anggap agung, kerja saya pada kolase berfokus pada kesederhanaan dan aksesibilitas. Membiarkan audiens dapat dengan mudah memahami gambar kolase tanpa elemen abstrak tak berujung, atau tak berfaedah. Sederhana melalui seminimalnya resource material yang digunakan, dan mudah diakses melalui solidnya makna yang direpresentasikannya tanpa harus melupakan wangsit awal yang kita peroleh dari proses pencurian material. (indrakult)

Page 5: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 5

Page 6: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 6

Jean Jacques Rousseau pernah berpendapat bahwa pada dasarnya semua manusia terlahir baik, campur tangan manusia lain di lingkungannya lah yang menjadikan manusia tersebut akhirnya menjadi buruk. Tapi Arthur Scopenhauer punya pendapat berbeda. Menurutnya, manusia terlahir dengan pembawaan baik atau buruk. Mereka yang buruk adalah karena sejak lahir memang buruk, begitu juga sebaliknya. Sementara John Locke mengemukakan bahwa kita terlahir sebagai Tabula Rasa alias selembar kertas kosong. Baik dan buruknya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar manusia tersebut.

Namun yang membuat saya agak sependapat adalah justru penggabungan teori pak Arthur dan

John oleh William Stern. Bahwa manusia memang terlahir dengan pembawaan (baik atau buruk) dan yang mana yang lebih berkembang nantinya ditentukan oleh bagaimana lingkungannya melukis Tabula Rasa tersebut.

Jika ada yang berpendapat bahwa semua manusia pada hakikatnya terlahir baik, maka saya akan menyanggahnya. Saya percaya bahwa manusia memang sejak lahir memiliki bawaan positif dan negatif. Baik dan buruk. Yin dan Yang. Tetapi kedua hal tersebut tidak ada yang dominan. Saat itu manusia masih Tabula Rasa. Tidak memihak putih maupun hitam. Pada saat itu manusia bukan terlahir baik, melainkan belum tahu apa-apa. Kita masih pada tahapan awal merekam data lewat segala

Seberapa Baikkah Kamu Selama ini?

D I C K Y F I R M A N Z A H

Page 7: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 7

panca indra kita. Kita belum memiliki kesadaran dalam memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Akal yang kita miliki belum bisa dipakai untuk menentukan tindakan baik maupun buruk.

Salah kaprah yang terjadi terlanjur mengakar. Manusia yang belum atau tidak tahu apa-apa bukan lalu menjadikannya manusia yang baik. Dari perspektif yang berbeda, ketidaktahuan tentang apapun bisa menjadikan manusia tersebut sosok yang buruk. Pun manusia yang mengetahui berbagai hal, juga belum tentu bisa digolongkan sebagai manusia yang baik. Namun jika yang dimaksudkan adalah manusia terlahir tanpa dosa, saya sangat sependapat. Karena kita saat itu tentunya belum bisa melakukan bahkan mendekati hal-hal yang menjadikan kita berdosa.

Pada akhirnya nanti semua manusia akan melakukan dosa. Hanya intensitasnya saja yang berbeda. Kedepannya, mereka yang banyak melakukan dosa, tidak lalu lebih buruk kualitas kemanusiaannya dibandingkan dengan yang sedikit melakukan dosa. Karena dosa erat kaitannya dan merupakan tanggung jawab masing-masing individu dengan agama maupun kepercayaan

yang dianutnya. Sementara baik dan buruk merupakan hal yang lebih luas dan lebih berkaitan dengan hubungan sosial antar sesama manusia baik individu maupun golongan.

Contohnya, seperti yang sudah selama ini kalian nikmati dengan setia episode-episodenya di layar kaca. Dan bisa jadi malah kalian tunggu-tunggu. Berita tentang petinggi-petinggi negara yang kalian bela mati-matian saat pemilihan umum, ternyata tidak memenuhi janji-janjinya dan hanya cari untung untuk diri sendiri dan golongannya. Seorang yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa ternyata mencabuli anak-anak didiknya. Aktor dan aktris yang ternyata pecandu narkoba. Sastrawan kenamaan yang menghamili mahasiswinya namun lolos begitu saja. Mereka semua adalah yang diasumsikan oleh masyarakat kita sebagai figur manusia yang baik. Tetapi kasus-kasus yang saya sebutkan diatas membuktikan bahwa asumsi mereka salah.

Bagaimana dengan para aktivis pelestari lingkungan hidup. Mereka yang berjuang meyelamatkan hutan. Menyelamatkan spesies hewan-hewan endemik yang hampir punah.

Berujung Baik atau Buruk, Manusia Terlahir Nihil Dosa

Menyesatkan Diri dengan Asumsi

Dick

y Firm

anza

h m

engg

emar

i fot

ogra

fi da

n m

enik

mat

i kes

usas

tera

an. K

ini g

iat p

ula b

erin

vesta

si pa

da k

amer

a-ka

mer

a ana

log.

Bisa

dik

unju

ngi I

nsta

gram

, @ze

ro_a

gogo

Page 8: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 8

Para pelestari terumbu karang. Para pemungut sampah di hutan, gunung, laut, dan sekitar lingkungan tempat tinggal kita. Petani-petani yang menyuplai sebagian besar asupan makanan kita sehari-hari. Relawan-relawan bencana alam maupun kegiatan kemanusiaan lainnya. Serta manusia-manusia lain yang tidak hanya peduli pada sesamanya tetapi juga pada alam tempat mereka bernaung.

Beberapa dari mereka mungkin tidak pernah Anda temui. Bahkan saya yakin banyak dari Anda tidak tahu apapun tentang mereka. Bisa saja mereka-mereka ini pernah berpapasan dengan Anda di jalan ataupun di tempat-tempat lain. Dan saya yakin beberapa dari mereka mendapat cap sebagai manusia yang buruk hanya karena mereka tidak pernah tampil di televisi. Tidak berpenampilan necis dan mbois. Tidak berbaju rapi dengan setelan berdasi. It’s not all about the looks!

Menghakimi seseorang hanya berdasarkan tampilannya saja, tidak menjadikan anda manusia yang baik dan benar. Baik dan buruk tertanam paten di dalam diri kita. Pilihan- pilihan yang kita ambil lah yang menjadikan kita manusia yang berbeda. Some of us choose good. Some of us choose evil. Either way, we’re not the one to judge.

Kembali ke menoleh ke belakang rasanya diperlukan untuk lebih cerdas dan licik dalam menilai sajian film di masa sekarang. Sinema-sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika tak yakin judul yang main pada jadwal, ada baiknya kamu-kamu menengok arsip flick yang telah lalu. Dalam 7:10 kamu pasti akan menemukan berlian yang luput dari pengawasanmu, seperti judul-judul yang sudah aku siapkan kehadirat sense dan jiwa fiestamu.

Sejenak Perfilman Bersama Stay Nizar

Auto Selection of Movie Gems by Our Usual-Picked Random Bystander

Page 9: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 9

Local Hero (1983) Merupakan komedi sleeper hit karya sutradara Bill Forsyth yang menceritakan bagaimana perusahaan minyak asal Amerika menugaskan Burt Lancaster dan Peter Riegert terbang ke Skotlandia untuk membeli sebuah desa. Namun yang terjadi ialah hal-hal yang tak sesuai ekspektasi.

The Crying Game (1992) Kisah menarik terjadi ketika Jody yang merupakan tentara Inggris diculik oleh Fergus, seorang tentara dari Irish Republican Army. Penculikan yang berakhir kacau ini lantas dimanfaatkan oleh Fergus untuk kabur menuju London, bernama samaran “Jimmy” dan mencari kekasih Jody.

The Taking of Pelham 123 (1983) Robert Shaw dan Walter Mathau yang legendaris beradu akting dalam sinema kriminal tentang pembajakan keretaapi bawah tanah. Pembajakan yang efisien dan cerdik ini sempat mengelabui polisi sampai beberapa hal kecil terkuak dan menjadi klu polisi melakukan penangkapan.

Born Free (1966) Kisah nostaljik dan emosional tentang suami-istri yang tinggal di Kenya dan terpaksa mengadopsi singa-singa yatim piatu sebagai peliharaannya. Dibesarkan dengan penuh kasih, dua dari tiga singa harus berpisah akibat keadaan. Menyisakan seekor bungsu yang nantinya melahirkan masalah tersendiri.

A Room with a View (1985) Gadis asal Inggris menghabiskan waktu liburannya ke Italia. Disana ia bertemu dengan George Emerson, pemuda karismatik yang sangat menarik perhatiannya. Ia sadar jika rencana pernikahannya dengan Cecil Staid pun terancam. Akhirnya pun dia harus memilih, Cecil atau George.

Witness for the Prosecution (1983) Pengacara kriminal yang sakit-sakitan terpaksa sekali lagi harus masuk ke ruang sidang untuk membela Leonard Vole. Veteran perang yang dituduh membunuh temannya, janda kaya raya. Mr. Vole akan didampingi istrinya, Christine Vole yang sayangnya tidak menjadi saksi pembela.

The Miracle Worker (1962) Kisah bagaimana Helen Keller yang terlahir buta, bisu dan tuli yang rentan terpuruk dalam frustasi. Sebagai harapan terakhir, sang orang tua memanggil guru yang juga setengah buta untuk mengajarinya berkomunikasi dengan lancar. Tanpa tahu cara tersebut berhasil atau tidak.

The Late Show (1977) Seorang pensiunan investigator yang komikal beraksi untuk mencari pembunuh mantan partnernya dalam neo-noir karya Robert Benton ini. Ditengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang wanita flamboyan yang mencari kucing kesayangannya. Mereka lantas menjadi partner dalam dua kasus ini.

In the Loop (2009) Tidak hanya di Indonesia saja politikus bertingkah seperti pelawak. Disutradarai oleh Armando Lannucci film ini mengisahkan bagaimana karakter-karakter bermanuver dalam intrik politik antara Inggris dan Amerika Serikat dalam mendalangi namun juga menghalangi terjadinya perang.

The Right Stuff (1983) Mengisahkan bagaimana program luar angkasa Mercury 7 dieksekusi. Berfokus pada pilot-pilotnya dan kehidupan mereka, yang pada masa itu menjadi astronot berefek sama dengan menjadi rockstar dan hal ini tampaknya mulai mempengaruhi karakter dan life-value yang mereka anut.

Page 10: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

(Dicky Firmanzah)An

alo

g o

n D

igita

l Era

Di era serba digital seperti sekarang ini, fotografi menggunakan kamera analog/film seolah out of place. Beberapa menganggapnya sebagai dying art, beberapa yang lain menilai sebagai tren kaum hipster, dan beberapa lagi, seperti saya, (mungkin) melihatnya sebagai sesuatu yang disukai. Ya. Simpel saja.

Fotografi analog bagi saya adalah sebuah kesukaan. Seperti mereka yang masih suka mengendarai motor atau mobil kuno atau mereka yang masih mendengarkan musik dari piringan hitam. Saya menikmati segala proses mulai dari loading roll film, setting asa (iso), kokang, mengatur diafragma, speed, fokus, lalu baru jepret. Setelah roll film habis, saya masih harus menunggu proses cuci film dan scanning/cetak untuk bisa melihat hasil jepretan saya. Pun dari beberapa foto tersebut terdapat kemungkinan hasilnya tidak “bagus.” Entah itu terbakar, overexposed, underexposed, or simply out of focus. Yang manapun itu, proses pengambilan gambar tidak dapat diulang. Tidak seperti fotografi digital yang bisa dengan mudah burst-shot mode, delete and retake/reshoot. Memang tidak praktis, tetapi dari hal inilah saya dapat belajar untuk lebih menghargai apapun yang menjadi obyek foto saya. Lebih belajar tentang kesabaran. Juga kejujuran. Karena bagaimanapun hasil foto saya, well, it is what it is. No app or tech whatsoever to help me enhanced my photographs. Okay, enough said. Beberapa hasil foto yang saya tampilkan disini adalah atas dasar niatan berbagi. Tiada maksud untuk berpamer ria hasil-hasil jepretan saya yang amatir dan remeh ini.

Well, some of them are (maybe) good (well exposed), and some of them may not be pleasing to the eye. But hey, art isn’t all about pleasing the eye, right? Wait, did i just say art? Haha, forget about it. These are just a bunch of an amateur and random photograph shot with different kinds of analog cameras and films. Anyway, enjoy. And stay broke shoot film!

Page 11: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 11

Take

n w

ith Z

enit

TT

L +

Heli

os 5

0mm

- R

Iite

Aid

400

Exp

ired

Page 12: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 12

Bersoal SelebrasiKeraguan

Saya tidak akan memulai tulisan ini dengan lebar dengan kalimat “manusia selalu hidup dalam keraguan,” tapi benar, kali ini ragu-lah yang akan dibahas. Dalam KBBI, ragu berarti ‘dalam keadaan tidak tetap hati’, baik dalam mengambil keputusan atau menentukan pilihan. Sedangkan keraguan memiliki makna, keadaan ragu, kesangsian, kebimbangan atau kebingungan. Seorang manusia yang sedang ragu atau memiliki keraguan, dari pengalaman saya dipandang secara negatif. Dinilai lemah dan kurang cepat, lamban dalam menanggapi. Ini karena kita hidup dalam komunitas yang mengagungkan optimisme dan melulu memewahkan keyakinan, baik mendasar atau tidak.

Sedikit sekali di lingkungan sosial dimana saya berada yang menghormati ragu sebagai hak atau privilege normal seseorang yang menyadari dirinya sebagai manusia. Sedikit pula yang menganggap ragu ialah insting dasar. Sebagai kerja pikir alamiah yang muncul

diantara jarak otak dan hati. Rasa yang diberikan oleh Pencipta yang berguna untuk menjadi rem dari aksi dan sikap manusia. Ini memang pengertian kasar saya, yang sekali lagi melangsungkan keseharian diri dalam lingkungan yang penuh pemuja harapan baik dan pikiran positif.

Sesuai konvensi kita semua, optimisme bisa dikatakan sebagai paham atas segala yang terjadi akan memiliki sisi yang menyenangkan atau membangun. Ini tiada salah, dan merupakan ideal yang bagus dan juga alamiah. Apakah ragu kebalikan atas hal tersebut? Tentu tidak. Bagi saya ragu ialah sesuatu yang benar-benar lain. Ia sebuah olah mental yang apik sebelum manusia dapat menerima sesuatu hal yang dialaminya.

Pada satu sisi juga ragu sangat

Tidak Ada yang Salah dengan Optimisme, Tidak Pula Keraguan

I N D R A K U LT

Page 13: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 13

berbeda dengan ketidakpercayaan diri atau minim self-esteem. Saya ingin menyatakan jika tidak mengapa menjawab suatu hal dengan keraguan. Ini lumrah, dan harus dihormati. Sikap ragu ialah bibit dari self-determination, penantangan, dan rasa percaya diri itu sendiri. Lalu apa ujung akhir dari rasa percaya diri? Optimisme.

Ini seperti halnya puncak optimisme tanpa tepat berpikir malah akan menjadi kehancuran. Manusia tidak menginginkan hal ini, Tuhan pun tidak. Ia menciptakan ragu dengan sandingnya: ketakutan, sebagai rem terbaik agar manusia dapat dengan manusiawi menunda kematiannya, serta hidup dengan rasa optimis itu sendiri. Yang salah ialah saat keraguan itu menghalangi kita untuk menjadi optimis sama sekali.

Keseharian yang kompleks seorang manusia tidak akan dimulai tanpa keraguan. Banyak orang bangun tidur dan meragukan kondisinya, menghabiskan beberapa menit hanya untuk menuntaskan ragunya akan tidur lagi atau bangun untuk menjemput komposisi keraguan yang lain di hari itu. Hal seperti itu sedemikian wajar dan menjadi

trivial! Semakin remeh dan terlupakan. Tidak disadari betapa rasa tersebut ialah debut dari sebuah pembangunan peradaban.

Apakah terlalu besar skala yang saya bicarakan? Saya rasa tidak. Seperti halnya Freud yang menjadikan rangsang seks sebagai bibit majunya kehidupan manusia. Bisa dikatakan jika kehidupan sosial akan runtuh tanpa adanya pengetahuan dan ilmu, serta kedua hal ini juga tidak akan dimulai tanpa adanya ragu.

Sebagai misal, menjalani kehidupan beragama yang dituntut untuk meyakini sesuatu yang hanya bisa dirasa permukaannya pun demikian. Karena tidak ada satu manusia pun sanggup mengerti soal Maha Kuasa.

Menjadi muslim, saya dituntut untuk tidak mempertanyakan tentang Tuhan, jika manusia lainnya dalam kondisi ini apakah mereka berhenti untuk memikirkan Tuhan? Tidak juga. Karena keraguan akan Ketuhanan itu sendiri merupakan kesenangan yang mutlak. Menggunakan kecilnya kapasitas pikiran kita untuk mencoba mengerti Tuhan yang dimulai dengan keraguan juga bisa dibilang pekerjaan yang mengasyikkan.

Bukankah otak dan pikiran kita diciptakan untuk mencari keberadaan Tuhan? Tidak melulu

Tidur, Bangun dan Berkeyakinan Ilahiah dengan Memelihara Keraguan

Indr

akul

t men

yibuk

kan

diri

dalam

usa

ha k

elont

ong,

webs

ite d

an o

lah gr

afis.

Dap

at d

ikun

jung

i di I

ssuu,

Gra

phicr

iver, d

an In

stagr

am m

engg

unak

an n

ama t

erte

ra.

Page 14: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 14

berhenti dari apa yang diajarkan ulama dan guru mengaji? Saya menghinakan para ulama yang mengajarkan murid-muridnya kefanatikan buta, karena perbuatan mereka malah seakan membuat murid menjauh dari Tuhan. Ulama dan guru mengaji mengajarkan optimisme akan hubungan manusia dan Tuhan dengan cara dan doktrin untuk menghapus keraguan, ini jelas membutakan, bukan ilmu yang sejati. Bukan membantu memberikan optimisme melalui keberhasilan yang berangkat dari ragu akan Tuhan itu sendiri. Saya tidak menampik kemungkinan akan kesalahan dalam menjelaskan, nobody and nothing is infallible, sama juga dengan ulama dan guru mengaji, mereka pada dasarnya juga harus meragukan bahwa mereka bukan nabi dan bisa salah. Inilah sebabnya kita harus tidur, bangun dan beragama dengan memelihara keraguan.

Keraguan akan Tuhan, baik akan eksistensinya atau bagaimana Ia bekerja bagi saya ialah yang paling puncak. Lupakan keraguan dalam mencari jodoh atau soal keuangan dan pekerjaan. Keraguan duniawi ialah keraguan yang remeh. Meski semua ragu bakal menjadi pemberangkat menuju pengalaman merasakan kepercayaan diri dan penerimaan

terhadap suatu hal yang baru atau asing bagi kita. Dari sini sekali lagi ragu menunjukkan kegunaannya.

Seperti kisah dalam ajaran samawi, dimana Adam yang sedikit meragu saat akan mengunduh khuldi, dilanjutkan dengan keturunannya, Kabil atau Cain yang putus asa dan tenggelam dalam keraguan setelah menghabisi nyawa kembarannya. Dari keraguan seperti ini pula Adam dan Cain sampai pada titik optimis, titik pengambilan keputusan. Meski perlu digarisbawahi disini jika optimisme pada kasus ini tidak selalu berarti positif melainkan tanda dieksekusinya sebuah kejadian yang menjadi akhir keraguan.

Demikian pula kita sebagai manusia–yang jelas tidak semulia Adam atau Abel–keraguan pada intinya ialah tuntunan dasar menjadi manusia. Manusia seutuhnya, yang belajar dari kesalahan dan lepas dari pertanyaan, menuju jawaban. Tuhan mempersilakan hal ini dan membekali kita dengan perasaan dan pikiran, dan kita manusia selengkapnya, semestinya membimbing diri kita sendiri memperoleh jawaban, meski dalam kadar dan skala yang berbeda di setiap kepala, dengan pertanyaan kehidupan yang tidak pernah sama. Sudah saatnya kita mengartikan ragu sebagai selebrasi rasa dan logika yang mengagumkan.

Kembali Menjadi Manusia, Lulus dari Ragu

Page 15: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

Boy, You’re just Another Tulip! Handcut Paper Collage | 2017

Page 16: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 16

Page 17: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 17

Taken with Fuji Disposable Cam 400

Page 18: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 18

Taken with Nikon F2 + Nikon E Series 50mm - Fuji Industrial 500

Page 19: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 19

Taken with Nikon lite touch zoom 140ed - Ferrania 200 expired

Page 20: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 20

Ceruk Cacat di Romantisisme

PerempuanM I R I A M G I T A A N D I N I

Teen

age A

ngst

Disc

oH

andc

ut P

aper

Coll

age |

2018

Page 21: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 21

Agak aneh membuat tulisan yang menyalahkan diri sendiri. Apalagi untuk hal se-sensitif urusan kehidupan, sebut cinta pada spesifiknya. Namun saya merasa ada obligasi tersendiri mengenai masalah ini bagi sesama perempuan penganut romantisisme.

Perlu diketahui juga, romantisisme yang saya maksud disini bukanlah aliran seni dan sastra yang dianggap sebagai revolusi melawan norma keningratan Eropa kala itu. Romantisisme yang saya anut ini lebih kepada mereka yang percaya harus mendapatkan estetika berlebih dalam kehidupan asmaranya…termasuk saya.

Pada awalnya saya menganggap semua perempuan punya konsep percintaan sama seperti saya. Maunya yang indah-indah melulu, sempurna dari awal sampai akhir. Baik plot pacaran sampai model fisik karakternya.

Nyatanya tidak. Dan betapa saya terkucilkan–feeling two foot small, kata Lennon–saat mengetahui, mungkin hanya sekitar 1 banding 5 perempuan yang mendambakan hidup di negeri dongeng seperti saya. Ujungnya satu-persatu anggota sindikat saya pacaran, atau menikah. Punya anak. Hidup bagaikan mimpi. Sementara saya yang selalu

membayangkan akan hidup bagaikan mimpi kembali terjungkal oleh realita, bahwa tak ada kisah cinta yang bak mimpi.

Saya imajinatif. Lima menit sendirian sudah cukup untuk membangun lakon cinta lengkap dengan tipe pria yang diidamkan, rumah selengkap perabotnya, sepasang anak yang tampan dan lucu, dan saya yang tumbuh tua secara elegan. Ini standar sinemanya. Pakem dongengnya.

Tapi kita semua tahu hidup tak mesti sama dengan film atau dongeng. Dan akhirnya saya pula yang harus menjalani konsekuensinya, yaitu berusaha sekuat tenaga menerima kecacatan, menerima ketidakindahan realita dengan segala perihal yang berlangsung secara real-time yang serba decisive, dan melupakan satu kisah dunia mimpi dengan segala perbendaharaan kesempurnaannya.

Arsip adegan romantis dalam film-film yang saya susun di otak saya–yang siap dipraktikkan kapan saja–semata langsung lebur. Terbanjiri bah soal kemungkinan saya akan berakhir hidup susah dengan seorang pegawai biasa, bukan direktur, bukan manajer apalagi pangeran. Apa saya

Bukan Seperti Dongeng atau Film

Miri

am G

ita A

ndin

i kin

i bek

erja

di sa

lah sa

tu ra

ntai

hote

l di M

alade

wa d

an se

dang

men

yiapk

an b

uku

rese

p m

asak

an ji

ka T

uhan

men

gijin

kan

dirin

ya.

Page 22: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 22

menyerah terhadap konsekuensi tersebut? Tidak. Belum.

Setelah harus memakai hak tinggi karena diundang pada beberapa pernikahan teman-teman perempuan saya, dan pulang dengan kaki dan hati yang lecet, akhirnya munculah suatu rumusan di kepala. Suatu pernyataan yang belum tentu benar secara psikologis atau biologis. Satu sikap yang menuntut flawlessness bagi tiap laki-laki yang menginginkan saya sebagai kekasihnya. Dan ini terjadi terjadi beberapa kali, menjadikan setiap kandidat teratur mundur.

Kandidat kekasih yang seharusnya bisa terproyeksikan sebagai suami kedepannya yang kini saya sesali telah menolaknya. Hanya karena saya bersikeras menginginkan apa yang sempurna untuk saya dan menyepelekan manusia yang menginginkan saya. Idealisme yang saya sesali. Inilah cara saya mendepak mereka yang terjebak secara perasaan dan birahi terhadap saya.

Saya takut untuk mengakui dan

terkalahkan oleh perasaan. Saat kesempatan datang, saya dengan kesadaran penuh berkata dalam hati jika “kece nih cowok, bisa deh.” Dan sesaat kemudian saya menemukan sedang menulis daftar deal-breaker yang ada padanya. Kulitnya hitam, terlalu tinggi, pengangguran, miskin, belum apa-apa sudah matre, terlalu pintar, arogan, sok ganteng dan lain-lain yang akhirnya menjadi rajutan kabut dalam hati saya. Mengantarkan saya kembali membayangkan a pegasus-riding knight in a shining armor sedang disimpan Tuhan untuk sewaktu-waktu dikirim ke kamar saya. Khayal.

Inilah cara saya mendepak mereka yang terjebak secara perasaan dan birahi terhadap saya. Saya terlalu intens menimbang kekurangannya dan secara instan membandingkannya dengan karakteristik laki-laki impian saya. Lalu memutuskan bahwa laki-laki itu bukan untuk saya. Ini seakan saya terlalu takut untuk jatuh cinta dan lebih takut untuk mengakui ketakutan saya tersebut.

Saya pun berjanji tak akan lagi menggantungkan dagu saya di atas awan. Menjadi perempuan, saya

Mengakui Kesalahan, Menyetujui Kenyataan

Kebelakang, Apa yang Menyebabkan Saya Kolot Seperti ini?Mengakui Kesalahan,

Menyetujui Kenyataan

Page 23: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

bangga dengan standar yang saya acu, tapi apalah baiknya jika standar soal masa depanmu malah tak akan membawamu kedepan? Ini membuat saya menangis.

Oh betapa saya mendongak memimpikan menuju awan dengan seorang pria sempurna. Sementara saya terus melewati mereka yang disamping dan didepan saya. Meninggalkan mereka semua di belakang hingga tak tersisa apa-apa dimuka. Mensabotase rencana Tuhan dengan dreamland stratagem susunan saya, tanpa menyadari bahwa kekasih menjadi kekasih hanya karena berjalan bersama, menjadi tambal komplit satu sama lainnya. Bukan karena bertabrakan di taman bunga lalu tukar senyum dan berdansa klasik.

Saya terlalu terinspirasi romantisisme cinta tanpa berani mencoba jatuh cinta dengan baik. Bukankah ini bukti idealisme saya soal asmara berarti mengandung celah dan masih cacat?

Nasihat saya bagi perempuan yang memiliki ideal, standar dan karakter jiwa seperti saya. Tambal ceruk yang mencelakakan dalam lanskap konsep romantikmu, akuilah kesalahanmu serta arogansi terselubungmu, tengok Tuhanmu dan cobalah jatuh cinta dengan manusia.

Ascending the Viper’s Nest Digital Collage | 2018

Page 24: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 24

Page 25: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 25

Take

n w

ith P

enta

x es

pio 1

15M

- Fu

ji C

200

Page 26: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 26

Keyakinan dan Ampas Kopi Hitam

Ketika kota mulai dingin dengan hujan yang tak tau kapan ia datang. Dan sebuah percakapan diri tentang keyakinan dan pilihan. Saya pernah mengutip tulisan begini di halaman Tumblr saya:

Kau bilang kita mungkin dedel, tapi cinta tetap mulur. Tapi berapa kali lagi igaku dirongrong mesin jahitmu, berapa sakit lagi igaku mengulur nasib agar mujur? Meski tahu kita bahu terpisah, jurang batu belah, tak menapak kelim, tepi yang menolak dimatikan.

Kita akan tumbuh sebagai tiras halus, merebak dalam gelap, dalam setiap pertarungan yang tak kita setujui yang membuat kita koyak moyak. Maafkan aku yang terpaksa mundur menyerah sebelum tuntas berperang. Mengusahakan menjadi jalan terakhir untuk kita kemas dalam koper perpisahan.

Kira kira begitu, yang saya tulis. Tidak ada satu perjalanan yang mulus seperti paha gadis Korea. Semua perjalanan pasti memiliki kelokan atau tanjakannya masing-masing. Berbahagialah jika kelokanmu atau tanjakanmu menemui akhir yang tak terlalu panjang dan menghabiskan tenaga. Bersyukurlah kalian jika kelokanmu menemui jalan buntu dan bersiaplah memutar balik dan

N E N N Y P U T R I

Page 27: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 27

menemukan jalan baru lagi. Tidak selamanya jalan buntu tak ada jalan kluar, berusahalah mencari jalan baru untuk keluar dari kebuntuan.

Setiap jalan butuh keyakinan, saya sendiri belum menemukan apa definisi keyakinan sendiri. Tetapi apa yg saya alami, maka keyakinan adalah: hal hal kecil, kokoh, begitu kuat letaknya di dalam, yg membawamu menemukan sesuatu yang ajaib. Tidak ada yang dapat mengajarimu soal keyakinan itu sendiri, selain pengalaman-pengalaman pribadimu. Kamu hanya perlu mengalaminya.

Keyakinan dimulai dari hal-hal kecil. Ia berada di dalam. Terkadang ia tak kelihatan. Kita hanya perlu mengenalinya sebagai sebuah sikap untuk senantiasa bertahan: di dalam pertemuan dan perpisahan. Keyakinan ada di dalam diri setiap jiwa. Ia bukan hanya soal pilihan-pilihan serius. Ia bukan melulu soal pilihan dg siapa kita akan berjalan, bertemu, berpisah ataupun bertahan.

Rindu setiap kali kita mengobrol hingga ampas kopi mengendapkan keyakinan diri, membicarakan rencana, tujuan hingga hal-hal sepele yg masih menjadi remeh temeh. Namun hanya terbias seperti ampas, mengendap dan terbuang sia-sia.

Saya menemukan keyakinan seperti ini; suatu hari kamu berjalan, sendiri, di dalam jalan gelap tak berujung, bahkan kamu tak tahu dimana ujung jalan itu. Apakah ada pintu keluar atau tidak. Apakah ada orang yang bersama denganmu atau tidak. Kamu sendiri. Benar-benar sendiri. Bahkan kawanmu pun tak bisa mengerti dirimu saat itu. Tetapi ada sesuatu dalam diri, entah suara dalam dirimu atau apapun itu yg menggerakkan kakimu untuk terus maju, bangkit berdiri, tanpa sedikitpun ragu maupun takut.

Keyakinan itu ketika sendirian kita tidak merasa takut dan maju, meski semua menggempurmu mundur. Mereka tak pernah tau jalan apa yang sudah kamu lewati, seberapa banyak pilihan-pilihan yg sudah kamu ambil. Untuk berusaha menemukan keyakinan bahwa masih ada jalan baru yang belum terbuka untukmu. Masih banyak rindu yang menunggu untuk kamu lewati. Jangan terburu-buru dikejar waktu, keyakinan tak akan sia-sia menujumu.

Bagi Saya Keyakinan Seperti Rindu

Nen

ny P

utri

telah

beb

erap

a tah

un la

man

ya m

enjad

i gur

u di

salah

satu

seko

lah d

i Sur

abay

a dan

kin

i giat

men

gem

bang

kan

usah

a bus

ana m

uslim

dan

pro

duk

kese

hata

n.

Page 28: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

Taken with Olympus MjuZoom 105 - Walgreens 200 expired 2015

Page 29: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

Taken with Olympus Superzoom 76g - Klick Photopoint 200 Expired

Page 30: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 30

Taken with Ricoh 500GX - Fuji Superia 200 Expired

Page 31: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

p. 31

Taken with Zenit TTL + Helios 44M - Agfa Vista 200

Page 32: 10 Analog on Digital Era · sinema yang aku pilih ini semata mengingatkan pada kawula muda masa ini bahwa bioskop hari ini bak pedang bermata dobel dan harus disikapi hati-hati. Jika

A photo zine with pseudo-serious write-up.

Compiled byDicky Firmanzah | Indrakult