manual pembangunan plot konservasi eks-situ jenis

28
MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU Oleh: Lukman Hakim Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bekerja sama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) – CITES Phase II Project Bogor – Indonesia, 2014

Upload: dinhnhi

Post on 18-Jan-2017

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI

EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN

PENGHASIL GAHARU

Oleh:

Lukman Hakim

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bekerja sama dengan

International Tropical Timber Organization (ITTO) – CITES Phase II Project

Bogor – Indonesia, 2014

MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU Penyusun: Lukman Hakim Editor: Atok Subiakto Tajudin Edy Komar Erdy Santoso Desain Cover:

Agustina Dwi Setyowati Copyright © 2014 Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) – CITES Phase II Project ISBN: 978-602-1681-23-7 Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

International Tropical Timber Organization (ITTO) – CITES Phase II Project Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia Telp. +62-251-8633234, Fax. +62-251-8638111

Dicetak oleh: IPB Press Bogor, Desember 2014

This work was made possible by a grant from ITTO under its collaborative program with CITES 'Support to ITTO: CITES Implementation for Tree Species and Trade/Market Transparency (TMT)'. Donors to this collaborative program include the EU (primary donor), the USA, Germany, the Netherlands and Norway. The project was implemented by Center for Conservation and Rehabilitation Research and Development.

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah sehingga salah satu keluaran dari Project ITTO CITES PHASE II, “Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria and Gyrinops Species in Indonesia” adalah berupa Manual Pembangunan Plot Konservasi Ex-Situ Jenis-jenis Tanaman Penghasil Gaharu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa exploitasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di alam yang tidak diimbangi dengan upaya budidaya dapat menyebabkan kepunahan. Pada pertemuan CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) ke-IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994, jenis Aquilaria malaccensis yang merupakan salah satu tanaman penghasil gaharu di Indonesia telah dimasukkan ke dalam Appendix II. Master Plan Penelitian dan Pengembangan Gaharu tahun 2013-2023 sudah disusun, dan konservasi merupakan bagian dari aspek yang penting dalam menjawab tantangan kepunahan jenis-jenis ini. Sampai saat ini hasil-hasil penelitian dari aspek konservasi masih sangat terbatas. Manual ini yang bersifat praktis diharapkan dapat sebagai pedoman dalam pembangunan plot konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di tingkat lapangan. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Manual Pembangunan Plot Konservasi Ex-Situ Jenis-jenis Tanaman Penghasil Gaharu. Semoga karya ini dapat berkonstribusi dalam upaya penyelamatan jenis-

iv

jenis tanaman penghasil gaharu di Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi, namun di alamnya sudah terancam punah.

Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Ttd.

Ir. Adi Susmianto, M.Sc. NIP 19571221 198203 1 002

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

II. TAHAPAN KEGIATAN ................................................................................................... 3

2.1. Penentuan Lokasi Eksplorasi .......................................................................................... 3

2.2. Pengumpulan Materi Genetik .......................................................................................... 4

2.3. Pembuatan dan Pemeliharaan Bibit di Persemaian ........................................................... 6

2.4. Penentuan Lokasi Penanaman ...................................................................................... 10

2.5. Penyiapan Lahan Penanaman ....................................................................................... 10

2.6. Penanaman Bibit di Lapangan ....................................................................................... 13

2.7. Pemeliharaan, Pengamanan, dan Evaluasi Tanaman di Lapangan ................................... 15

III. PENUTUP ........................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 17

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rincian kebutuhan bibit dan luas lahan ......................................................................... 14

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kegiatan pengumpulan dan penanganan anakan di lapangan ...................................... 6

Gambar 2. Sungkup KOFFCO untuk benih dan sungkup plastik untuk anakan ................................ 7

Gambar 3. Bibit yang sudah siap dikeluarkan dari sungkup .......................................................... 8

Gambar 4. Pemisahan bibit di persemaian untuk memperluas keragaman genetik ......................... 9

Gambar 5. Pemisahan bibit di persemaian untukmempertahankan struktur

genetik dari masing-masing jenis atau populasi .......................................................... 9

Gambar 6. Kegiatan pembukaan lahan dan pembuatan lubang tanam ........................................ 11

Gambar 7. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu

untuk memperluas keragaman genetik ..................................................................... 12

Gambar 8. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu

untuk mempertahankan struktur genetik .................................................................. 12

Gambar 9. Papan nama penanaman ......................................................................................... 13

Gambar 10. Kegiatan penanaman di lapangan ............................................................................ 14

Gambar 11. Kegiatan pengukuran tanaman ............................................................................... 15

I. PENDAHULUAN

Kegiatan eksploitasi hutan alam yang bersifat ekstraktif dalam rangka memenuhi kebutuhan

manusia yang tidak memperhatikan azas kelestarian menyebabkan kemerosotan secara kualitas maupun kuantitas hutan pada level genetik, jenis, maupun ekosistem. Konsesi pengusahaan hutan

alam, perkebunan, pertambangan, pemukiman dan transmigrasi, serta kelemahan birokrasi merupakan

beberapa faktor yang menyebabkan angka fragmentasi dan degradasi hutan alam tropis Indonesia semakin tidak dapat dikendalikan (Curran et al., 2004). Degradasi hutan akan mengarah pada

kemungkinan kepunahan suatu jenis, atau pengurangan jumlah individu penyusun vegetasi di areal yang hilang. Program konservasi dapat dilakukan bagi jenis-jenis yang terancam di hutan tropis.

Pemilihan prioritas jenis didasarkan pada pentingnya suatu populasi, jenis atau kelompok jenis, dan

tingkat keterancaman dari sumberdaya genetik tersebut. Jenis-jenis prioritas dipilih untuk dikonservasi karena memegang peran kunci dalam ekosistem (keystone species) atau memiliki prospek secara

ekonomis yang tinggi (Finkeldey, 2005).

Menurut laporan Siran dan Turjaman (2010), Indonesia memiliki sekitar 27 jenis tanaman penghasil gaharu antara lain Aquilaria spp., Aetoxylontallum spp., Gyrinops spp., dan Gonystylus spp., yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Jenis-jenis Aquilaria spp. tersebar di Sumatera dan

Kalimantan, sedangkan untuk jenis-jenis Gyrinops spp. tersebar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Keberadaan Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. tersebut semakin langka di populasi

alamnya. Kelangkaan ini dikarenakan oleh eksploitasi yang tidak mengindahkan kelestariannya sehingga menyebabkan penurunan potensi dan keragaman genetiknya. Untuk melindungi jenis-jenis tanaman

penghasil gaharu terutama dari genus Aquilaria dan Gyrinops dari kepunahan di alamnya, maka komisi

CITES sejak tahun 2004 telah menetapkan larangan dan atau pembatasan pemungutan gaharu alam dengan memasukannya dalam daftar tumbuhan Appendix II CITES (CITES, 2005). Kondisi ini

mengharuskan segera dilakukan tindakan konservasi genetik. Menurut Leksono dan Widyatmoko (2012), kegiatan penelitian konservasi genetik dan pemuliaan pohon gaharu belum banyak dilakukan di

Indonesia. Oleh karena itu penelitian aspek ini sangat diperlukan agar dapat mendukung upaya

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

2

penyelamatan materi genetik di sebaran alam yang masih ada dan sekaligus dapat mendukung program pemuliaan untuk menghasilkan bibit unggul jenis-jenis tanaman atau pohon penghasil gaharu.

Strategi konservasi sumberdaya genetik terdiri atas konservasi in-situ dan ex-situ, dimana

menurut Cohen et al. (1991) kedua strategi tersebut saling melengkapi. Konservasi ex-situ merupakan

back-up bagi konservasi in-situ, apalagi jika jenis target di sebaran alamnya terancam punah. Materi genetik yang dikoleksi dari areal konservasi in-situ dapat berfungsi ganda yaitu selain sebagai sumber

materi pembangunan konservasi ex-situ juga dapat sekaligus dimanfaatkan untuk keperluan program pemuliaan. Menurut Zobel dan Talbert (1984); Graudal et al. (1997), ada lima langkah dalam kegiatan

konservasi sumber daya genetik ex-situ, yaitu: a). Penetapan jenis tanaman prioritas, b). Pemetaan sebaran populasi, c). Pengumpulan materi genetik, d). Penyiapan lokasi penanaman, dan e).

Pengembangan kebun persilangan.

Berkaitan dengan uraian di atas, kegiatan yang didanai oleh ITTO CITES PHASE II, “Promoting

Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria and Gyrinops Species in Indonesia” bertujuan untuk membangun Plot Konservasi Eks-Situ dengan target jenis dari genus Aquilaria dan Gyrinops pada activity 2.3. Initial establishment of Aquilaria and Gyrinops conservation gardens. Untuk mendukung kegiatan

tersebut, disusun buku manual yang diharapkan dapat digunakan sebagai panduan dalam kegiatan pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ. Manual ini meliputi penentuan lokasi eksplorasi (lokasi

pengumpulan materi genetik), kegiatan pengumpulan materi genetik, pembuatan bibit di persemaian, penentuan lokasi penanaman, penyiapan lahan penanaman, penanaman bibit di lapangan,

pemeliharaan dan pengamanan tanaman di lapangan.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

3

II. TAHAPAN KEGIATAN

2.1. Penentuan Lokasi Eksplorasi Menurut Siran dan Turjaman (2010), sebaran alam jenis Aquilaria spp. tersebar di Sumatera dan

Kalimantan, sedangkan jenis Gyrinops spp. tersebar di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Lokasi eksplorasi dan pengumpulan materi genetik dapat berupa benih atau anakan

alam/buatan harus dipelajari dengan cermat lokasi, aksesibilitas dan kendaraan yang tersedia, tempat penginapan serta tenaga kerja yang dibutuhkan. Bila harus mengumpulkan materi genetik berupa biji,

maka informasi tentang musim masak buah yang siap diambil sangat penting.

Untuk jenis Aquilaria spp., ada yang tersebar pada populasi yang sama (dalam 1 populasi lebih

dari 1 jenis) dan ada pula yang 1 jenis pada 1 populasi. Informasi ini perlu diketahui sebelum melakukan eksplorasi untuk lebih mengefisienkan waktu dan biaya. Populasi yang pertama dipilih adalah yang di

dalamnya terdapat lebih dari 1 jenis. Untuk Gyrinops spp., pada umumnya 1 populasi hanya terdapat 1 jenis sehingga pemilihan populasi didasarkan pada sebaran alam dari jenis tersebut.

Pemilihan populasi perlu memperhatikan keseluruhan sebaran alam dari masing-masing jenis, sehingga materi yang dikumpulkan bisa mewakili sebaran keragaman genetik dari masing-masing jenis.

Untuk jenis Aquilaria spp. yang sebarannya di Sumatera dan Kalimantan, sebaiknya masing-masing pulau diwakili oleh minimal 2 populasi. Semakin banyak populasi yang dikumpulkan akan semakin baik

dengan tetap mempertimbangkan jarak geografis dari populasi-populasi tersebut. Demikian juga untuk

jenis Gyrinops spp. Jumlah populasi dengan memperhatikan jarak geografis akan sangat menentukan variasi genetik yang akan dikumpulkan. Pemilihan populasi pada sebaran alam, selain memperhatikan

jarak geografisnya, juga perlu memperhatikan potensi yang dimiliki oleh masing-masing populasi (jumlah jenis dan jumlah individu per-jenis).

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

4

Penentuan lokasi eksplorasi ini merupakan kegiatan awal yang sangat penting karena akan sangat menentukan keragaman genetik yang akan dikumpulkan. Informasi-informasi mengenai sebaran dan

potensi dari masing-masing populasi perlu dikumpulkan sebelum dilakukan eksplorasi. Oleh karena itu, perlu adanya contact person dari calon lokasi kegiatan eksplorasi.

2.2. Pengumpulan Materi Genetik

Setelah diketahui lokasi eksplorasi dan pengumpulan materi genetik, musim buah masak, dan

informasi penting lainnya maka dilakukan kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik berupa

benih atau anakan alam/buatan. Hal pertama yang dilakukan adalah survey potensi yang terdapat pada populasi tersebut untuk menentukan lokasi dari pohon induk yang dipilih untuk mewakili keseluruhan

sebaran pada populasi tersebut. Beberapa data yang perlu diambil antara lain posisi koordinat lokasi eksplorasi, ketinggian tempat dan kondisi lingkungan. Jumlah pohon induk setiap populasi minimal 20

yang terdistribusi secara merata dan mewakili semua karakter individu yang ada di populasi tersebut. Jarak antar pohon 50-100 meter yang diasumsikan tidak terjadi perkawinan antar pohon induk yang

dikoleksi materi genetiknya. Jika materi genetik berupa benih, diusahakan dari pohon induk yang paling

dewasa yang sudah beberapa kali berbuah serta untuk meminimalkan pengumpulan materi genetik dari keturunan yang sama (induk dan turunannya).

Sebagian dari jenis Aquilaria hanya dapat dibedakan berdasarkan bunga dan buah, sehingga saat

eksplorasi yang paling tepat adalah saat buah masak agar identifikasi jenis dapat lebih akurat. Bila

memungkinkan, benih dikumpulkan per pohon agar desain pembangunan plot konservasi lebih leluasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apabila tidak memungkinkan untuk mengetahui induknya,

maka pengambilan cabutan harus merata di keseluruhan populasi. Pengambilan materi genetik dari pohon induk yang posisinya merata di populasi tersebut dapat mewakili karakter individu pohon induk

di seluruh populasi tersebut.

Kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik berupa benih dan anakan menggunakan

prosedur standar baku survei. Alat yang dibutuhkan antara lain GPS, kamera, dan gunting stek.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

5

Sedangkan bahan meliputi styrofoam, kantong plastik, sabut kelapa, kertas koran, dan kardus. Tahapan kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan materi genetik berupa benih

Menggunakan GPS untuk mengetahui posisi koordinat lokasi pengumpulan benih,

Pengumpulan buah dengan memanjat pohon dan memetik buah yang matang dan

mengumpulkan dalam plastik yang telah diberi label, Setelah sampai penginapan dimasukan ke dalam kotak styrofoam.

b. Pengumpulan materi genetik berupa anakan Menggunakan GPS untuk mengetahui posisi koordinat lokasi pengumpulan anakan,

Mencabut anakan dengan tinggi antara 10-15 cm yang ada di sekitar pohon induk dan sudah

diketahui jenisnya serta sedapat mungkin akarnya tidak putus.

Setelah terkumpul, dibungkus koran yang akarnya dilapisi tanah dan diberi label setiap

pohon induk, Daun dikurangi dan dipotong setengah untuk mengurangi penguapan dan dibasahi air untuk

menjaga kesegaran sampai di penginapan,

Sesampai di penginapan, daun yang belum dipotong setengah daun dan tanah yang

menyelimuti akar diganti dengan sabut kelapa,

Masing-masing anakan dari pohon induk diberi label dan dimasukan ke dalam kotak

styrofoam.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

6

Gambar 1. Kegiatan pengumpulan dan penanganan anakan di lapangan

2.3. Pembuatan dan Pemeliharaan Bibit di Persemaian

Benih jenis-jenis tanaman penghasil gaharu bersifat rekalsitran (Hou, 1960), tidak dapat disimpan lama sehingga harus cepat disemaikan di persemaian. Materi genetik dari beberapa popolasi dipisah-

pisahkan dalam bedeng semai berdasarkan jenis dan asal populasi. Kegiatan penanganan materi genetik dari lapangan setelah sampai di persemaian adalah sebagai berikut:

a. Benih Persen kecambah terbaik diperoleh dari benih yang langsung dikecambahkan setelah

pengunduhan,

Benih yang masih di dalam buah harus dikeluarkan dengan cara dibuka buahnya,

Benih lalu disemaikan dalam bak tabur (sungkup KOFFCO) yang medianya berupa serbuk

kelapa dan pasir yang telah disterilkan,

Setelah benih berkecambah dan menghasilkan daun sejumlah 4-6 daun dipindahkan ke

polybag, Bibit dipelihara sampai siap tanam di persemaian.

b. Anakan

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

7

Penanaman bibit cabutan menggunakan sungkup lebih baik persen tumbuhnya dibanding

tanpa sungkup, Anakan yang dikemas dengan baik perlu dicelupkan ke zat perangsang akar (Rootone F) dan

ditanam ke polybag,

Untuk mengatur suhu dan kelembaban, anakan yang telah dimasukan ke polybag dimasukan

ke dalam sungkup plastik sampai bibit menghasilkan daun dan akar, (Gambar 2)

Setelah menghasilkan daun dan perakaran yang cukup kuat, bibit dikeluarkan dari sungkup,

(Gambar 3) Bibit dipelihara sampai siap tanam di persemaian.

Gambar 2. Sungkup KOFFCO untuk benih dan sungkup plastik untuk anakan

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

8

Gambar 3. Bibit yang sudah siap dikeluarkan dari sungkup

Kegiatan pemeliharaan bibit di persemaian sampai dengan bibit siap tanam di lapangan yang dilakukan secara rutin meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan penanganan

serangan hama dan penyakit. Sedangkan kegiatan seleksi bibit dilakukan untuk mengetahui jumlah bibit

siap tanam dengan tinggi bibit minimal 30 cm dan sudah bercabang dua.

Rancangan bedeng di persemaian tergantung dari tujuan pembangunan plot konservasi ex-situ. Jika untuk keperluan memperluas keragaman genetik suatu jenis dari beberapa populasi/provenan

dalam satu bedeng dan dapat dirancang seperti pada Gambar 4. Sedangkan untuk mempertahankan

struktur genetik dari masing-masing populasi maka setiap jenis dan populasi dalam 1 bedeng atau dipisahkan dengan yang lainnya seperti pada Gambar 5.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

9

Jenis A

dari beberapa populasi

Jenis B

dari beberapa populasi

Jenis C

dari beberapa populasi

Gambar 4. Pemisahan bibit di persemaian untuk memperluas keragaman genetik

Jenis

A

dari populasi A

Jenis

A

dari populasi B

Jenis

A

dari populasi C

Gambar 5. Pemisahan bibit di persemaian untuk mempertahankan struktur genetik dari masing-masing jenis atau populasi

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

10

2.4. Penentuan Lokasi Penanaman

Menurut Sumarna (2009), dalam pembudidayaan jenis-jenis pohon penghasil gaharu perlu memperhatikan sifat fisiologis tumbuhan, edafis lahan dan ekologis tempat tumbuh sesuai dengan

habitat alamnya. Beberapa kriteria utama penentuan lokasi pembangunan Plot Konservasi jenis-jenis

pohon penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. secara umum sebagai berikut:

a. Lingkungan fisik seperti iklim dan tanah mendukung daya hidup dan pertumbuhan dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. yang sudah ditentukan sebagai jenis target,

b. Luas mencukupi dan berstatus hukum jelas dan aman sehingga pada masa yang akan datang tidak

dikonversi untuk peruntukan lain, c. Lokasi mudah dijangkau oleh kendaraan sehingga memudahkan dalam kegiatan pemeliharaan,

pengawasan dan pengamanan, d. Lokasi dekat dengan sumber air untuk penyiraman, terutama pada musim kemarau,

e. Lokasi aman dari serangan hama dan penyakit serta diusahakan tidak monokultur, karena menurut laporan Ragil dkk (2009) penanaman monokultur menyebabkan rentan terhadap serangan hama

dan penyakit. Hama yang menyerang adalah hama daun jenis Heortio vitessoides.

2.5. Penyiapan Lahan Penanaman

Setelah lokasi penanaman ditetapkan, maka dilakukan kegiatan pengukuran lahan dan penentuan

luas areal yang akan digunakan sesuai dengan rancangan yang akan digunakan. Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu, masing-masing jenis dari beberapa populasi harus dipisahkan dengan

jarak yang cukup (50-100 meter) agar tidak terjadi saling kawin antar jenis atau antar populasi (provenan). Pemisahan lokasi untuk masing-masing jenis tumbuhan penghasil gaharu sangatlah perlu

mengingat mudahnya terjadi hibridisasi antar jenis. Untuk satu jenis, perlu tidaknya pemisahan antar

populasi tergantung pada tujuan pembangunan plot konservasi. Apabila tujuannya adalah selain melakukan konservasi juga untuk menghasilkan benih, maka tidak perlu dilakukan pemisahan lokasi

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

11

antar populasi. Tetapi apabila ingin tetap mempertahankan struktur genetik dari masing-masing populasi yang kemungkinan mempunyai jarak genetik yang cukup tinggi, maka antar populasi sebaiknya

dipisah dengan jarak yang cukup (50-100 m). Keragaman genetik dari masing-masing jenis ini

diharapkan luas karena berasal dari banyak populasi. Keragaman genetik dapat diketahui melalui analisis DNA dan jika memiliki keragaman genetik yang tinggi maka dapat digunakan sebagai materi

dasar untuk mendukung program pemuliaan.

Gambar 6. Kegiatan pembukaan lahan dan pembuatan lubang tanam

Setelah kegiatan pengukuran selesai sesuai rancangan dan tujuan konservasi, maka kegiatan berikutnya adalah pembersihan lahan, pemasangan ajir tanaman, pembuatan lubang tanam dan

pemberian pupuk dasar (pupuk organik). Persiapan pada lahan semak belukar dan hutan bekas

tebangan dilakukan secara jalur selebar 1-2 meter. Tumbuhan di sepanjang jalur dibersihkan, sedangkan tumbuhan di luar jalur dipertahankan untuk naungan jenis-jenis tanaman penghasil gaharu

yang bersifat semi toleran. Sedangkan pada lahan yang terbuka, perlu ditanami tanaman peneduh atau peneduh buatan berdasarkan jarak tanam. Tanaman peneduh yang digunakan adalah jenis yang cepat

tumbuh, tidak mengeluarkan zat alelopati dan tidak bersaing dalam mendapatkan unsur hara.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

12

Rancangan Plot Konservasi ex-situ jika untuk keperluan memperluas keragaman genetik suatu jenis dari beberapa populasi dapat dirancang seperti pada Gambar 7. Rancangan ini dapat menjadi populasi dasar

untuk program pemuliaan dengan keragaman genetik yang luas. Sedangkan jika untuk mempertahankan struktur genetic dari masing-masing populasi maka seperti Gambar 8. Rancangan ini

merupakan back-up dari materi genetik yang ada di populasi alamnya dan bisa juga menjadi sumber

materi genetik untuk program pemuliaan jika di populasi alamnya sudah rusak.

Jenis

A

dari beberapa populasi

Jenis lain sebagai

jalur pemisah

Jenis

B

dari beberapa populasi

Jenis lain sebagai

jalur pemisah

Jenis

C

dari beberapa populasi

Gambar 7. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk memperluas keragaman genetik

Jenis

A

dari populasi A

Jenis lain sebagai

jalur pemisah

Jenis

A

dari populasi B

Jenis lain sebagai

jalur pemisah

Jenis A

dari populasi C

Gambar 8. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk mempertahankan

struktur genetik

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

13

2.6. Penanaman Bibit di Lapangan

Sebelum dilakukan penanaman, bibit perlu dipersiapkan sebaik mungkin dengan label yang jelas

jenis dan asal populasinya. Bibit yang akan ditanam sehat dan memenuhi syarat untuk ditanam, jumlah yang sudah ditentukan serta telah didistribusikan pada setiap ajir yang sudah dipasang di lubang tanam

yang telah diberi pupuk dasar beberapa hari sebelumnya. Penanaman dilakukan dengan melepas

polybag dan akar tanaman tidak tertekuk, jika ada akar yang telah menerobos polybag sebaiknya dipotong dan bibit ditanam secara tegak sedalam leher akar (Gambar 10). Tanah untuk mengisi lubang

hendaknya gembur dan jika perlu bibit diikat dengan ajir agar tetap tegak. Setelah penanaman perlu dibuat peta penanaman dan papan nama Plot Konservasi ex-situ dengan data sebagai berikut: nama

plot, jenis tanaman, asal benih, jarak tanam, luas plot, waktu penanaman, dan instansi pembangun

plot.

Gambar 9. Papan nama penanaman

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

14

Sebagai contoh pembangunan Plot Konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman penghasil gaharu dari 3 jenis yaitu jenis A, jenis B, dan jenis C dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Maka jumlah bibit siap tanam

yang harus disiapkan untuk kebutuhan penanaman dan penyulaman, masing-masing jenis berjumlah 1.111 + 222 = 1.333 bibit dengan asumsi 20% untuk penyulaman untuk luas masing-masing jenis 1

ha. Contoh tersebut dapat dilihat seperti pada data Tabel 1.

Tabel 1. Rincian kebutuhan bibit dan luas lahan

No. Plot Konservasi Jenis Jarak tanam

(m) Jumlah

Bibit Bibit sulaman

(20%) Jumlah bibit

total Luas (ha)

1. Jenis A 3 x 3 1.111 222 1.333 1

2. Jenis B 3 x 3 1.111 222 1.333 1

3. Jenis C 3 x 3 1.111 222 1.333 1

Gambar 10. Kegiatan penanaman di lapangan

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

15

2.7. Pemeliharaan, Pengamanan, dan Evaluasi Tanaman di Lapangan

Pemeliharaan tanaman dilakukan untuk memberikan pertumbuhan tanaman yang maksimal.

Beberapa kegiatan pemeliharaan seperti penyiangan, pendangiran, pemupukan, penyulaman dan menjaga tanaman dari gangguan manusia, hewan, gulma, hama dan penyakit. Keamanan dan kepastian

areal sangat penting, karena jenis-jenis tanaman penghasil gaharu memiliki nilai yang sangat tinggi dan di alam sudah pada kondisi terancam punah. Tanaman yang ada di Plot Konservasi ex-situ ini

merupakan koleksi genetik sehingga tidak akan diinokulasi dan ditebang. Kegiatan evaluasi tanaman di

lapangan dilakukan dengan mengukur pertumbuhan diameter, tinggi, dan persen tumbuh minimal setiap 6 bulan sekali (Gambar 11).

Gambar 11. Kegiatan pengukuran tanaman atau pohon

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

16

III. PENUTUP Konservasi jenis-jenis tanaman atau pohon penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan

Gyrinops spp. merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Manual pembangunan Plot

Konservasi ex-stu jenis-jenis tanaman penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. dapat menjadi panduan yang mudah dibaca dan dipraktekkan di lapangan. Semoga dengan manual ini

dapat membantu kegiatan pembangunan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi namun di alamnya sudah terancam punah.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

17

DAFTAR PUSTAKA

Curran, L.M., Trigg, S.N., McDonald, A.K., Astiano, D., Hardiono, Y.M., Siregar, P., Caniago,I., Kasischke.

2004. Lowland forest loss in protected areals of Indonesia Borneo. SCIENCE, Vol. 303. International Scientific Publications Workshop for Forest Researcher. Bogor. Indonesia.

CITES. 2005. Conservation on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Appendice I, II, and III of CITES. UNEP. 48 pp.

Cohen, J.I., Williams, J.T. Pluncknett, D.L.and Shands, H. 1991. Ex-Situ Conservation of Plant Genetic

Resoursce: Global Development and Enviromental Concern. Science: 253: 866-872.

Finkeldey, R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Alih bahasa oleh Djamhuri, E., Siregar, I.Z.,

Siregar, U.J., Kertadikara, A.W. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Graudal, L., Kjaer, E., Agnete, Thomsen, and Larsen, A.B. 1997. Planning National Programmes for Conservation of Forest Genetic Resourses. Technical Note No. 48. December 1997. Danida

Forest Seed Centre. Denmark.

Hou, D. 1960. Thymelaceae. In : Flora Malesiana (Van Steenis, C.G.G.J., ed) Series I, Vol. 6. Walter-

Noodhoff, Groningen. The Netherland. P. 1-15.

Leksono, B. dan Widyatmoko, A.Y.P.B.C. 2012. Master Plan Penelitian dan Pengembangan Gaharu Tahun 2013-2023. Percetakan IPB. Bogor.

Ragil SBI, Erdy Santoso, Maman Turjaman, dan Irnayuli R.S. 2009. Hama pada Tanaman Penghasil Gaharu. Makalah Workshop Pengembangan Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Sekitar Hutan. Bogor.

Manual Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu

18

Siran, S.A., dan Turjaman, M. (2010). Pengembangan Teknologi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Subiakto, A. 2013. Budidaya Gaharu Dengan Silvikultur Intensif. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi

Teknologi Badan Litbang Kehutanan. Forda Press. Bogor. 2013.

Sumarna, Y. 2009. Teknik Budidaya Tumbuhan Penghasil Gaharu. Makalah pada Gelar Teknologi Hasil-

Hasil Penelitian di Tanjung Pandan.

Zobel, B. and J. Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley and Sons. Inc.