manifestasi klinis gangguan psikosomatik

18
MANIFESTASI KLINIS GANGGUAN PSIKOSOMATIK Marthin Pasaribu, Anita Rosari, Wika Hanida, Habibah Hanum Nasution Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan – RSU Pirngadi Medan Pendahuluan Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala. 1 Menurut JC Heinroth, gangguan psikosomatik ialah adanya gangguan psikis dan somatic yang menonjol dan tumpang tindih. Oleh karena itu konsep psikosomatis menunjukkan bahwa badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Kedokteran psikosomatik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari hubungan antara aspek psikis dan aspek somatik tubuh baik dalam keadaan normal maupun sakit. Dalam perkembangannya saat 1 Sari Kepustakaan Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSHAM Acc Supervisor Prof. dr. Habibah Hanum Nst. SpPD-KPsi

Upload: kotak3kotak

Post on 18-Nov-2015

119 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

divisi psikosomatik

TRANSCRIPT

Acc SupervisorProf. dr. Habibah Hanum Nst. SpPD-KPsiSari KepustakaanDivisi PsikosomatikDepartemen Ilmu Penyakit DalamFK-USU/RSHAM

MANIFESTASI KLINIS GANGGUAN PSIKOSOMATIKMarthin Pasaribu, Anita Rosari, Wika Hanida, Habibah Hanum NasutionDivisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Sumatera UtaraRSUP. H. Adam Malik Medan RSU Pirngadi Medan

PendahuluanGangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala.1 Menurut JC Heinroth, gangguan psikosomatik ialah adanya gangguan psikis dan somatic yang menonjol dan tumpang tindih. Oleh karena itu konsep psikosomatis menunjukkan bahwa badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Kedokteran psikosomatik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari hubungan antara aspek psikis dan aspek somatik tubuh baik dalam keadaan normal maupun sakit. Dalam perkembangannya saat ini tidak hanya aspek psikis dan somatik saja yang menjadi perhatian tetapi aspek sosial, spiritual dan lingkungan merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai kesehatan yang optimal.2Dalam Diagnostic and statistical manual of mental disorder (DSM-IV-TR) maupun The 10th revision of the international statistical classisifation of disease and related health problems (ICD-10) tidak tercantum klasifikasi diagnosis gangguan psikosomatik, baik dalam kelompok diagnosis gangguan jiwa maupun kelompok gangguan lain. Dalam DSM-IV-TR, konsep psikosomatik dimasukkan dalam kelompok diagnosis Faktor Psikologis yang mempengaruhi kondisi medik umum (Psycological Factors Affecting Physical Condition). Kategori ini mencakup gangguan fisik yang disebabkan oleh faktor emosi atau psikologik juga mencakup gangguan mental atau emosional yang disebabkan atau diperberat oleh kondisi fisik.3Prevalensi penderita gangguan psikosomatik belum didapatkan sampai saat ini, sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa banyak keluhan fisik pasien yang datang ke dokter tidak dapat dijelaskan secara perspektif medis. Berdasarkan berbagai kepustakaan 30-66% pasien dengan keluhan fisik tidak mempunyai bukti objektif dari keluhan tersebut.4,5,6,7 Schwab dan Traven (1979) mengestimasi jumlah penderita psikosomatik pada usia dewasa berkisar 15-50% dan hampir 60% pada populasi umum.8 Beberapa keluhan yang sering disampaikan adalah kelelahan, sakit punggung, sakit kepala, pusing, nyeri dada, dyspnea, nyeri perut, kecemasan dan lain-lain.Berbagai keluhan yang disampaikan oleh pasien psikosomatik baik secara kualitas maupun kuantitas tidak sebanding dengan apa yang didapatkan secara klinis. Pasien tersebut mengembara dari satu dokter ke dokter lain (shopping doctors) dari dokter umum ke dokter spesialis bahkan ke paranormal tetapi tetap tidak merasa sembuh dan masih merasa sakit. Kadang kadang pasien seperti ini menolak dikatakan sakit pikiran. Oleh karena itu dalam tulisan ini disampaikan berbagai macam manifestasi klinik pasien psikosomatik terutama yang berhubungan dengan fungsi vegetatif pasien.PatofisiologiSampai saat ini psikofisiologi dan psikopatologi gangguan psikosomatik belum sepenuhnya diketahui dengan jelas. Stresor sebagai penyebab timbulnya gangguan psikosomatik awalnya menimbulkan perubahan-perubahan pada tubuh seperti perubahan emosi, reaksi fisiologi, biokemis, reaksi neuroendokrinologi dan reaksi neuroimunologi. Perubahan ini saling terkait satu sama lain yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan gangguan psikosomatik.2Proses emosi yang terdapat diotak disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat visceral yang banyak di persarafi oleh saraf otonom vegetatif. Oleh karena itu keluhan-keluhan tersebut banyak berupa keluhan kardiovaskular, traktus digestivus, respiratorius, sistem endokrin maupun traktusurogenitalis. Hal ini lah yang sering disebut sebagai ketidakseimbangan vegetatif.9,10Sindrom ketidakseimbangan vegetatif (Vegetative Imbalance) atau distonia vegetatif terdiri atas gejala dan keluhan subjektif yang beraneka ragam dan melibatkan berbagai organ tubuh atau mungkin hanya beberapa sistem organ saja. Sindrom dengan keluhan dan gejala yang berubah-ubah, meluas, berpindah-pindah, hilang timbul disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf autonom-vegetatif. Sistem saraf autonom-vegetatif adalah suatu sistem saraf yang khusus mengatur dan memelihara fungsi organ-organ tubuh. Didalam tubuh dikenal 2 sistem saraf yaitu sistem saraf animal serebrospinal (mengatur dan memelihara hubungan antara organisme dengan dunia luar sekitar kita) dan sistem saraf vegetatif autonom (mengatur faal masing-masing organ tubuh, kerjasama antara organ-organ, menyesuaikan faal organ-organ menurut kebutuhan).10,11Faal sistem saraf vegetatif autonom ialah mengatur dan mempertahankan lingkungan (milieu) khusus untuk penghidupan dan fungsi optimal sel, organ dan constanta milieu interieur (CI Bernard) mempertahankannya terhadap pengaruh perubahan dan gangguan dari dunia luar (homeostatis menurut connon). Gangguan dari luar seperti iklim, infeksi, intoksikasi, trauma, konfik psikis maupun ritme faal organisme sehari-hari seperti tidur-sadar, kerja-istirahat atau ritme kehidupan seperti pertumbuhan kedewasaan senilitas. Untuk mempertahankan mileu interieur tubuh merupakan tugas dari sistem saraf autonom vegetatif sehingga terjadi penyesuaian segera terhadap perubahan keadaan atau beban-beban baru. Disamping itu masih ada sistem hipofisik kelenjar-kelenjar endokrin yang mensekresi hormone-hormon masuk ke sirkulasi darah dan melalui humoral mengubah faal organ-organ sebagai penyesuaian jangka panjang.10,11Anatomi sistem saraf autonom vegetatif terdiri atas sentra-sentra vegetatif di korteks serebri mesensefalon dan diensefalon. Nucleus vegetatif di medulla oblongata di medulla spinalis sebagai sentra vegetatif ganglia dan parasimpatik dari perifer. Akhirnya serat-serat simpatik dan parasimpatik memasuki sistem organ perifer diseluruh tubuh dan berakhir sebagai anyaman-anyaman halus yang mengitari dan menyelubungi sel-sel parenkim maupun kelenjar-kelenjar atau sel-sel epitel (terminal reticulum menurut Boeke).10,11Sistem limbic secara anatomi terletak di ensefalon dan terdiri dari hipokampus, girus singuli dan nucleus amigdala, merupakan sentrum integrasi untuk emosi. Sistem ini behubungan dengan hipotalamus yang merupakan pusat saraf otonom vegetatif. Demikian pula pusat intelek di korteks serebri berhubungan erat dengan hipotalamus. Dengan hipofisis sebagai pusat sistem endokrin, ada hubungan timbalbalik dengan sentrum vegetatif tersebut, maka hipotalamus merupakan sentrum koordinasi antara proses-proses vegetatif dengan proses-proses emosi dan intelek, sedang dengan hipofisis terjalin kerjasama vegetativum dengan sistem endokrin. Tergantung dari sentra-sentra yang berperan, ketidakseimbangan vegetatif dinamakan ganguan psikovegetatif dan gangguan psikoneuroendokrinologis.10,11Sentra vegetatif yang lebih tinggi, tidak selalu menguasai sentra yang lebih rendah yang terakhir mempunyai autonomi yang terbatas dan biasanya memang ada kerjasama timbal balik di perifer antara sentra vegetatif di pusat dan di perifer. Ada antagonisme yang ketat antara sistem simpatis dan parasimpatis. Pada saat salah satu sistem berada dalam keadaan hipersensitif, hipersensitif simpatis dinamakan simpatikotoni sedang hipersensitifitas parasimapatik dinamakan parasimpatikotoni atau vegotoni.10Gejala simpatikotoni, merupakan gejala yang muncul oleh karena terangsangnya saraf simpatis. Pada sistem saraf pusat maka kesadaran akan menjadi optimal dengan fungsi psikis yang tertinggi, intelek, emosi, bekerja optimal. Pada pancaindra, pengelihatan, pendengaran, sensibilitas kulit, penciuman menjadi lebih sensitif. Pada sistem kardiovaskular: nadi menjadi cepat, tekanan darah dan volume semenit darah naik, sirkulasi darah dan oksigenasi jaringan tubuh menjadi optimal. Terlihat bahwa simpatikotoni dipergunakan untuk melakukan suatu effort, baik jasmani maupun psikis. Pada sistem gastrointestinal justru terjadi kenaikan ambang rangsang, sehingga ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: peristaltic dan sekresi kelenjar-kelenjar digestif berkurang. Sementara selama berlangsungnya simpatikotoni pencernaan dan penyerapan bahan gizi protein, lemak dan kalori yang menjadi sumber energy menjadi berkurang. Dengan demikian simpatikotoni bersifat katabolik, penggunaan energi bertambah sedang energy-uptake berkurang.Gejala parasimpatikotoni, merupakan gejala yang muncul oleh karena terangsangnya saraf parasimpatis atau oleh karena naiknya ambang rangsang. Gejala yang muncul adalah pada sistem saraf pusat: ada kecenderungan kesadaran menurun dan fungsi psikis tertinggi berkurang. Memang selama berlangsungnya tonus ini organisme beristirahat atau tidur. Dengan naiknya ambang rangsang, pancaindra tidak terlalu sensitif lagi, sehingga organisme kurang dapat gangguan dari dunia sekitarnya. Pada sistem kardiovaskular: nadi melambat, tekanan darah turun dan berkurangnya sirkulasi darah, manusia dapat beristirahat santai dan tidur. Pada traktus digestivus, terjadi penurunan ambang rangsang, maka dengan bertambahnya peristaltik, sekresi asam lambung dan kelenjar-kelenjar digestif menjadi lebih optimal. Pengumpulan sumber energy protein, lemak dan karbohidrat menjadi optimal pula. Dengan demikian parasimpatikotoni sifatnya anabolic, penghimpunan energi melebihi penggunaan energi.Dalam kehidupan sehari-hari simpatikotoni dan parasimpatikotoni saling berganti, siang hari terutama tonus simpatis dan malam hari tonus para simpatis. Irama tiap hari ini merupakan manifestasi kesimbangan vegetatif. Bila suatu tonus karena sebab berlangsung terlampau lama atau terlampau intensif, maka tonus yang lainnya tidak dapat mengimbangi dan terjadi suatu keadaan patologis yang dinamakan ketidakseimbangan vegetatif. Dari sudut terapi diusahakan untuk membuat perumusan klinis ketidakseimbangan vegetatif yang praktis.Hipertoni simpatis, tonus simpati yang berlebihan dan berlangsung terlampau lama mengakibatkan penurunan ambang rangsang yang sangat banyak. Dibagi menurut sistem organ gejala-gejalanya adalah sebagai berikut: Pada sistem saraf pusat berupa nervositas, tremor, pusing kepala, insomnia, murung, selalu merasa dingin sehingga harus berpakaian tebal, merasa masuk angin. Pada sistem kardiovaskular terjadi palpitasi, ekstrasistiol, takikardia paroksismal, fibrilasi paroksismal maupun hipertensi ringan. Pada sistem gastrointestinal justru ditemukan kenaikan ambang rangsang yang kuat sekali, peristaltic berkurang sekali sehingga terjadi obstipasi, sekresi zat digestif kelenjar lambung dan usus sangat berkurang, sehingga menimbulkan hipoasiditas lambung, gangguan pencernaan, dengan akibat pasien manjadi kurus dan lemah, juga karena anoreksia. Gejala-gejala agak menyerupai hipertiroidisme, teapi disini pasien merasa kedinginan sedangkan pada basedow mereka selalu kepanasan.Hipotoni Simpatik terjadi bila hipertoni simpatik berlangsung lama, pasien menjadi lemah dan letih, energi cadangan sudah banyak kurang. Gejala-gejala seperti nervousitas, tremor, pusing-pusing, insomniam lekas marah masih tetap ada, juga gejala-gejala gastrointestinal, tetapi perubahan sirkulasi tidak nyata lagi: palpitasi ekstrasistol, takikardia, kenaikan tekanan darah tidak tampak lagi. Yang nyata ialah keadaan umum yang lemah, kaheksia dengan keadaan gizi yang jelek. Hipotoni simpatis ini dianggap sebagai dekompensasi simpatikus.Hipertoni parasimpatik atau vegotoni umum meliputi seluruh badan yang jarang istirahat. Ini disebabkan oleh sifat desentralisasi sistem parasimpatik. Biasanya gejala-gejalanya terbatas pada satu organ saja misalnya pada traktus digestfus saja: vomitus, kolik, hiperasiditas lambung, sebagian besar gejala-gejala gastristis dan ulkus peptic. Pada paru misalnya sindrom asma bronchial, pada traktus urogenital berupa kolik, disuria, dismenorhea.Pseudovagotoni ialah hipertoni simpatis. Gejala-gejala subjektif insomnia, anoreksia, nervositas, lekas marah dan sebagainya masih ada, tetapi gejala lain menuju ke vagotoni: sakit perut, diare, mual dan sebagainya.11Ataksi Vegetatif, disini sudah terjadi keruntuhan koordinasi antara simpatik dan parasimpakotoni dengan terlihatnya kebersamaan gejala kedua tonus tersebut, Disamping itu terjadi reaksi paradoksal, rangsang yang seharusnya menimbulkan gejala-gejala vagotoni. Contohnya seorang yang ketakukan karena mengalami suatu bahaya, menderita hipertoni simpatik: tremor, palpitasi, keringat dingin. Seorang dengan reaksi paradoksal justru menderita diare, sakit perut, buang air kecil.11Amfotoni, merupakan keadaan patologis dengan saling bergantinya sindrom simpatis dan parasimpatis yang hipertoni. Hal ini sering disebabkan oleh berbagai jenis penyakit seperti infeksi baik akut maupun kronik sedkit banyak selalu disertai ketidakseimbangan vegetatif: kegelisahan, tremor, keringatan, palpitasi, rasatakut dan insomnia. Dengan sembuhnya infeksi, ketidakseimbangan vegetatif dapat disembuhkan. Kelainan musculoskeletal seperti sindrom servical atau thoracic aoutlet syndrome. Kelainan psikis yang menyebabkan ketidakseimbangan vegetatif disebut gangguan psikovegetatif (Joris). Trauma psikis, konflik kejiwaan, depresi, depresi tersamar dapat menyebabkan gangguan vegetatif.11Kriteria DiagnosisBerdasarkan konsep psikosomatik, penyakit psikosomatik berhubungan dengan semua cabang ilmu kedokteran dan tidak terikat pada satu cabang ilmu kedokteran saja. Oleh karena itu seorang dokter dalam menilai seorang pasien harus secara keseluruhan tidak hanya memeriksa dan mengobati penyakitnya aja, artinya konsep psikosomatis harus selalu diingat dan diterapkan.3Diagnosis pasien dengan gangguan psikosomatis tidak berbeda dengan dengan diagnosis penyakit lainnya secara umum. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Perhatian harus lebih diutamakan pada anamnesis yang mendalam dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada umumnya pasien psikosomatik akan datang ke dokter dengan masalah somatiknya, keluhan psikisnya akan muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan mendalam terutama yang menjadi penyebab munculnya gangguan ataupu stressor yang menimbulkan keluhan pasien tersebut baik sebagai faktor predisposisi ataupun sebagai faktor pencetus.2Kriteria klinis diagnosis gangguan psikosomatik secara umum adalah tidak didapatkan adanya gejala-gejala psikotik dan tidak ditemukan adanya desintegrasi kepribadian. Keluhan yang yang timbul berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain (shifting phenomen). Keluhan yang timbul ada hubungannya dengan emosi dan perasaan negative tertentu. Adanya riwayat hidup yang penuh tekanan (stresfull life situation). Adanya faktor predisposisi dan presipitasi. Kriteria klinis ini tidak perlu semuanya ada, tetapi bila ada satu atau lebih dari criteria tersebut indikasi presumtif adanya gangguan atau penyakit psikosomatik. Adanya kelainan organ tidak menyingkirkan adanya gangguan psikosomatik. Bila ada kelainan organ maka disebut gangguan psikosomatik structural (somatopsychic psychosomatic.)1,2,9,Evaluasi diagnosis menggunakan sistem multiaksial lebih memudahkan untuk mendapatkan keterangan yang dapat berguna untuk terapi dan prognosis dari masing-masing individu. Menurut DSM IV-TR multiaksial yang dimaksud adalah:AksisPenilaianContoh

IMencakup gangguan psikis (faktor psikolologis yang mempengaruhi kondisi fisik)Sindrom ansietas, Sindrom Depresi atau Campuran, dll.

IIMencakup gangguan kepribadian dan atau ciri kepribadian.Kepribadian tipe A atau B, introvert, pemarah, dll

IIIMencakup gangguan somatic, kondisi fisik atau kondisi medic pasienDispepsia fungsional, Asma bronkiale, dll

IVMencakup stessor psikososial, pada umumnya merupakan faktor pencetus tetapi dapat merupakan faktor predisposisi dan atau agrafasiStressor psikososial, masalah keluarga, masalah pekerjaan, dll

VMeliputi fungsi penyesuaian, sosio cultural dan kemampuan adaptasi tertinggi satu tahun terakhir.Tidak bekerja lagi, produktifitas kerja menurun, sering tidak masuk kerja atau bolos sekolah, dll

Dengan evaluasi diagnosis multiaksial ini diharapkan upaya untuk mengerti dan menolong penderita gangguan psikosomatik bukan sekedar ditujukan untuk diagnosis dan pengobatan gangguan psikosomatik semata, melainkan mencakup hal yang lebih luas yaitu faktor fisik (organo-biologik), psikis, kepribadian, social budaya, financial dan spiritual, lingkungan serta kemampuan adaptasi secara menyeluruh baik berhubungan dengan sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu.Keluhan pada pasien psikosomatik sering disebut dengan Medically Unexplained Physical Symptoms (MUPS) sebenarnya hal ini merujuk pada suatu kondisi gangguan kejiwaan yang tergabung dalam golongan besar gangguan somatoform. Gangguan somatoform mempunyai beberapa sub-gangguan yaitu, gangguan somatisasi, gangguan hipokondriasis, gangguan nyeri, gangguan citra tubuh, dan gangguan konversi. Masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri. Gangguan yang paling sering ditemui dalam praktik klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.4

Para penderita psikosomatik, umumnya mengeluhkan gangguan yang berkaitan dengan sistem organ, seperti :kardiovaskuler (keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah), gastro-intestinal (keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis), respiratorius (sesak napas, asma), dermatologi (gatal, eksim), muskuloskeletal ( encok, pegal, kejang), endokrinologl (hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea), Urogenital (masih ngompol, gangguan gairah seks), serebrovaskuler (pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsy). Selain itu masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan gejala depresi. Ciri-ciri Psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :Pegal-pegal, nyeri di bagian tubuh tertentu, mual, muntah, kembung dan perut tidak enak,Sendawa, kulit gatal, kesemutan, mati rasa, sakit kepala, nyeri bagian dada, punggung dan tulang belakang. Keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah tempat, dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa ke dokter.PenatalaksanaanPengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi dan sosioterapi) serta psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi).Metode mana yang kemudian dipilih oleh dokter sangat tergantung pada jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik).Hal ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali dan yang lebih parah akan menurunkan kepercayaan pasien akan kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk membedakannya dengan gangguan psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya telah berulang. Disinilah perlunya psikoterapi sebagai pendamping terapi somatik. Perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka karena mungkin gangguan psikologis yang diderita berhubungan dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.Psikoterapi berdasarkan tujuan terapinya dibagi menjadi: Psikoterapi suportif yang bertujuan memperkuat fungsi ego dan mekanisme pertahanan (defense) yang dimiliki individu. Termasuk didalamnya pemberian psikofarmaka dan ventilasi. Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk memberikan psikoedukasi, mngubah cara pandang individu terhadap situasi yang dihadapinya, mengubah perilaku dan respon individu terhadap situasi tertentu. Misalnya cognitive behavior therapy, stress management, anger management, terapi relaksasi, mindfulness. Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk mengubah struktur kepribadian dengan menggali konflik masa lalu, kemudian menyelesaiknnya.3Dewasa ini terapi dengan menggunakan metode Hipnosis sudah mulai dapat diterima di beberapa kalangan medis.Hipnosis dan hipnoterapi dari hari ke hari kian banyak penggemarnya. Bahkan, tak hanya orang dewasa yang menjalani terapi tersebut untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit, tetapi juga anak-anak yang mempunyai kesulitan belajar di sekolahnya. Hipnoterapi memang merupakan salah satu cara dalam menjangkau pikiran bawah sadar, melakukan reedukasi, dan menyembuhkan pikiran yang sakit.Complementary Alternative Medicine dan Latihan Pasrah Diri (LPD), merupakan salah satu terapi psikosomatik dengan melibatkan unsur spiritual. LPD merupakan cara mudah untuk menghilangkan depresi atau meraih kesembuhan dari penyakit.12,13

KesimpulanBerbagai manifestasi klinik gangguan psikosomatik timbul oleh karena ketidakseimbangan sistem saraf pada tubuh terutama sistem saraf vegetatif autonom. Manifestasi tersebut dapat berupa keluhan kardiovaskuler (keluhan jantung berdebar-debar maupun cepat lelah), gastrointestinal (keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis), respiratorius (sesak napas, asma), dermatologi (gatal, eksim), muskuloskeletal (encok, pegal, kejang), endokrinologi (hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea), urogenital (masih ngompol, gangguan gairah seks), serebrovaskuler (pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang, epilepsy). Selain itu masalah kejiwaan yang sering menyertainya berupa gejala anxietas, gejala depresi maupun gejala campuran axietas dan depresi.

11