manajemen strategi - islamic university

237

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Strategi - Islamic University
Page 2: Manajemen Strategi - Islamic University

Manajemen Strategi Peningkatan Mutu Madrasah

Dr. Minnah El Widdah, M. Ag. Dr. H. Syamsul Huda,M.Pd.

Page 3: Manajemen Strategi - Islamic University

Copyright © 2018

Diterbitkan pertama kali oleh

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang.

Ketentuan pidana pasal 72 undang-undang nomor 19 tahun 2002 :

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2)Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Salim Media Indonesia (Anggota IKAPI)

Jalan H. Ibrahim Lr. Budaya No. 09 RT. 21

Kel. Rawasari, Kec. Alam Barajo, Jambi 36125, Indonesia

Telp. 0741 3062851/ 0821 8397 4554

Manajemen Strategi Peningkatan Mutu Madrasah

Perancang Sampul:

Ardiansyah

Penulis: Minnah El WiddahSyamsul Huda

Email: [email protected]

www.salimmedia.com

November 2018

ISBN 978-602-5724-32-9

Page 4: Manajemen Strategi - Islamic University

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Zat yang telah memberikan

kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan buku yang

berjudul ‚Manajemen Strategi Peningkatan Mutu Madrasah‛.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Baginda

Rasulullah Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabatnya

yang terpilih, Beliau telah membawa risalah kebenaran yang

hakiki untuk kita semua.

Puja dan puji syukur Alhamdulillah, penulis dapat

merampungkan tulisan ini sebagai kolaborasi pemikiran dari

beberapa pikiran untuk menggeluti bidang yang berbeda bersatu

menjadi satu pemikiran yang mengerucut pada satu titik yang

memiliki kesamaan. Pemikiran dalam pengelolaan mutu

madrasah menyatu dalam satu pemikiran yakni bagaimana

manajemen strategi untuk mengelola mutu madrasah.

Buku ini terdiri dari delapan Bab yaitu BAB I

PENDAHULUAN berisi tentang (1) Pendidikan Penyiapan

Sumber Daya Manusia (2) Pendidikan Dan Mutu Madrasah. BAB

II PENDIDIKAN DI MADRASAH memuat (1) Madrasah Sebagai

Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Islam (2) Madrasah di

Indonesia Dalam Lintasan Sejarah (3) Pengintegrasian Madrasah

Dalam Sistem Pendidikan Nasional (4) Karakteristik Madrasah

dan (5) Arah Pengembangan Madrasah. Adapun BAB III

KONSEPSI MANAJEMEN STRATEGI berisi tentang (1)

Pengertian Strategi (2) Perencanaan Strategi dan Manajemen

Strategi (3) Model Perencanaan Strategi dan Manajemen Strategi.

BAB IV MANAJEMEN MUTU MADRASAH memuat (1)

Pengertian Mutu (2) Manajemen Mutu dan Manajemen Mutu

Page 5: Manajemen Strategi - Islamic University

ii

Terpadu (3) Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah . BAB V

PENGELOLAAN MADRASAH berisi mengenai (1) Program

Pengelolaan Madrasah (2) Faktor-faktor Pendukung Dan

Penghambat Dalam Pengelolaan Madrasah (3) Indikator-Indikator

Keberhasilan Dan Evaluasi . BAB VI STRATEGI

PENINGKATAN MUTU MADRASAH memuat (1) Analisis

Formulasi Strategi Peningkatan Mutu Madrasah (2) Lingkungan

Strategis dalam Pendidikan Islam (3) Isu-isu Strategis dalam

Pendidikan Islam (3) Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan

Ancaman dalam Peningkatan Mutu Madrasah (4) Analisis

Implementasi Strategi Peningkatan Mutu Madrasah (5) Analisis

Monitoring dan Evaluasi dalam Peningkatan Mutu Madrasah.

BAB VII PENUTUP.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini,

terutama kepada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi dan Penerbit yang telah memberikan kesempatan

sekaligus kepercayaan kepada penulis untuk menulis buku ini

sehingga bisa dibaca oleh semua kalangan.

Akhirnya, mudah-mudahan buku sederhana ini dapat

bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkannya.

Terimakasih semoga Allah SWT memberkahi dan meridhoi usaha

kita semua. Aamiin.

Jambi, 1 Mei 2018

P

Penulis

ii

Page 6: Manajemen Strategi - Islamic University

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendidikan Penyiapan Sumber Daya Manusia ............. 1

B. Pendidikan Dan Mutu Madrasah ................................... 5

BAB II PENDIDIKAN DI MADRASAH

A. Madrasah Sebagai Bentuk Penyelenggaraan

Pendidikan Islam ........................................................ 9

B. Madrasah di Indonesia Dalam Lintasan Sejarah .... 10

C. Pengintegrasian Madrasah

Dalam Sistem Pendidikan Nasional ........................ 20

D. Karakteristik Madrasah .............................................. 21

E. Arah Pengembangan Madrasah................................ 26

BAB III KONSEPSI MANAJEMEN STRATEGI

A. Pengertian Strategi ...................................................... 46

B. Perencanaan Strategi dan Manajemen Strategi ....... 53

C. Model Perencanaan Strategi

dan Manajemen Strategi ............................................. 66

BAB IV MANAJEMEN MUTU MADRASAH

A. Pengertian Mutu ......................................................... 79

B. Manajemen Mutu dan Manajemen Mutu Terpadu 92

C. Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah ............. 108

BAB V PENINGKATAN MUTU MADRASAH

A. Program Peningkatan Mutu Madrasah ................... 146

ii i

Page 7: Manajemen Strategi - Islamic University

B. Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat

Dalam Pengelolaan Madrasah

C. Indikator-Indikator Keberhasilan Dan Evaluasi .... 153

BAB VI STRATEGI PENGELOLAAN MADRASAH

A. Analisis Formulasi Strategi

Pengelolaan Madrasah .............................................. 157

a) Lingkungan Strategis dalam

Pendidikan Islam ................................................. 163

b) Isu-isu Strategis dalam Pendidikan Islam ........ 171

B. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan

Ancaman dalam Pengelolaan Madrasah ...............

C. Analisis Implementasi Strategi Pengelolaan

Madrasah .................................................................... 173

D. Analisis Monitoring dan Evaluasi

dalam Pengelolaan Madrasah ................................. 186

BAB VII PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA PENULIS

iv

Page 8: Manajemen Strategi - Islamic University

1

BAB I

A. Pendidikan Penyiapan Sumber Daya Manusia

Pendidikan yang bermutu merupakan harapan bagi bangsa

ini, pendidikan diharapkan dapat melahirkan manusia Indonesia

seutuhnya, demikian yang diamanatkan oleh aturan normatif

kita. Otonomi daerah memungkinkan bahwa daerah sesuai

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara, Pendidikan

yang mengedepankan rasa adil, merata dan bermutu bagi seluruh

warga Indonesia tanpa terkecuali. Keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia dalam pendidikan memberikan pengertian tanpa

pengecualian. Selanjutnya bahwa pendidikan itu dilaksanakan

merata di seluruh wilayah Indonesia, bahwa Indonesia terdiri dari

pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan yang kaya raya, lantas

kemudian tidak memisahkan pemerataan kesempatan bagi

rakyatnya untuk memperoleh akses dalam pendidikan.

Page 9: Manajemen Strategi - Islamic University

2

dengan potensi dan kemampuannya memberikan akses bagi

seluruh masyarakatnya dalam pendidikan.

Pendidikan yang bermutu harus disediakan melalui jalur,

jenis, dan jenjang yang ada dalam sistem pendidikan kita, tidak

terkecuali pada jalur pendidikan madrasah. Pendidikan yang

bermutu dapat terselenggara dengan komitmen bersama antara

pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan bermutu

pada setiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan harus dapat

diakses oleh seluruh warga Indonesia.

Masalah pendidikan yang mendasar dan multidimensi di

Indonesia, oleh H.A. Tilaar (1991) secara umum, diidentifikasi

dalam empat krisis pokok, yaitu menyangkut masalah kualitas,

relevansi, elitisme dan manajemen. A.Syafii Ma’arif,

mengemukakan bahwa situasi pendidikan Islam di Indonesia

sampai awal abad ini tidak banyak berbeda dengan perhitungan

kasar di atas. Sistem pesantren yang berkembang di Nusantara

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 20 Tahun 2003, peran pendidikan diarahkan untuk

mencapai pembangunan nasional yang dapat didekati melalui

aspek agama, psikologis, ekonomis, budaya, dan tentu saja aspek

ilmiah. UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa

pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peran tersebut

harus melekat pada setiap jalur, jenis, jenjang pendidikan yang

ada dalam aturan penyelenggaraan pendidikan.

Page 10: Manajemen Strategi - Islamic University

3

dengan segala kelebihannya, juga tidak disiapkan untuk

membangun peradaban (A. Syafii Ma’arif, 1996; 5). Melihat

kondisi yang dihadapi, maka penataan model pendidikan Islam

di Indonesia adalah suatu yang tidak terelakkan. Strategi

pengembangan pendidikan Islam hendaknya dipilih dari kegiatan

pendidikan yang paling mendesak, berposisi sentral yang akan

menjadi modal dasar untuk usaha pengembangan selanjutnya.

Seperti kita ketahui, bahwa lembaga-lembaga pendidikan seperti

sekolah, dan madrasah, masjid, pondok pesantren, dan

pendidikan luar sekolah lainnya tetap dipertahankan

keberadaannya.

Sebenarnya model penyelenggaraan pendidikan berbasis

agama telah diatur dengan baik dalam sistem pendidikan kita,

dimana madrasah merupakan bagian di dalamnya yang secara

terperinci posisi madrasah dalam setiap jenjang pendidikan

memperoleh proporsi yang baik dari sisi normatif. Akan tetapi

masih ada hal-hal yang harus diperbaiki dalam operasionalnya,

bahwa mutu pendidikan tidaklah hanya sebatas dan berkisar

pada mutu hasil belajar siswa akan tetapi mutu hasil belajar

tersebut merupakan gambaran mutu pendidikan yang

dilatarbelakangi banyak aspek yang mendorong tercapainya

mutu pendidikan, baik yang berperan sebagai masukan-masukan

mentah (raw inputs), masukan-masukan peralatan (instrumental

inputs), masukan-masukan lingkungan (environmental inputs)

ataupun mutu proses penerapannya.

Untuk memahami masalah mutu pendidikan, maka perlu

dicermati masalah indikator variabel-variabel mutu pendidikan.

Depdiknas (2000; 5) menyebutkan bahwa terdapat 7 variabel

mutu pendidikan, yakni (1) nilai evaluasi belajar siswa, (2) angka

mengulang (tinggal kelas), putus sekolah dan lulusan, (3) sarana

Page 11: Manajemen Strategi - Islamic University

4

dan prasarana pendidikan, (4) kualifikasi guru, (5)

pendayagunaan sarana dan prasarana sekolah, (6) biaya

pendidikan dan (7) partisipasi pihak orangtua dan masyarakat

dalam penyelenggaraan pendidikan. Tentu saja dengan

memperhatikan variabel-variabel mutu pendidikan tersebut di

atas dapat diketahui bahwa hasil evaluasi belajar siswa hanya

merupakan implikasi dari variabel-variabel mutu pendidikan

lainnya yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

Suryadi (1993) mengemukakan bahwa indikator variabel yang

memiliki daya dukung terhadap mutu pendidikan meliputi

sarana dan prasarana, fasilitas belajar, guru, proses pembelajaran

dan manajemen sekolah.

Madrasah adalah satuan pendidikan di lingkungan

Kementerian Agama dan yang mempengaruhi mutu pendidikan

yang diselenggarakan pada satuan Madrasah adalah biaya

pendidikan, jumlah siswa per kelas, kualifikasi guru dan rasio

guru dengan siswa (Al-Hamdani; 2003). Pendidikan diharapkan

mampu meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan bagi

masyarakat luas dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya

manusia Indonesia.

Upaya untuk mewujudkan layanan pendidikan yang layak

guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga

menjadi tanggung jawab bersama. Masyarakat memiliki peluang

bahkan dalam batas tertentu memiliki kebebasan untuk

menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan minat dan

kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan kondisi dan tuntuan

lapangan kerja, selama tidak bertentangan dengan undang-

undang yang berlaku. Karenanya, intervensi pemerintah yang

berlebihan dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditiadakan,

dikurangi atau setidaknya ditinjau kembali. Menurut Sudarman

Page 12: Manajemen Strategi - Islamic University

5

Danim ( 2006; 4—5) bahwa keterpurukan cara-cara lama dalam

mengelola pendidikan yang lebih sentralistik mendorong

perubahan cara pandang ke arah sebaliknya yaitu pemberian

otonomi sekolah-masyarakat untuk mengelola pendidikan

dengan memperhatikan aspirasi serta kondisi yang terjadi di

masyarakat.

B. Pendidikan Dan Mutu Madrasah

Pencapaian mutu pendidikan di Madrasah, tentunya

diperlukan berbagai rangkaian kegiatan madrasah yang bermutu.

Madrasah yang pendidikannya bermutu di sini adalah dimaknai

sebagai madrasah yang secara keseluruhan dapat memberikan

kepuasan kepada warga madrasah. Oleh karena itu dalam kaitan

ini dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan di madrasah

melekat pada kemampuan lembaga madrasah itu sendiri dalam

mendayagunakan berbagai sumber pendidikan yang ada. Dan

sesungguhnya masalah mutu pendidikan di madrasah, pada

prinsipnya berkaitan dengan suatu sistem dimana di dalamnya

terdapat serangkaian faktor-faktor yang saling berinterelasi dan

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan-tujuan yang

diharapkan.

Pengembangan pendidikan di madrasah tentunya

memerlukan penangan yang lebih optimal dalam rangka untuk

mencapai mutu madrasah yang lebih baik. Hal ini mengingat

bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga

madrasah saat ini mengalami perkembangan yang begitu

pesatnya, terutama di daerah-daerah pedesaan yang kehidupan

keagamaannya masih sangat kental. Di samping itu juga

madrasah masih sangat dipandang sebagai representatif lembaga

Page 13: Manajemen Strategi - Islamic University

6

pendidikan yang memenuhi kebutuhan dan harapan bagi

masyarakat di dalam penanaman nilai-nilai keagamaan.

Uraian di atas, menunjukkan betapa tingginya nilai

kepercayaan masyarakat terhadap madrasah yang menyangkut

fungsi pengembangan yang tidak hanya dari aspek intelektual

peserta didik saja, akan tetapi menyangkut juga penanaman nilai-

nilai keagamaan dalam rangka pengembangan akhlak yang sesuai

dengan ajaran Islam sehingga menuntut semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders) dan concern terhadap pendidikan

madrasah untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai kreatifitas

dan inovasi mutu madrasah. Dengan kata lain bahwa

penyelenggaraan pendidikan di lembaga-lembaga madrasah

diharapkan mampu merespon tuntutan perkembangan zaman

saat ini.

Tidak bisa dielakkan jika pada umumnya, lembaga-

lembaga pendidikan di madrasah masih dihadapkan dengan

berbagai kendala yang tentunya mempengaruhi mutu proses dan

hasil pendidikan yang diselenggarakan, baik berupa latar

belakang peserta didik itu sendiri dan keluarganya, dukungan

berbagai sumber pendidikan, kualifikasi para tenaga pendidiknya

dan masih rendahnya partisipasi masyarakat.

Dapat dijelaskan di sini bahwa mengenai penyelenggaraan

pendidikan di madrasah masih ditemukannya berbagai kendala

yakni dari aspek manajemen termasuk kepemimpinanan, proses

maupun hasil pendidikan. Hal ini ditandai dari potensi akademik

peserta didik yang masuk ke madrasah pada umumnya lebih

rendah jika dibandingkan dengan calon-calon peserta didik yang

hendak masuk ke sekolah, baik itu Negeri ataupun swasta.

Page 14: Manajemen Strategi - Islamic University

7

Secara tidak langsung hal ini tersebut dapat diketahui

dengan melihat perolehan nilai Ujian Nasional (UN), dimana para

calon peserta didik madrasah relatif lebih rendah jika

dibandingkan dengan mereka yang masuk ke Sekolah-sekolah

umum. Kadang kala di antara penyebabnya adalah berlatar

belakang ekonomi keluarga. Artinya, latar belakang kehidupan

ekonomi keluarga kelas menengah dan kelas bawah lebih banyak

memilih masuk ke madrasah. Di samping itu juga, terbatasnya

tenaga pendidik (guru) yang memiliki kualifikasi pendidikan

yang kurang memadai dan ditambah lagi dengan minimnya

dukungan dana dari pemerintah dan masyarakat bagi

peningkatan mutu madrasah. Padahal jika segenap potensi yang

ada di madrasah diberdayakan secara optimal, maka

sesungguhnya peningkatan mutu madrasah dapat tercapai

meskipun banyak rintangan yang dihadapi.

Pembahasan mengenai mutu pada dasarnya patut untuk

dikaji dan diterapkan beberapa teori yang mendasarinya

sebagaimana yang tertuang dalam Ditjen, Dikti (2001;22) yakni

visi dan misi organisasi, prinsip-prinsip, tujuan, analisis pasar,

analisis keadaan diri, rencana lembaga, kebijakan mutu, biaya

mutu dan evaluasi serta tindak lanjut. Hal ini sesungguhnya

memberikan pemahaman bahwa penyelenggaraan pendidikan

oleh lembaga-lembaga madrasah dituntut untuk dapat

mengembangkan dan menerapkan manajemen termasuk

perencanaan yang strategis dalam rangka untuk meningkatkan

mutu pendidikannya.

Upaya peningkatan mutu madrasah difokuskan kepada

mutu proses pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah

pembelajaran peserta didik. Proses pembelajaran ini mencakup

sejumlah unsur utama mendasar yang membentuk mutu

Page 15: Manajemen Strategi - Islamic University

8

pembelajaran. Unsur-unsur tersebut terdiri dari tujuan

pembelajaran, isi kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana,

manajemen dan evaluasi (Euis Karwati dan Donnni Juni Priansa ;

2013, 51).

Page 16: Manajemen Strategi - Islamic University

9

BAB II

A. Madrasah Sebagai Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan

Islam

Berdasarkan sejarah, madrasah semula bersifat pendidikan

keagamaan dengan jenjang: Madrasah Ibtidaiyah setara dengan

Sekolah Dasar 6 tahun, Madrasah Tsanawiyah setara dengan

Sekolah Menengah Pertama 3 tahun dan Madrasah Aliyah setara

dengan Sekolah Menengah Atas 3 tahun. Pada tahun 1975 telah

dikeluarkan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama,

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Dalam

Negeri. Adapun isi dari SKB tersebut salah satunya adalah upaya

untuk peningkatan kualitas pendidikan, serta SKB tahun 1984

tentang pembakuan kurikulum sekolah di antara sekolah umum

Page 17: Manajemen Strategi - Islamic University

10

dengan madrasah. Seiring dengan upaya perbaikan dalam

penyelenggaraan pendidikan madrasah diterbitkan Surat

Keputusan Menteri Agama No.101 Tahun 1984 tentang

penggunaan kurikulum 1984 di Madrasah pada tiap jenjang

termasuk pada Madrasah. Pilihan ilmu-ilmu agama diharapkan

keluarannya memiliki bekal pengetahuan dasar dalam ilmu

agama dan bahasa Arab yang diperlukan di IAIN, UIN atau

masyarakat. Selanjutnya bentuk kebijakan lain, yaitu

pengembangan pendidikan khususnya Madrasah, telah

diterbitkan SK Menteri Agama RI No.73 Tahun 1987 tanggal 30

April mengenai Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program

Khusus dan pengembangannya dikuatkan dengan Keputusan

Menteri Agama RI No 138 Tahun 1990.

B. Madrasah di Indonesia Dalam Lintasan Sejarah

Sejak munculnya hingga saat ini, pertumbuhan dan

perkembangan madrasah dapat dikelompokkan dalam 3 kategori,

pertama, pemetaan berdasarkan sejarah pertumbuhannya, kedua,

berdasarkan kedudukan madrasah dalam sistem pendidikan

nasional dan ketiga, madrasah ke depan yang menggambarkan

berbagai upaya pemerintah (Kementeriaan Agama) dalam

memajukan dan meningkatkan mutu madrasah serta memenuhi

tuntutan masyarakat dan dunia global.

Sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, madrasah

muncul dan berkembang seiring dengan masuk dan

berkembangnya Islam di Indonesia. Seiring dengan

perkembangan bangsa Indonesia, madrasah telah mengalami

perkembangan baik dari jenjang maupun dari jenisnya yang

diawali semenjak masa kesultanan, masa penjajahan dan masa

kemerdekaan. Perkembangan tersebut tentunya telah mengubah

Page 18: Manajemen Strategi - Islamic University

11

penyelenggaraan pendidikan Islam dari bentuk pengajian di

rumah-rumah, terus ke musholla, mesjid dan hingga ke bangunan

sekolah seperti bentuk madrasah saat ini.

Dari segi materi pendidikanpun juga mengalami

perkembangan, yang tadinya hanya belajar mengaji Al-

Qur’an,selanjutnya ditambah dengan pelajaran ibadah praktis,

terus ke pengajaran tauhid, hadits, tafsir dan bahasa Arab.

Kemudian masuk pula pelajaran umum dan keterampilan. Dalam

perkembangannya, banyak madrasah yang menjadi sekolah-

sekolah yang memberikan program-program pendidikan yang

setara dengan pendidikan umum yang berada di bawah

Depdiknas.

Dari jenjang pendidikan, telah terjadi pula perkembangan

dari belajar mengaji Al-Qur’an ke jenjang pengajian kitab tingkat

dasar, kemudian berubah ke jenjang Madrasah Ibtidaiyah (SD),

Madrasah Tsanawiyah (SMP) dan Madrasah Aliyah (SMA). Patut

diingat bahwa Islam yang masuk ke Indonesia bercorak mistik

dan sufistik. Ini sesuai dengan suasana global Islam ketika itu

(setelah kejatuhan) Bahgdad oleh ekspansi Mongol) yang bercorak

mistik dan sufistik. Sebagai akibat suasana tersebut, maka di

kalangan umat Islam tampak adanya sikap kurang apresiatif pada

ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Hal ini tercermin dengan

bidang-bidang yang diajarkan di madrasah hanya terbatas pada

bidang keagamaan semata. Masuknya penjajahan Belanda yang

membawa sistem pendidikan Barat yang sekuler telah pula

membuka mata umat Islam di Indonesia, sehingga pada akhir

abad ke 19 dan awal abad ke 20 muncul corak keislaman yang

tidak lagi berpusat hanya pada mistik dan sufistik melainkan juga

berkembang ke pemikiran untuk memajukan umat Islam setara

dengan penjajah Belanda, maka pendidikan yang

Page 19: Manajemen Strategi - Islamic University

12

diselenggarakanpun akhirnya seperti pendidikan yang

diselengarakan pada sekolah umum.

Dari sumber-sumber yang ada, tampak bahwa

pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia

dipengaruhi secara cukup kuat oleh tradisi madrasah di Timur

Tengah masa modern yang sudah mengajarkan ilmu-ilmu agama

dan umum. Sebelum abad ke 20 tradisi pendidikan Islam di

Indonesia belum mengenal istilah madrasah kecuali pengajian Al-

Qur’an di mesjid, musholla, pesantren, suarau, langgar. Istilah

madrasah baru menjadi fenomena pada awal abad 20 ketika di

beberapa wilayah terutama di Jawa dan Sumatera berdiri

Madrasah. Kesadaran untuk memperbaharui pendidikan Islam

ini, maka pada awalnya direalisasikan dengan berdirinya

lembaga-lembaga pendidikan Islam modern, yang selain

terpengaruh gagasan pembaharuan madrasah di Timur Tengah,

juga mangadopsi sistem pendidikan kolonial Belanda. Pemrakarsa

pertama dalam hal ini adalah organisasi-organisasi modernis

Islam pertama Jami’at Khoir, Al-Irsyad dan Muhammadiyah.

Dalam perkembangannya, pendirian lembaga Islam ini menjadi

inspirasi bagi hampir semua organisasi dan gerakan Islam, seperti

Nahdhatul Ulama (NU), Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan

Umat Islam (PUI), Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah

(PERTI) dengan corak masing-masing yang berbeda, dan

pendirian lembaga ini menandai babak baru perkembangan

pendidikan Islam.

Pada awal perkembangan adopsi gagasan modernisasi

pendidikan Islam ini, setidaknya ditandai dua kecenderungan

organisasi-organisasi Islam dalam mewujudkannya yakni :

(1) Mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan Belanda secara

hampir menyeluruh. Usaha ini melahirkan sekolah-sekolah

Page 20: Manajemen Strategi - Islamic University

13

umum model Belanda tetapi diberi muatan pengajaran Islam,

misalnya terlihat dengan jelas pada perubahan Madrasah

Adabiyah yang didirikan Abdullah Ahmad di Padang pada

tahun 1909 menjadi sekolah Adabiyah (Adabiyah School)

tahun 1915. Hanya terdapat sedikit ciri pada sekolah HIS

Adabiyah yang membedakannya dengan sekolah Belanda

yaitu adanya tambahan pelajaran agama 2 jam seminggu.

Selaras dengan itu Muhammadiyah mengadopsi sistem

kelembagaan pendidikan Belanda secara konsisten dan

menyeluruh dengan mendirikan sekolah-sekolah umum

model Belanda hanya dengan memasukkan pendidikan

agama (istilah Muhammadiyah metode Qur’an) ke dalam

kurikulumnya. Selain itu Muhammadiyah juga mencoba

memajukan madrasah dengan pola pendidikan Belanda

melalui Madrasah Muallimin dan Madrasah Muallimat.

Hanya saja madrasah yang dikembangkan Muhammadiyah

ini tidak didasarkan pada kelembagaan pendidikan Islam

tradisional seperti surau, pesantren sebagai basisnya.

(2) Munculnya madrasah-madrasah modern, secara terbatas

mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern

Belanda. Berbeda dengan usaha pertama, usaha kedua ini

justru bertitik tolak dari sistem dan kelembagaan pendidikan

Islam itu sendiri. Sistem madrasah, surau, pesantren yang

secara tradisional merupakan kelembagaan pendidikan Islam

indigenous, dimodernisasi dengan mengadopsi aspek-aspek

tertentu dari sistem pendidikan Belanda misalnya

kandungan kurikulum, teknik dan metodologi pengajaran.

Bentuk kedua ini tampak pada usaha H. Abdul Karim

Amrullah yang pada tahun 1916 menjadi surau Jembatan

Besi sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional di

Minangkabau, sebagai basis pengembangan madrasah

Page 21: Manajemen Strategi - Islamic University

14

modern, yang kemudian dikenal dengan Sumatera Thawalib.

Berbarengan dengan itu, Zainuddin Labay El-Yanusi

mengembangkan Madrasah Diniyah yang pada awalnya

merupakan Madrasah Sore untuk memberikan pelajaran

agama pada murid-murid sekolah gubernement. Prakarsa ini

diikuti adiknya Rangkayo Rahmah El-Yunusi yang

mendirikan Diniyah Putri. Karakteristik yang sama dapat

dijumpai pada madrasah-madrasah yang didirikan Jami’at

Khoir di Jakarta tahun 1905 dan kemudian madrasah yang

didirikan organisasi Al-Irsyad. Termasuk dalam bentuk ini

adalah usaha yang dilakukan pesantren Mambaul Ulum di

Surakarta tahun 1906. Sebagaimana pesantren lainnya,

pesantren ini tetap memiliki basis pada pendidikan dan

pengajaran ilmu-ilmu Islam seperti Al-Qur’an, Hadits, Fiqh

dan Bahasa Arab. Akan tetapi pesantren ini juga

memasukkan pelajaran membaca (tulisan Latin), aljabar, dan

berhitung ke dalam kurikulumnya. Rintisan pesantren

Mambaul Ulum ini diikuti beberapa pesantren Tebu Ireng

misalnya, yang pada tahun 1916 mendirikan Madrasah

Salafiyah yang tidak hanya mengadopsi sistem pendidikan

modern, tetapi juga mengajarkan berhitung, bahasa Melayu,

ilmu bumi, dan menulis huruf Latin. Model ini juga diadopsi

pesantren Rejoso Jombang yang mendirikan sebuah

madrasah pada tahun 1927. Respon yang sama tetapi dalam

nuansa yang sedikit berbeda terlihat dalam pengalaman

Pondok Modern Gontor yang berdiri tahun 1926. Berpijak

pada basis sistem dan kelembagaan pesantren, Pondok

Modern Gontor memasukkan sejumlah mata pelajaran

umum ke dalam kurikulumnya, mendorong santrinya

mempelajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan

melaksanakan sejumlah kegiatan ekstrakurikuler seperti

olahraga, kesenian dan sebagainya.

Page 22: Manajemen Strategi - Islamic University

15

Kedua bentuk usaha ini pada dasarnya terus berlanjut. Satu

sisi terdapat sistem dan kelembagaan pendidikan Islam yang

sebenarnya pendidikan umum dengan memasukkan aspek-aspek

tertentu pengajaran Islam. Di sisi lain ada sistem dan

kelembagaan madrasah yang menitikberatkan pengajaran agama,

baru kemudian memasukkan pelajaran umum dengan keagamaan

corak dan orientasinya.

Organisasi-organisasi Islam lain yang bergerak di bidang

pendidikan mendirikan madrasah dan sekolah dengan nama

jenis, dan jenjang yang bermacam-macam. Mathlaul Anwar di

Menes Banten misalnya, mendirikan madrasah Ibtidaiyah,

Tsanawiyah, Aliyah dan Diniyah. PUI pada tahun 1927

mendirikan madrasah Diniyah, Tsanawiyah dan madrasah

pertanian. PERTI pada tahun 1928 mendirikan madrasah dengan

berbagai nama, di antaranya Madrasah Tarbiyah Islamiyah,

Madrasah Awaliyah, Tsanawiyah dan Kuliyah Syariah. Sejak

berdiri tahun 1926, NU juga mendirikan Madrasah Awaliyah,

Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha dan Muallimin Ulya.

Sementara di Tapanuli Medan, Al-Wasliyah (1930)

menyelenggarakan madrasah Tajhiziyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah,

Qismul ‘Ali dan Tahassus. Di samping itu, ada madrasah yang

menggunakan nama formal Islam (Kuliyah Muallimin Islamiyah)

yang didirikan Mahmud Yunus di Padang (1913) dan Islamic

College didirikan Pesantren Muslim Indonesia (PERMI) tahun

1931.

Melihat dari latar belakang di atas dapat disimpulkan

bahwa proses pertumbuhan madrasah tidak hanya atas dasar

semangat pembaharuan di kalangan umat Islam, tetapi kelahiran

madrasah sesungguhnya juga didasarkan pada dua faktor penting

Page 23: Manajemen Strategi - Islamic University

16

yakni pertama, pendidikan Islam tradisional (surau, mesjid dan

pesantren) dianggap kurang sistematis dan kurang memberikan

kemampuan pragmatis yang memadai. Kedua, laju

perkembangan sekolah-sekolah gubernemen di kalangan

masyarakat cenderung meluas dan membawa watak sekulerisme

sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan Islam yang

memiliki model dan organisasi yang lebih teratur dan terencana.

Pertumbuhan madrasah sekaligus menunjukkan adanya dua pola

respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata-mata

defensif terhadap politik pendidikan Hindia Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, perhatian terhadap madrasah

atau pendidikan Islam umumnya terus berlanjut. Hal ini dapat

dilihat dimana Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat

(BPKNIP) dalam maklumatnya tertanggal 22 Desember 1945

(Berita RI tahun II No. 4 dan 5 halaman 20 kolom erl), di

antaranya menganjurkan ‚dalam memajukan pendidikan dan

pengajaran sekurang-kurangnya dianjurkan pengajaran di

langgar, surau, mesjid dan madrasah berjalan terus dan

ditingkatkan‛. Pada tanggal 27 Desember 1945, sebagai tindak

lanjut dari maklumat di atas, BPKNIP menyarankan agar

madrasah dan pondok pesantren mendapatkan perhatian dan

bantuan materiil dari pemerintah, karena madrasah dan pondok

pesantren pada hakikatnya adalah salah satu alat dan sumber

pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat

akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya.

Perhatian pemerintah RI terhadap madrasah dan pondok

pesantren ini kian terbukti pula ketika Kementerian Agama resmi

berdiri pada tangal 3 Januari 1946. Dalam struktur organisasinya,

bagian C adalah bagian pendidikan dengan tugas pokoknya

mengurus masalah-masalah pendidikan agama di sekolah umum

Page 24: Manajemen Strategi - Islamic University

17

dan pendidikan agama di sekolah agama (madrasah dan pondok

pesantren). Dalam kabinet Wilopo, tugas Kementerian Agama

dalam bidang pendidikan dan pengajaran di samping kedua hal

tersebut, ditambah lagi dengan penyelenggaraan pendidikan guru

untuk pengajaran agama di sekolah umum dan pengetahuan

umum perguruan-perguruan agama.

Oleh karena itu, upaya untuk mengintegrasikan dualisme

sistem pendidikan di Indonesia juga menjadi perhatian KH Wahid

Hasyim yang ketika itu menjabat Menteri Agama tahun 1949-

1952. Langkah yang dilakukan adalah dengan memasukkan tujuh

mata pelajaran umum di lingkungan madrasah yakni pelajaran

membaca menulis (Latin), berhitung, bahasa Indonesia, sejarah,

ilmu bumi dan olahraga.

Sampai pada pertengahan dekade 1980-an madrasah telah

tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh provinsi di

Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah madrasah Ibtidaiyah masa

itu mencapai 13.057 buah. Dengan jumlah ini, sedikitnya 1.925.777

murid terserap untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan

yang sama menyebutkan jumlah MTs mencapai 776 buah dengan

murid sebanyak 87.932 orang.berdasarkan laporan Emis

Departemen Agama tahun 2001, jumlah madrasah Ibtidaiyah

berjumlah 22.136 sekolah dengan 1.479.278 murid. Pada MTs

jumlah madrasah 1165 dengan 917.925 siswa dan pada madrasah

Aliyah sejumlah 3.705 dengan 320.981 siswa, suatu jumlah yang

signifikan bagi proses pencerdasan dan pembinaan akhlak

bangsa.

Pada masa-masa awal Orde Baru (1966), kebijakan

mengenai madrasah pada dasarnya bersifat melanjutkan dan

memperkuat kebijakan lama. Pada tahap ini madrasah belum

dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi

Page 25: Manajemen Strategi - Islamic University

18

merupakan lembaga pendidikan di bawah Menteri Agama. Hal

ini disebabkan sistem pendidikan madrasah lebih didominasi

muatan-muatan agama dan memiliki struktur yang tidak seragam

serta manajemen yang lemah.

Usaha-usaha untuk memasukkan madrasah ke dalam

sistem Pendidikan Nasional tidak sepenuhnya menguntungkan

umat Islam dan mendapat tantangan keras dari berbagai

kelompok umat Islam sendiri. Dengan menjadi bagian dari sistem

Pendidikan Nasional memang madrasah akan mendapat status ini

terdapat kongkurensi bahwa madrasah harus dikelola Depdiknas

sebagai satu-satunya departemen yang bertanggungjawab

terhadap penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal yang

terakhir ini tidak disetujui umat Islam yang lebih menghendaki

madrasah tetap berada di bawah Departemen Agama.

Resistensi umat Islam itu semakin kentara ketika Presiden

Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No.34 tahun 1972,

kemudian diperkuat dengan Instruksi Presiden No.15 Tahun 1974

yang isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan madrasah

dari pendidikan Nasional. Bahkan sebagian umat Islam

memandang Kepres dan Inpres itu sebagai manuver untuk

mengabaikan peran dan manfaat madrasah yang sejak zaman

penjajahan telah diselenggarakan umat Islam. Situasi ini

menandai ketegangaan yang cukup keras dalam hubungan

madrasah dengan pendidikan nasional.

Munculnya reaksi keras umat Islam ini disadari oleh

pemerintah Orde Baru. Berkaitan dengan Kepres 34/1972 dan

Inpres 15/1974, pemerintah kemudian mengambil kebijakan yang

lebih operasional dalam kaitan dengan madrasah, yaitu

melakukan pembinaan mutu pendidikan madrasah. Sejalan

dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan madrasah inilah

Page 26: Manajemen Strategi - Islamic University

19

pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan kebijakan berupa Surat

Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang ditandatangani

Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan

Menteri Dalam Negeri. Kelahiran SKB Tiga Menteri ini memang

antara lain untuk mengatasi kekhawatiran dan kecemasan umat

Islam akan dihapuskannya sistem pendidikan madrasah sebagai

konsekuensi Kepres dan Inpres di atas. SKB Tiga Menteri dapat

dipandang sebagai model solusi yang di satu sisi memberikan

pengakuan eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan

kepastian akan berlanjutnya yang mengarah kepada

pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif.

Signifikansi SKB Tiga Menteri ini bagi umat Islam adalah

pertama, terjadinya mobilitas sosial dan vertikal siswa-siswa

madrasah yang selama ini terbatas di lembaga-lembaga

pendidikan tradisional (madrasah dan pesantren), dan

berbarengan dengan itu kedua, membuka peluang kemungkinan

siswa-siswa santri memasuki wilayah pekerjaan sektor modern.

Meskipun demikian, bukan berarti SKB Tiga Menteri ini

tanpa masalah. Melalui SKB Tiga Menteri ini memang status

madrasah disamakan dengan sekolah berikut jenjangnya : MI

sejajar dengan SD, MTs sejajar dengan SMP dan MA sejajar

dengan SMA. Dengan SKB Tiga Menteri ini pula alumni MA

dapat melanjutkan ke universitas-universitas umum, vice versa,

alumni SMA dapat melanjutkan ke IAIN. Karena madrasah diakui

sejajar dengan sekolah umum, komposisi kurikulum, madrasah

harus sama dengan sekolah berisi mata pelajaran dengan

perbandingan 70% mata pelajaran umum dan 30% mata pelajaran

agama. Efek penyamaan kurikulum ini adalah bertambahnya

beban yang harus dipikul madrasah. Di satu pihak, ia harus

memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf dengan standar

yang berlaku di sekolah. Di lain pihak, bagaimanapun juga

Page 27: Manajemen Strategi - Islamic University

20

madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam harus menjaga mutu

pendidikan agamanya tetap baik.

C. Pengintegrasian Madrasah Dalam Sistem Pendidikan

Nasional

Pada akhir dekade 1980-an pengintegrasian madrasah ke

dalam sistem pendidikan nasional menemukan momentumnya

yakni ketika pemerintah mengesahkan UU No.2/1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Implikasi penting UUSPN

terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum

dan semua jenjang madrasah, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah,

Madrasah Tsanawiyah hingga Madrasah Aliyah. Secara umum

penjenjangan tersebut paralel dengan perjenjangan pada

pendidikan sekolah mulai dari SD, SMP hingga SMA. Kurikulum

madrasah juga sama dengan sekolah, dengan pengecualian mata

pelajaran agama yang lebih banyak. Pengintegrasian madrasah ke

dalam sistem pendidikan nasional ini secara operasional dapat

dilihat dengan dikuatkannya dengan PP No.28 Tahun 1990 dan

SK MenDiknas No.28 Tahun 1990 dan SK MenDiknas

No.0487/U/1992 dan No.054/U/1993 yang antara lain menetapkan

bahwa MI/MTs wajib memberikan bahwa kajian sekurang-

kurangnya sama dengan SD/SLTP. Surat-surat Keputusan ini

ditindaklanjuti dengan SK Menteri Agama No.368 dan 369 Tahun

1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang

Madrasah Aliyah diperkuat dengan PP No.29 Tahun 1990, SK

MenDiknas No.0489/U/1992 (MA sebagai SMU berciri khas agama

Islam) dan SK Menag No.370 Tahun 1993. Pengakuan ini

mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/SLTP/SMU

selain ciri khas agama Islamnya.

Pengintegrasian ini pada dasarnya bukan merupakan

integrasi dalam makna penyelenggaraan dan pengelolaan

Page 28: Manajemen Strategi - Islamic University

21

madrasah oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tetapi

lebih pada pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah

adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun

pengelolaannya dilimpahkan pada Departemen Agama. Pada

kenyataannya, dari segi kurikulum, pengetahuan umum yang

diajarkan di madrasah sama dengan sekolah umum.

Kenyataannya beban kurikulum yang berat bagi madrasah yang

menerapkan kurikulum sekolah 100% ditambah dengan

kurikulum agama sebagai ciri khas. Hal ini tampaknya berakibat

beban belajar siswa madrasah lebih berat dibanding dengan

beban anak sekolah, padahal kondisi fasilitas dan latar belakang

anak cukup berbeda. Oleh karena itu wajar saja bila kualitas anak

madrasah masih kalah dibandingkan dengan anak sekolah,

malahan sering dianggap sekolah kelas dua. Jadi yang

membedakan madrasah dengan sekolah umum sekarang bukan

lagi pada bobot pengetahuan umumnya tapi lebih pada kualitas

dan ciri khas madrasah itu sendiri.

D. Karakteristik Madrasah

Untuk melihat karakteristik madrasah diawali dengan

melihat jumlah madrasah yang ada di Indonesia, yakni hampir

terbesar jumlah madrasah adalah milik swasta. Berbeda halnya

dengan sekolah di lingkungan Kemendiknas. Pada tingkat SD,

jumlah MIN hanya 4% dibanding dengan MIS yang berjumlah

95,2%. Keadaan ini terbalik dengan SDN berjumlah 93,11% dan

SD swasta 6,89%. Pada tingkat SLTP keadaannya tidak jauh

berbeda. Jumlah MTs Negeri 24,3% dan MTs Swasta 75,7%

sedangkan di Diknas SLTP Negeri 44,9% berbanding 55,9%

sekolah swasta. Hal yang sama pada tingkat SMU, dimana jumlah

MAN sebanyak 30% dan MAS berjumlah 70%. Di Depdiknas

Page 29: Manajemen Strategi - Islamic University

22

keadaannya serupa, SMU Negeri 30% dan SMU Swasta berjumlah

69,4%.

Selanjutnya yang kedua, madrasah adalah lembaga

pendidikan yang populis, hal ini ditandai dengan tumbuh dan

berkembangnya madrasah dari masyarakat dan untuk

masyarakat. Masyarakatlah yang membentuk, membina dan

mengembangkannya. Oleh karena itu, dari segi kuantitas

perkembangannya sangat pesat, namun dari segi kualitas

perkembangannya sangat lamban. Ini mungkin konsekuensi

madrasah yang bersifat populis yang selalu cenderung memekar

dan belum sempat mendalam. Keterikatan masyarakat terhadap

madrasah sepanjang sejarah pendidikan Islam di Indonesia lebih

ditampakkan sebagai ikatan emosional yang tinggi. Ikatan ini

muncul karena bertemunya dua kepentingan yaitu pertama, hasrat

kuat masyarakat Islam untuk berperan serta dalam pendidikan

(meningkatkan pendidikan anak-anak di sekitar tempat

tinggalnya) dan kedua, motivasi keagamaan (keinginan agar anak-

anak mendapatkan pendidikan agama yang cukup) di samping

pendidikan umum. Kuatnya ikatan emosional masyarakat ini

telah menyebabkan madrasah menjadi lebih masif, lebih populis

dan lebih mencerminkan suatu gerakan masyarakat karena itu

madrasah lebih banyak di pedesaan dan daerah pinggiran, lebih

dimotivasi secara instrinsik bahwa belaajr itu sebagai suatu

kewajiban, dan lebih tanpa pamrih atau dengan kata lain lillaahi

ta’ala. Motivasi agama ini didukung pula oleh ajaran wakaf yang

memberi dorongan bahwa tanah/sarana yang telah diwakafkan

akan terus mengalir amalnya, walaupun yang bersangkutan telah

meninggal dunia, hampir seluruh tanah madrasah adalah wakaf.

Keterikatan emosional ini di satu sisi merupakan potensi dan

kekuatan bagi madrasah dalam arti rasa memiliki (sense of

Page 30: Manajemen Strategi - Islamic University

23

belonging) dan rasa tanggungjawab (sense of responsibility)

masyarakat. (Minnah El Widdah dkk ; 2012,25)

Hal tersebut juga menjadi faktor penting untuk menjamin

sustainabilitas (kelangsungan hidup) madrasah sebagai suatu

lembaga pendidikan yang populis. Tapi di pihak lain, hal ini

justru menjadi kendala. Karena merasa sebagai pemilik dan

sebagai pendiri yang membina madrasah sejak awal, maka

sebagian masyarakat mungkin tidak akan begitu mudah

menerima ide-ide reformasi yang diluncurkan dari atas, kecuali

dalam keadaan terdesak misalnya masyarakat yayasan merasa

tidak mampu lagi untuk membina sekolah dengan baik karena

keterbatasan sumber daya dan kemampuan manajemen, sehingga

setiap reformasi madrasah tentu akan berjalan lamban.

Karakteristik lain yang juga menarik dari madrasah adalah

jumlah siswa perempuan ternyata lebih banyak dari siswa laki-

laki. Kondisi ini justru terbalik pada sekolah umum dimana siswa

laki-lakinya lebih banyak dari siswa perempuan. Pada MI jumlah

murid perempuan 52% dan murid laki-laki 48% sedangkan SD

murid perempuannya 48% dan murid laki-laki 52%. Pada tingkat

MTs jumlah murid perempuan 53% dan murid laki-laki 47%,

sedangkan di SLTP murid perempuan 45% dan murid laki-laki

55%. Demikian pula pada tingkat MA, murid perempuan 55% dan

murid laki-laki 45%. Keadaan ini berbeda dengan di Depdiknas

yang murid laki-lakinya berjumlah 53% dan murid perempuan

47%.

Hal ini menunjukkan bahwa orangtua yang

menyekolahkan anak perempuannya di madrasah menganggap

lebih merasa ‚aman‛. Dengan kata lain bahwa dalam pandangan

para orangtua, madrasah masih dianggap sebagai ‚benteng

moral‛. Namun disayangkan, madrasah sendiri belum

Page 31: Manajemen Strategi - Islamic University

24

menjanjikan peluang yang lebih luas untuk lapangan kerja.

Banyaknya murid perempuan pada madrasah dilatarbelakangi

oleh pandangan sosiologis masyarakat Islam di Indonesia bahwa

tugas perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga yang

diharapkan memiliki jiwa keagamaan yang cukup memadai

sehingga mampu membina rumah tangga dengan baik dan

mendidik anak-anak dengan baik pula.

Sebaliknya, terhadap anak laki-laki diharapkan menjadi

kepala rumah tangga yang bertanggungjawab terhadap keluarga,

maka memerlukan pendidikan umum yang memudahkan ia

untuk mencari pekerjaan. Dengan demikian, menurut pandangan

masyarakat bahwa madrasah memiliki kelebihan di bidang

pendidikan akhlak/moral, namun lemah dalam bidang

pengetahuan umum sebagai bekal mencari nafkah.

Oleh karena itu, maka para orangtua lebih menyukai anak

laki-laki sekolah di sekolah umum, dimana pelajaran umumnya

lebih banyak dan kualitasnya lebih baik, yang pada akhirnya

lapangan kerja lebih terbuka dan kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi juga lebih

memungkinkan. Keadaan ini menjadi tantangan madrasah untuk

meningkatkan kualitas bidang studi umum dengan tetap

mempertahankan kekuatan sebagai ‚benteng moral‛ sebagai ciri

khas madrasah.

Karakteristik lain dari madrasah adalah dimana lokasi

madrasah yang kebanyakan berada di daerah pinggiran,

pedesaan, daerah terpencil. Ini sesuai dengan akar sejarah

madrasah yang lahir dari inisiatif masyarakat dimana mereka

tidak mampu mengirimkan anak-anak mereka yang letaknya jauh

dari sekolah dengan bayaran ‚mahal‛. Di samping itu juga karena

faktor ekonomi dimana anak harus membantu orangtua dalam

Page 32: Manajemen Strategi - Islamic University

25

mencari nafkah, sehingga dalam hal ini madrasah memberikan

alternatif pendidikan yang dilaksanakan pada sore hari.

Berdirinya madrasah pada suatu lokasi biasanya

dikarenakan tidak ada sekolah umum milik Depdiknas di daerah

itu. Oleh karena itu, ketika pemerintah melalui program Inpres

SD mendirikan hampir di seluruh daerah dimana madrasah telah

ada, hal ini dapat menimbulkan dilema bagi orangtua dan

berakibat di beberapa daerah madrasahnya mati dan di beberapa

daerah lainnya SD Inpresnya yang tutup. Sebagai konsekuensi,

madrasah yang menerima murid dari kalangan rakyat, maka

hampir seluruh madrasah hanya memungut bayaran sekolah

‚sekadarnya‛. Dana yang dapat dikumpulkan masyarakat

muslim dalam pengembangan madrasah sangat terbatas,

sementara biaya pendidikan semakin mahal sehingga tuntutan

untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan tekhnologi menyebabkan madrasah selalu

tertinggal. Secara umum madrasah swasta berada dalam keadaan

serba kekurangan karena menampung siswa-siswi dari keluarga

ekonomi kurang mampu dan akibatnya biaya untuk menunjang

proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai fasilitas dan

tekhnologi tidak dapat terlaksana dengan baik. Hal ini pula yang

menyebabkan kualitas siswa madrasah tertinggal.

Karakteristik lainnya dari madrasah adalah adanya

keanekaragaman baik dari segi jenis pendidikan, penyebaran

maupun kualitasnya. Keanekaragaman madrasah tampak dalam

berbagai program yang muncul seperti pada MA ada program

keagamaan, keterampilan, kejuruan di samping madrasah dengan

program sekolah umum yang berciri khas Islam. Dari aspek

penyelenggara, maka ada madrasah yang bernaung dalam

organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan

Page 33: Manajemen Strategi - Islamic University

26

lain-lain. Juga ada yang merupakan milik keluarga, milik

perorangan atau yayasan dan juga ada yang menjadi bagian dari

pondok pesantren. Dari aspek kualitas sangat beragam pula, dari

yang berkualitas ‚sekadar‛nya sampai yang berkualitas unggul.

E. Arah Pengembangan Madrasah

Dalam uraian terdahulu dipaparkan bahwa madrasah

masih tertinggal bila dibandingkan dengan sekolah yang dikelola

oleh Diknas. Oleh karena itu upaya peningkatan mutu madrasah

merupakan tuntutan yang dirasa kian mendesak dan tidak dapat

dihindari. Dalam era otonomi daerah madrasah mestinya harus

mampu bersaing dengan sekolah umum dan kemampuan

bersaing tentu saja hanya mungkin muncul bila madrasah

tersebut berkualitas. Tanpa kualitas, maka output madrasah akan

menjadi ‚tenaga pekerja‛ (tenaga buruh) dan ‚tenaga lapis

bawah‛. Dalam era otonomi saat ini, madrasah harus memiliki

gambaran tentang visi madrasah. Adapun visi madrasah tersebut

adalah madrasah sebagai ‚sekolah plus‛ yang berkualitas,

berkarakter dan mandiri. Sekolah plus menurut Husni Rahim

(2001) adalah sekolah yang menyiapkan anak didik mampu

dalam sains dan tekhnologi, namun tetap dengan identitas

keislamannya. Ini sesuai dengan konsep madrasah adalah sekolah

umum yang bercirikan khas Islam.

Salah satu harapan umat Islam di Indonesia yang sering

didengungkan oleh para pemimpin umat, baik menjelang

kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan adalah adanya

lembaga pendidikan yang diharapkan mampu menyiapkan calon

ulama yang cendikia dan cendikia ulama atau dengan istilah lain

menyiapkan anak didik yang dapat memadukan iptek dan imtak.

Hal ini merupakan harapan utama masyarakat pada madrasah.

Page 34: Manajemen Strategi - Islamic University

27

Dan harapan ini kian mendapat peluang yang sangat besar, lebih-

lebih dengan diundangkannya UU Sistem Pendidikan Nasional

No.2 Tahun 1989, berikut Peraturan Pemerintah dan perundangan

lainnya yang mengakui bahwa madrasah adalah sebagai sekolah

umum yang berciri khas Islam. Dengan kata lain, madrasah

mempersiapkan anak didiknya mampu dalam sains dan

tekhnologi, tetapi tetap dengan identitas keislaman.

Berdasarkan hal tersebut, maka tergambar bahwa madrasah

ke depannya adalah sesuai dengan khittah awalnya yaitu populis,

islami dan berkualitas. Visi ini merupakan gambaran yang

diinginkan terhadap madrasah berdasarkan potensi, semangat

keagamaan dan historis lahirnya madrasah di Indonesia.

Visi pertama populis, merupakan gambaran bahwa

madrasah itu lahir dan dibesarkan oleh masyarakat. Hampir

seluruh madrasah lahir atas inisiatif masyarakat yang peduli

dengan anak di sekitarnya yang memerlukan pendidikan.

Memang pada awalnya dimulai dengan kebutuhan pendidikan

agama tingkat dasar seperti belajar mengaji, belajar sholat, berdoa

dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan munculnya dan

berkembangnya Islam di daerah tersebut. Keadaan ini pula yang

menyebabkan jumlah madrasah berkembang dengan pesat dari

segi kuantitas, namun akibatnya dari segi kualitas sangat lamban

perkembangannya. Hal ini mungkin saja dikarenakan

konsekuensi madrasah yang bersifat populis yang selalu

cenderung memekar dan belum sempat mendalam. Oleh karena

itu, populis dalam visi ini diharapkan dapat mengembalikan

posisi bahwa madrasah milik masyarakat dan tetap

mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat pula.

Selanjutnya visi yang kedua adalah Islami, dimana dalam

hal ini mencerminkan bahwa madrasah sebagai lembaga

Page 35: Manajemen Strategi - Islamic University

28

pendidikan yang suasana dan kehidupan para siswa, pendidik

dan para penghuni lainnya mengamalkan ajaran Islam dengan

baik dan benar. Dengan kata lain ciri Islami ini tercermin baik

dalam kurikulum, aktivitas madrasah, pola tingkah laku

penghuni madrasah maupun suasana lingkungan madrasah.

Secara formal ciri khas madrasah dinyatakan dalam kurikulum

dalam mata pelajaran agama di madrasah. Di samping itu, ciri

khas Islami tersebut dituangkan pula dalam : program mafikib

dengan nuansa Islam. Program ini dimaksudkan dapat

menjembatani kekurang-akraban dan kekurang-tertarikan

madrasah dengan bidang studi matematika, bahasa Inggris,

kimia, fisika dan biologi. Padahal secara historis pada masa

kemajuan umat Islam, ilmu tersebut justru diperkenalkan dan

dikembangkan oleh para ilmuan muslim. Namun pada kenyataan

saat ini bidang studi mafikib berdasarkan kurikulum 1994

dirasakan sukar bagi kebanyakan guru madrasah dan pondok

pesantren untuk mengajarkannya dan juga oleh para siswapun

dianggap bidang studi yang sangat sulit. Padahal bidang studi

mafikib merupakan aspek pendidikan yang sangat dominan dalam

meningkatkan kemampuan nalar dan analisis siswa dalam

mempelajari dan mengembangkan iptek. Kekurang-tertarikan

madrasah di Indonesia dengan bidang studi umum (mafikib)

tersebut merupakan warisan sejarah umat Islam sendiri. Seperti

telah diuraikan pada pendahuluan bahwa Islam masuk dan

berkembang di Indonesia adalah Islam yang bercorak mistik dan

sufistik yang lebih mementingkan agama daripada dunia. Oleh

karena itu, lembaga pendidikan madrasahpun hanya

mengajarkan agama. Dan masuknya Belanda dengan membawa

sistem sekolah yang memberikan bidang studi umum (mafikib)

telah memunculkan dan mempertajam dikotomi sekolah umum

dan sekolah madrasah. Apalagi memang madrasah dikenal

sebagai basis perlawanan terhadap Belanda. Suasana ini pada

Page 36: Manajemen Strategi - Islamic University

29

akhirnya menjadi salah satu penyebab kekurang-tertarikan

madrasah terhadap bidang mafikib. Ditambah lagi faktor guru

yang mengajar mafikib di madrasah kurang berkualitas. Jadi wajar

para siswa madrasah kurang tertarik, dan bahkan ada yang

menganggap pelajaran mafikib sulit dan berat (Minnah El Widdah

dkk;2012,30)

Dengan perkembangan dan perubahan di atas maka pada

akhirnya mau tidak mau madrasah ke depan harus memiliki

program-program seperti program pelajaran agama dengan

nuansa iptek. Melalui program ini maka dilakukan upaya untuk

menjembatani pemaduan antara ilmu agama dengan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi, karena bagaimanapun juga

tekhnologi dapat membantu pengalaman beragama. Untuk

menghilangkan kesan dikotomi antara pelajaran agama dengan

pelajaran umum atau yang sering dikenal dengan dualisme antara

sekolah dan madrasah dalam sistem pendidikan di Indonesia

yang sering diperdebatkan, maka harus dilakukan

upayapemberian mafikib dengan nuansa agama dan bidang studi

agama dengan nuansa iptek. Pemaduan atau pengintegritasan ini

dimaksudkan agar dapat diserapnya nilai-nilai mafikib yang

agamis dan nilai-nilai agama kontekstual dalam prilaku siswa

sebagai wujud penghayatan dan keyakinan terhadap keagungan

dan kebesaran Allah SWT.

Selanjutnya adalah program penciptaan suasana

keagamaan di madrasah. Penciptaan suasana keagamaan di

madrasah tidak terbatas hanya dalam bidang proses

pembelajaran, tetapi juga dalam bidang-bidang lain baik fisik,

sarana bangunan maupun dalam pergaulan dan etika berpakaian.

Visi ketiga adalah berkualitas yang berorientasi pada

kualitas yang dicerminkan dalam kegiatan dan nilai akademik

Page 37: Manajemen Strategi - Islamic University

30

yang diperoleh madrasah tersebut, baik yang dapat dilihat dari

hasil belajar siswa berupa nilai pada ulangan, kenaikan kelas,

ujian akhir maupun ujian masuk perguruan tinggi. Berkualitas ini

tampak pula dengan banyaknya prestasi yang diraih siswa

madrasah baik dalam bidang seni, bahasa, komputer, olahraga,

keterampilan dan lain-lain. Aspek lain dari berkualitas adalah

ditandai juga dengan kemampuan siswa dan output madrasah

masuk dan bersaing dalam dunia global.

Di samping tiga visi madrasah tersebut, madrasah sangat

menghargai keragaman bentuk dan jenis pendidikan. Hal ini

menunjukkan adanya fleksibilitas dalam pelaksanaan pendidikan.

Namun pada perkembangan selanjutnya penyeragaman yang

terjadi dalam tiga dekade terakhir disadari telah mematikan

kreatifitas pengelolaan dan perkembangan madrasah. Hal ini

sekaligus bertentangan dengan watak populis yang meniscayakan

adanya lembaga, model dan pendekatan pendidikan yang

bervariasi sesuai dengan kompleksitas masyarakat. Untuk ini

tentu saja peran pemerintah hendaknya membiarkan tumbuh dan

berkembangnya aneka ragam lembaga pendidikan Islam, mulai

dari pesantren, madrasah, majelis hakim sampai dengan

kelompok pengajian usra. Dalam kondisi yang bersamaan,

seharusnya setiap lembaga pendidikan Islam dibiarkan tumbuh

dan berkembang dalam keanekaragaman tipe mulai dari

madrasah umum, madrasah kejuruan, madrasah keagamaan

sampai dengan madrasah model. Sementara itu, dalam proses

pembelajarannya, pendidikan Islam dapat mengembangkan

berbagai strategi yang menjamin efektivitas pendidikan yang

diselenggarakannya. Dan upaya Departemen Agama untuk

meningkatkan mutu serta kesesuaian madrasah dengan

kebutuhan masyarakat dan dunia global telah dilakukan dengan

berbagai bentuk, seperti:

Page 38: Manajemen Strategi - Islamic University

31

(1) Madrasah Negeri.

Salah satu tugas bagian pendidikan di Kementerian Agama

adalah mengadakan suatu pilot project madrasah yang akan

menjadi contoh bagi yang berkeinginan mendirikan sekolah

secara swasta. Tugas ini mengandung maksud madrasah milik

pemerintah diperlukan sebagai panutan atau contoh bagi pihak

swasta dalam mengelola pendidikan agama yang bermutu dan

profesional. Oleh karena itu pendirian madrasah negeri

merupakan sisi lain dari bentuk bantuan dan pembinaan terhadap

madrasah swasta.

Dalam Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1946 tanggal

19 Desember 1946 tentang pemberian bantuan madrasah sebagai

gambaran bentuk pertama dari pembinaan terhadap madrasah

dan pesantren setelah Indonesia merdeka. Dalam peraturan ini

dijelaskan bahwa madrasah adalah tempat pendidikan dimana

pokok pengajarannya adalah ilmu pengetahuan agama Islam. Di

samping itu dicantumkan pula dalam Peraturan tersebut bahwa

madrasah itu hendaknya juga mengajarkan ilmu pengetahuan

umum seperti bahasa Indonesia, berhitung dan membaca serta

menulis dengan huruf Latin. Kemudian ditambah lagi dengan

ilmu-ilmu tentang bumi, sejarah, kesehatan, tumbuh-tumbuhan

dan alam. Jumlah jam pengajaran untuk pengetahuan umum

sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah jam pengajaran seluruhnya.

Ketentuan untuk mengajarkan pengetahuan umum 1/3 dari

seluruh jam pengajaran ini dilatarbelakangi oleh saran Panitia

Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa mayoritas

madrasah jarang sekali pengetahuan umum yang sangat

bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari diajarkan. Padahal

minimnya pengetahuan umum dimiliki seseorang, hal ini akan

menyebabkan orang tersebut sangat mudah diombang ambingkan

Page 39: Manajemen Strategi - Islamic University

32

oleh pendapat yang kurang benar dan wawasan yang kurang

luas.

Kehadiran Madrasah Negeri adalah setelah Indonesia

merdeka, hal ini sesuai dengan keputusan BPKNIP tanggal 2 Juli

1946 bahwa pemerintah harus membantu dan mendorong

lembaga pendidikan Islam yang telah ada agar berkualitas. Salah

satu bentuk bantuan adalah dengan mendirikan Madrasah Negeri

sebagai percontohan. Oleh karena itu misi dari Madrasah Negeri

adalah sebagai percontohan dan kemudian membantu serta

mendukung Madrasah Swasta untuk menjadi lebih baik dan

berkualitas paling tidak seperti Madrasah Negeri, karenanya

Madrasah Negeri tentunya harus baik dan berkualitas.

Sejak tahun 1946 ada 205 Sekolah Rendah Islam yang

diasuh Pemerintah Daerah Aceh yang dengan Ketetapan Menteri

Agama No.1 Tahun 1959, pengasuh dan pemeliharaannya

diserahkan kepada Kementerian Agama dan namanya diubah

menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI). Kemudian melalui

Keputusan Menteri Agama No.104 Tahun 1962 diubah namanya

menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN). Hal yang sama

terjadi di Karesidenan Lampung. Sebanyak 19 SRI berdasarkan

Penetapan Menteri Agama no.2 Tahun 1959, di Karesidenan

Surakarta sebanyak 11 SRI dengan Penetapan Menteri Agama

No.12 Tahun 1959. Karenanya Madrasah Ibtidaiyah Negeri

sebagian besar berasal dari madrasah-madrasah yang semula

diasuh pemerintah Daerah Aceh, Lampung dan Surakarta. Sejak

tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah

swasta berdasarkan Penetapan Menteri Agama No.80 Tahun 1967.

Kesempatan penegerian tersebut kemudian dihentikan pada

tahun 1970 berdasarkan Keputusan Menteri Agama No.813/1970

Page 40: Manajemen Strategi - Islamic University

33

ketika itu jumlah Madrasah Ibtidaiyah Negeri telah mencapai 358

buah.

Seperti halnya Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah

Negeri yang baru mulai didirikan pada tahun 1967 kebanyakan

juga berstatus swasta. Penegerian ini semula dimaksudkan

sebagai model bagi madrasah swasta. Hingga tahun 1970

Madrasah Tsanawiyah Negeri yang kala itu disingkat MTs AIN

telah berjumlah 182 buah dan tersebar di seluruh wilayah di

Indonesia. Setelah restrukturisasi dan relokasi berdasarkan

Keputusan Menteri Agama No.15,16dan 17 Tahun 1978, singkatan

Madrasah Tsanawiyah Negeri dari MTs.AIN diubah menjadi

MTsN dan jumlahnya menjadi 470 buah.

Untuk Madrasah Aliyah Negeri pertama kali didirikan

berdasarkan Keputusan Menteri Agama No.80 Tahun 1967.

Dalam keputusan itu disebutkan penegerian Madrasah Aliyah

Islam Surakarta, Madrasah Aliyah di Magetan Jawa Timur dan

Madrasah Aliyah Palangki di Sumatera Barat. Proses penegerian

berjalan terus sampai dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama

No.213 Tahun 1970 yang mengatur penghentian penegerian

Madrasah Swasta dan pendirian Madrasah Negeri dalam

lingkungan Departemen Agama. Sampai pada tahun 1970 jumlah

Madrasah Aliyah Negeri sebanyak 43 buah. Singkatan Madrasah

Aliyah Negeri pada mulanya MAAIN kemudian diubah menjadi

MAN berdasarkan Keputusan Menteri Agama No.15,16 dan 17

Tahun 1978.

(2) Madrasah Wajib Belajar (MWB)

Kementerian Agama membuat terobosan baru dengan

mendirikan Madrasah Wajib Belajar sebagai upaya memodernkan

madrasah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendirian MWB

Page 41: Manajemen Strategi - Islamic University

34

ini dalam rangka menjabarkan ide dalam Undang-Undang No.4

Tahun 1950 tentang Pendidikan pasal 10 ayat 2 yang berbunyi

belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari

Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.

Madrasah Wajib Belajar sendiri mulai diperkenalkan pada tahun

ajaran 1958/1959 dimana pendiriannya diarahkan pada penyiapan

siswa untuk dapat membantu kehidupan masyarakat agar dapat

meningkatkan taraf kehidupan mereka dengan tetap memiliki

kemampuan pengamalan agama termasuk memimpin aktivitas

keagamaan.

Madrasah Wajib Belajar lamanya 8 tahun dengan

pertimbangan bahwa pada umur 6 tahun anak sudah wajib

sekolah dan setelah umur 15 tahun diizinkan mencari nafkah.

Dalam Madrasah Wajib Belajar porsi pendidikan agama hanya

25% sedangkan pengetahuan umum 75%. Di samping itu, mulai

kelas 5 sampai kelas 8 anak tidak hanya dididik pengetahuan

agama dan pengetahuan umum, tetapi juga keterampilan untuk

mendukung kesiapan siswa untuk berproduksi atau

bertransmigrasi dengan swadaya dan keterampilan yang

diperoleh. Hal ini karena kebanyakan siswa madrasah berasal

dari keluarga petani dan pedagang. Namun dalam

pelaksanaannya Madrasah Wajib Belajar ini tidak mudah apalagi

setelah bantuan kepada madrasah berangsur-angsur berkurang

dan bahkan pada akhirnya terhenti pada tahun 1970.

(3) Madrasah dan Sekolah Pada Pondok Pesantren

Pada awalnya orientasi dan model penyelenggaraan

pendidikan pesantren diarahkan untuk menciptakan ahli ilmu

agama Islam (kyai) yang mengemban misi untuk memberi

penerangan dan penjelasan tentang ajaran Islam kepada

masyarakat luas. Pada perjalanan berikutnya pondok pesantren

Page 42: Manajemen Strategi - Islamic University

35

memberikan respon terhadap tuntutan kebutuhan yang ada di

masyarakat. Dengan demikian pesantren ternyata tidak hanya

mengajarkan agama tapi juga umum, terbukti semakin banyak

pesantren menyelenggarakan pendidikan sekolah di samping

pendidikan madrasah. Terdapat beberapa pesantren yang

membuka madrasah (Tsanawiyah dan Aliyah) dan juga membuka

sekolah umum (SMP dan SMA) atau bahkan mendirikan

perguruan tinggi agama atau umum. Fenomena ini cukup

menarik untuk disimak dan menimbulkan pertanyaan, kenapa

setelah membuka MadrasahTsanawiyah dan Madrasah Aliyah

dibuka juga SMP dan SMA? bukankah keduanya dengan UU

Sisdiknas No.2 Tahun 1989 tidak ada bedanya lagi ? baik

kurikulum maupun pengakuannya?. Namun jawaban yang

diterimapun pada akhirnya juga cukup menarik karena katanya

pangsa pasar kedua jenis sekolah tersebut berbeda. Masih terbawa

opini lama bahwa kalau lulus sekolah lebih gampang cari kerja

dan melanjutkan sekolah ketimbang lulus dari madrasah. Hal ini

merupakan tantangan ke depan bagi pengelolaan pendidikan

madrasah.

Hal tersebut pada akhirnya memberi profil baru bagi

pesantren dimana pengintegritasan madrasah dengan nuansa

iptek dan sekolah dengan nuansa agama menjadi sebuah

kebutuhan ditambah lagi dalam penyelenggaraannya dilakukan

dengan sistem berasrama (boarding).

Meskipun demikian, ternyata masih terdapat beberapa

pesantren yang tetap pada kajian awal yaitu tafaquh fi al-dien dan

tidak mau mengubah sistem yang telah berlaku. Karenanya hal

itu dapat dikategorikan dalam dua kelompok pondok pesantren

yakni : pertama, kelompok pondok pesantren yang dalam

penyelenggaraannya hanya menyelenggarakan kajian agama

Page 43: Manajemen Strategi - Islamic University

36

Islam dengan sumber karya-karya ulama klasik atau dikenal

dengan sebutan kitab kuning. Kelompok ini mempertahankan

keaslian dan tidak berusaha untuk melakukan adaptasi dengan

perkembangan yang muncul, misalnya mendirikan sekolah-

sekolah. Adapun jumlah kelompok pondok pesantren semacam

ini kurang lebih terdapat 5000 buah. Pondok pesantren kategori

ini biasanya dikenal dengan istilah Salafiyah. Pondok pesantren

semacam ini terdapat pelbagai jenis santri yang mondok , seperti

mereka yang mondok (ngaji) saja, mereka sekolah atau bahkan

kuliah dan tinggal serta ngaji di pondok.

Kedua, pondok pesantren yang dalam pelaksanaan

kegiatan pendidikannya dengan sistem persekolahan atau yang

sering disebut dengan Pondok Psantren Khalafiyah atau yang

lebih dikenal dengan Pondok Pesantren Modern. Dalam

pelaksanaannya, pondok pesantren semacam ini

menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan menggabungkan

dua sistem pesantren dan persekolahan, dengan tetap

mempertahankan ciri khasnya. Pondok pesantren ini merancang

kurikulum dan menyelenggaraan proses pembelajaran tanpa

terikat dengan sistem persekolahan yang ada.

(4) Madrasah /sekolah dengan boarding.

Sekolah-sekolah unggul dengan menggunakan sistem

pesantren merupakan pengaruh dari pesantren, dimana sekolah

jenis ini biasanya istilah pesantren diganti dengan istilah boarding

school. Adapun contoh sekolah-sekolah tipe ini dapat dilihat

antara lain SMU Taruna Nusantara, SMU Dwi Warna dan SMU

Al-Azhar dan lainnya. Departemen Agama sendiripun mulai

tahun 1980-an telah mengembangkan model pesantren ini dengan

nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK/MAK) yang

Page 44: Manajemen Strategi - Islamic University

37

penyelenggaraan pembelajarannya menggunakan pendekatan

belajar tuntas dan kajian kitab-kitab.

Dalam sistem boarding school menekankan metode

pengajaran yang orientasinya pada penguasaan substansi materi

keilmuan (bukan target kurikulum). Dan juga di sekolah-sekolah

boarding dikembangkan kurikulum sendiri yang dikonstruksi

sesuai dengan konsep pendidikan yang dimiliki dengan

memasukkan unsur-unsur kemampuan dasar yang diinginkan

oleh kurikulum nasional. Adapun tenaga pengajarnya memiliki

ruang kreatifitas yang cukup luas, sehingga setiap inovasi dalam

penyelenggaraan pembelajaran dapat terlaksana. Sama halnya di

pesantren, para siswa didorong dan dituntut untuk mampu

belajar mandiri. Sehingga dengan demikian, upaya untuk

pencapaian target kualitatif dalam pemahaman materi pengajaran

bisa dilakukan sekolah yang bersangkutan sesuai dengan

pendekatan yang dikembangkannya.

Dilihat dari sistem pembinaan siswa mengutamakan aspek

pembentukan kepribadian dan disiplin yang tinggi, dan hal ini

dilakukan baik di dalam dan di luar kelas secara intensif. Oleh

karena itu seluruh siswa tinggal di asrama, hal ini bertujuan

untuk menumbuhkan mentalitas kemandirian pada diri siswa.

Akan tetapi yang membedakan sekolah ini dengan pesantren

adalah pada boarding school tidak ada kyai.

(5) Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)

Untuk mengantisipasi terhadap menurunnya kemampuan

bidang agama pada lulusan Madrasah Aliyah setelah mereka

berubah menjadi madrasah dengan beban kurikulum 70% umum

dan 30% agama Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri 1984,

maka dibuatlah program Madrasah Aliyah Keagamaan atau

Page 45: Manajemen Strategi - Islamic University

38

Madrasah Aliyah Program Khusus. Ditambah lagi setelah

Undang-Undang Sisdiknas No.2 Tahun 1989 yang menyamakan

kurikulum sekolah dengan madrasah, yang membedakan hanya

jumlah pelajaran ciri khas (agama). Alasan utama dibukanya

Madrasah Aliyah Keagamaan ini diawali munculnya semacam

kekhawatiran masyarakat akan makin berkurangnya para ahli

agama.

Oleh karenanya melalui Surat Keputusan Bersama ini status

madrasah disamakan dengan sekolah berikut jenjangnya yakni :

Madrasah Ibtidaiyah sejajar dengan SD, Madrasah Tsanawiyah

sejajar dengan SMP dan Madrasah Aliyah sejajar dengan SMA.

Dengan Surat Keputusan Bersama ini pula alumni Madrasah

Aliyah dapat melanjutkan ke universitas umum dan vice versa,

demikian pula sebaliknya para alumni SMA dapat melanjutkan

studinya ke IAIN. Karena madrasah diakui sejajar dengan sekolah

umum, komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan

sekolah, berisi mata-mata pelajaran dengan perbandingan 70%

mata pelajaran umum dan 30% mata pelajaran agama. Namun

tidak dapat dipungkiri bahwa efek dari penyamaan kurikulum ini

adalah bertambahnya beban yang harus dipikul madrasah.

Hal ini dapat dilihat di satu sisi madrasah harus

memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf dengan standar

yang berlaku di sekolah. Di lain sisi, bagaimanapun juga

madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam harus menjaga agar

mutu pendidikan agamanya tetap baik dan berkualitas. Tapi pada

kenyataannya, dengan penguasaan ilmu-ilmu agama hanya 30%

termasuk bahasa Arab, tentu tidak cukup kuat dan memadai bagi

alumni Madrasah Aliyah untuk memasuki IAIN apapalagi untuk

menjadi calon-calon ulama.

Page 46: Manajemen Strategi - Islamic University

39

Kenyataan tersebut membuat Prof. Munawir Syadzali pada

saat beliau menjabat sebagai Menteri Agama dari tahun 1983

sampai 1993 mengintrodusir sebagai solusi terhadap apa yang

diistilahkannya krisis ulama aliyah alternatif yang dinamakan

Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) dengan komposisi

kurikulum 70% pelajaran agama dan 30% pelajaran umum plus

pengajaran bahasa (Arab dan Inggris) secara intensif. Dengan

program ini input IAIN secara kualitatif dapat ditingkatkan, dan

yang penting adalah menjadi support bagi lahirnya calon-calon

ulama.

Dilihat dari sisi ini, kehadiran MAPK sejatinya adalah

sebagai bentuk respon positif progresif madrasah terhadap

tantangan yang dihadapi di masa sekarang dan di masa yang

akan datang. Adapun tujuan utama dibukanya Madrasah Aliyah

Keagamaan ini adalah pertama untuk memenuhi kebutuhan

tenaga ahli di bidang agama Islam sesuai dengan tuntutan

pembangunan nasional dalam rangka peningkatan mutu

Madrasah Aliyah. Kedua untuk menyiapkan lulusan agar

memiliki kemampuan dasar yang dibutuhkan bagi

pengembangan diri sebagai ulama yang intelek. Dan yang Ketiga

adalah menyiapkan lulusan sebagai calon mahasiswa/mahasiswi

IAIN atau PTAI.

Untuk tahap pertama yang ditunjuk menyelenggarakan

program keagamaan ada 5 Madrasah Aliyah Negeri yaitu

Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Ciamis, Madrasah Aliyah

Negeri I Yogyakarta, Madrasah Aliyah Negeri Ujung Pandang,

Madrasah Aliyah Negeri Padang Panjang dan Madrasah Aliyah

Negeri Jember. Dan hal ini disambut baik dari banyak pihak

seperti madrasah, orangtua siswa serta pondok pesantren

sehingga pada akhirnya program keagamaan seperti ini banyak

Page 47: Manajemen Strategi - Islamic University

40

dibuka.sampai tahun 1993 terdapat Madrasah Aliyah Keagamaan

telah berjumlah 16 Madrasah Aliyah Negeri dan Madrasah Aliyah

Swasta 105 buah. Tak bisa dipungkiri bahwa secara umum diakui

oleh IAIN/PTAI kemampuan agama pada lulusan Madrasah

Aliyah Keagamaan yang masuk menjadi mahasiswa mereka lebih

baik dari lulusan Madrasah Aliyah lainnya. Kalau di Madrasah

Aliyah Negeri kurikulum umum 100% plus ciri khas, maka

kurikulum 70% agama dan 30% umum di Madrasah Aliyah

Keagamaan.

(6) Madrasah Aliyah Program Keterampilan (MAPK)

Madrasah Aliyah Program Keterampilan adalah Madrasah

Aliyah yang diberi tambahan program ekstrakurikuler dalam

berbagai bidang keterampilan. Output dari program ini

membekali para siswa yang tidak dapat melanjutkan ke

perguruan tinggi, memasuki dunia kerja dengan bekal

keterampilan tertentu. Sasaran utamanya adalah pertama, siswa

aliyah yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam aspek

pembiayaan. Kedua, siswa yang menjadikan madrasah aliyah

hanya sebagai terminal, tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.

Dan ketiga, siswa yang setelah tamat menjadi pencari kerja. Hal

inilah yang menjadi landasan pemikiran dalam visi Madrasah

Aliyah Program Keterampilan yakni menyiapkan sumber daya

manusia yang trampil, mandiri, religius dan berwawasan ke

depan. Pada tahun 1989 dimulainya Program Madrasah Aliyah

Program Keterampilan dengan bantuan UNDP/UNESCO di tiga

Madrasah Aliyah di pulau Jawa sebagai pilot project-nya yakni

Madrasah Aliyah Negeri yakni Madrasah Aliyah Negeri Garut

(Jawa Barat), Madrasah Aliyah Negeri Kendal (Jawa Tengah), dan

Madrasah Aliyah Negeri Jember (Jawa Timur).

Page 48: Manajemen Strategi - Islamic University

41

Adapun program keterampilannya baru terbatas pada

bidang menjahit, reparasi radio/tv dan otomotif. Perkembangan

selanjutnya mengalami kemajuan sehingga program ini mencapai

keberhasilan, dan membuat UNDP/UNESCO pada tahun 1990

menambah 5 Madrasah Aliyah Negeri lagi di luar Jawa yaitu

Madrasah Aliyah Negeri Medan (Sumatera Utara), Madrasah

Aliyah Negeri Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Madrasah Aliyah

Negeri Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dan Madrasah Aliyah

Negeri Wanampone (Sulawesi Selatan), Madrasah Aliyah Negeri

Praya (Nusa Tenggara Barat).

Dalam rangka pengembangan Madrasah Aliyah Program

Keterampilan ini mendapat sambutan yang positif dari

masyarakat luas dan siswa Madrasah Aliyah. Karena itu dengan

bantuan Islamic Development Bank (IDB) program ini diperluas lagi

ke Madrasah Aliyah Negeri lainnya di seluruh Indonesia dengan

berbagai program bidang keterampilan yang lain.

(7) Madrasah Model

Madrasah yang secara khusus diintervensi untuk

meningkatkan kualitas bidang sains dan matematika (mafikib)

adalah Madrasah Model. Pandangan yang berkembang selama ini

bahwa madrasah dianggap memiliki titik lemah pada bidang

tersebut. Hal inipula yang menjadi alasan utama sehingga

program ini untuk pertama kali dibiayai oleh pinjaman luar

negeri (Asian Development Bank). Semula pihak ADB dan Bank

Dunia tidak berkenan untuk memberi alokasi pinjaman luar

negeri untuk madrasah, hal ini dikarenakan madrasah dianggap

akan memperkuat bidang kajian agama yang menurut mereka

bukan tugas negara. Namun dengan diadakannya dialog dan

diskusi yang panjang serta ditampilkan data-data lemahnya di

bidang sains dan matematika di madrasah yang telah menjadi

Page 49: Manajemen Strategi - Islamic University

42

sekolah umum berciri khas Islam, maka pada tahun 1993 disetujui

adanya proyek luar negeri Junior Secondary Education Project

sebagai bagian dari proyek di Kemendiknas. Pada saat itu

pengembangan Madrasah Model baru terbatas Madrasah

Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah, dan dalam perjalanannya

diteruskan ke tingkat Madrasah Aliyah melalui proyek yang

berdiri sendiri yakni Basic Education Project dan Development

Madrasah Aliyah Project (DMAP). Adapun jumlah Madrasah Model

pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah 22 buah, sedangkan Madrasah

Tsanawiyah Model 15 buah yang tersebar di 4 provinsi dan

Madrasah Aliyah Model yang tersebar hampir di seluruh

Indonesia berjumlah 35 buah.

Dengan adanya bantuan berupa pinjaman dana tersebut,

maka berbagai upaya peningkatan berbagai aspek madrasah

dilakukan dengan fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan

dasar yang mencakup implementasi kurikulum 1994,

mengembangkan pengajaran efektif, peningkatan kualitas sumber

daya pendidikan, pendirian Madrasah Model dan peningkatan

manajemen, supervisi dan akreditasi madrasah. Di samping itu

difokuskan juga pada peningkatan akses pendidikan dasar yang

meliputi perbaikan dan peningkatan fasilitas madrasah serta

memberikan bantuan kepada siswa yang kurang mampu.

Ditambah lagi dengan memperkuat institusi madrasah termasuk

birokrasi pendidikan Kementerian Agama.

Program pinjaman luar negeri ini telah menunjukkan

keberhasilannya seperti dilaporkan dalam buku Bekerja Bersama

Madrasah Membangun Model Pendidikan Di Indonesia yang mana

dalam laporan tersebut mencatat terdapat 4 hal pokok yaitu

peningkatan kualitas guru yang dilakukan dengan berbagai

penyekolahan dan pelatihan, meningkatkan mutu lulusan dengan

Page 50: Manajemen Strategi - Islamic University

43

ditampakkannya makin kecil kesenjangan prestasi siswa

madrasah dengan siswa sekolah umum, makin meningkatnya

jumlah siswa yang masuk madrasah karena daya tampung

madrasah juga bertambah serta penampilan fisik madrasah

diperbaiki dan terbentuknya jaringan kerjasama antara madrasah

dengan berbagai perguruan tinggi.

(8) Madrasah Terpadu

Madrasah Terpadu diselenggarakan dimana ada Madrasah

Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang

berada dalam satu lokasi sebagai satu kesatuan sekolah. Dengan

kata lain, seluruh aspek baik berupa kurikulum, proses

pembelajaran, perpustakaan, guru, fasilitas pendidikan

dipadukan sebagai satu kesatuan yang berkesinambungan antara

satu dengan yang lainnya.

Konsep Madrasah Terpadu mensinergikan berbagai potensi

kekuatan madrasah (Madrasah Ibtidaiyah Negeri, Madrasah

Tsanawiyah Negeri dan Madrasah Aliyah Negeri) yang berada di

satu lokasi untuk selalu saling membantu dan saling mengisi

kekuatan serta kelemahan masing-masing menjadi satu kekuatan

yang mendorong dan mempercepat peningkatan kualitas

madrasah yang Islami, sehingga dengan demikian akan memiliki

daya tarik yang sama kuatnya dari masyarakat. Selanjutnya

strategi pengembangan Madrasah Terpadu sesungguhnya

tumbuh dan berkembang atas dasar kekuatan dari dalam (intern),

dengan kata lain bukan berbentuk proyek dari atas serba

disediakan fasilitas dan pendanaan secara keseluruhan, sehingga

tingkat ketergantungan sangat tinggi kepada pemerintah pusat.

Kalaupun terdapat intervensi dari pihak luar/pemerintah, hal

tersebut hanyalah diposisikan sebagai mitra.

Page 51: Manajemen Strategi - Islamic University

44

Strategi ini membawa kepada sebuah konsekuensi bahwa

pertumbuhan dan perkembangan Madrasah Terpadu lebih

diarahkan pada kemandirian dan kreativitas mereka sendiri,

karena itu boleh jadi akan berjalan lambat. Sungguhpun demikian

keuntungannya adalah keberadaannya tetap eksis. Apabila yang

dipilih adalah pendekatan proyek, yang berarti segala sesuatu

disediakan, diatur dan ditentukan oleh pemerintah pusat maupun

daerah, maka hal ini akan berdampak pada pertumbuhan dan

perkembangan yang cepat terutama dalam hal yang menyangkut

pembangunan fisik. Namun kelemahannya, dengan pendekatan

proyek ini akan mahal dan sangat tergantung pada pemerintah

pusat maupun daerah begitu tinggi sehingga diragukan

kesinambungannya setelah proyek tersebut usai atau akan

berakhir.

Dalam mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang

dihadapi Madrasah Terpadu, pihak pemerintah atau tim yang

ditunjuk, seharusnya hanyalah menjadi pendamping/konsultan,

baik dalam penyusunan perencanaan, pengembangan kurikulum,

manajemen dan bahkan juga termasuk kepemimpinannya.

Tegasnya, pemerintah harus memberi otonomi luas dan lebih

bersifat supporting (pendukung, pendorong), fasilitator. (Minnah

El Widdah dkk;2012,41)

Apabila pemerintah merasa harus melakukan berbagai

intervensi, maka seharusnya dapat memposisikan diri sebagai

partnership, artinya hanya akan memberikan sesuatu yang tidak

mungkin dapat dipenuhi oleh madrasah yang bersangkutan,

umpamanya dalam hal pengangkatan guru yang dibutuhkan,

pengadaan laboratorium yang harganya tentu sangat mahal,

ataupun sarana dan prasarana lainnya dan membantu berbagai

Page 52: Manajemen Strategi - Islamic University

45

inovasi dalam pengembangan kurikulum, proses pembelajaran

dan berbagai program pengembangan lainnya.

Page 53: Manajemen Strategi - Islamic University

46

BAB III

A. Pengertian Strategi

Istilah strategi berasal dari bahasa Latin yakni strategos yang

pada awalnya merujuk pada kegiatan seorang jenderal militer

yang mengkombinasikan stratos (militer) dengan ago (memimpin).

Strategi di sini berarti sebagai kegiatan memimpin militer dalam

melaksanakan tugas-tugasnya (Sudjana, 2004; 93). Hornby (1983;

854) menyatakan strategi adalah the art of planning operation in war

:..., skill in managing any affair, tactic. Istilah strategi digunakan

dalam dunia militer yakni seni merencanakan berbagai operasi

perang. Sehubungan dengan kegiatan militer, Nickols (2000)

menyebutkan strategy often refers to maneuvering troops into position

Page 54: Manajemen Strategi - Islamic University

47

before the enemy is actually engaged. Strategi juga berhubungan

dengan penyebaran (deployment) prajurit pada suatu posisi yang

strategis sebelum musuh mengetahuinya. Pada saat musuh mulai

mengetahuinya atau melawan, perhatian dialihkan kepada taktik.

Oleh karena itu menurut Hart (Nickols, 2000) strategy is the art of

the employment of battles as a means to gain the object of war. Strategi

juga dapat didefinisikan sebagai keterampilan atau taktik dalam

mengelola kegiatan, dan definisi ini menjadi dasar dari pengertian

strategi yang digunakan dalam penelitian ini.

Pemakaian konsep strategi berkembang pada organisasi

bisnis, organisasi nirlaba, sektor publik seperti pendidikan dan

kesehatan. Menurut Byars (1991; 13) penggunaan konsep strategi

dalam organisasi bisnis diawali dengan menggantikan tentara

menjadi sumber daya. Dalam perkembangannya hingga saat ini,

kata strategi sendiri dipakai untuk menerangkan tahapan-tahapan

yang dilakukan oleh organisasi dalam mencapai sasaran dan

misinya.

Sementara itu menurut Steiner (Nickols, 2000) kata strategi

memasuki literatur manajemen dengan cara merujuk tentang apa

yang dilakukan seseorang untuk mengkounter aksi yang

dilakukan pesaing (competitor) atau memprediksi pergerakan-

pergerakan yang akan dilakukannya. Selanjutnya Steiner

(Nickols, 2000) memberikan beberapa definisi tentang strategi

yakni sebagai berikut :

(1) ‚Strategy is that which top management does that is of great

importance to the organization

(2) Strategy refers to basic directional decisions, that is, to

purpose and missions

(3) Strategy consists of the importance actions necessary to

realize these directions

Page 55: Manajemen Strategi - Islamic University

48

(4) Strategy answers the question : what should the

organization be doing?

(5) Strategy answers the question : what are the ends we seek

and how should we achieve them?‛

Strategi merupakan tugas manajemen puncak dan sangat

penting terhadap suatu organisasi yang memberikan arahan

sebagai tujuan dan misi dalam membuat setiap keputusan.

Strategi adalah rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan,

kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan suatu organisasi.

Strategi juga mencakup tindakan yang harus dilakukan untuk

mencapai arahan dan misi tersebut. Selain itu strategi juga

menjawab pertanyaan apa yang akan dilakukan dan apa hasil

akhir yang diinginkan dan bagaimana mencapainya?.

Barry (Tripomo dan Udan, 2005; 17) berpendapat bahwa

strategi merupakan suatu rencana tentang apa yang hendak

dicapai atau hendak menjadi apa suatu organisasi di masa depan

(arah) dan bagaimana mencapai keadaan yang dikehendaki

tersebut. Hax dan Majluf (1996; 14) juga memberikan definisi

mengenai strategi dari beberapa dimensi, yakni sebagai berikut :

(1) ‚Strategy determines and reveals the organizational purpose

in terms of long-terms objectives, action programs, and

resources allocation priorities

(2) Strategy selescts the business the organization is in, or is to be

in

(3) Strategy attemps to achieve a long-term, sustainable

advantage in each of its business by responding appropriately

to the opportunities and threats in the firm’s environment,

and the strenghts and weakness of the organization

(4) Strategy identifies the distinct managerial tasks at the

corporate, business and functional levels

Page 56: Manajemen Strategi - Islamic University

49

(5) Strategy is a coherent, unifying, and integrative pattern of

decisions

(6) Strategy defines the nature of the economic and noneconomic

contributions is intends to make to its stakeholders

(7) Strategy is an expression of the strategic intent of the

organization

(8) Strategy is aimed at developing and nurturing the core

competencies of the firm

(9) Strategy is a means for investing selectively in tangible and

intangible resources to develop the capabilities that assure a

sustainable competitive advantage.‛

Melihat dari definisi di atas difahami betapa pentingnya

strategi sebagai kerangka kerja yang sangat mendasar untuk

membawa organisasi dengan simultan, keberlanjutan dan

menfasilitasi pengadopsi terhadap lingkungan yang selalu

berubah. Dalam hal ini yang menjadi jantung dari strategi adalah

untuk mencari peningkatan keunggulan kompetitif dalam setiap

organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa strategi tidak terjadi

dengan sendirinya tetapi diciptakan dengan tindakan dan

keputusan manajemen ketika melihat suatu kesempatan yang

mungkin dapat diraih oleh organisasi.

Mintzberg, Quinn dan Choshal (1999; 13) menyatakan

bahwa ‚five definitions of strategy are as a plan, ploy, pattern, position

and perspective and some of their interrelationships are then considered.‛

Di sini terdapat 5 P untuk mendefinisikan strategi, yaitu sebagai

berikut:

(1) Plan (rencana). Strategy is a plan, a “how”, a means of

getting from here to there. Strategi adalah suatu rencana,

bagaimana untuk mencapai dari sini ke sana.

(2) Ploy (cara). A strategy can be a ploy, too, really just a spesific

“manoeuvre” intended to outwit an opponent or competitor.

Page 57: Manajemen Strategi - Islamic University

50

Sebagai suatu rencana strategi dapat bersifat umum atau

spesifik. Oleh karena itu strategi dapat juga merupakan

suatu cara yang spesifik yang dimaksudkan untuk

mengecoh lawan atau kompetitor dengan cerdas.

(3) Pattern (pola). A strategy is a pattern specially, a pattern in a

stream of actions. Strategi merupakan suatu pola dalam

bertindak.

(4) Position (posisi). Strategy is a position, specially, a means of

locating an organization in what organization theorists like to

call an “environment”. Strategi merupakan suatu posisi,

khususnya menjadi mediasi kekuatan antara organisasi

dengan lingkungannya.

(5) Perspective (perspektif). Strategy is perspective, its

consisting not just of a chosen position, but of an ingrained

way of perceiving the world. Strategi merupakan suatu

perspektif yang terdiri dari bukan saja posisi yang

dipilih tetapi juga persepsi melihat dunia dari unsur-

unsur lain.

Okes dan Westcott (2001; 71) mendefinisikan strategi suatu

organisasi adalah apa yang hendak dicapai dengan bekerja keras

dan peralatan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Sedangkan

Tregoe dan Zimmerman (Okes dan Westcott,2001; 17)

mendefinisikan strategi sebagai ‚frame work which guides those

choise that determine the nature and direction of an organization.‛

Fidler (1989) menyatakan bahwa proses untuk

menghasilkan dan pemilihan suatu strategi yang khusus untuk

menjawab tantangan masa depan dan membuat rencana untuk

mengimplementasikannya. Strategi ini dapat dilihat dari 3 aspek

yakni pertama, perumusan strategi (mengembangkan strategi),

kedua, implementasi strategi (menerapkan strategi) dan ketiga,

pengendalian strategi (memodifikasi strategi atau

Page 58: Manajemen Strategi - Islamic University

51

implementasinya dalam memastikan bahwa hasil yang diinginkan

itu tercapai).

Dobson dan Starkey (Tsiakkiros dan Pashiardis, 2002)

mengatakan bahwa misi adalah tahapan pertama dari proses

strategi yang didefinisikan dari visi jangka panjang suatu

organisasi. Jika suatu organisasi tidak memiliki suatu visi maka

tidak ada alasan mengapa organisasi itu ada. Strategi diartikan

sebagai perencanaan manajemen puncak untuk mencapai hasil

yang sesuai dengan misi dan tujuan perusahaan.

Strategi mengacu pada perencanaan manajemen puncak

untuk mencapai hasil yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan

suatu organisasi dengan menggunakan berbagai cara dan strategi

tidak hanya sebagai perencanaan jangka panjang tetapi sebagai

perencanaan yang menyeluruh, komprehensif dan integral.

Strategi merupakan alat prediksi yang mengkaji berbagai peluang,

kekuatan, kelemahan bahkan tantangan yang dihadapi organisasi

dalam lingkungannya, baik lingkungan internal maupun

lingkungan eksternal. Oleh karena itu, strategi yang terdiri dari

tiga aspek yaitu pertama, perumusan strategi,

kedua,implementasi strategi dan ketiga, monitoring dan evaluasi

(monev) strategi, akan sangat bermanfaat dalam upaya mencapai

tujuan dan sasaran organisasi dalam situasi lingkungan yang

turbulen, sehingga harus dikelola secara baik melalui model

perencanaan strategik maupun manajemen strategik untuk

mencapai kinerja manajemen yang unggul.

Strategi merupakan pola pengambilan keputusan dalam

mewujudkan visi organisasi. Menurut Mulyadi (2001; 72)

misalnya, menyatakan bahwa strategi adalah tindakan utama

yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui

pencapaian misi dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, strategi

Page 59: Manajemen Strategi - Islamic University

52

dalam organisasi pendidikan adalah tindakan berpola dalam

menggerakkan dan mengarahkan seluruh sumber data

organisasinya secara efektif ke arah perwujudan visi dan misi

pendidikan. Dalam lingkungan yang serba kompetitif, pada

prinsipnya strategi memainkan peran penting dan menentukan

dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan

organisasi/lembaga.

Keputusan strategik ini sangat menentukan keberhasilan

suatu lembaga dalam pencapaian visinya, karena itu sebuah

keputusan strategi haruslah bersifat dan memenuhi karakteristik

(1) keputusan strategik yang mencakup keseluruhan komponen

organisasi yang dapat dilakukan oleh manajemen puncak hingga

karyawan, (2) keputusan strategik mempunyai daya dukung

sumber-sumber yang cukup, baik sumber daya manusia, finansial,

informasi, dan lain-lain, (3) keputusan strategik harus berdampak

jangka panjang.

Perkembangan bidang pendidikan menggambarkan misi

strategik. Popularitas pendidikan yang menyebar pada

pemerataan pendidikan lebih jauh semakin dirasakan bahwa

pembangunan sekolah-sekolah memiliki fungsi strategis bagi

peningkatan kualitas warga negara, harkat dan martabat bangsa

Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan wajib belajar

di atas 6 tahun 1984 yang kemudian dilanjutkan dengan wajib

belajar di atas pada tahun 1994, yang merupakan upaya

peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

Untuk memperbaiki mutu proses pencerdasan bangsa yang

berkelanjutan, pelaksanaan pendidikan jalur sekolah melalui

pendidikan dasar, pendidikan menengah dan tinggi serta

pendidikan jalur luar sekolah, perlu diintegrasikan aktivitasnya,

sehingga lembaga pendidikan dijadikan sebagai pusat

Page 60: Manajemen Strategi - Islamic University

53

keunggulan (center of excellence) dalam pemberdayaan sumber

daya manusia bangsa Indonesia. Oleh karena itu mutu

pendidikan nasional haruslah selalu ditingkatkan.

Lulusan lembaga pendidikan merupakan sumber daya

manusia yang menjadi subjek dan objek pembangunan yang perlu

terus ditingkatkan kualitasnya. Oleh sebab itu semua jalur

pendidikan dalam fungsi proses aktivitasnya harus bermuara

pada pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang

tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional yaitu pendidikan nasional bertujuan

mencerdaskan dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.

UNESCO (1996) dalam The Treasure Within (Belajar : harta

karun di dalamnya) merencanakan 4 pilar pendidikan abad

21 yang perlu diterapkan dalam konteks pendidikan

nasional, yakni : (1) belajar untuk mengetahui (learning to

know), (2) belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do),

(3) belajar untuk menjadi seseorang (learning to be), (4)

belajar untuk hidup bersama (learning to live together).

B. Perencanaan Strategi dan Manajemen Strategi

Menurut Sudjana (2004; 92) perencanaan strategik

merupakan bagian dari manajemen strategik yang terdiri dari

perencanaan strategik, implementasi strategik, monitoring dan

evaluasi.

Page 61: Manajemen Strategi - Islamic University

54

Untuk memahami perencanaan strategik bukanlah sebuah

perkara yang mudah, hal ini disebabkan setiap literatur seringkali

memberikan definisi yang berbeda dan hingga saat ini tidak ada

definisi yang baku mengenai hal ini. Oleh karena itu, konsep

perencanaan strategik dapat didefinisikan dengan berbagai cara.

Beberapa sarjana menekankan pada formalitas atau tentang

dokumen perencanaan yang ada (Stoner, 1983; Baker, Addams

dan Davis, 1993). Sarjana yang lain berfokus terhadap terstruktur

atau tidaknya (Kudla, 1980; Waalewijn dan Segaar, 1993).

Sedangkan sebagian sarjana lagi mengadopsi definisi yang lain

yakni suatu kajian yang formal dari kekuatan dan kelemahan

perusahaan dan prospeknya di masa depan dalam mengarahkan

membuat keputusan dan perubahan perusahaan (Larsen dan

Ito,1998; 57).

Perencanaan strategik dapat dilihat dari dua dimensi yaitu

proses dan produk. Perencanaan strategik sebagai proses

dikemukakan oleh Simerly dan Associates (1989; 1) yakni strategic

planning is a process that give attention to (1) designing, (2)

implementing, (3) monitoring plans for improving organizational

decision making. Sedangkan perencanaan strategik sebagai produk

yaitu spesifik dokumen yang tertulis yang memungkinkan

seluruh personel dalam organisasi itu untuk memahami,

mengerti, menganalisa dan mengkritik tujuan, sasaran, dan

strategi yang sedang digunakan untuk mencapai misi suatu

organisasi. Analisis, kritik dan revisi terhadap perencanaan

strategik yang sedang berjalan dan dinamis memberikan

kesempatan kepada setiap individu untuk berintegrasi. Simerly

dan Associates, 1989; 12) mengungkapkan bahwa perencanaan

strategik pada suatu organisasi memberikan peluang kepada

setiap pegawai untuk berpartisipasi dalam mebuat keputusan

sehingga setiap orang berdampak terhadap personel dan masa

Page 62: Manajemen Strategi - Islamic University

55

depan suatu organisasi. Menurut Montanary, Morgan dan Bracker

(1990; 4) mengatakan perencanaan strategik adalah suatu analisis

kondisi lingkungan dan kapabilitas organisasi dan

memformulasikan perencanaan sesuai dengan kapabilitas

perusahaan dengan kondisi lingkungan tersebut.

Al-Shaikh (2001; 9) mendefinisikan perencanaan strategik

‚a long term written plan that covers more than one year and contains

information about projected earnings, rate of return on investment,

breakeven point, projected sales, target growth rate, cost and expenses

and performa financial statements for more than one year‛.

Perencanaan strategik adalah perencanaan jangka panjang tetapi

bukan berarti bahwa perencanaan strategik adalah sama dengan

perencanaan jangka panjang (long range planning) yang populer

pada tahun 1960-an. Inti perbedaannya menurut Cope

(Sudjana,2004; 9) adalah dalam sistem, orientasi, rasionalitas,

lingkungan, keputusan dan kemampuan perencana.

Selanjutnya manajemen strategik merupakan istilah yang

lebih luas dari perencanaan strategik, bukan hanya mencakup

pengelolaan tahapan-tahapan yang disebutkan di awal penentuan

misi dan tujuan organisasi dalam konteks lingkungan eksternal

dan internalnya (Wrigth et al, 1996). Manajemen strategik

merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang

menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

Manajemen strategik meliputi pengamatan lingkungan,

perumusan strategi (perencanaan strategik atau perencanaan

jangka panjang), implementasi strategi dan evaluasi serta

pengendalian. Di samping itu, manajemen strategik juga

menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang dan

ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan

perusahaan. Semula disebut kebijakan bisnis, manajemen

Page 63: Manajemen Strategi - Islamic University

56

strategik meliputi perencanaan dan strategi jangka panjang.

Kebijakan bisnis, sebaliknya berorientasi pada manajemen umum

dan cenderung melihat ke dalam dan lebih menekankan pada

integrasi yang sesuai bagi banyak aktivitas fungsional dalam

perusahaan.

Hunger dan Wheelen (2001; 3-4) menjelaskan manajemen

strategik muncul sebagai respons atas meningkatnya pergolakan

lingkungan. Adapun pengertiannya adalah serangkaian

keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja

organisasi dalam jangka panjang. Manajemen strategik meliputi

pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan

strategik atau perencanaan jangka panjang), implementasi

strategi, dan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan

melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan.

Blocher dan Lin (1999) mengungkapkan bahwa manajemen

strategik adalah the development of a sustainable competitive position

in which the firm’s competitive provides continued success. Menurut

Yuwono dan Ikhsan (2004;11) manajemen strategik biasanya

dihubungkan dengan pendekatan manajemen yang integratif

yang mengedepankan seluruh elemen seperti planning,

implementing dan controlling dari strategi bisnis. Dengan kata lain

manajemen strategik menurut Syaiful Sagala (2007; 128) meliputi

formulasi strategik dan implementasi strategik. Dalam

manajemen strategik pada dunia bisnis dimanfaatkan untuk

memprediksi kecenderungan pasar dan peluang-peluang untuk

memperoleh berbagai keunggulan bersaing. Sementara dalam

dunia pendidikan menggunakan konsep strategik untuk lebih

mengefektifkan pengalokasian sumber daya yang ada dalam

pencapaian tujuan pendidikan.

Page 64: Manajemen Strategi - Islamic University

57

Sementara itu Montanary, Morgan dan Bracker (1990; 1)

mengemukakan ‚asking and answering such questions is the basis of

strategic management of the organization that is the choices of the

analyses, plans, decisions and action that determine the strategic goals

and objectives in a dynamic environment.‛ Peter dan Certo (1995; 8)

mendefinisikan manajemen strategik ‚is a continous, iterative, cross

functional process aimed at keeping an organization as a whole

appropriately matched to its environment‛.

Dari uraian di atas diketahui sasaran dari manajemen

strategik harus selaras dengan lingkungan. Oleh karena itu,

membahas konsep manajemen strategik berarti membicarakan

hubungan antara organisasi dan lingkungannya, baik lingkungan

internal maupun lingkungan eksternal. Manajemen strategik

memberikan petunjuk bagaimana menghadapi dan

menanggulangi perubahan yang terjadi dalam lingkungan yang

turbulen, dan juga memberikan petunjuk bagi para eksekutif

dalam mencoba mempengaruhi dan mengendalikan lingkungan

sehingga tidak sekedar mengendalikan arah perjalanan menuju

sasaran yang dikehendaki.

Ansoff (1990) menjelaskan bahwa pendekatan manajemen

strategi adalah menganalisis bagian-bagian yang dinamai dengan

formulasi strategi dan proses formulasi itu oleh para manager

adalah merumuskan strategi bersama-sama yang diberi nama

perencanaan strategis. Pendekatan strategis itu terdiri dari (1)

memposisikan perusahaan melalui strategi dan perencanaan

kemampuan (positioning of the firm through strategy and capability

planning, (2) real time tanggapan isu-isu strategis yang dikeluarkan

manajemen (real time through issue management) dan (3) manajemen

yang sistematis selama implementasi strategis (systematic

management of resistance during strategic implementation).

Page 65: Manajemen Strategi - Islamic University

58

Jika dielaborasi atau diadaptasi dalam manajemen sekolah,

menurut Syaiful Sagala (2007; 129) menjadi (1) sekolah menyusun

perencanaan memposisikan diri sesuai kemampuan dan potensi

yang dimiliki yaitu mengoptimalisasikan seluruh sumber daya

sekolah yang tersedia untuk mencapai tujuan sekolah, (2) mampu

merespon isu-isu strategis seperti manajemen berbasis sekolah,

kurikulum berbasis kompetensi, pengajaran kontekstual dan

sebagainya dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu

dan (3) menekankan obyektifitas, ilmiah dan sistematis selama

implementasi strategis, strategi sekolah disusun berdasarkan

prinsip-prinsip obyektifitas, ilmiah dan sistematis, bukan atas

dasar kehendak pribadi kepala sekolah, tetapi merupakan

kehendak bersama mengakomodasi kebutuhan publik. Tujuannya

terciptanya suatu sistem dan strategi manajemen sekolah yang

niscaya pasti mampu meningkatkan mutu yang kompetitif dan

menguntungkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Pearce dan Robinson

(1997; 20) yang mengatakan bahwa manajemen strategik sebagai

sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan

perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-

rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran

perusahaan. Hal tersebut terdiri dari 9 tugas penting yakni (1)

merumuskan misi perusahaan meliputi rumusan umum tentang

maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy) dan tujuan

(goal), (2) mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan

kondisi itern dan kapabilitasnya, (3) menilai lingkungan ekstern

perusahaan meliputi baik pesaing maupun faktor-faktor

kontekstual umum, (4) menganalisa opsi perusahaan dengan

mencocokkan sumber dayanya dengan lingkungan ekstern, (5)

mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan

mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan,

Page 66: Manajemen Strategi - Islamic University

59

(6) memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi

umum (grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling

dikehendaki, (7) mengembangkan sasaran tahunan dan strategi

jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan

strategi umum yang dipilih, (8) mengimplementasikan pilihan

strategi dengan cara mengalokasikan sumber daya anggaran yang

menekankan pada kesesuaian antara tugas, sumber daya

manusia, struktur, tekhnologi dan sistem imbalan, dan (9)

mengevaluasi keberhasilan proses strategi sebagai masukan bagi

pengambilan keputusan yang akan datang.

Dari rumusan definisi yang cukup luas ini menunjukkan

bahwa manajemen strategi merupakan suatu sistem dari satu

kesatuan yang memiliki berbagai komponen yang saling

berhubungan dan saling mempengaruhi dan bergerak secara

serentak (bersama-sama) ke arah yang sama pula. Komponen

pertama adalah perencanaan strategik dengan elemen-elemennya

yang terdiri visi, misi, tujuan strategik dan strategik utama

organisasi. Sedangkan komponen kedua adalah perencanaan

operasional dengan unsur-unsurnya sasaran atau tujuan

operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, kebijakan

situasional, jaringan kerja internal dan eksternal, fungsi kontrol

dan evaluasi serta umpan balik.

Kemudian perbedaan fungsi perencanaan strategik dan

manajemen strategik dapat mengacu pada pendapat Drucker

(Sudjana, 2004; 93) yakni sebagai berikut :

‚The primary tasks of strategic management are to understand

the environment, define organizational goals, identify options,

make and implement decisions and evaluate actual performance.

Thus, strategic planning aims to exploit the new and different

Page 67: Manajemen Strategi - Islamic University

60

oppotunities of tomorrow, in contrast to long range planning,

which tries to optimize for tomorrow the trends of today.‛

Menurut pengertian di atas, fungsi manajemen strategik

adalah untuk memahami lingkungan, menentukan tujuan-tujuan

organisasi, mengidentifikasi alternatif pilihan, membuat dan

melaksanakan keputusan-keputusan dan mengevaluasi

penampilan kegiatan. Sedangkan fungsi perencanaan strategik

berupaya untuk mendayagunakan berbagai peluang baru yang

mungkin terjadi pada masa yang akan datang.

Dilihat sebagai fungsi dari manajemen, perencanaan adalah

suatu proses sistematis dalam pengambilan keputusan tentang

tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.

Manajemen merupakan kegiatan kerjasama dan melalui orang

lain atau kelompok untuk mencapai tujuan.

Sudjana (2000; 62) mengemukakan bahwa dalam

manajemen pendidikan sebagai suatu sistem, perencanaan

peningkatan mutu pendidikan dilakukan secara sistematik.

Alasannya adalah karena perencanaan tersebut dilaksanakan

dengan menggunakan prinsip-prinsip yang meliputi proses

pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik

secara ilmiah serta tindakan yang terorganisasi. Drucker (1980;

61) mengungkapkan bahwa makna perencanaan strategik

‚...strategic planning aims to exploit the new and different opportunities

of tomorrow, in contrast to long range planning, which tires to optimize

for tomorrow the trends of today‛.

Fungsi perencanaan strategik tidak bisa dilepaskan dari

fungsi-fungsi manajemen strategik. Dess dan Miller (1993;9)

misalnya turut menyatakan bahwa manajemen strategik adalah

sebagai suatu proses yang memadukan tiga kegiatan yang saling

Page 68: Manajemen Strategi - Islamic University

61

berinterelasi, yakni : (1) analisis strategik, (2) formulasi strategik

dan (3) implementasi strategik. Drucker (1980; 61) juga

mengemukakan bahwa fungsi-fungsi manajemen strategik adalah

untuk memahami lingkungan, mendefinisikan tujuan organisasi,

identifikasi pilihan-pilihan, membuat dan implementasi

keputusan dan penilaian kinerja aktual organisasi. Dengan

demikian, jika strateginya sudah terpilih dan diimplementasikan

maka seringkali memerlukan modifikasi dalam rangka

menyesuaikan dengan perubahan yang cepat, khususnya dalam

menghadapi lingkungan yang kompetitif dan terbuka sehingga

menuntut organisasi/lembaga secara berkelanjutan memantau

atas ketetapan strategi yang dipilih dalam rangka perwujudan visi

dan tujuan lembaga.

Pierce II dan Robinson, Jr (1996) dalam Manajemen Strategik

mengemukakan bahwa manajemen strategik merupakan

kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan

rancangan dan pengaktifan strategi-strategi untuk mencapai

sasaran suatu organisasi. Karena itu kajiannya tidak lepas dari

kajian tentang hakikat, kebutuhan, manfaat dan terminologi

manajemen strategik bagi organisasi atau lembaga.

Perencanaan strategik yang semula digunakan di bidang

militer, kemudian digunakan pula dalam bidang pendidikan,

ekonomi dan bidang-bidang lainnya.

Kajian tentang hakikat dan manfaat manajemen strategik

menekankan pada nilai dan manfaat praktis manajemen strategik

bagi suatu perusahaan (dalam konteks ini, organisasi atau

lembaga pendidikan atau madrasah yang menyelenggarakan

program pendidikan). Dalam hal ini dibedakan antara keputusan-

keputusan strategik suatu organisasi dan tugas-tugas

perencanaan. Kegiatan manajemen strategik dilaksanakan di tiga

Page 69: Manajemen Strategi - Islamic University

62

tingkat : korporasi (organisasi/lembaga pendidikan), tingkat

bisnis, dan tingkat fungsional. Karakteristik yang berbeda dari

keputusan-keputusan strategik yang dibuat di masing-masing

tingkat ini mempengaruhi dampak kegiatan di tingkat-tingkat ini

atas operasi organisasi. Model proses manajemen strategik

berfungsi sebagai kerangka untuk keseluruhan kajian strategik,

menguraikan rancangan yang saat ini digunakan oleh para

perencana strategik. Adapun prosedur kegiatan-kegiatan

manajemen strategik diilustrasikan dalam diagram di bawah ini :

Gambar 3.1

Alur komponen komponen pendidikan (sumber : Modifikasi

dari Pierce II dan Robinson, Jr 1996)

Page 70: Manajemen Strategi - Islamic University

63

Perencanaan jangka panjang (long range planning) yang

populer pada tahun 60-an, berbeda dengan perencanaan strategis.

Menurut Cope (1981) terdapat 6 perbedaan pokok antara kedua

perencanaan tersebut :

(1) perencanaan jangka panjang merupakan sistem tertutup

sehingga rencana suatu lembaga dibatasi waktunya

seperti rencana untuk lima tahunan, sepuluh tahunan,

dan dua puluh lima tahunan. Sedangkan perencanaan

strategis dianggap sebagai sistem terbuka, dalam arti

bahwa organisasi adalah dinamis dan tetap mengalami

perubahan apabila organisasi itu memadukan berbagai

informasi yang muncul dalam lingkungan.

(2) perencanaan jangka panjang berorientasi pada hasil, yaitu

rencana, sedangkan perencanaan strategis lebih

berorientasi pada proses, yaitu perencanaan itu sendiri.

(3) Perencanaan jangka panjang, walaupun dengan

penggunaan formula atau rumus-rumus tertentu, belum

dianggap cukup rasional karena kurang sekali

memperhatikan nilai-nilai, perkembangan politik, dan

keadaan-keadaan yang telah berubah. Perencanaan

strategis cukup rasional karena ia tidak memperhatikan

realitas yang irrasional.

(4) Perencanaan jangka panjang cenderung mengarah pada

analisis internal lingkungan dalam lembaga, model-model

pengembangan sumber secara kuantitatif, dan fungsi-

fungsi kelembagaan yang terpisah antara yang satu

dengan yang lainnya. Di pihak lain, perencanaan strategis

berorientasi pada lingkungan luar organisasi, informasi

kualitatif dan keputusan intuitif tentang pelibatan

Page 71: Manajemen Strategi - Islamic University

64

sumber-sumber, serta pengikutsertaan pihak-pihak terkait

ke dalam kegiatan yang terpadu.

(5) Perencanaan jangka panjang membuat keputusan-

keputusan tentang masa yang akan datang berdasarkan

data yang ada pada masa sekarang. Sedangkan

perencanaan strategis mendayagunakan kecenderungan-

kecenderungan yang ada pada masa sekarang dan

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada masa yang

akan datang untuk membuat keputusan pada saat ini,

bukan untuk membuat keputusan pada masa yang akan

datang.

(6) Perencanaan jangka panjang menekankan pada

penggunaan ilmu yang berkaitan dengan perencanaan,

manajemen dan pengambilan keputusan. Sedangkan

perencanaan strategis lebih menekankan pada kreativitas,

inovasi dan intuisi sebagai seni dalam perencanaan,

manajemen dan pengambilan keputusan. Singkatnya

perencanaan jangka panjang dan perencanaan strategis

memiliki perbedaan dalam sistem, orientasi, rasionalitas,

lingkungan, keputusan dan kemampuan perencana.

Perencanaan jangka panjang mencakup siklus kegiatan

yang dimulai dari langkah pertama yaitu memantau berbagai

kecenderungan yang berkaitan dengan kepentingan lembaga

yang melaksanakan perencanaan. Langkah kedua adalah

meramalkan keadaan masa depan yang diharapkan oleh lembaga

yang berkaitan dengan kepentingan lembaga itu. Peramalan ini

biasanya didasarkan atas hasil penarikan data secara historis

dengan menggunakan analisis regresi atau tekhnik-tekhnik

Page 72: Manajemen Strategi - Islamic University

65

lainnya yang dipilih. Langkah ketiga adalah menentukan tujuan

organisasi, yang memuat suatu keadaan masa depan yang ingin

dicapai. Langkah keempat yaitu melaksanakan kebijakan dan

kegiatan yang dirancang untuk mengurangi perbedaan atau

kesenjangan antara suatu keadaan masa depan yang diharapkan

dengan keadaan masa depan yang aktual.

Menurut Reinfro (1980), keempat langkah dalam kajian

lingkungan dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut (1) dimanakah keadaan lembaga

berada saat ini, (2) kemanakah lembaga itu sedang melangkah (3)

kemanakah organisasi itu ingin melaju, (4) apa yang harus

dilakukan untuk mengubah dari kemana sedang melangkah

menjadi kemana lembaga itu ingin melaju.

Oleh karena itu, kajian lingkungan mencakup empat

langkah yakni pengkajian, penilaian, peramalan dan pemantauan.

Siklus kajian lingkungan dimulai dari langkah pertama yakni

kegiatan mengkaji lingkungan luar (external environment) suatu

lembaga untuk mengetahui berbagai isu yang muncul baik yang

berupa ancaman/tantangan maupun yang merupakan

kesempatan atau peluang baru bagi lembaga yang bersangkutan.

Selanjutnya langkah kedua adalah kegiatan menganalisis,

mengevaluasi dan menyusun urutan setiap isu dan

kecenderungan tersebut. Analisis ini digunakan untuk

mengetahui kemungkinan-kemungkinan pengaruh berbagai isu

dan kecenderungan tersebut terhadap lembaga. Langkah ketiga

yaitu peramalan untuk memahami masa depan isu dan

kecenderungan yang dianggap penting. Langkah keempat ialah

memantau setiap isu dan kecenderungan yang penting,

relevansinya dengan hasil peramalan, dan untuk mengetahui

Page 73: Manajemen Strategi - Islamic University

66

setiap penyimpangan isu dan kecenderungan dari hasil

peramalan.

Kedua model perencanaan jangka panjang dan

studi/pengkajian lingkungan dapat digabungkan menjadi

perencanaan strategis. Dengan penggabungan ini maka proses

perencanaan strategis terdiri dari enam langkah pokok, yaitu

pengkajian,lingkungan (environmental scanning), penilaian

informasi, peramalan, penentuan tujuan (goal setting) pelaksanaan

(implementing) dan pemantauan (monitoring). Hubungan antara

langkah-langkah perencanaan strategis dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 3.2

Langkah-langkah pokok proses perencanaan strategis

(sumber Modifikasi dari Sudjana, 2000; 107)

C. Model Perencanaan Strategi dan Manajemen Strategi

Dari beberapa referensi, banyak ditemukan beragam model

perencanaan strategik dan manajemen strategik, dari yang

Page 74: Manajemen Strategi - Islamic University

67

konvensional sampai terkini. Okes dan Wescott (2000; 73)

misalnya menampilkan satu model perencanaan strategik

konvensional yang terdiri dari tiga level yaitu strategik, taktikal

dan operasional.

Perencanaan taktikal mengidentifikasi bagaimana

organisasi akan menerapkan perencanaan strategiknya dan

perencanaan tingkat taktikal ini terdiri dari 3 tahapan yakni :

menentukan sasaran, menganalisa kesenjangan dan keinginan,

dan mempersiapkan rencana aksi taktikal.

Perencanaan pada level operasional atau juga disebut

dengan rencana aksi (action plan) adalah aksi harian yang

berorientasi kepada perencanaan dengan rincian: siapa yang

melakukan tugas itu dan kapan jangka waktu penyelesaiannya.

Elemen-elemen dari perencanaan operasional adalah

implementasi rencana aksi, catat dan ukur progresnya serta

evaluasi hasilnya.

Pada prinsipnya aplikasi perencanaan strategik tidak bisa

dilepaskan dari fungsi-fungsi manajemen strategik secara

keseluruhan. Perencanaan strategik sebagai gabungan kaji

lingkungan dan perencanaan jangka panjang, sehingga

memungkinkan pengkajian informasi di lingkungan luar lembaga.

Hasil pengkajian informasi tersebut menjadi masukan dalam

perencanaan sehingga perencanaan yang dilakukan lembaga akan

menjadi efektif dan relevan dengan kebutuhan lingkungan luar

terhadap lembaga itu. Model kajian informasi ini memberi

kemungkinan kepada lembaga untuk mengidentifikasi berbagai

isu dan kecenderungan sebagai hasil kajian informasi yang telah

ditetapkan oleh lembaga. Model ini dapat digambarkan dalam

diagram sebagai berikut:

Page 75: Manajemen Strategi - Islamic University

68

Gambar 3.3

Diagram Model pengembangan manajemen strategis

(sumber : Thompson dan Strikhand, 1987)

Fungsi perencanaan (penyusunan rangkaian kegiatan

untuk mencapai tujuan) dalam konteks manajemen tidak bisa

dilepaskan dari fungsi-fungsi lainnya. Pada umumnya fungsi-

fungsi manajemen pendidikan, selain fungsi perencanaan, adalah

fungsi pengorganisasian, fungsi penggerakan, fungsi pembinaan,

fungsi penilaian dan fungsi pengembangan (Sudjana, 2000; 56-

59).jika perencanaan telah dilakukan, maka pengorganisasian

mutlak dilakukan. Pengorganisasian adalah kegiatan

memodifikasi dan memadukan sumber-sumber yang diperlukan

ke dalam kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan

yang telah dirumuskan.

Fungsi lainnya dari manajemen adalah pembinaan. Fungsi

ini berupa kegiatan-kegiatan pengawasan, supervisi dan

monitoring. Pembinaan diselenggarakan melalui pendekatan

Page 76: Manajemen Strategi - Islamic University

69

langsung dan tidak langsung. Penilaian berkaitan dengan

kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi

untuk dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan.

Penilaian ini dilakukan secara berkelanjutan dan diarahkan untuk

mengetahui tingkat pencapaian tujuan yang telah dirumuskan,

proses kegiatan dalam pencapaian tujuan dan penyimpangan dari

rencana yang telah disusun.

Selanjutnya fungsi pengembangan harus dilakukan dalam

manajemen pendidikan. Maksud dari pengembangan tersebut

adalah untuk perluasan dan peningkatan kegiatan-kegiatan yang

telah dan/atau sedang dilakukan melalui pelaksanaan kembali

keseluruhan fungsi manajemen. Singkatnya, pengembangan

berperan untuk menjembatani siklus kegiatan dalam mata rantai

peningkatan kegiatan secara berkesinambungan. Manajemen

strategik dalam pendidikan dapat diaplikasikan dengan

melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih menekankan pada

prosesnya. Aplikasi manajemen strategik dikemukakan Donald F.

Harvey dalam Business Policy and Strategic Management (1982; 10-

15).

Harvey menggambarkan model manajemen strategik

didasarkan pada konsep strategis dan konsep proses pengelolaan

strategi. Salah satu bagian penting dari proses tersebut adalah

pengembangan suatu strategi dasar bagi organisasi/lembaga

untuk memberikan arah yang positif dari kegiatan-kegiatan yang

berorientasi masa depan. Alur kegiatan dalam aplikasi

manajemen strategik ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 77: Manajemen Strategi - Islamic University

70

Gambar 3.4

Diagram alur tahap-tahap kegiatan manajemen strategik

(Sumber modifikasi dari Harvey, 1982; 10).

Sesuai dengan gambar di atas, dapat dirumuskan tahap-

tahap kegiatan aplikasi manajemen strategik dalam

organisasi/lembaga yaitu : (1) identifikasi visi dan misi organisasi,

(2) pembuatan keputusan strategik, (3) penentuan tujuan-tujuan

dan sasaran-sasaran organisasional yang profesional, (4)

identifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan

organisasional, (5) identifikasi peluang-peluang dan hambatan-

hambatan strategik, (6) identifikasi alternatif-alternatif strategik,

(7) membandingkan alternatif-alternatif strategik, (8) pembuatan

keputusan strategik, (9) implementasi keputusan strategik dan

perencanaan dan (10) evaluasi dan kontrol strategik.

Perencanaan strategik yang semula digunakan di bidang

militer, kemudian digunakan pula dalam bidang pendidikan,

ekonomi dan bidang-bidang lainnya. Cara lain melihat tingkat

perencanaan strategik dapat dimanfaatkan menjadi dua fase,

yakni pertama, menformulasikan dimana pada tahapan ini

strategi dan objektif diformulasikan atau didefinisikan. Fase

kedua, implementasi menentukan arah taktikal dan rencana

operasi.

Page 78: Manajemen Strategi - Islamic University

71

Sementara itu Goetsch dan Davis (2000; 80) menyebutkan 6

langkah proses perencanaan strategik. Perencanaan strategik

adalah proses dimana suatu organisasi mengembangkan suatu

visi, misi, prinsip-prinsip penuntun (guiding principles), objektif

secara luas dan strategi khusus untuk mencapai objektif secara

luas. Proses perencanaan berawal sewaktu organisasi melakukan

analisis SWOT. SWOT adalah akronim dari strengths (kekuatan),

weakness (kelemahan), opportunities (kesempatan) dan threats

(ancaman). Analisis SWOT menjawab pertanyaan sebagai berikut

: apakah kekuatan organisasi? Apakah kelemahan organisasi?

Kesempatan apakah yang ada pada lingkungan organisasi? Dan

ancaman seperti apa yang ada dalam lingkungan organisasi?.

Enam langkah proses perencanaan strategik menurut

Goetsch dan Davis (2000;80) seperti dalam gambar halaman

berikut ini:

Page 79: Manajemen Strategi - Islamic University

72

Step 1

Step 2

Step 3

Step 4

Step 5

Step 6

Gambar 3.5

Proses Perencanaan Stratejik

(Sumber Goetsch dan Davis: 2000)

Langkah-langkah proses tersebut harus diselesaikan,

karena sesungguhnya langkah keberhasilan selanjutnya sangat

ditentukan dan tergantung oleh tahapan-tahapan sebelumnya.

Analisis SWOT akan memberikan body of knowledge yang

diperlukan oleh perencanaan strategik. Misi tumbuh untuk

menopang visi. Prinsip-prinsip penuntun yang mempresentasikan

sistem nilai organisasi, menuntun prilaku organisasi untuk

SWOT Analysis

Develop The Vision

Develop The Mission

Develop the Specific Tactic

Develop the Strategic

Objective

Develop The Guiding Principles

Page 80: Manajemen Strategi - Islamic University

73

mencapai misinya. Sasaran secara luas tumbuh dari misi dan

menterjemahkannya ke dalam bentuk saruan yang dapat diukur.

Strategi khusus terikat secara kuat dengan objektif secara luas.

Morison, Renfro dan Bouche (Sudjana,2004; 96)

menyebutkan bahwa tahapan perencanaan strategik merupakan

perpaduan antara langkah-langkah jangka panjang (the long range

planning) dan langkah-langkah kajian lingkungan (environmental

scanning). Perencanaan jangka panjang secara konvensional

didasarkan atas konsep perencanaan yang terdiri dari atas empat

langkah pokok yakni pemantauan (monitoring), peramalan

(forecasting), penentuan tujuan (goal setting) dan pelaksanaan

(implementing). Perencanaan jangka panjang merupakan siklus

dari keempat kegiatan ini, yang dimulai dari memantau,

meramalkan, menentukan tujuan organisasi dan melaksanakan

kebijakan. Sedangkan kajian tentang lingkungan (environmental

scanning) juga mencakup 4 langkah kegiatan yaitu pengkajian

(scanning), penilaian (evaluating), peramalan (forecasting) dan

pemantauan (monitoring).

Perencanaan strategik memungkinkan adanya kegiatan

untuk mengkaji atau mempelajari informasi yang terdapat di luar

lembaga. Hasil kajian informasi yang tengah terjadi di luar

lembaga akan menjadi masukan dalam perencanaan sehingga

perencanaan yang dilakukan lembaga akan lebih efektif dan

relevan dengan kebutuhan lingkungan luar terhadap lembaga itu.

Model kajian informasi ini memberikan kemungkinan kepada

lembaga untuk mengidentifikasi berbagai isu dan kecenderungan

sebagai hasil kajian informasi, yang dapat digunakan untuk

memodifikasi berbagai isu dan kecenderungan yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh lembaga.

Page 81: Manajemen Strategi - Islamic University

74

Hoshin Planning merupakan salah satu bentuk lain dari

model perencanaan strategik. Okes dan Wescott (2001; 73)

mempresentasikan suatu model yang lengkap dengan siklus

perencanaan ke penyebaran (deployment) dan kembali ke

perencanaan lagi (Plan-Do-Check-Act). Istilah Hoshin ini berasal

dari bahasa Jepang, yang lengkapnya adalah hoshin kanri. Hoshin

bermakna policy (kebijakan) atau target. Kanri bermakna

manajemen atau penyebaran (deployment). Tahapan pertama dari

perencanaan Hoshin ini adalah pengembangan atau perubahan

visi sesuai dengan yang dikehendaki dan misi dari organisasi,

dengan menggunakan informasi dari analisis kajian lingkungan.

Gambar 3.6 Model Perencanaan Strategik

Johnson and Scholes (Tsiakkiros dan Pashiardis : 2002)

Page 82: Manajemen Strategi - Islamic University

75

Ketiga elemen inti yang saling berkaitan tersebut adalah

analisis strategis (strategic analysis), pemilihan strategik (strategic

choice), dan pelaksanaan strategi (strategy implementation). Dalam

analisis strategik mencoba untuk memahami posisi suatu

organisasi terhadap lingkungannya, dalam pemilihan strategik

menghasilkan pemilihan (option) strategik, pengevaluasian dari

alternatif pilihan dan memilih strategi yang khusus (specific).

Akhirnya pelaksanaan strategi berhubungan dengan perencanaan

dan alokasi sumber daya (resources) dan juga mengelola

perubahan strategi.

Selanjutnya model manajemen strategik juga beragam.

Wheleen dan Hunger (1995;7) misalnya mengatakan bahwa

manajemen strategik meliputi 4 elemen yaitu (1) pengamatan

lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi dan

(4) evaluasi dan pengendalian sebagaimana dalam gambar di

bawah ini:

Gambar 3.7

Elemen-elemen Dasar Manajemen Strategik

Sumber : Wheelen dan Hunger (1995; 9)

Dalam gambar di atas dapat dilihat bagaimana keempat

elemen tersebut saling berinterkasi. Kajian lingkungan eksternal

untuk melihat kesempatan dan ancaman dan juga kajian

lingkungan internal untuk melihat kekuatan dan kelemahan.

Setelah medentifikasi faktor-faktor strategik ini manajemen mulai

Page 83: Manajemen Strategi - Islamic University

76

mengevaluasi interaksi, melukiskan kecocokan dengan misi

perusahaan. Tahapan pertama dari perumusan strategi adalah

penentuan misi, dimana akan memimpin untuk membuat

sasaran, strategi dan kebijakan. Perusahaan akan

mengimplementasikan strategi dan kebijakan melalui program,

budget dan prosedur.

Menurut David (1999; 5) proses manajemen strategik terdiri

dari tiga tingkatan yaitu perumusan strategi (strategy formulation),

implementasi strategi (strategy implementation) dan evaluasi

strategi (strategy evaluation). Perumusan strategi termasuk

mengembangkan misi suatu bisnis, mengidentifikasi kesempatan

dan tantangan dari eksternal organisasi, menggambarkan

kekuatan dan kelemahan internal organisasi, menetapkan sasaran

jangka panjang, menciptakan strategi alternatif dan memilih

strategi khusus untuk dilaksanakan. Isu perumusan strategi ini

juga terdiri dari bisnis baru apa yang harus dimasuki organisasi,

bisnis apa yang akan dikurangi, bagaimana mengalokasikan

sumber daya, apakah akan melakukan ekspansi atau diversifikasi,

apakah akan memasuki pasar internasional, apakah akan merger

atau membentuk joint venture, dan bagaimana untuk menghindari

berseberangan atau mengambil alih.

Penerapan strategi tentu memerlukan perusahaan untuk

menetapkan sasaran tahunan menentukan kebijakan, memotivasi

karyawan dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi

yang telah dirumuskan dapat diputuskan. Termasuk dalam

tahapan pelaksanaan strategi ini adalah mengembangkan suatu

strategi, menopang budaya perusahaan, menciptakan struktur

organisasi yang efektif, mengarahkan kembali usaha pemasaran,

mempersiapkan budget.

Page 84: Manajemen Strategi - Islamic University

77

Evaluasi strategi adalah tingkatan terakhir dari manajemen

strategik. Dalam tahapan ini pimpinan perusahaan (manajer)

ingin mengetahui apakah strategi yang telah ditetapkan itu dapat

dilaksanakan dengan baik sesuai dengan perumusan strategi.

Evaluasi strategi ini adalah alat untuk mendapatkan informasi

primer dan seluruh strategi dapat dimodifikasi karena perubahan

dari faktor internal dan eksternal yang selalu dinamis. Tiga dasar

aktivitas evaluasi strategi yaitu (1) mengkaji ulang faktor internal

dan eksternal sebagai dasar dari strategi awal, (2) mengukur

kinerja yang telah dicapai, (3) melakukan aksi koreksi. Evaluasi

strategi diperlukan karena kesuksesan hari ini bukanlah garansi

kesuksesan hari esok. Kesuksesan akan selalu menciptakan

permasalahan yang berbeda dan bahkan baru.

Lebih lanjut David (1999; 10) mengatakan bahwa model

manajemen strategik terdiri dari tiga aktivitas yaitu perumusan,

implementasi dan evaluasi strategi. Sedangkan Montari, Morgan

dan Bracker (1990; 1) mengemukakan Choice model of the strategic

process seperti dalam gambar berikut di bawah ini :

Page 85: Manajemen Strategi - Islamic University

78

Gambar 3.8

Choice Model of the Strategic Management Process

Sumber : Montari, Morgan dan Bracker (1990; 12)

Strategi isu fokus terhadap proses manajemen strategik.

Output dari proses adalah pemilihan-pemilihan yang dilakukan

manajer terhadap lembaga pendidikan mencapai misi. Strategi

bukan penentuan operasi harian pada level yang lebih rendah,

tetapi strategik dalam sifatnya. Untuk membuat pemilihan-

pemilihan itu berhasil, manajer harus mengikuti logik proses

menganalisa informasi, merumuskan strategi,

mengimplementasikan strategi, mengevaluasi dan mengendalikan

strategi.

Page 86: Manajemen Strategi - Islamic University

79

BAB IV

A. Pengertian Mutu

Dalam bahasa Indonesia, mutu disebut dengan kualitas.

Kata kualitas sendiri masuk ke dalam bahasa Indonesia dari

bahasa Inggris yaitu quality, dan kata ini sesungguhnyan berasal

dari bahasa Latin yaitu qualitas yang masuk ke dalam bahasa

Inggris melalui bahasa Perancis kuno yaitu qualite (Tampubolon,

2001; 106).

Kata mutu adalah istilah yang relatif dan memiliki makna

yang berbeda bagi tiap orang. Karenanya definisi tentang mutu

sangat bervariasi, beragam dan sangat menarik untuk disimak.

Secara umum, definisi mutu berdasarkan kepada orientasi

seseorang individu yang terlibat di dalamnya, sebagaimana

dikatakan Reeves dan Bednar yakni ‚tidak ada satupun definisi

Page 87: Manajemen Strategi - Islamic University

80

mutu yang terbaik untuk situasi dengan respek pengukuran,

kegeneralisasian, kegunaan bagi manajemen dan relevansinya

terhadap pelanggan(customers)‛ (1999; 13). Hal inilah yang

membuat Sallis (1996; 2) menyebut mutu sebagai suatu konsep

yang licin (slippery concept).

Dalam kamus lengkap bahasa Inggris, kata mutu juga

memiliki arti yang banyak. Tiga di antaranya (1) suatu sifat atau

atribut yang khas dan membuat berbeda, (2) standar tertinggi sifat

kebaikan dan (3) memiliki sifat kebaikan tertinggi. Sementara itu

dalam literatur ditemukan sifat dan konsep yang multi dimensi

dari mutu, sehingga untuk mendefinisikannya beraneka ragam.

Istilah mutu sesungguhnya memerlukan pengkajian yang

cermat dan hati-hati, sebab sebagaimana menurut Anna Coote

dalam Edward Sallis (1993; 21) bahwa quality is a slippery concept. It

implies different things to defferent people. Mutu adalah sebuah

konsep yang dapat diplesetkan, yang membingungkan,

pengertiannya menjadi sesuatu yang berbeda bagi setiap orang.

Bahkan para ahlipun menyimpulkannya tidak ada yang sama.

Artinya bahwa definisi mutu berbeda-beda.

Menurut Edward Sallis (1993; 24), mutu dapat didefinisikan

sebagai sesuatu yang melebihi kepuasan dan keinginan

konsumen. Adapun menurut Juran (1995; 9) mutu adalah produk

yang memiliki keistimewaan, membebaskan konsumen dari rasa

kecewa akibat kegagalan. Sedangkan menurut Crosby (1979)

mutu dimaknai kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan.

Secara umum mutu dapat didefinisikan sebagai karakter

produk atau jasa yang ditentukan oleh customer dan diperoleh

melalui pengukuran proses serta perbaikan yang berkelanjutan

(Soewarso, 1996; 7). Pendapat ini lebih menekankan kepada

Page 88: Manajemen Strategi - Islamic University

81

pelanggan yaitu apabila suara pelanggan mengatakan sesuatu itu

bermutu baik, maka barang/jasa tersebut dapat dianggap

bermutu.

Jika dicermati istilah mutu yang berasal dari bahasa Inggris

quality artinya goodness or worth, yang secara definitif dapat

diartikan sebagai kebaikan atau nilai. Pada mulanya istilah mutu

banyak digunakan dalam bidang ekonomi, khususnya dalam

organisasi industri, dimana mutu diartikan sebagai karakteristik

produk/jasa yang ditentukan oleh pihak pelanggan dan diperoleh

melalui pengukuran proses serta perbaikan secara

berkesinambungan. Sejalan dengan perkembangan kehidupan

masyarakat, pada akhirnya istilah mutu ini dipergunakan dalam

hampir semua bidang organisasi termasuk dalam dunia

pendidikan.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tjiptono (1995)

bahwa pada prinsipnya mutu didefinisikan sebagai suatu kondisi

dinamik yang berhubungan dengan produk atau jasa, manusia,

proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Kondisi dinamik di sini diartikan selalu berubah untuk mendekati

kesempurnaan sedangkan memenuhi atau melebihi harapan

berkaitan dengan kepuasan konsumen atau pengguna jasa.

Selanjutnya Tjiptono (1995) mengutip pendapat David Garvin

mengidentifikasi 5 perspektif mutu, yakni sebagai berikut :

1) User based Approuch. Dalam pendekatan ini mutu

tergantung pada orang yang memandangnya dan

produk yang paling memuaskan preferensi seseorang

merupakan produk yang demand oriented. Pelanggan

yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang

berbeda pula sehingga bagi seseorang, mutu adalah

sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

Page 89: Manajemen Strategi - Islamic University

82

2) Manufacturing based Approuch. Perspektif ini bersifat

supply based dengan memperhatikan praktek-praktek

perekayasaan dan manufaktur sehingga mutu

didefinisikan sebagai sama dengan persyaratan.

Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi

yang dikembangkan secara internal, yang seringkali

didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan

penekanan biaya. Jadi yang menentukan mutu adalah

standar-standar yang ditetapkan perusahaan bukan

konsumen yang menggunakannya.

3) Product based Approuch. Pendekatan ini menganggap

mutu sebagai karakteristik atau atribut yang dapat

dikuantifikasi. Perbedaan dalam mutu mencerminkan

perbedaan dalam jumlah unsur atau atribut yang

dimiliki produk. Pandangan ini sangat objektif,

karenanya tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam

selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

4) Transendental Approuch. Pendekatan ini menganggap

bahwa mutu dapat dirasakan atau dapat diketahui

tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut

pandang ini biasanya digunakan dalam seni.

5) Value based Approuch. Pendekatan ini memandang mutu

dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan

trade off antara kinerja dan harga, mutu didefinisikan

sebagai affordable exellence. Mutu dalam perspektif ini

bersifat relatif sehingga produk yang memiliki mutu

tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk

atau jasa yang paling bernilai adalah yang paling tepat

dibeli.

Page 90: Manajemen Strategi - Islamic University

83

Menurut Deming (1986) konsep mutu merupakan suatu

konsep yang sesungguhnya sangat sulit untuk didefinisikan,

karena harus dilakukan dengan menterjemahkan kebutuhan-

kebutuhan pemakai produk atau jasa pada masa yang akan

datang ke dalam karakteristik-karakteristik yang terukur,

sehingga produk tersebut dapat dirancang sedemikian rupa untuk

memberikan kepuasan pada suatu harga yang akan dibayar oleh

pemakai produk atau jasa tersebut. Selanjutnya Deming (1986)

secara lengkap mengungkapkan konsep mutu adalah sebagai

berikut the difficulty in defining quality is to translate the future needs

of the user in to measurable characteristics, so that a product can be

designed and turned out to give satisfaction at a price that the user will

pay. Dalam kutipan ini tergambar bahwa mutu merupakan

ukuran produk/kinerja pelayanan yang diselenggarakan

organisasi.

Menurut ISO 8402 mutu didefinisikan sebagai totalitas

karakteristik produk yang mendukung kemampuannya untuk

memuaskan kebutuhan yang telah ditetapkan atau

dispesifikasikan, bahkan seringkali dimaknai sebagai kepuasan

pelanggan (customers satisfaction). Deming (1986) menyatakan

mutu dalam arti kesesuaian dengan pemenuhan kebutuhan

pelanggan, adalah kunci keberhasilan usaha yang tidak dapat

disangkal. Produk bermutu mempunyai kemampuan bersaing,

sehingga tidak akan kehilangan pelanggan.

Dari berbagai macam definisi mutu sebagaimana yang

diungkapkan di atas, ternyata lebih menggambarkan pengukuran

mutu berdasarkan hasil yang mencakup produk dan jasa. Dengan

demikian mutu dapat diartikan dengan cara berbeda-beda sesuai

dengan sudut pandang orang yang mengartikannya. Pfeffer dan

Coote misalnya, berpendapat bahwa mutu merupakan konsep

Page 91: Manajemen Strategi - Islamic University

84

yang rumit karena mutu merupakan kumpulan ide yang dinamis

dan harus didefinisikan dengan tepat, agar dapat memberikan

kejelasan pemahaman. Meskipun demikian, tidak akan

menyebabkan kerancuan berfikir, karena yang terpenting mutu

akan terlihat dalam praktek dan disimpulkan dalam diskusi.

Mutu merupakan produk yang sempurna, bernilai dan

meningkatkan kewibawaan. Mutu dalam konteks pendidikan

sangat esensial karena berkaitan dengan lembaga yang terdiri dari

unsur guru, siswa, petugas kependidikan dan proses pengalaman

pendidikan. Mutu juga dapat diartikan sebagai konsep relatif,

karena mutu bukan atribut mutlak dari produk atau jasa tetapi

harus ditinjau dari berbagai segi, misalnya objektifitas penilaian

ataupun tingkat kemampuan penilainya. Definisi mutu bersifat

relatif dapat ditinjau dari dua aspek yakni pengukuran spesifikasi

dan pendataan konsumen.

Dalam upaya pengendalian mutu (quality control), perlu

dilibatkan berbagai aktifitas, misalnya deteksi, eliminasi, test

untuk sesuatu yang dianggap tidak standar. Metode kontrol mutu

berhubungan dengan profesionalisme yang merupakan syarat

mutlak kontrol kualitas yang objektif. Penjaminan mutu

merupakan tanggungjawab perorangan atau tim yang ditunjang

oleh keprofesionalannya. Jadi kepastian mutu berada pada suatu

sistem yang tepat untuk menentukan standar berdasarkan

prosedur dalam sistem itu. Mutu total berhubungan dengan

kepastian mutu, kontrol mutu dan pertumbuhan serta

perkembangannya. Jika ditinjau dari sudut pandang konsumen

maka mutu total diartikan kemampuan untuk memenuhi

perubahan cita rasa, keinginan dan kepentingan.

Konsep mutu, harus difahami dalam berbagai situasi.

Situasi yang dimaksud adalah produk pendidikan, mutu

Page 92: Manajemen Strategi - Islamic University

85

pelayanan, pendidikan konsumen atau kondisi lingkungan.

Produk pendidikan berhubungan dengan pelayanan dan

keberhasilan. Mutu pelayanan berhubungan dengan kepuasan.

Sedangkan kondisi lingkungan ialah segala sesuatu yang dapat

mempengaruhi mutu.

Definisi lain mutu difahami sebagai jasa pelayanan atau

produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan

pelanggan (Margono, 2002; 5). Konsep ini masih menekankan

kepada pelanggan, yaitu dapat diartikan produk tersebut

bermutu baik. Sedangkan menurut Edward Deming (1986), mutu

adalah the difficulty in defining quality is to translate future needs of

the user into meansureable characteristics, so that a product can be

designed and turned out to give satisfaction at aprice that the user will

pay. Defisini ini menekankan pada konteks, persepsi customer dan

kebutuhan serta kemauan customer. Artinya untuk mendefinisikan

mutu terlebih dahulu kita memahami karakteristik tentang mutu

itu sendiri, seperti misalnya mutu surat dapat dilihat dari

kejelasan isi atau panjangnya suatu surat. Deming sebenarnya

menekankan bagaimana produk atau jasa kita dipersepsikan oleh

pelanggan dan kapan persepsi pelanggan itu berubah, dengan

demikian semakin pelanggan merasa puas, maka selama itu pula

produk/jasa dianggap bermutu.

Definisi mutu menurut Field (1993) adalah sebagai ukuran

dari produk atau kinerja pelayanan terhadap satu spesifikasi pada

satu titik tertentu. Pendapat ini lebih menekankan pada ukuran.

Ukuran disini tentunya tergantung daripada jenis barang atau jasa

yang dihasilkan sebagai hasil kinerja manusia, baik yang berupa

benda maupun non benda yaitu berupa jasa layanan, seperti

halnya dalam bidang pendidikan yang merupakan salah satu

bentuk industri jasa atau pelayanan yaitu jasa/layanan akademik.

Page 93: Manajemen Strategi - Islamic University

86

Mengingat mutu merupakan atau dapat dijadikan sebagai

pencipta keamanan kedamaian bersama antara pelanggan,

manajemen, pekerja dan pengusaha. Maka dengan demikian

mutu dapat pula berperan sebagai strategi dan investasi yang

paling menguntungkan guna meraih kemenangan dalam

persaingan global.

Terdapat tiga konsep dasar dalam memahami konsep mutu

yaitu quality assurance, contract conformance and customer driven

(Stephen Murgatroyd and Colin Morgan, 1994; 45). Pertama,

Quality assurance merujuk kepada ketentuan berdasarkan standar,

persyaratan mutu dan ketepatan metode seperti yang telah

ditetapkan oleh badan ahli, mutu harus melalui uji penilaian yang

sesuai dengan persyaratan standar. Inspeksi dilakukan untuk

memastikan bahwa proses pengerjaan sesuai dengan norma

standar yang telah digariskan. Misalnya obat-obatan, TV atau

kendaraan produk tekhnologi, keselamatan, kekuatan, daya tahan

dan keandalannya, diuji berdasarkan standar sebelum barang

atau jasa tersebut dilempar ke pasar.

Kedua, mutu harus sesuai dengan kontrak, atau memenuhi

kesepakatan bersama, dimana standar mutu spesifikasinya

ditetapkan berdasarkan negosiasi ketika kontrak disepekati.

Misalnya pada kontrak pendirian bangunan : harga, waktu

pengerjaannya. Spesifikasi bahan, luas, semuanya disepekati

ketika kontrak dibuat. Mutu disini merujuk kepada komitmen

untuk memenuhi spesifikasi sesuai perjanjian dalam kontrak

kesepakatan. Persyaratan mutu ditetapkan oleh mereka yang

terlibat dalam pekerjaan, bukan oleh para ahli. Mutu ditetapkan

oleh orang yang memberi pelayanan, bukan oleh pihak yang

mendapat pelayanan.

Page 94: Manajemen Strategi - Islamic University

87

Selanjutnya definisi ketiga bahwa pengertian mutu harus

memenuhi kebutuhan pelanggan. Mutu dalam pengertian definisi

yang ketiga merujuk kepada standar kualitas nasional, dimana

kebutuan, harapan dan keinginan konsumen dapat terpenuhi.

Mutu dimaknai sebagai pemenuhan keinginan pelanggan, bahkan

melebihinya. Misalnya keselamatan penerbangan, jasa angkutan,

hotel, perumahan dan transformasi.

Pengertian mutu dalam arti sehari-hari digunakan sebagai

suatu pengertian yang absolut. Pengertiannya digunakan untuk

mendefinisikan sesuatu yang ideal, seperti keindahan, kebaikan

atau kebenaran. (Edward Sallis, 1993). Mutu suatu produk

diupayakan untuk memenuhi harapan ideal tersebut, sehingga

harus mendekati kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh

konsumen. Dengan demikian pengertian mutu diterjemahkan

sebagai suatu produk atau jasa yang paling sempurna seperti

diharapkan konsumennya.

Produk mutu yang dimiliki konsumen akan menempati

posisi kelas/prestise tersendiri dalam kehidupan seseorang,

sehingga membedakannya dengan yang tidak memilikinya. Mutu

dalam konteks absolut pengertiannya sama dengan ideal, kelas

tinggi atau puncak.

Pengertian mutu secara garis besar berorientasi kepada

memberi kepuasan kepada pelanggan yang menjadi tujuan

organisasi, pelanggan ditempatkan sebagai raja. Raja adalah

subjek yang harus menjadi pusat segala pelayanan ideal, supaya

memuaskannya. Pelanggan jangan sampai kecewa sebab memiliki

kekuatan daya beli yang independen, pelanggan harus mendapat

keistimewaan seperti raja karena memiliki keinginan yang harus

dipenuhi.

Page 95: Manajemen Strategi - Islamic University

88

Selain dalam pengertian yang absolut, mutu juga dimaknai

sebagai suatu yang relatif, yaitu suatu pemahaman tentang mutu

ditinjau dari sudut pandang ketepatan dengan tujuan asal. Yakni

memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Jadi bukan

sesuatu yang eklusif, ideal, mewah aatau mahal, melainkan

memenuhi keinginan dari setiap orang yang ingin memilikinya.

Mutu dalam arti yang relatif pengertiannya cenderung akrab

dengan setiap orang yang ingin memiliki barang atau jasa.

Misalnya sepatu, baju atau barang apa saja yang bermutu adalah

barang yang memenuhi standar berdasarkan spesifikasi yang

ditetapkan. Begitu juga pada layanan jasa, misalnya capetaria

bermutu adalah jasa layanan yang sesuai dengan tujuan asalnya.

Menurut Russel (1996) dalam Wahyu Ariani (2003; 13)

mengatakan bahwa mutu memiliki dua perspektif yaitu

perspektif produsen dan perspektif konsumen, dimana bila kedua

hal tersebut disatukan akan dapat tercapai kesesuaian antara

kedua sisi tersebut yang terkenal sebagai kesesuaian untuk

digunakan oleh konsumen (customer setisfaction).

Pengertian mutu dalam arti relatif memberi makna pada

memenuhi standar yang dapat diukur dari spesifikasinya dan

kemudian barang atau jasa yang telah memenuhi standar tersebut

dapat memenuhi kebutuhan, keinginan atau bahkan melebihi

harapan konsumen pemiliknya. Di bawah ini digambarkan

konsep mutu yang dikutip dalam perspektif mutu adaptasi dari

Russel (1996), yakni

Page 96: Manajemen Strategi - Islamic University

89

Gambar 4.1

Konsep Mutu (Sumber; Russel :1996)

Kemudian dimensi mutu digambarkan sebagai berikut di

bawah ini :

Gambar 4.2

Dimensi mutu (Sumber; Russel :1996)

Page 97: Manajemen Strategi - Islamic University

90

Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tidak bisa

mengabaikan pertimbangan mutu dalam kegiatan program-

programnya. Untuk mencapai mutu dalam pencapaian tujuan

pendidikan tentu saja tidak bisa mengabaikan perencanaan dan

implementasi kebijakan-kebijakan kependidikan yang ditetapkan

berdasarkan pertimbangan visi dan misi lembaga. Oleh karena itu

mutu pendidikan berkenaan dengan apa yang dihasilkan dan

siapa pemakai pendidikan. Pengertian ini merujuk pada nilai

tambah yang diberikan oleh pendidikan dan pihak pihak yang

memproses serta menikmati hasil-hasil pendidikan. Secara

substansif, menurut Sanusi (1995) mutu mengandung sifat dan

tarap. Sifat dimaksudkan sesuatu yang menerangkan keadaan,

kondisi, sedangkan tarap menunjukkan kedudukan dalam skala.

Mutu jasa atau layanan seperti dunia pendidikan, dimensi

mutunya tidaklah sama dengan barang yang diproduksi,

dimensinya berlainan. Dimensi mutu pada jasa atau layanan

terdiri dari kepercayaan (reliability), kepastian (assurance),

kemudahan (access), komunikasi (communication), kepekaan

(responsiveness), kesopanan (courtecy), memiliki sikap, perasaan

dan fikiran yang sama dengan orang lain (empathy), nyata

(tanggible). Di bawah ini digambarkan pola dimensi mutu jasa

sebagai berikut:

Page 98: Manajemen Strategi - Islamic University

91

Gambar 4.3

Pola dimensi mutu jasa (Sumber; Modifikasi Russel :1996)

Pendidikan sesungguhnya bukan industri barang, dimana

industri dimaknai suatu kegiatan yang memproses atau mengolah

bahan mentah menjadi barang dengan menggunakan sarana dan

peralatan (KBBI, 1997; 378). Bahan bakunya berupa barang

mentah, setelah diproses berubah wujud menjadi barang jadi siap

pakai. Barang yang sudah jadi disebut produk yang berarti

ukuran seberapa baik input diproses menjadi output yang berguna

dan dibutuhkan konsumen.

Sementara pendidikan bahan bakunya manusia, menurut

Dan Steinhof (Buchari Alma, 2003; 2) bahwa the raw material of

services is people, bahan baku untuk menghasilkan jasa adalah

orang. Lebih lanjut beliau mengutarakan bahwa :

‚Dalam industri jasa tidak berlaku apa yang biasa

dijumpai pada industri barang, pada umumnya :...tidak

ada stok barang, tidak terdapat mekanisme otomatis

standar, kebanyakan usaha kecil dengan investasi yang

minim, sukses usaha lebih banyak mengandalkan pada

mutu layanan bukan pada besarnya investasi, biaya

operasionalnya paling besar untuk keperluan membayar

tenaga kerja.‛

Page 99: Manajemen Strategi - Islamic University

92

Kegiatan memproses masukan menjadi keluaran dengan

memanfaatkan fasilitas yang tersedia merupakan inti dari industri

jasa, dalam pendidikan kegiatan tersebut disebut pembelajaran.

Perbedaan pandangan terhadap mutu sebagaimana

diuraikan di atas dapat bermanfaat dalam mengatasi berbagai

konflik yang kadang kala timbul di antara para manajer dalam

departemen fungsional yang berbeda. Untuk mengatasi

perbedaan tersebut sebaiknya organisasi menggunakan

perpaduan (mix) antara beberapa perspektif mutu dan secara aktif

menyesuaikan setiap saat dengan kondisi yang berbeda.

Mutu merupakan suatu persoalan yang amat penting

dalam pendidikan dan harus menjadi fokus perhatian. Oleh

karena itu, seluruh komponen penyelenggara harus konsisten dan

komitmen terhadap pencapaian tujuan melalui berbagai inovasi

dan perbaikan.

B. Manajemen Mutu dan Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen kualitas (quality management) dan manajemen

mutu terpadu (total quality management) dapat didefinisikan

sebagai sesuatu cara meningkatkan kinerja (performance) secara

berkelanjutan (continuous performance improvement) pada setiap

level operasi dan proses, dalam setiap fungsional dari suatu

organisasi dengan menggunakan semua sumber daya manusia

dan modal yang tersedia (Gaspersz, 2001; 6).

ISO 8402 (quality vocabulary) mendefinisikan manajemen

kualitas sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara

keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-

tujuan dan tanggungjawab yang mengimplementasikannya

melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning),

Page 100: Manajemen Strategi - Islamic University

93

pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality

assurance) dan peningkatan kualitas (quality improvement).

Tanggungjawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level

manajemen tetapi pemegang kendali adalah manajemen puncak

(top management). Dalam penerapannya harus melibatkan semua

anggota organisasi pada seluruh hirarki.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat (The US

Departement of Defense) mendefinisikan manajemen mutu terpadu

sebagai filosofi dan sekumpulan petunjuk prinsip-prinsip yang

menjadi landasan untuk perbaikan terus menerus dari suatu

organisasi. Manajemen mutu terpadu adalah penerapan metode-

metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk

meningkatkan kualitas material dan pelayanan yang dipasok

pada suatu organisasi, semua proses dalam organisasi, dan

memenuhi derajat kebutuhan pelanggan baik pada saat sekarang

maupun di masa mendatang.

Menurut Witcher (1990) yang memberikan definisi

manajemen mutu terpadu dengan penekanan ke dalam tiga

istilah, dimana total mengimplai (implies) melibatkan setiap orang

(termasuk pelanggan dan pemasok), quality implikasi dari

pemenuhan persyaratan pelanggan dengan tepat, dan manajemen

implikasikan komitmen pinjaman senior.

Selanjutnya Hensler dan Brunell (Scheuing dan

Christopher,1993; 165-166) menyebutkan 4 prinsip utama dalam

manajemen mutu terpadu, yakni : pelanggan, respek terhadap

setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan

berkesinambungan.

Jika dilihat dari karakteristik dan komponen manajemen

mutu terpadu, maka Juran (Gasperz, 2001; 7) memberikan definisi

Page 101: Manajemen Strategi - Islamic University

94

tentang manajemen kualitas sebagai suatu kumpulan aktivitas

yang berkaitan dengan kualitas tertentu yang memiliki sembilan

karakteristik. Ke 9 karakteristik tersebut adalah:

(1) Mutu menjadi bagian dari setiap agenda manajemen puncak

(2) Sasaran mutu dimasukkan ke dalam rencana bisnis

(3) Jangkauan sasaran diturunkan dari bencmarking, fokus adalah

pada pelanggan dan sesuai kompetisi, di sana adalah sasaran

untuk dicapai

(4) Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan

(5) Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat

(6) Pengukuran ditetapkan seluruhnya

(7) Manajer puncak secara teratur meninjau kembali kemajuan

dibandingkan dengan sasaran

(8) Memberikan penghargaan kinerja yang terbaik dan

(9) Sistem kompensasi dan penghargaan lainnya (reward system)

diperbaiki.

Geotsch dan Davis (1994; 14-15) juga menyatakan terdapat

10 komponen utama dari manajemen mutu terpadu yaitu (1)

fokus pada pelanggan, (2) obsesi terhadap kualitas, (3)

pendekatan ilmiah, (4) komitmen jangka panjang, (5) kerja sama

tim, (6) perbaikan sistem secara berkesinambungan, (7)

pendidikan dan pelatihan, (8) kebebasan yang terkendali, (9)

kesatuan tujuan, (10) adanya keterlibatan dan pemberdayaan

pegawai.

Selanjutnya Sallis (1996; 27) mendefinisikan manajemen

mutu terpadu sebagai suatu filosofi dari perbaikan terus menerus,

yang dapat memberikan kepada institusi pendidikan seperangkat

peralatan untuk memenuhi dan melebihi keinginan, kebutuhan

dan harapan pelanggan hari ini dan masa yang akan datang.

Dahlgaard et.al (1995) sendiripun juga mendefinisikan manajemen

Page 102: Manajemen Strategi - Islamic University

95

mutu terpadu pendidikan sebagai suatu karakteristik budaya

pendidikan guna meningkatkan kepuasan pelanggan melalui

perbaikan yang berkelanjutan dimana seluruh pegawai dan

peserta didik ikut berpartisipasi secara aktif.

Dunia pendidikan dipersepsikan sebagai industri layanan

jasa, bukan industri sebagai produksi barang. Oleh sebab itu

setiap industri jasa layanan dipastikan memiliki pelanggan

(customers) baik customer internal maupun customer external. Untuk

itu dalam aplikasinya, istilah mutu terpadu terhadap pendidikan

disebut pula total quality education (TQE).

Dalam konteks aplikasi manajemen mutu terpadu terhadap

pendidikan kiranya diperlukan kesepakatan dalam pemahanan

konsep TQE seperti ditegaskan Edward Sallis (1994; 14) yaitu total

quality is a philoshopy improvement, which can provide any educational

institution with a set of practical tools for meeting and exceeding

presentand future customers need, wants and expectation. Dalam

definisi ini menekankan pada dua konsep utama yaitu pertama

sebagai suatu filosofi dari perbaikan terus menerus (continuous

improvement) dan kedua berhubungan dengan alat-alat dan

tekhnik yang digunakan untuk perbaikan kualitas dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (customers).

Sesuai dengan definisi tersebut, manajemen mutu dalam

pendidikan dapat diartikan sebagai upaya yang mengutamakan

dan upaya memuaskan pelajar melalui perbaikan sekolah dengan

cara-cara yang lebih kreatif dan konstruktif. Penekanan yang

paling penting dapat berupa perubahan kultur sekolah. Dalam

kaitan ini, aplikasi TQE dalam pendidikan dapat pula disebut total

quality school (TQS), sebagaimana yang dikatakan oleh Arcaro

(1995) yang dikutip Jalal dan Supriadi (2001) dengan lima pilar,

yakni (1) fokus pada pelanggan baik internal maupun eksternal,

Page 103: Manajemen Strategi - Islamic University

96

(2) adanya keterlibatan secara menyeluruh (total involvement), (3)

adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah, (4) adanya komitmen,

(5) adanya perbaikan yang berkelanjutan.

Kelima pilar ini terutama pilar kelima adanya perbaikan

yang berkelanjutan, hal ini menunjukkan kepada keinginan untuk

selalu memperbaiki dan menghasilkan produk/layanan jasa yang

terpusat kepada kepuasan customer, akan tetapi sayangnya untuk

kondisi pendidikan nasional saat ini belum/tidak ada kemauan

untuk pemuasan customer karena proses pendidikan baru terbatas

pemenuhan kepuasan customer. Pendapat lain tentang mutu

terpadu dalam pendidikan sebagaimana yang dikatakan Franklin

P Schargel (1994; 2) yakni total quality education is a process which

involve focusing on meeting and exceeding customer expectation,

continous improvement, sharing responsibilities employees and

reducting scrap and rework. Konsep ini menekankan pada proses

yang melibatkan pemusatan pada pencapaian kepuasan

pelanggan pendidikan, perbaikan secara berkelanjutan, dan

pembagian tanggungjawab dengan para staf dalam rangka

menuntaskan pekerjaan.

Penulis berpendapat bahwa aplikasi konsep Manajemen

Mutu Terpadu dalam pendidikan harus disesuaikan dengan sifat

dasar sekolah sebagai organisasi jasa layanan kemanusiaan

(perbaikan potensi peserta didik) melalui pengembangan proses

pembelajaran yang berkualitas, agar melahirkan lulusan yang

sesuai dengan tuntutan dan harapan pelanggan. Untuk

menghasilkan lulusan yang berkualitas, institusi pendidikan perlu

dikelola dengan baik, dan dengan demikian diharapkan dapat

dicapai hasil yang optimal. Dalam kaitan ini, Sallis dalam Total

Quality Management in Education (1993) menyarankan agar

Page 104: Manajemen Strategi - Islamic University

97

pendidikan dipandang sebagai suatu layanan/jasa seperti yang

dinyatakan sebagai berikut :

‚...it is more helpful to view education as a service rather than

a production line. The distinction between the product and a

service is important because there are fundamental differences

between them which have a bearing on how their quality can

be assured (Sallis, 1993; 28).

Sebagai suatu institusi sosial, keberadaan madrasah yang

menyelenggarakan program pendidikan, berfungsi juga untuk

menjalankan proses enkulturisasi masyarakat yang bertumpu

pada aktivitas pembelajaran. Namun demikian kualitas produk

pendidikan khususnya di Indonesia saat ini menjadi persoalan

mendasar karena madrasah sangat lamban bahkan tertinggal

dalam mengadopsi perubahan padahal madrasah merupakan

agent of social change.oleh karena itu sudah saatnya untuk merubah

budaya madrasah yang melibatkan berbagai pihak yaitu kepala

sekolah, guru-guru, orangtua siswa dan dewan sekolah.

Perubahan budaya organisasi sekolah diperlukan agar

sekolah memiliki keseimbangan secara baik antara stabilitas dan

kemajuan. Bahkan sekolah diharapkan mampu menciptakan

keuntungan kompetitif (competitive advantages) dengan mutu yang

tinggi. Dalam konteks ini penerapan manajemen mutu terpadu

dalam pendidikan menurut definisi Field (1994; 18) adalah

everyone commited for or exceeding customer expectations, jadi setiap

orang bertanggungjawab untuk mencapai atau mengejar

kepuasan pelanggan. Dalam kaitan ini dapat dikatakan

bahwamutu adalah bersifat people oriented yang dimulai dari orang

dan berakhir pada orang. Suatu mutu terpadu dalam pendidikan

Page 105: Manajemen Strategi - Islamic University

98

membuat setiap orang berjanji untuk melayani orang lain

berdasarkan setiap tuntutan kebutuhan pendidikan.

Beberapa alasan yang penting dipertimbangkan dalam

penerapan TQE (Field, 1994) adalah (1) para pendidik harus

bertanggungjawab terhadap pekerjaannya dan secara proaktif

mereka harus membangun penyelesaian masalah dengan tepat,

baik dan berkualitas sesuai persoalan dan perkembangan zaman

yang dihadapi, (2) pendidikan membutuhkan proses penyelesaian

masalah yang bijaksana dalam rangka mengidentifikasi dan

memberikan penyelesaian masalah, (3) organisasi sekolah harus

menjadi model organisasi pengajaran yang tepat untuk semua

jenjang/tingkat baik pendidikan dasar, menengah dan pendidikan

tinggi, (4) untuk mengatasi hal-hal yang dikemukakan ini, hanya

mungkin dengan mengintegrasikan total quality ke dalam sekolah,

terutama bila disadari sistem yang ada sekarang tidak

memuaskan. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri

Pendidikan Nasional No. 053/4/2001 tanggal 19 April 2001 tentang

Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal

Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan

Menengah, yakni yang mewajibkan penerapan manajemen

peningkatan mutu berbasis sekolah.

Organisasi sekolah adalah suatu sistem yang terdiri dari

berbagai komponen sistem yaitu gedung, tujuan, manajemen,

kurikulum, fasilitas, guru, murid, keseluruhan komponen sistem

ini saling berkontribusi terhadap pencapaian tujuan, yang

memungkinkan tercapainya tujuan, yaitu tercapainya suatu

sekolah yang efektif. Dalam konteks ini dapat dinyatakan bahwa

sekolah yang efektif adalah sekolah yang mampu mencapai

tujuan dengan melahirkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan

harapan pelanggan atau masyarakat. Field lebih jauh menyatakan

Page 106: Manajemen Strategi - Islamic University

99

bahwa ada delapan manfaat apabila menerapkan manajemen

mutu terpadu dalam pendidikan yakni (1)memperkuat organisasi

sekolah dan memberikan arah bagi terciptanya perubahan, (2)

dapat menciptakan bekerja sebagai teman dalam kelompok kerja,

bukan sebagai musuh atau pesaing, (3) mengupayakan suatu

program yang mengusahakan berbagai aspek pendidikan dengan

pendekatan yang holistik dan menyebabkan segala unsur sekolah

menjadi dinamis dan proaktif serta kreatif, (4) meningkatkan

partisipasi setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan

sekolah, untuk berperan secara aktif dan terus menerus, (5)

mengarahkan pada orangtua dan peserta didik untuk aktif

memberikan saran dalam rangka memajukan sekolah, (6)

mengarahkan adanya bapak angkat dan organisasi siswa dalam

membuat standar mutu pendidikan, (7) menjadikan semua orang

(pelanggan) untuk bersikap proaktif dari para reaktif terhadap

sesuatu yang mempengaruhi sekolah dan (8) dapat

mengendalikan segala pengaruh yang dilakukan.

Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu dalam

pendidikan menurut Field (1994; 17) adalah (1) komitmen untuk

selalu menciptakan dan menghasilkan budaya mutu, (2) selalu

mengutamakan pelanggan, pelajar, guru dan personel

pendukung, dan harus berusaha untuk mencapai pelanggan

eksternal, (3) komitmen terhadap kerjasama tim, (4) komitmen

terhadap manajemen pribadi dan kepemimpinan, (5) komitmen

terhadap perbaikan terus menerus, (6) komitmen terhadap

kepercayaan kemampuan pribadi dan tim, (7) komitmen untuk

meraih mutu.

Kesalahan-kesalahan kebijakan pendidikan di masa lalu

perlu segera diperbaiki dan diubah dengan pengelolaan yang

lebih baik. Dalam kaitan ini, reformasi bertujuan untuk mencapai

Page 107: Manajemen Strategi - Islamic University

100

penyalahgunaan, kesalahan atau ketidakcocokan, kemudian

membuat perubahan untuk mencapai keadaan yang lebih baik.

Untuk itu, perubahan kebijakan pendidikan berupa otonomi

pendidikan merupakan suatu tantangan bagi pengelola

pendidikan, agar bekerja dengan lebih giat untuk menjadikan

pendidikan yang berkualitas, dengan mengacu kepada sistem

perbaikan mutu pendidikan yang berkelanjutan yang memiliki

keseimbangan antara input, process, dan output, sehingga dapat

memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dalam konteks ini,

diyakini bahwa aplikasi manajemen mutu terpadu dapat

dijadikan baik sebagai filosofi, metode dan sekaligus sebagai

strategi baru dalam perbaikan mutu pendidikan.

Para ahli manajemen telah banyak mengemukakan

berbagai konsep Manajemen Mutu Terpadu, berikut ini

dikemukakan beberapa definisi Manajemen Mutu Terpadu atau

total Quality Management, di antaranya menurut Sallis (1993; 13)

yakni total quality management is philosophy and methodology which

assists institution to manage change and to set their own agendas for

dealing external presseures. Pendapat ini menyatakan bahwa

Manajemen Mutu Terpadu merupakan suatu filosofi dan

metodologi yang membantu berbagai institusi dalam mengelola

perubahan dan menyusun agenda untuk menghadapi tekanan-

tekanan faktor eksternal. Kemudian menurut Hardjosoedarmo

(1997; 2) mendefinisikan bahwa Manajemen Mutu Terpadu adalah

penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan

untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan

organisasi, memperbaiki semua proses, guna memenuhi

kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan di

masa mendatang.

Page 108: Manajemen Strategi - Islamic University

101

Dari konsep tersebut menekankan pada pokok total yang

mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses,

seluruh personil, termasuk pemakai produk/jasa dan supplier.

Dengan kata lain bahwa konsep ini menitikberatkan pada proses

yang komprehensif dalam rangka pemuasan customer. Hal ini

sejalan dengan jasa pendidikan yang sasarannya atau tujuannya

adalah untuk mencapai kepuasan pelanggan, baik internal

maupun eksternal.

Manajemen Mutu Terpadu adalah pendekatan strategis

yang praktis untuk menjalankan organisasi dan difokuskan pada

kepentingan konsumen atau klien. Perbaikan Manajemen Mutu

Terpadu misalnya inovasi yang konstan, perubahan program,

penekanan pada program tertentu, kualitas manager,

tanggungjawab, kebebasan berkreasi dalam kerangka kerja serta

kejelasan tujuan. Dalam bahasa Jepang kata untuk perbaikan

berkesinambungan disebut kaizen.esensi kaizen yang merupakan

proyek kecil untuk meningkatkan keberhasilan dan keyakinan

diri, untuk selanjutnya dapat memperbaiki dan meningkatkan

kualitas manajemen. Pendekatan perbaikan kualitas tidak

diartikan implementasi kepentingan dengan biaya yang mahal,

tetapi upaya yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki segala

kekurangan.

Manajemen Mutu Terpadu sangat erat kaitannya dengan

perubahan budaya, organisasi atas bawah, keterbukaan pada

konsumen, kualitas belajar menentukan hambatan dan cara

mengatasinya dan strategi perencanaan. Perubahan budaya

adalah perubahan sikap dan metode kerja. Ada dua hal penting,

pertama kebutuhan staf di dalam dan di luar lingkungan kerja,

dan kedua, sikap kerja yang didukung oleh latar belakang

pendidikan dan lingkungan budaya untuk mencapai keberhasilan

Page 109: Manajemen Strategi - Islamic University

102

kerja. Penyusunan personil dan tata kerja organisasi, informasi

akurat kepada konsumen, kecakapan memahami permasalahan

dan cara mengatasinya serta dinamika dalam perencanaan

kesemuanya itu erat kaitannya dengan perbaikan kualitas

manajemen.

Dalam Out of the Crisis, Deming menjelaskan bahwa

kualitas produk industri berkaitan dengan kegagalan manajemen

perencanaan masa depan dan mengatasi permasalaha. Akibatnya

pembengkakan biaya dan tidak efisiensinya waktu sehingga

konsumen harus membayar lebih mahal. Hasil akhirnya yakni

kegagalan dalam pemasaran dan diberhentikannya para staf.

Kegagalan kualitas menurut Deming disebabkan gagalnya para

manager untuk menanggapi permasalahan karena terpaku pada

sistem yang diciptakannya sendiri dan tidak melakukan variasi

managerialnya. Sebab lainnya yakni pengalaman pendidikan dan

kemampuan untuk mengadaptasi dalam kondisi tertentu.

Joseph Juran dalam bukunya Juran Quality Control Handbook

menyatakan bahwa kegagalan kualitas lebih ditekankan pada

strategic quality management (SQM). SQM merupakan proses

menyeluruh yang didasarkan pada tingkat kemampuan para staf

dalam memberikan kontribusinya untuk memperbaiki mutu.

Perbaikan mutu dapat diartikan sebagai aplikasi praktis terhadap

berbagai gejala yang timbul dalam berbagai proyek.

Menurut Juran terdapat tiga langkah untuk mencapai

mutu, yakni yang pertama mengusahakan peningkatan mutu

secara terstruktur dan berkelanjutan dengan penuh dedikasi dan

urgensi, kedua melembagakan program pelatihan yang ekstensif

dan mantap dan ketiga adalah tekad yang kuat dan

kepemimpinan yang baik pada level manajemen yang paling

tinggi.

Page 110: Manajemen Strategi - Islamic University

103

Khususnya dalam perencanaan mutu, Juran

mengembangkan sistem strategic quality management (manajemen

mutu strategis) yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu top

management bertanggungjawab menetapkan mutu teknis

berdasarkan kebijakan mutu strategis, dan para karyawan

bertanggungjawab atas pengendalian mutu dalam proses

pelaksanaannya. Setiap tingkatan manajemen mutu strategis ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang unik bagi

peningkatan mutu. Pembagian fungsi manajemen tersebut adalah

untuk mencapai tujuan yang terintegrasi atau terpadu

sebagaimana menjadi salah satu prinsip pokok Managemen Mutu

Terpadu.

Pemikiran Juran yang paling berpengaruh pada manajemen

mutu dan sekaligus sebagai aspek penting dalam Manajemen

Mutu Terpadu adalah yang disebut sebagai trilogi Juran (Juran on

quality by design, NewYork; Mc. Millan, 1992), yaitu (1)

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bagi Juran ketiga fungsi

ini adalah (1) perencanaan mutu (quality planning), (2)

pengendalian mutu (quality control), dan (3) peningkatan mutu

(quality improvement). Ketiga inilah disebut trilogi Juran.

Manajemen trilogi Juran tersebut dikenal dua jenis mutu

dan dua tingkatan manajemen mutu. Dua jenis mutu yang

dimaksud adalah mutu strategis atau makro (terutama pada

produk yang mengandung sifat kebijakan strategis) dan mutu

teknis atau mikro (terutama pada produk yang bersifat teknis),

sedangkan dua tingkatan mutu yang dimaksud dalam manajemen

mutu adalah manajemen mutu strategis dan manajemen mutu

teknis.

Philip Crosby juga memberikan kontribusi yang signifikan

pada pengembangan pemahaman tentang mutu dan manajemen

Page 111: Manajemen Strategi - Islamic University

104

mutu. Beliau menekankan pada penyampaian ide untuk suatu

kualitas tertentu, pertama ide yang menyatakan bahwa kualitas

bersifat bebas, artinya tidak terikat pada sistem dan

merencanakan program perbaikan kualitas berdasarkan penilaian

masyarakat. Kedua, ide yang menyatakan bahwa kualitas

ditentukan oleh kebijakan kelembagaan, artinya bahwa kualitas

suatu produk ditentukan oleh peraturan. Peraturan itu misalnya

hak paten, uji produk ataupun sistem standar tertentu. Hal

lainnya yang dijelaskan Crosby yakni komitmen keberhasilan

pencapaian tujuan untuk mengeliminasi kegagalan atau

diistilahkan dengan zero defect (kegagalan nol). Zero defect ialah

suatu konsep yang berhubungan dengan pelayanan konsumen,

walaupun terkait denga kecakapan para staf, tetapi dapat

diperkecil dengan pelatihan atau memberi kesempatan

pengalaman lapangan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa peningkatan kualitas ditentukan oleh kemampuan

pengapresiasikan dan memberi kesempatan seluas-luasnya.

Kemudian Shingo, Ishikawa dan Taguchi, dimana mereka

adalah pemikir mutu dari Jepang. Shingo misalnya, yang lahir

tahun 1909, seorang sarjana tekhnik ), pemikirannya mengenai

mutu dan manajemen mutu terpadu banyak dipengaruhi oleh

pemikiran Juran dan Crosby. Semula perhatiannya lebih tertuju

pada pengendalian produk melalui inspeksi produk (product

quality control) kemudian bergeser pada pengendalian mutu yang

menyeluruh (total quality control) melalui pengendalian sistem dan

proses.

Sedangkan Ishikawa yang lahir pada tahun 1915, seorang

sarjana Kimia Terapan, mempergunakan teknik statistik dalam

penyusunan teknik pengawasan mutu. Ia memprakarsai

penggunaan Fishbone Diagram yang efektif sebagai alat analisis

Page 112: Manajemen Strategi - Islamic University

105

masalah atau analisis sebab-akibat dalam rangka peningkatan

mutu. Lalu ada Taguchi, lahir pada tahun 1942, yang sangat

berpengalaman dalam teknik-teknik peningkatan mutu produk

berdasarkan prinsip-prinsip statistik. Kontribusinya yang paling

penting dalam peningkatan mutu tertuang dalam tiga konsepnya

yaitu fungsi kerugian kwadrat (mutu difahami dari segi produk

yang tidak bermutu), desian parameter (untuk mengurangi

variasi penyebab kesalahan), dan percobaan terencana berdasar

uji statistik (untuk meminimalkan variasi percobaan dalam

produksi suku cadang). Bagaimana mengadopsi prinsip-prinsip

manajemen mutu terpadu dalam manajemen pendidikan ?

Respon terhadap masalah ini akan disajikan dalam uraian seperti

berikut ini.

Untuk mencapai produk yang bermutu, mau tidak mau

harus difahami filosofi mutu dan diterapkan manajemen mutu

terpadu. Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu layanan

perlu difahami terlebih dahulu bahwa lembaga pendidikan pada

dasarnya industri jasa. Melalui pelayanan yang memuaskan

pelanggan diharapkan dapat menambah keuntungan dan manfaat

dalam berbagai bentuk.

Selain prinsip lembaga pendidikan sebagai industri jasa,

masih banyak prinsip lain yang tidak kalah pentingnya difahami

dalam kerangka aplikasi manajemen mutu terpadu dalam

lembaga pendidikan. Beberapa di antaranya adalah produk

lembaga pendidikan adalah jasa kependidikan, mutu pendidikan

adalah kesesuaian paduan sifat-sifat produknya dengan

kebutuhan para pelanggannya, kegiatan-kegiatan kependidikan

merupakan proses-proses yang bersifat sirkuler, dan dalam setiap

kegiatan untuk menghasilkan produk bermutu maka sistem dan

proses harus mendapat perhatian utama. Kajian mengenai

Page 113: Manajemen Strategi - Islamic University

106

prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu sangat penting untuk

menambah pemahaman tentang mutu yang diharapkan dalam era

kehidupan globalisasi.

Paling sedikit terdapat 15 prinsip filosofi Manajemen Mutu

Terpadu yang penting untuk dicermati dalam manajemen

pendidikan sehingga diharapkan dapat merespon secara kondusif

tuntutan-tuntutan masyarakat dalam era kehidupan globalisasi.

Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut :

(1) Lembaga pendidikan pada dasarnya adalah industri

jasa,

(2) Produk lembaga pendidikan yang sepenuhnya adalah

jasa kependidikan

(3) Mutu pendidikan adalah kesesuaian paduan sifat-sifat

produknya dengan kebutuhan para pelanggannya

(4) Pelanggan pendidikan adalah pihak-pihak yang

dipengaruhi oleh produk, proses-proses yang terjadi

dalam produksi, dan penyajian produk itu sendiri,

(5) Pendidikan dan kegiatan lainnya dalam menghasilkan

semua jasa dalam proses-proses yang bersifat sirkuler,

(6) Sistem dan proses pendidikan harus jadi fokus perhatian

untuk mencapai produk bermutu,

(7) Integralisme adalah pandangan utama untuk mengatasi

kemelut mutu dan pemerataan,

(8) Sebagai sistem dan tempat terjadinya berbagai proses,

lembaga pendidikan hendaknya mengembangkan

keberagaman dalam rangka peningkatan mutu secara

berkelanjutan,

(9) Lembaga pendidikan hendaknya mengembangkan tim

kerja sama sebagai salah satu strategi dalam upaya

peningkatan mutu secara berkelanjutan

Page 114: Manajemen Strategi - Islamic University

107

(10) Pembelajaran bermutu adalah proses-proses dalam

produksi dan penyajian jasa pendidikan untuk

mengembangkan berbagai kemampuan sesuai dengan

kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan mahasiswa

(11) Pemberdayaan sumber daya manusia adalah kunci

utama keberhasilan pendidikan

(12) Perencanaan pendidikan untuk mutu harus berdasarkan

data kebutuhan pelanggan objektif, dimulai dari bawah,

melibatkan semua pihak terkait, dan bersifat terbuka

(13) Evaluasi adalah proses penemuan dan pengumpulan

informasi tentang produksi dan penyajian seluruh jasa

dan tujuan utama produk itu sendiri adalah untuk

pengendalian dan peningkatan mutu

(14) Ada lima usaha mendasar dalam semua kegiatan

peningkatan mutu yaitu menciptakan dan

menumbuhkan situasi menang-menang (win-win

situation), menumbuhkan motivasi intrinsik,

peningkatan mutu berkelanjutan, menumbuhkan

persaingan dalam konteks kerjasama dan mencegah

lebih baik dibandingkan dengan memperbaiki, dan

(15) Ada lima ciri pokok kepemimpinan pendidikan

bermutu, yaitu visioner, pemersatu, pemberdaya,

pengendali rasio emosi dan integritas (Tampubolon,

2001; 68-102)

Tiap organisasi mewujudkan Manajemen Mutu Terpadu

dengan caranya sendiri yang berbeda dari cara yang dilakukan

organisasi lainnya. Dengan kata lain, Manajemen Mutu Terpadu

adalah sangat fleksibel, dan dapat diadaptasikan sedemikian rupa

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan lingkungan-

lingkungan, khusus setiap lembaga, baik yang besar maupun

yang kecil. Namun demikian, tidak ada suatu literatur yang

Page 115: Manajemen Strategi - Islamic University

108

membahas mengenai bagaimana suatu lembaga mencapai mutu

yang menyeluruh untuk lembaga itu sendiri. Untuk

merealisasikan Manajemen Mutu Terpadu dalam praktek

lembaga-lembaga pendidikan, beberapa pertanyaan yang penting

direspon adalah (1) bagaimana konsep mutu baik dalam

pandangan umum dan khusus kependidikan, (2) apa yang

dimaksud dengan manajemen mutu terpadu dalam konteks

kependidikan, (3) model mutu yang bagaimana yang dapat

diterapkan dalam dunia pendidikan, (4) bagaimana peranan

pemimpin dalam pendidikan dengan pendekatan manajemen

mutu terpadu, (5) bagaimana lembaga pendidikan melakukan

perencanaan strategis untuk Manajemen Mutu Terpadu.

C. Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah

Dalam konteks pendidikan, mutu mengacu pada input,

process, output dan dampak. Mutu input dapat dilihat dari

beberapa aspek, pertama, situasi dan kondisi baik atau tidaknya

input sumber daya manusia seperti kepala sekolah, guru, laboran,

staf dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidak kriteria sekolah dan

ketiga, memenuhi atau tidak kriteria input berupa perangkat

lunak seperti peraturan dan struktur organisasi. Selanjutnya yang

keempat, mutu input yang bersifat harapan dan kebutuhan seperti

visi, misi, dan cita-cita.

Mutu process pembelajaran mengandung arti kemampuan

sumber daya yang ada di sekolah mentransformasikan multijenis

input dan kondisi untuk mencapai nilai tambah bagi siswa, seperti

nilai kesehatan, keamanan, kedisiplinan, keakraban dan

kepuasan.

Page 116: Manajemen Strategi - Islamic University

109

Selanjutnya output pendidikan dikatakan bermutu apabila

mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler

bagi siswa untuk satu jenjang pendidikan. Biasanya keunggulan

akademik dinyatakan dengan nilai yang diraih siswa, dan

keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan beraneka jenis

dan bentuk keterampilan yang dilakukan siswa.

Mutu sebuah sekolah dapat dilihat dari tertib atau tidak

administrasinya, seperti adanya mekanisme kerja yang efektif dan

efisien. Jika dilihat dari perspektif operasional, sekolah dikatakan

bermutu jika sumber daya manusianya secara bersama-sama

bekerja dengan efektif dan efisien. Mereka bekerja dikarenakan

memiliki rasa tanggungjawab akan tugas pokok dan fungsinya

dan sikap mental (mind set) tenaga yang ada di sekolah menjadi

syarat utama bagi upaya meningkatkan mutu sekolah. Edward

Sallis (1993) mengemukakan ciri-ciri sekolah yang bermutu adalah

sebagai berikut:

(a) Sekolah berfokus pada pelanggan, yakni semua pihak

yang memerlukan, terlibat di dalam, dan berkepentingan

terhadap jasa pendidikan. Sekolah yang bermutu totalitas

sikap dan prilaku staf, tenaga akademik dan pimpinan

secara bersama-sama melakukan tugas pokok dan fungsi

untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

(b) Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah

yang muncul, dalam makna ada komitmen untuk bekerja

secara benar.

(c) Sekolah memiliki investasi pada sumber daya

manusianya.

Page 117: Manajemen Strategi - Islamic University

110

(d) Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas baik

ditingkat pimpinan, tenaga akademik maupun tenaga

administratif.

(e) Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai

umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan

kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada

peristiwa berikutnya.

(f) Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk

mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek,

jangka menengah maupun jangka panjang.

(g) Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan

melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok,

fungsi dan tanggungjawabnya.

(h) Sekolah mendorong orang yang dipandang memiliki

kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan

merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara

berkualitas.

(i) Sekolah memperjelas peran dan tanggungjawab setiap

orang termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan

horizontal.

(j) Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.

(k) Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang

telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas

layanan lebih lanjut.

(l) Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari

budaya kerja.

Page 118: Manajemen Strategi - Islamic University

111

(m) Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus

menerus sebagai suatu keharusan.

Masalahnya sekarang, bagaimana sekolah harus

distrukturkan agar mampu menciptakan mutu layanan yang

dikehendaki? Sudarwan Danim (2006; 55) mengemukakan bahwa

aspek-aspek daya dukung dan masalah-masalah kontekstual

sangat mungkin berpengaruh dalam penataan struktur organisasi

sekolah yang memenuhi kriteria untuk mencapai mutu. Secara

umum, struktur organisasi dan mekanisme kerja sekolah yang

dikehendaki menurut konsep manajemen mutu terpadu seperti

berikut:

(1) Struktur organisasi sekolah mampu melancarkan proses

pengelolaan mutu secara menyeluruh dan kondusif bagi

perbaikan kualitas.

(2) Struktur organisasi sekolah mampu mengutamakan

kerjasama yang solid secara tim kerja.

(3) Struktur organisasi sekolah mampu mengurangi fungsi

kontrol yang tidak perlu.

(4) Struktur organisasi sekolah mampu mereduksi pekerjaan-

pekerjaan yang dilakukan secara repetitif atau tumpang

tindih akibat kesalahan struktur kerja.

(5) Struktur organisasi sekolah mampu membentuk tim yang

terstruktur dengan sistem manajemen yang sederhana

tetapi efektif.

(6) Struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar

semua anggota tim memahami visi lembaga.

Page 119: Manajemen Strategi - Islamic University

112

(7) Struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar

semua anggota tim mampu memahami potensi lembaga

baik yang riil maupun yang mungkin diakses.

(8) Struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar

keseluruhan proses kerja berada di bawah satu komando

yang hubungan kerjanya sederhana.

(9) Struktur organisasi sekolah mampu melakukan penilaian

untuk menentukan keberhasilan kerja sebuah sekolah.

Menurut Jones & Salisbury (1989), kebutuhan dan harapan

masyarakat (community needs and wants) akan mutu pelayanan

yang baik tampaknya menjadi faktor pemicu utama inovasi

manajemen pendidikan. Keputusan institusional yang dibuat oleh

kepala sekolah dan staf untuk meningkatkan mutu pelayanan

internal dan eksternal akan sangat mempengaruhi proses

pembuatan keputusan inovatif dalam bidang manajemen

pendidikan.

Efektivitas dan efisiensi merupakan indikator dari

produktivitas. Efektivitas mengacu kepada pencapaian target

secara kuantitas dan kualitas suatu sasaran program. Makin besar

presentase target suatu program yang tercapai makin tinggi tinggi

efektivitasnya.

Efektivitas berkaitan dengan kualitas, sedangkan efisiensi

merupakan refleksi hubungan antara output dan input yang

bersifat kuantitas. Efisiensi berhubungan dengan besarnya input

untuk menghasilkan output dan besarnya tingkat pemborosan.

Efektivitas merupakan refleksi kemampuan untuk mempengaruhi

terjadinya suatu produk. Keefektivan menunjukkan besarnya

Page 120: Manajemen Strategi - Islamic University

113

pengaruh terhadap suatu proses produksi. Jadi keefektivan suatu

usaha secara implisit mengandung makna kuantitas dan kualitas.

Menurut Djam’an Satori (2000) sekolah efektif dalam

perspektif manajemen merupakan proses pemanfaatan seluruh

sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang

rasional dan sistematis (mencakup perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan tindakan, dan pengendalian)

untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Dan jika

dilihat dalam perspektif ini, maka dimensi dan indikator sekolah

efektif dapat diuraikan sebagai berikut :

(1) Layanan belajar bagi siswa. Dalam layanan belajar ini

mencakup seluruh kegiatan yang ditujukan untuk

menciptakan mutu pengalaman belajar. Adapun yang

menjadi indikator mutu layanan adalah sebagai berikut :

a) Mutu mengajar guru. Dalam aspek ini, mutu mengajar

guru merupakan refleksi dari kinerja profesionalitas

guru yang ditunjukkan dalam penguasaan bahan ajar,

metode dan tekhnik mengajar untuk mengembangkan

interaksi dan suasana pembelajaran yang

menyenangkan, pemanfaatan fasilitas dan sumber

belajar dengan baik, serta melaksanakan evaluasi hasil

belajar. Indikator mutu mengajar dapat pula dilihat

dalam dokumen perencanaan mengajar, catatan

khusus siswa yang bermasalah, program pengayaan,

analisis tes hasil belajar, dan sistem informasi

kemajuan/prestasi belajar siswa.

b) Kelancaran layanan belajar. Sesuai dengan jadwal

layanan belajar, mengajar merupakan core bussines

sekolah. Bagaimana kelancaran layanan tersebut,

Page 121: Manajemen Strategi - Islamic University

114

sesuai dengan jadwal yang telah disusun merupakan

indikator penting kinerja manajemen sekolah efektif.

Adanya gejala kelas bebas karena guru tidak masuk

kelas atau para siswa yang tidak belajar disebabkan

oleh interupsi rapat sekolah atau kegiatan lainnya,

merupakan keadaan yang tidak boleh dianggap wajar

dan biasa.

c) Umpan balik yang diterima siswa. Siswa seyogyanya

memperoleh umpan balik yang menyangkut mutu

pekerjaannya seperti hasil ulangan, ujian atau tugas-

tugas yang telah dilaksanakannya.

d) Layanan keseharian guru terhadap siswa. Untuk

kepentingan pengajaran atau hal lainnya, siswa

memerlukan waktu untuk menemui gurunya dalam

rangka dapat berkonsultasi dengan gurunya tersebut.

Kesediaan guru untuk melayani konsultasi siswa

tentunya merupakan suatu hal amat penting untuk

mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa.

e) Kepuasan siswa terhadap layanan mengajar guru.

Siswa merupakan customer sekolah, karenanya

sepatutnya mereka memperoleh kepuasan atas setiap

layanan yang diterima di sekolah.

f) Kenyamanan ruang kelas. Ruang kelas yang baik,

tentunya yang memenuhi kriteria ventilasi, tata

cahaya, keberhasilan, kerapian, dan keindahan akan

membuat para penghuninya merasa nyaman dan

aman berada di dalamnya.

Page 122: Manajemen Strategi - Islamic University

115

g) Ketersediaan fasilitas mengajar. Sekolah memiliki

kewajiban untuk menyediakan setiap fasilitas yang

mendukung implementasi kurikulum seperti

laboratorium, perpustakaan, fasilitas olahraga dan

kesenian serta fasilitas lainnya untuk pengembangan

aspek-aspek kepribadian.

(2) Kesempatan siswa menggunakan berbagai fasilitas

sekolah. Sesungguhnya sekolah diartikan untuk melayani

para siswa yang belajar dan oleh karenanya para siswa

hendaknya diperlukan sebagai pihak yang harus

menikmati penggunaan setiap fasilitas yang tersedia di

sekolah, seperti fasilitas olahraga, kesenian dalam segala

bentuknya, ruang serba guna, kafetaria, mushola,

laboratorium, perpustakaan, komputer, internet dan lain

sebagainya.

(3) Pengelolaan dan layanan siswa. Seperti telah diuraikan

bahwa siswa adalah customer primer layanan pendidikan.

Sebagai customer, para siswa sepatutnya memperoleh

kepuasan. Adapun kepuasan tersebut meliputi : (a) mutu

layanan yang berkaitan dengan kegiatan belajarnya, (b)

mutu layanan dalam menjalani tugas-tugas, sehingga

mereka lebih memahami realitas dirinya dan dapat

mengatasi sendiri persoalan-persoalan yang dihadapinya

dan (c) pemenuhan kebutuhan kemanusiaannya (dari

kebutuhan dasar, rasa aman, penghargaan, pengakuan

dan aktualisasi diri). Untuk menjamin layanan tersebut,

sekolah yang efektif akan selalu menyediakan layanan

bimbingan konseling dan sistem informasi yang

mendukung. Demikian pula layanan untuk memenuhi

bakat dan minat siswa dalam bentuk pengembangan

Page 123: Manajemen Strategi - Islamic University

116

program-program ekstrakurikuler harus mendapat

perhatian pula. Dalam situasi seperti ini, sekolah yang

efektif tentu memiliki siswa yang disiplin dengan

motivasi belajar yang tinggi. Hal ini meliputi :

1. Sarana dan prasarana sekolah. Sarana dan prasarana

atau disebut sebagai fasilitas sekolah mencakup

gedung, lahan dan peralatan pelajaran. Adapun aspek

penting dari gedung tersebut adalah kualitas fisik dan

kenyamanan ruang kelas dimana core business

pendidikan di sekolah diselenggarakan. Aspek lain

dari gedung adalah kualitas fisik dan kenyamanan

ruang manajemen (ruang kerja kepala sekolah dan

layanan administratif), ruang kerja guru, ruang

kebersamaan (common room) dan fasilitas gedung

lainnya seperti kafetaria, toilet dan ruang pentas.

Lahan sekolah yang baik ditata sedemikian rupa

sehingga menciptakan kenyamanan bagi penghuninya.

Sekolah yang efektif juga memiliki kelengkapan seperti

buku-buku pelajaran dan sumber belajar lainnya yang

relevan, alat-alat pelajaran dan peraga yang

menunjang kurikulum sekolah. Seluruhnya peralatan

pengajaran tersebut tentu saja digunakan secara

optimal sesuai dengan peran dan fungsinya.

2. Program dan pembiayaan. Sekolah yang efektif

memiliki perencanaan strategik tahunan yang

diketahui oleh seluruh penghuni sekolah. Pada

dasarnya perencanaan strategik sekolah membantu

mengarahkan dinamika orientasi sekolah yang

dibimbing visi, misi, kejelasan prioritas program,

sasaran dan indikator keberhasilannya. Perencanaan

Page 124: Manajemen Strategi - Islamic University

117

tahunan merupakan penjabaran dari perencanaan

strategik yang berisi program-program operasional

sekolah. Program-program tesebut tentunya didukung

oleh pembiayaan yang memadai dengan sumber-

sumber dana yang andal dan permanen. Kebijakan dan

keputusan yang menyangkut pengembangan sekolah

tersebut dilakukan dengan memperhatikan partisipatif

staf dan anggota sekolah (dewan/komite sekolah ).

Dalam situasi seperti itu akuntabilitas kelembagaan

sekolah baik yang dilakukan melalui self

assesment/internal monitoring maupun melalui external

evaluation akan berkembang secara sehat karena semua

pihak yang berkepentingan (stakeholder) mendapat

tempatnya dalam setiap aspek pengembangan sekolah.

3. Partisipasi masyarakat. Di samping memberdayakan

secara optimal staf yang dimilikinya, sekolah yang

efektif akan menaruh perhatian yang serius terhadap

pemberdayaan masyarakat sekolah. Hal ini akan

diwujudkan dengan cara menyediakan wadah yang

memungkinkan mereka yaitu pihak-pihak yang

berkepentingan, ikut terlibat dalam memikirkan,

membahas, menganalisis untuk membuat keputusan

dan mengontrol pelaksanaan sekolah. Wadah seperti

itu dalam penyelenggaraan sekolah-sekolah di

Australia dikenal sebagai school council yang di

Indonesia diusulkan komite sekolah , orangtua siswa,

anggota masyarakat setempat (seperti tokoh agama,

pengusaha, petani sukses, cendikiawan, politikus dan

sejenisnya) dan refresentatif staf dari Depdiknas

setempat.

Page 125: Manajemen Strategi - Islamic University

118

4. Budaya sekolah. Dalam budaya sekolah meliputi

tatanan nilai, kebiasaan, kesepakatan-kesepakatan

yang direfleksikan dalam tingkah laku keseharian,

baik perorangan maupun kelompok. Budaya sekolah

disini dapat diartikan sebagai respon psikologis

penghuni sekolah terhadap peristiwa kehidupan

keseharian yang terjadi di sekolah. Budaya sekolah

akan bersifat terhadap pencapaian misi sekolah apabila

melahirkan respon psikologis yang positif dan

menyenangkan bagi sebagian besar atau seluruh

penhuni sekolah. Sebaliknya budaya sekolah yang

bersifat destruktif apabila melahirkan respon yang

negatif atau kurang menyenangkan bagi sebagian

besar atau seluruh penghuni sekolah. Budaya sekolah

dalam pengertian ini sering diartikan sama dengan

iklim sekolah yaitu suasana kehidupan keseharian

yang berlangsung di sekolah yang memberi pengaruh

langsung dan tidak langsung terhadap respon

psikologis para penghuninya.

Uraian tersebut memperkuat pemahaman bahwa sekolah

sebagai institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia

unggul sudah selayaknya memiliki kekuatan-kekuatan yang

didukung indikator yang terukur termasuk masalah efektivitas.

Dari uraian di atas tampak bahwa manajemen pendidikan

pada saat ini perlu mengadaptasi konsep-konsep manajemen

mutu yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan wilayah garapan.

Adapun wilayah garapan manajemen mutu pendidikan dapat

dikemukakan konsep-konsep sebagai berikut :

Educational administration is a specialized set of organizational

functions whose primary purposes are to insure the efficient and

Page 126: Manajemen Strategi - Islamic University

119

effective delivery of relevant educational service as well as

implementation of legislative policies through planning,

decision making, and leadership behaviour that keeps the

organizations focusedon predetermined objectives, provides for

optimum allocation and most productive uses, stimulates and

coordinated proffesional and other personel to produce a

coherent social system and desirable organization climat and

facilitates determination of essential changes to satisfy future

and emerging needs of student and society. (Stephen J

Knezeich, 1984; 9)

Uraian tersebut menunjukkan kompleksitas aktivitas yang

saling keterkaitan. Administrasi pendidikan merupakan

sekumpulan fungsi-fungsi organisasi yang memiliki tujuan utama

untuk menjamin efisiensi dan efektivtas pelayanan pendidikan,

sebagaimana pelaksanaan kebijakan melalui perencanaan

pengambilan keputusan, prilaku kepemimpinan, penyiapan

alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil, dan iklim

organisasi yang kondusif, serta menentukan perubahan esensial

fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan

masyarakat di masa depan. Menurut Engkoswara (1987; 1)

mengemukakan bahwa :

Adiminstrasi pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah

suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber daya untuk

mencapai tujuan pendidikan secara produktif. Selanjutnya

mengatakan penataan mengandung makna ‚mengatur,

manajemen, memimpin, mengelola atau

mengadministrasikan sumber daya yang meliputi

merencanakan, melaksanakan, mengawasi atau membina‛.

Sumber dayanya terdiri dari (1) sumber daya manusia

(peserta didik, pendidik, dan pemakai jasa pendidikan), (2)

sumber belajar atau kurikulum (segala sesuatu sesuatu

yang disediakan lembaga pendidikan untuk mencapai

Page 127: Manajemen Strategi - Islamic University

120

tujuan), (3) fasilitas (peralatan, barang, dan keuangan yang

menunjang kemungkinan terjadinya pendidikan). Tujuan

pendidikan yang produktif berupa prestasi yang efektif,

dan suasana atau proses yang efisien. Selanjutnya

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan yang produktif

daapt dilihat dari sudut administratif, psikologis dan

ekonomis.

Thomas (1971; 12-23) sendiri juga mengatakan bahwa

pendidikan yang produktif memiliki tiga fungsi yaitu (1) the

administrator’s production function, (2) the psychologist production

function and (3) the economist’s production function.

Apabila dicermati tergambar bahwa pendapat yang telah

diuraikan mengandung kesamaan yang intinya meliputi : (1)

tujuan pendidikan, (2) manusia yang melakukan kerjasama, (3)

proses sistemik dan sistematik, (4) sumber-sumber yang

didayagunakan. Dengan demikian penulis berpandangan bahwa

administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu cabang

ilmu administrasi yang mempelajari penataan sumber daya

menyangkut manusia, kurikulum atau sumber belajar dan dana,

serta upaya penetapan pencapaian tujuan secara optimal dalam

iklim organisasi yang harmonis dan dinamis.

Pengertian dari konsep administrasi pendidikan yang telah

dikemukakan di atas memberikan implikasi terhadap aspek-aspek

yang terkait dalam suatu lingkungan lembaga pendidikan baik

secara makro, messo maupun mikro untuk mencapai tujuan.

Karenanya diperlukan suatu upaya sesuai dengan fungsi-fungsi

administrasi dipandang dari sistem, sub sistem, komponen,

dimensi, unsur dan kriteria. Administrasi sebagai salah satu alat

dalam organisasi, prilaku administrasi sangat ditentukan oleh

prilaku personil yang terlibat di dalamnya. Prilaku personil dalam

Page 128: Manajemen Strategi - Islamic University

121

suatu organisasi ditetapkan melalui perangkat aturan, perangkat

tugas dan mekanisme. Adapun secara sederhana prilaku tersebut

mengarah pada aspek perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan.

Proses administrasi pendidikan diperlukan berbagai

pendekatan untuk mencapai tujuan. Salah satu pendekatan

tersebut adalah pendekatan terpadu. Konsep pendekatan

administrasi terpadu ialah suatu pendekatan yang dilandasi oleh

norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke ,asa silam dan

berorientasi ke masa depan secara cermat dan terpadu dalam

berbagai dimensi. Pendekatan terpadu melibatkan dimensi serta

optimalisasi fungsi koordinasi dan pelaksanaannya ditunjang

dengan konsep manajemen partisipatif. Konsep manajemen

partisipatif mempunyai dimensi konteks, tujuan dan lingkungan.

Hal tersebut dikembangkan menjadi suatu proses dalam

administrasi pendidikan terpadu yang intinya ada keterlibatan

semua pihak yang terkait dalam organisasi pendidikan.

Proses administrasi merujuk pada aktivitas pencapaian

tujuan. Proses tersebut diperlukan berbagai pendekatan yang

selaras dengan karakteristik suatu organisasi yang memiliki visi,

misi, fungsi dan tujuan serta strategi pencapaiannya. Administrasi

pada hakikatnya merupakan suatu alat dalam mengelola dan

menata sumber daya pendidikan seperti guru, tenaga

administrasi, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana, siswa, tata

laksana, pendidikan dan lingkungan pendidikan.

Kepemimpinan pendidikan. Konsep teoritis berkaitan

dengan kepemimpinan telah banyak para ahli mengemukakan

berbagai pendapat baik hasil analisis penelitian maupun kajian

empiris sesuai dengan sudut pandang yang berbeda. Namun

demikian pada intinya mempunyai kesamaan arah yakni

Page 129: Manajemen Strategi - Islamic University

122

kepemimpinan mempunyai posisi strategis dalam mengendalikan

organisasi.

Menurut Sudarwan Danim (2006; 61-62) kriteria sekolah

yang efektif adalah sebagai berikut :

(1) Mempunyai standar kerjaa yang tinggi dan jelas

mengenai untuk apa setiap siswa harus mengetahui dan

dapat mengerjakan sesuatu.

(2) Mendorong aktivitas, pemahaman multibudaya,

kesetaraan gender dan mengembangkan secara tepat

pembelajaran menurut standar potensi yang dimiliki oleh

para pengajar.

(3) Mengharapkan para siswa untuk mengambil peran

tanggungjawab dalam belajar dan prilaku dirinya.

(4) Mempunyai instrumen evaluasi dan penilaian prestasi

belajar siswa yang terkait dengan standar pelajar (learner

standards), menentukan umpan balik yang bermakna

untuk siswa, keluarga, staf dan lingkungan tentang

pembelajaran siswa.

(5) Menggunakan metode pembelajaran yang berakar pada

penelitian pendidikan dan suara praktek profesional.

(6) Mengorganisasikan sekolah dan kelasu ntuk

mengkreasikan lingkungan yang bersifat memberi

dukungan bagi kegiatan pembelajaran.

(7) Pembuatan keputusan secara demokratis dan

akuntabilitas untuk kesuksesan siswa dan kepuasan

pengguna.

Page 130: Manajemen Strategi - Islamic University

123

(8) Menciptakan rasa aman, sifat saling menghargai dan

mengakomodasikan lingkungan secara efektif.

(9) Mempunyai harapan yang tinggi kepada semua staf

untuk menumbuhkan kemampuan profesional dan

meningkatkan keterampilan praktisnya.

(10) Secara aktif melibatkan keluarga di dalam membantu

siswa untuk mencapai sukses.

(11) Bekerjasama atau berpartner dengan masyarakat dan

pihak-pihak lain untuk mendukung siswa dan

keluarganya.

Menurut Nanang Fattah (1999), mutu sekolah dapat

digolongkan berdasarkan kombinasi antara kebermutuan dengan

pembiayaan pendidikan sebagaimana ditampilkan dalam gambar

halaman berikut ini:

Gambar 4.4

Penggolongan Mutu Sekolah

(Sumber Nanang Fattah :1999)

Page 131: Manajemen Strategi - Islamic University

124

Jenis pertama, sekolah yang bermutu rendah akan tetapi

memakan biaya tinggi disebabkan tidak efisien dalam

penggunaan sumber-sumber dana. Biaya yang dipergunakan

tidak terarah secara signifikan pada pelaksanaan tugas utama

pada usaha-usaha peningkatan mutu dan penyelenggaraan

belajar yang seharusnya dilakukan.

Jenis kedua, sekolah bermutu rendah dengan anggaran

yang rendah, biaya yang digunakannyapun kecil karena

ketidakberdayaan dalam mengelola pendidikan akibat dari tidak

dimilikinya sumber-sumber dana yang cukup, anggarannya kecil

dan tidak memadai untuk kebutuhan penyelenggaraan kegiatan

yang paling pokok sekalipun.

Jenis ketiga, sekolah yang bermutu tinggi dan berbiaya

tinggi, penyelenggaraan pendidikannya cukup baik dan

memenuhi harapan stakeholders-nya, tetapi biaya yang

dipergunakannyapun tinggi sehingga memerlukan bantuan dan

sumbangan uang yang lebih banyak dari masyarakat untuk

keperluan pembiayaan program-program sekolahnya.

Jenis keempat, adalah sekolah yang bermutu tinggi dengan

biaya penyelenggaraan rendah. Sekolah ini sangat diharapkan

karena dapat berjalan secara efisien, tidak memboroskan dana

yang tersedia, terarah pada pelaksanaan tugas utama dalam

memanfaatkan sumber-sumber keuangannya sehingga

menghasilkan mutu tinggi. Sekolah jenis ini hanya dapat

dikendalikan oleh kepala sekolah, guru dan staf yang memiliki

kecakapan dan keterampilan yang profesional.

Dari segi pengorganisasiannya, sekolah yang menyediakan

layanan pendidikan yang bermutu dapat dijelaskan dengan

kerangka kerja sekolah efektif sebagaimana yang dibangun oleh

Page 132: Manajemen Strategi - Islamic University

125

Murphy dkk (1985). Kerangka kerja tersebut berbentuk linkgaran

tiga lapis. Lapis luar terdiri atas indikator-indikator : (1) safe,

orderly environment, (2) home/school coorperation and support, (3) high

expectations, (4) collaborative organisational processes, (5) widespread

reward and recognition, (6) opportunity for meaningfull student

involvemet dan (7) sense of community.

Di dalam lapis tengah terdapat indikator-indikator : (1) clear

academic mission and focus, (2) structured staff development, (3)

instructional leadership, dan (4) frequent monitoring. Pada lapis

terdalam lingkaran ada tiga indikator yakni : (1) tightly coupled

curriculum, (2) direct instruction dan (3) opportunity to learn.

Menurut Saud (2001), disebutkan bahwa ciri-ciri sekolah

efektif adalah yang memiliki indikator-indikator sebagai berikut :

1) Visi, misi dan target mutu yang harus dicapai sesuai

dengan standar yang ditetapkan secara lokal maupun

global;

2) Mutu output pendidikan (akademik maupun non

akademik) yang selalu meningkat tiap tahun;

3) Lingkungan sekolah yang aman, tertib dan

menyenangkan anak;

4) Seluruh personel sekolah (kepala sekolah, guru, staf,non

guru, siswa) memiliki visi, misi dan harapan yang tinggi

untuk berprestasi secara optimal;

5) Melaksanakan program-program pengembangan staf

yang kontinyu sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi;

Page 133: Manajemen Strategi - Islamic University

126

6) Sistem evaluasi yang kontinyu dan komprehensif

terhadap berbagai aspek akademik dan non akademik

bagi kepentingan peningkatan mutu sekolah dan mutu

belajar siswa;

7) Dukungan dan partisipasi yang intensif dari masyarakat

dan orangtua siswa.

Dijelaskan pula oleh Djam’an Satori (2000) bahwa suatu

sekolah dikatakan efektif apabila ia dapat menunjukkan kinerja

yang diharapkan dalam penyelenggaraan proses belajar, yang

ditunjukkan oleh hasil belajar yang bermutu bagi peserta didik

sesuai dengan tugas pokoknya. Mutu pembelajaran dan hasil

belajar yang memuaskan tersebut merupakan produk akumulatif

dari seluruh layanan yang dilakukan sekolah dan pengaruh dari

suasana atau iklim yang kondusif yang diciptakan sekolah.

Selanjutnya menurut Margono (2002) sekolah yang

bermutu adalah sekolah yang secara keseluruhan dapat

memberikan kepuasan kepada pelanggan (masyarakat). Pendapat

ini cukup beralasan, karena terlalu banyak pengelolaan sekolah

yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan, sehingga

hasilnyapun akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi guna

meraih peluang dalam berbagai bidang, khususnya dalam

menghadapi kondisi global dimana sekolah diharapkan dapat

berperan lebih efektif dalam mengemban fungsinya. Adapun

yang dimaksud sekolah unggul (excellent school) adalah sekolah

dalam lapangan manajemen sekolah, dengan karakteristik

menurut Sallis (1979) yakni (1) guru memiliki kepemimpinan

yang kuat dan kepala sekolah memberikan perhatian tinggi

terhadap perbaikan mutu pengajaran, (2) guru memiliki kondisi

pengharapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi

murid, (3) atmosfir sekolah tidak kaku, sejuk, tanpa tekanan,

Page 134: Manajemen Strategi - Islamic University

127

kondusif dalam seluruh proses pengajaran, berlangsung dalam

suatu keadaan/iklim yang nyaman, (4) sekolah memiliki

pengertian yang luas tentang fokus pengajaran dan

mengusahakan efektivitas sekolah dengan energi dan sumber

daya untuk mencapai tujuan pengajaran secara maksumal, (5)

sekolah efektif dalam menjamin kemajuan murid yang dimonitor

secara periodik.

Mengenai sekolah yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai

berikut : (1) etos kerja tinggi, (2) manajemen kelas baik, (3)

harapan guru tinggi, (4) guru merupakan teladan yang positif, (5)

umpan balik yang positif dan memberikan perlakuan terhadap

siswa, (6) koordinasi kerja yang baik antara guru dan tenaga

kependidikan lainnya, (7) tanggungjawab murid yang tinggi, dan

(8) membagi aktifitas antara staf dan peserta didik.

Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri

sebagai berikut : (1) tingkat kemandirian tinggi/tingkat

ketergantungan rendah, (2) bersifat adaptif dan

antisipatif/proaktif sekaligus, (3)memiliki jiwa kewirausahaan

tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan

sebagainya), (4) bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah, (5)

memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan

sumber dayanya, (6) memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi

kerja, (7) komitmen yang tinggi pada dirinya dan (8) prestasi

merupakan acuan bagi penilaiannya.

Proses sekolah yang efektif pada umumnya memiliki

karakteristik sebagai berikut (1) efektifitas proses pembelajaran

yang tinggi, (2) kepemimpinan sekolah yang kuat, (3) lingkungan

sekolah yang aman dan tertib, (4) pengelolaan tenaga

kependidikan sekolah yang efektif, (5) memiliki budaya mutu, (6)

memiliki kewenangan (kemandirian), (7) partisipasi yang tinggi

Page 135: Manajemen Strategi - Islamic University

128

dari warga masyarakat, (8) memiliki keterbukaan/transparansi

manajemen, (9) memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan

fisik), (10) melakukan evaluasi dan perbaikan secara

berkelanjutan, (11) responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan,

(12) mengembangkan komunikasi yang baik dan (13)

akuntabilitas tinggi.

Sumber daya manusia sekolah yang berdaya pada

umumnya memiliki ciri-ciri yakni pekerjaan adalah miliknya, dia

bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu

posisinya dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya

dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya. Contoh hal-hal

yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah

pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan

yang bermakna, pemecahan masalah sekolah secara teamwork,

variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk

mengukur kinerja sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada

pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian

penting dari sekolah, kontrol yang luwes, komunikasi yang

efektif, umpan balik bagus, sumber daya yang dibutuhkan ada

dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia yang memiliki

martabat yang tinggi.

Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif diperlukan

dukungan dan peranan kepala sekolah dan guru-guru yang

efektif pula. Adapun kepala sekolah yang efektif adalah kepala

sekolah yang menjalankan kepemimpinannya adalah mereka

yang membuka diri untuk adanya pengaruh guru dan stafnya

terhadap persoalan pentnig sehingga produktifitas kinerja akan

bertambah baik jika semua unsur personil bekerja di bawah

payung seorang pemimpin yang memenuhi harapan mereka.

Sebaliknya kepemimpinan kepala sekolah yang tidak efektif

Page 136: Manajemen Strategi - Islamic University

129

adalah kepemimpinan yang cenderung negatif, penuh kepalsuan

dan kepura-puraan di kalangan guru dan staf, yang cenderung

lain perkataan lain pula tindakan, tidak saling percaya dan

mengelak dari tanggung jawab, serta keterlibatan guru, staf dalam

pengambilan keputusan yang diabaikan. Dengan demikian

kinerja guru dan staf merupakan indikator tindakan pemimpin

kepala sekolah yang efektif.

Guru yang efektif adalah guru yang dapat menciptakan

suasanan pembelajaran yang kondusif bagi pelajar untuk belajar

dengan baik dan berhasil, dan terampil dalam mengajar dengan

menggunakan berbagai metode, terampil dalam memberikan

penguatan dan terampil pula dalam mengakhiri pelajaran, serta

guru menjadi teladan/model dalam pandangan peserta didik.

Untuk itu sekolah yang unggul adalah sekolah yang efektif,

efisien dengan menjanjikan lulusan yang terbaik, bermutu dan

keunggulannya secara kompetitif dan komparatif tidak diragukan

lagi serta dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang

tinggi, baik oleh guru maupun kepala sekolah. Atas dasar ini

semua bahwa suatu sekolah dapat dikatakan bermutu apabila

sekolah tersebut dapat melakukan proses pendidikan yang

memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan.

Mengingat fokus dalam pembahasan ini adalah pada

satuan madrasah, maka yang dikatakan sekolah yang bermutu

menurut Tilaar (2002; 176) adalah (1) sekolah yang mampu

mencapai pembentukan kepribadian peserta didik secara teratur

dan tumbuh menjadi manusia yang berbudi dan berwatak yang

luhur (2) mampu memberikan dasar kemampuan intelektual yang

mantap bagi peserta didik, baik sebagai bekal untuk hidup layak

dalam masyarakat.

Page 137: Manajemen Strategi - Islamic University

130

Sesungguhnya kajian mengenai manajemen mutu

pendidikan dapat didasarkan pada sebuah pertanyaan yakni apa

perbedaan antara pendidikan tradisional dengan pendidikan

mutu terpadu dalam konteks kehidupan global? Sudadio (2004)

yang mengutip pendapat Field dalam Total Quality for School

(1994) mengatakan bahwa perbandingan mutu antara pendidikan

tradisional dengan pendidikan mutu terpadu, khususnya dalam

hal (1) pandangan, pemikiran, tanggungjawab terhadap mutu,

sumber pengetahuan dan (2) peranan-peranan orangtua, murid,

guru, kepala sekolah, administrator, dewan sekolah dan

masyarakat. Jika dalam pandangan pendidikan tradisional

ditentukan oleh para profesional secara deduktif, dan peranan-

peranan tersebut dibatasi sesuai dengan jabatannya. Sebaliknya,

dalam manajemen mutu terpadu dimiliki oleh setiap orang secara

induktif dan deduktif dan peranan-peranannya lebih diarahkan

untuk pengendalian mutu. Lebih lanjut dijelaskan tentang

karakteristik-karakteristik mutu layanan pendidikan, indikator-

indikator layanan mutu pendidikan dan peranan kepemimipinan

dalam pencapaian mutu.

Adapun karakteristik-karakteristik mutu layanan

pendidikan menurut Zeitham dan Bitner (1996; 12-14) ada

sepuluh yang sekaligus sebagai faktor-faktor determinan dalam

pencapaian mutu, yakni : (1) realibilitas : merupakan konsistensi

performan atau kinerja dan ketergantungan, (2) respositivitas :

kesediaan pekerja untuk menyediakan pelayanan setiap waktu,

(3) kompetensi : pemilihan keterampilan, pengetahuan dan

tanggungjawab dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan, (3)

akses : jumlah jam pelaksanaan pelayanan dan waktu tunggu, (4)

etika (sopan santun) : penghormatan, pertimbangan dan

persahabatan yang ditujukan personal yang berhubungan

langsung dengan pelanggan, (6) komunikasi : mendengarkan

Page 138: Manajemen Strategi - Islamic University

131

suara pelanggan dan menyesuaikan bahasa dengan bahasa

pelanggan, (7) kredibilitas : reputasi tidak diragukan dalam hal

kejujuran, keterpercayaan dan keberartian, (8) keamanan : bebas

bahaya sosial dan fiscal termasuk finansial, (9) memahami

kebutuhan pelanggan, (10) tangibles : penampilan personil,

fasilitas, perlengkapan memadai untuk melayani pelanggan.

Hal tersebut pada dasarnya berlaku secara umum, namun

mengingat dunia pendidikan merupakan industri layanan jasa

maka dimungkinkan hal ini untuk diadopsi di dalam dunia

pendidikan. Selanjutnya karakteristik-karakteristik untuk

pelayanan menurut Margono (2001) adalah (1) ketepatan waktu

pelayanan, (2) akurasi pelayanan, (3) kesopanan dan keramahan

dalam memberikan pelayanan, (4) tanggungjawab terhadap mutu

jasa/produk serta menangani keluhan pelanggan, (5) kelengkapan

pelayanan yaitu ketersediaan sarana dan pelayanan : inovasi

pelayanan, penyesuaian dengan kebutuhan/selera pelanggan, (6)

pelayanan pribadi, (7) kenyamanan dalam memperoleh pelayanan

: berhubungan dengan lokasi/ruangan tempat pelayanan, fasilitas,

ketersediaan informasi petunjuk-petunjuk lain dan (8) atribut

pendukung kenyamanan pelayanan seperti lingkungan kondusif,

bersih dan ruangan nyaman dan lain-lain. Lebih lanjut Margono

menyatakan bahwa hal ini sangat identik dan tepat untuk

diadopsi dan diaplikasikan dengan karaktersitik mutu layanan

pendidikan. Yang dimaksud dengan layanan pendidikan yaitu

layanan-layanan kurikuler, administrasi, ekstrakurikuler,

kebijakan umum, serta bagi pendidikan tinggi termasuk jasa

pengabdian pada masyarakat.

Untuk semakin jelas memahami karakteristik mutu layanan

ini, kiranya perlu difahami pula sifat-sifat pokok mutu layanan

yaitu : (1) keterpercayaan (reliability), meliputi kejujuran, tepat

Page 139: Manajemen Strategi - Islamic University

132

waktu, kenyamanan dan ketersediaan, (2) keterjaminan (assurance)

meliputi kesempatan meyakinkan, percaya diri, dan objektif, (3)

penampilan (tangibility) meliputi kebersihan, sehat, hasilnya baik,

teratur dan rapi, harmonis dan enak dipandang, (4) pemerhati (

emphaty) yaitu penuh perhatian terhadap pelanggan, melayani

dengan ramah dan memuaskan, memahami keinginan pelanggan,

berkomunikasi dengan baik dan benar, bersikap penuh simpati,

(5) ketanggapan (responsiveness) yaitu tanggapan terhadap

kebutuhan pelanggan, cepat memberi respon pada permintaan

pelanggan dan cepat memperhatikan dan mengatasi keluhan

pelanggan.

Dari karakteristik dan sifat mutu pelayanan tersebut,

penulis mencoba untuk mengelaborasi ke dalam mutu layanan

pendidikan yakni (1) mutu jasa layanan pendidikan harus

memiliki tingkatan kepercayaan yang tinggi (high reliability)

terutama yang berhubungan dengan ketepatan waktu : waktu

belajar, waktu menyelesaikan studi dan adanya perjanjian dengan

guru dan peserrta didik dalam kegiatan pembelajaran, (2)

keterjaminan (assurance), yaitu layanan pendidikan senantiasa

dapat memberikan jaminan mutu kepada pelanggan, (3) layanan

pendidikan sepenuhnya harus memiliki rasa empati terhadap

peserta didik, (4) mutu layanan pendidikan memiliki daya

tanggap (resposibility) terhadap pelayanan peserta didik, (5)

penampilan (tangibility), rapi, harmonis dan bersih, (6) pelayanan

mudah didapat.

Adapun indikator-indikator standar mutu pendidikan

menurut Suryadi (1987) yang mengutip hasil penelitian Holsinger,

dapat diambil beberapa indikator yakni (1) guru, (2) proses

pembelajaran, (3) sarana dan fasilitas belajar, (4) manajemen

sekolah, (5) alat pelajaran, (6) kegiatan pembelajaran. Hasil

Page 140: Manajemen Strategi - Islamic University

133

penelitian ini lebih menekankan kepada indikator mutu

pendidikan yang meliputi (1) biaya sekolah per murid, (2) rasio

murid per ruang kelas, (3) persentase guru tetap, (4) presentase

guru yang kurang layak, (5) persentase yang mengikuti

pemantapan tiga tahun terakhir dean (6) rasio murid dengan

guru. Pendapat ini cenderung menekankan pendekatan pada

unsur input sebagai indikator-indikator untuk mencapai mutu

hasil. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi, Zamroni dan

Suharsimi (1991)yang menyatakan bahwa pendekatan penelitian

dalam bidang pendidikan dapat meliputi pendekatan proses

(process approach), pendekatan hasil (output approach) dan

pendekatan dampak (outcome approach).

Dari ketiga pendekatan tersebut pendekatan input dan

proseslah yang secara strategis lebih banyak dilakukan dalam

pengambilan kebijakan di Indonesia (Nurhadi, Zamroni dan

Suharsimi, 1991). Menurut Marwani (2000; 19), yang menjadi

indikator variabel mutu adalah meliputi (1) rata-rata NEM siswa

baru kelas satu dan lulusan, (2) angka mengulang/tinggal kelas,

putus sekolah (drop out) dan angka lulusan, (3) kualifikasi guru

yang layak mengajar, (4) jumlah guru menurut lulusan dan

bidang studi yang diajarkan, (5) aktivitas guru dalam kegiatan

MGMP, (6) kondisi ruang kelas, (7) persentase sekolah yang

memiliki perpustakaan dan lapangan olahraga, UKS,

laboratorium, ruang keterampilan, ruang BP, dan ruang serba

guna, (8) frekuensi pendayagunaan sarana perminggu, (9)

partisipasi orangtua, dan (10) biaya pendidikan. Dari sepuluh

indikator variabel mutu tersebut, kesemuanya telah mencakup

input, process dan output. Indikator ini bila dilakukan penelitian,

akan lebih strategis apabila penelitian yang dilakukan mengambil

beberapa variabel yang paling menonjol pada saat ini, yakni (1)

kualifikasi guru, (2) angka mengulang dan putus sekolah, (3)

Page 141: Manajemen Strategi - Islamic University

134

kondisi gedung (ruang kelas), (4) fasilitas belajar, (5) partisipasi

orangtua dan masyarakat serta (6) biaya pendidikan.

Pendapat yang senada dikemukakan oleh Sutjipto (2000; 5)

mengenai beberapa variabel indikator mutu pendidikan, yaitu

yang meliputi (1) NEM masuk (penerimaan siswa baru) dan NEM

keluar (lulusan), (2) angka mengulang, putus sekolah dan lulusan,

(3) kualifikasi guru yang meliputi latar belakang masalah

pendidikan, sesuai mata jaran dengan latar belakang pendidikan,

sejenis penataran/pelatihan yang telah diikuti, peran serta dalam

kegiatan MGMP/MGBS dan beban mengajar, (4) prasarana

sekolah : kelengkapan tempat upacara, lahan bermain, dan lain-

lain, (5) sarana sekolah, (6) pendayagunaan sarana dan prasarana

sekolah, termasuk pengaturan, frekuensi penggunaan dan rasio

penggunaannya, (7) partisipasi orangtua dan (8) sistem

pembiayaan pendidikan : jenis dan besarnya, pemasukan dan

pengeluaran, sumber biaya dan pemanfaatannya.

Indikator-indikator mutu tersebut di atas cenderung

menekankan pada pendekatan input, proses dan ouput yang

merupakan indikator mutu. Pendekatan ini merupakan suatu

pendekatan sistem, yang dalam dunia pendidikan merupakan

suatu kesatuan sistem yang saling mempengaruhi terutama untuk

mendapatkan ouput yang bermutu, diperlukan suatu input dan

proses yang bermutu pula.

Apabila mutu dapat dikelola, maka mutu juga harus dapat

diukur (measurable). Mutu di sini merupakan keunggulan

(excellence), menurut Iwan (1979), mutu adalah fitness for purpose,

menurut Crosby (1984) mutu adalah conformance to requitment,

untuk mengejar mutu maka kesalahan harus dieleminasi. Dalam

kaitan ini terdapat enam langkah utama perbaikan mutu secara

Page 142: Manajemen Strategi - Islamic University

135

berkelanjutan (Margono, 2001) yakni seperti ditunjukkan dalam

gambar di bawah ini:

Gambar 4.5

Continuous Quality Improvement

(Sumber; Salis dalam Margono : 2001)

Langkah 1 yaitu pilih masalah atau proses yang akan lebih

dahulu diperbaiki dan uraikan faktor-faktor yang mungkin untuk

dilakukan perbaikan, dengan proses yakni (1) identifikasi hal-hal

yang merugikan, (2) kebutuhan terhadap dukungan tim

perbaikan mutu,(3) tinjau data yang berkaitan dengan masalah

yang hendak diperbaiki, (4) fokuskan masalah, (5) rumuskan

tujuan perbaikan. Selanjutnya langkah ke 2 yaitu menguraikan

proses yang terjadi saat ini. Pada langkah ke 3 menguraikan

semua hal yang mungkin menjadi penyebab masalah, caranya

gunakan alat sebab akibat yang bisa dipakai seperti (1) diagram

tulang ikan, (2) diagram affinity, (3) diagram pareto, (4) curah

pendapat. Kemudian pada langkah ke 4 membuat cara perbaikan

Page 143: Manajemen Strategi - Islamic University

136

yang efektif yang dapat dilaksanakan termasuk target (sasaran)

yang harus dicapai. Pada langkah ke 5 laksanakan solusi dan

perubahan proses yang sudah ditentukan dan di langkah ke 6

tujuan dan evaluasi hasil dari perubahan yang dilakukan. Setelah

proses perbaikan yang dilakukan selesai maka lakukan tindak

lanjut. Dengn dilandasi hasil yang dicapai, lanjutkan perbaikan

proses bila perlu lakukan dan rayakan keberhasilan. Untuk ini

teknik-teknik yang dapat dipakai adalah dengan melakukan

brainstorming dan diagram.

Dalam manajemen peningkatan mutu madrasah pada

prinsipnya dijiwai oleh pola baru manajemen pendidikan masa

depan dan dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang

memberikan otonomi lebih besar kepada madrasah-madrasah dan

mendorong untuk melakukan pengambilan keputusan secara

partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu madrasah atau

untuk mencapai tujuan mutu madrasah dalam kerangka

pendidikan nasional. Karena itu esensi model manajemen

peningkatan mutu madrasah pada hakikatnya tidak lain dari

penerapan otonomi madrasah dan pengambilan keputusan

partisipatif untuk mencapai sasaran mutu madrasah (Depag RI,

2001).

Otonomi dalam konteks ini dapat diartikan sebagai

kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur

dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung.

Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya

swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi

otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur

dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang

Page 144: Manajemen Strategi - Islamic University

137

berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung

oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil

keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai

perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya,

kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan

berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan

memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif

dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi dan

kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri.

Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara

untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang

terbuka dan demokratik, warga sekolah (guru, siswa, karyawan,

orang tua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat secara

langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat

berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini

dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan dalam

pengambilan keputusan, maka yang bersangkutan akan

mempunyai rasa memiliki terhadap keputusan tersebut sehingga

yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi

sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya, makin

besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin

besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab, dan

makin besar rasa tanggungjawab, maka makin besar pula rasa

dedikasinya. Tentu saja keterlibatan warga sekolah dalam

pengambilan keputusan harus mempertimbangkan keahlian,

batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan pengambilan

keputusan.

Sesuai dengan pengertian di atas, madrasah memiliki

kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola

madrasahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun

Page 145: Manajemen Strategi - Islamic University

138

rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan

mutu) dan partisipasi kelompok-kelompok yang berkepentingan

dengan sekolah merupakan ciri khas manajemen pengembangan

mutu berbasis madrasah. Jadi, sekolah merupakan unit utama

pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di atasnya

(Kemendiknas Kota/Kabupaten, Kemendiknas Provinsi)

merupakan unit pendukung dan pelayanan sekolah, khususnya

dalam pengelolaan peningkatan mutu madrasah.

Manajemen peningkatan mutu madrasah memiliki

karakteristik yang perlu diketahui dan difahami oleh pihak

pengelola madrasah. Dengan kata lain, jika madrasah ingin sukses

dalam menerapkan manajemen mutu madrasah, maka sejumlah

karakteristik manajemen peningkatan mutu madrasah dipisahkan

dengan karakteristik sekolah efektif (effective school). Jika

manajemen mutu madrasah merupakan wadah/kerangkanya,

maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu,

karakteristik manajemen mutu madrasah ini memuat secara

inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan

menjadi input, process dan output.

Dalam menganalisis karakteristik manajemen peningkatan

mutu madrasah, pendekatan sistem : input, process, output

digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian

bahwa sekolah merupakan sebuah sistem sehingga penguraian

karakteristik manajemen pengembangan mutu madrasah (yang

juga karakteristik sekolah efektif) mendasarkan pada input, process

dan output selanjutnya, uraian berikut dimulai dari output dan

diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan

tertinggi, sedang process memiliki tingkat kepentingan satu tingkat

lebih rendah dari output dan input memiliki tingkat kepentingan

dua tingkat lebih rendah dari output.

Page 146: Manajemen Strategi - Islamic University

139

Output yang diharapkan madrasah adalah prestasi sekolah

yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di

sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievment)

dan output berupa prestasi nonakademik (non-academic

achievment). Output prestasi akademik misalnya, NEM, lomba

karya ilmiah remaja, lomba (bahasa Inggris, Matematika, dan

Fisika), cara-cara berfikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional,

induktif, deduktif dan ilmiah). Output non akademik, misalnya

keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang

baik, raqsa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas

yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga,

kesenian dan kepramukaan.

Penerapan manajemen mutu madrasah memiliki efektifitas

proses pembelajaran yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifat

pembelajaran yang menekankan pada pemberdayaan peserta

didik. Proses pembelajaran bukan hanya sekedar memorisasi dan

recall, bukan sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan

tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan

pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam

dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati serta diamalkan

dalam kehidupan oleh peserta didik (etos). Bahkan, proses

pembelajaran juga lebih menekankan pada bagaimana agar

peserta didik mampu belajar cara belajar.

Penerapan manajemen mutu madrasah tentunya kepala

sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,

menggerakkan dan menyelaraskan semua sumber daya

pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah

merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah

untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran

Page 147: Manajemen Strategi - Islamic University

140

sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara

terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut

memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang

tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk

meningkatkan mutu sekolah. Kepala sekolah tangguh memiliki

kemampuan memobilisasi sumber daya sekolah terutama sumber

daya manusia.

Madrasah memiliki lingkungan atau belajar yang aman,

tertib, dan nyaman sehingga proses pembelajaran dapat

berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu

madrasah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang

aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang

dapat menumbuhkan iklim tersebut.

Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari

madrasah dan madrasah merupakan wadah. Madrasah yang

menerapkan manajemen mutu tentu menyadari hal ini. Oleh

karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis

kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kerja,

hubungan kerja hingga sampai pada imbal jasa, merupakan

garapan penting bagi kepala sekolah. Terlebih-lebih pada

pengembangan tenaga kependidikan. Kegiatan ini harus

dilakukan secara terus menerus mengingat kemajuan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi yang sedemikian

pesatnya.pendeknya, tenaga kependidikan yang diperlukan

untuk mensukseskan manajemen mutu madrasah adalah tenaga

kependidikan yang memiliki komitmen tinggi dan sanggup

menjalankan tugasnya dengan baik.

Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah,

sehingga setiap prilaku selalu didasari oleh profesionalisme.

Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut

Page 148: Manajemen Strategi - Islamic University

141

(1)informasi mutu harus digunakan untuk perbaikan bukan untuk

mengadili orang, (2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab,

(3) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi

(punishments), (4) kolaborasi dan sinergi bukan kompetisi harus

merupakan basis untuk kerja sama, (5) warga sekolah merasa

aman terhadap pekerjaan, (6) atmosfir kewajaran (fairness) harus

ditanamkan, (7) imbal jasa harus sepadan dengan nilai

pekerjaannya dan (8) warga sekolah merasa memiliki sekolah.

Dalam konteks ini, madrasah memiliki kewenangan untuk

melakukan yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk

memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu

menguntungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah

harus memiliki sumber daya yang cukup dalam menjalankan

tugasnya.

Dalam menerapkan proses pembelajaran, madrasah

memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan

masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi

keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar

rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa

tanggungjawab dan makin besar rasa tanggungjawab maka makin

besar pula tingkat dedikasinya. Keterbukaan/transparansi ini

ditujukan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan

pelaksanaan kegiatan, penggunaan keuangan dan sebagainya

yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.

Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan

bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan

musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah

peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya

bahwa setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih

baik dari sebelumnya terutama mutu peserta didik.

Page 149: Manajemen Strategi - Islamic University

142

Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan

untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta

didik, tetapi yang terpenting adalah bagimana memanfaatkan

hasil evaluasi belaajr tersebut untuk memperbaiki dan

menyempurnakan proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena

itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka

meningkatkan mutu peserrta didik dan mutu sekolah secara

keseluruhan dan secara terus menerus. Perbaikan secara terus

menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari

tanpa perbaikan. Karena itu sistem mutu yang baku sebagai acuan

bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus

mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses

dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.

Madrasah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai

aspirasi muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, madrasah

selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara tepat dan

tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan

terhadap perubahan/tuntutan saja, akan tetapi juga mampu

mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput

bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.

Madrasah yang efektif umumnya memiliki komunikasi

yang baik terutama antar warga sekolah dan juga masyarakat

sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing

warga madrasah dapat diketahui. Dengan cara ini, keterpaduan

semua kegiatan madrasah dapat diupayakan untuk mencapai

tujuan dan sasaran sekolah yang telah ditetapkan. Selain itu

komunikasi yang baik juga membentuk teamwork yang kuat,

sehingga berbagai kegiatan madrasah dapat dilaksanakan secara

merata oleh warga madrasah .

Page 150: Manajemen Strategi - Islamic University

143

Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang

harus dilakukan madrasah terhadap keberhasilan program yang

telah dilaksanakan. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang

telah dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa

dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini

pemerintah dapat menilai apakah program manajemen mutu

telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil,

pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada madrasah

yang bersangkutan sehingga menjadi faktor pendorong untuk

terus meningkatkan kinerjanya di masa mendatang. Sebaliknya,

jika program tidak berhasil, pemerintah perlu memberikan

teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak

memenuhi syarat. Demikian pula para orangtua siswa dan

anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah

program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara

individual dan kinerja madraqsah secara keseluruhan. Jika

berhasil, para orangtua siswa perlu memberikan semangat dan

dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika

tidak, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta

pertanggungjawaban dan penjelasan madrasah atas kegagalan

program manajemen mutu yang dilakukan. Dengan cara ini

madrasah tidak akan main-main dalam melaksanakan program

pada masa yang akan datang.

Memiliki harapan prestasi yang tinggi –madrasah yang

menerapkan program PMBM-- mempunyai dorongan dan

harapan tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan

madrasahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi

yang kuat untuk meningkatkan mutu madrasah secara optimal.

Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak

didiknyanya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal,

walaupun dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan

Page 151: Manajemen Strategi - Islamic University

144

yang ada di madrasah. Sedang peserta didik juga mempunyai

motivasi untuk selalu meningkatkan diri berprestasi sesuai

dengan bakat dan kemampuannya.

Fokus pada pelanggan, terutama siswa, merupakan fokus

dari semua kegiatan madrasah. Artinya semua input dan process

harus dikerahkan di madrasah tertuju utamanya untuk

meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi

logis dari semua adalah bahwa penyiapan input dan process

pembelajaran harus mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan

yang diharapkan dari siswa.

Madrasah yang menerapkan PMBM memiliki input

management yang memadai untuk menjalankan roda madrasah.

Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus madrasahnya

menggunakan sejumlah input management. Kelengkapan dan

kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah

mengelola madrasahnya dengan efektif. Input manajemen yang

dimaksud, meliputi tugas yang jelas, rencana yang rinci dan

sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana,

ketentuan-ketentuan aturan main yang jelas sebagai panutan bagi

warga madrasahnya untuk bertindak, dan adanya sistem

pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan

bahwa sasaran yang telah dapat dicapai. Fungsi-fungsi apa saja

yang didesentralisasikan ke madrasah, dalam hal ini ke

madrasah-madrasah. Sampai saat ini belum ada resep yang pasti

mengenai hal ini, karena seperti diketahui, otonomi pendidikan

sedang bergulir dan sedang mencari format sehingga secars

peraturan perundang-undangan belum dimiliki tugas dan fungsi

madrasah dalam era otonomi saat ini. Sementara menunggu

aspek legal yang diberlakukan kelak, banyak fungsi-fungsi

madrasah yang semula dikerjakan oleh pemerintah pusat

Page 152: Manajemen Strategi - Islamic University

145

/kanwil/kandep dapat dilakukan oleh sekolah secara profesional

(Depdiknas, 2001; 20-26).

Adapun aspek-aspek yang dapat digarap oleh madrasah

dalam kerangka manajemen peningkatan mutu madrasah

meliputi aspek-aspek perencanaan dan program madrasah,

pengelolaan kurikulum, pengelolaan proses pembelajaran,

pengelolaan ketenagaan, sarana dan prasarana, pengelolaan

keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan

masyarakat, evaluasi dan atmosfir madrasah.

Page 153: Manajemen Strategi - Islamic University

146

BAB V

A. Program Peningkatan Mutu Madrasah

1) Program unggulan

Dengan mengacu kepada cita-cita nasional, amanat

peraturan, visi pendidikan nasional, visi dalam pembangunan

bidang agama, serta menyerap aspirasi dan harapan-harapan

stakeholders, maka visi Pendidikan Islam (Depag RI; 2001) adalah

“terbentuknya peserta didik yang cerdas, rukun dan

muttafaqqih fi al-din dalam rangka mewujudkan masyarakat

yang bermutu dan mandiri”. Rumusan visi ini secara eksplisit

menunjukkan bahwa pembangunan manusia seutuhnya yang

menjadi fokus pembangunan pendidikan akan mendapat warna

dan porsi yang menitikberatkan kepada tiga unsur kecerdasan,

yaitu intelektual, emosional, dan spiritual. Sebagai proses

Page 154: Manajemen Strategi - Islamic University

147

pendidikan, maka visi tersebut menjadikan pendidikan yang

bermutu dan mandiri sebagai hal yang akan dituju. Terdapat

enam kata kunci yang terkandung dalam pernyataan visi tersebut

yaitu cerdas, rukun, mutafaqqih fi al-din, bermutu, mandiri dan

islami, yang masing-masing dimaknai dengan indikator sebagai

berikut:

(a) Cerdas

Kecerdasan di sini mencakup kecerdasan intelektual,

emosional dan spiritual yang masing-masing indikatornya

sebagai berikut:

(1) Kecerdasan intelektual memiliki kemampuan untuk

mempelajari, memahami dan menguasai ilmu agama serta

sains dan tekhnologi sesuai dengan jenjang pendidikan,

berfikir rasional, inovatif dan kreatif serta mampu

mengaplikasikan pengetahuan dalam rangka memecahkan

masalah (problem solving).

(2) Kecerdasan emosional memiliki kemampuan untuk

mengenali dan mengelola emosi diri dan orang lain, dapat

memotivasi diri serta berinteraksi dan bersosialisasi dengan

orang lain.

(3) Kecerdasan spiritual yaitu mampu memahami, menghayati

dan mengamalkan akhlak mulia dan nilai-nilai agama Islam

serta menempatkan prilaku hidup dalam konteks makna

yang luas.

(b) Rukun

Pendidikan Islam memiliki visi menumbuhkembangkan

sikap dan prilaku yang mencerminkan kerukunan beragama

terhadap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga

peserta didik dapat menjadi pemeluk agama yang baik dan pada

waktu yang sama dapat menghormati pemeluk ajaran agama lain.

Page 155: Manajemen Strategi - Islamic University

148

(c) Mutafaqqih fi al-din

Pelaku pendidikan (pendidik dan peserta didik) yang

mampu mendalami dan mengamalkan nilai dan ajaran Islam

dalam proses pendidikan dan kehidupan sosial yang sesuai

tingkat pemahaman dan konteks institusi pendidikan yang

melingkupinya.

(d) Bermutu

Program bermutu pada tingkat pengelolaan madrasah

meliputi hal-hal berikut ini:

(1) Memiliki kemampuan untuk mengelola lembaga

pendidikan Islam secara profesional berbasiskan pada

akuntabilitas, transparansi dan efisien.

(2) Memiliki rancangan pengembangan yang visioner.

(3) Memiliki sarana dan fasilitas pembelajaran yang memadai

seperti perpustakaan, laboratorium dan sebagainya.

(4) Memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang

memenuhi tuntutan kualifikasi dan kompetensi.

(5) Menggunakan kurikulum dan metode pembelajaran yang

mencerminkan pembelajaran yang memenuhi standar

PAIKEMI (praktis, aktif, inovatif, kreatif, efektif,

menyenangkan dan islami).

(6) Memiliki keunggulan dalam bidang agama dan ilmu

pengetahuan.

(7) Mengembangkan kemampuan bahasa asing.

(8) Memberikan keterampilan tekhnologi.

Page 156: Manajemen Strategi - Islamic University

149

(e) Mandiri

Peranan madrasah dalam melahirkan lulusan yang

berkualitas dari sisi keilmuan islam juga didukung oleh prinsip

kemandiri, adapun komponen itu meliputi:

a) Memiliki kemandirian ekonomi dalam rangka

mempertahankan sustainabilitasnya.

b) Memiliki kemandirian dalam berfikir, bersikap dan

bertindak.

c) Memiliki kemandirian dalam penguasaan materi dan

metode pembelajaran.

d) Memiliki tingkat ketergantungan yang rendah terhadap

pihak lain.

e) Didukung etos kerja dan kepercayaan diri yang tinggi.

(f) Islam

Sesuai dengan dasar pelaksanaan kegiatan pendidikan

madrasah, maka nilai-nilai yang diharapkan muncul adalah nilai-

nilai yang islami, hal itu meliputi:

(1) Berlandaskan nilai-nilai keislaman.

(2) Mampu mengembangkan kajian, ide, penilaian dan teori-

teori dalam pendidikan, pengajaran dan penelitian, untuk

menghasilkan karya akademik yang mampu menjadi

pemecah masalah umat dan bersumber pada nilai-nilai

universalitas Islam (rahmatan lil alamin).

Page 157: Manajemen Strategi - Islamic University

150

(3) Mampu melaksanakan manajemen dan tata kelola

pendidikan dalam aspek perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan serta pengawasan dilandasi prinsip amanah

dan transparan.

(4) Membudayakan nilai-nilai Islam dalam seluruh lingkungan

pendidikan .

(5) Mampu mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan

pribadi dan bermasyarakat.

Dalam rangka mencapai visi Pendidikan Islam maka yang

akan dilaksanakan melalui masing-masing jenisnya adalah

sebagai berikut :

(1) Mengembangkan pendidikan keagamaan Islam berbasis

tafaqquh fi al-din bertradisikan pengajian dan kajian, kearifan

lokal, berwatak kewirausahaan serta berwawasan

kebangsaan dan lingkungan agar mampu mengembangkan

potensi peserta didik dalam berfikir, berkarya serta proaktif

dalam merespons perkembangan tekhnologi.

(2) Mengembangkan madrasah yang mampu menghasilkan

lulusan yang islami, unggul dalam ilmu pengetahuan,

bersikap mandiri, dan berwawasan kebangsaan dengan

proses penyelenggaraan yang bertumpu pada prinsip good

governance dan pemberdayaan masyarakat agar sanggup

menyediakan layanan pendidikan bagi anak usia madrasah.

(3) Menyelenggarakan pendidikan Agama Islam pada satuan

pendidikan terhadap seluruh peserta didik beragama Islam

dengan mengedepankan nilai keislaman, kualitas

pendidikan, penanaman keimanan dan ketakwaan,

pembentukan akhlak mulia dan sikap toleran dengan

Page 158: Manajemen Strategi - Islamic University

151

penyelenggaraan yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

(4) Meningkatkan kualitas manajerial dan tata kelola

pendidikan Islam yang islami berdasarkan prinsip

akuntabilitas, transparansi dan efisiensi serta memiliki

rancangan pengembangan yang visioner.

(5) Menumbuhkan budaya pengawasan dan upaya preventif

dengan pendekatan nilai-nilai keagamaan untuk menjadi

fondasi bagi pengawasan melekat.

Untuk melaksanakan program unggulan yang diharapkan

dapat memberikan dukungan positif terhadap upaya peningkatan

mutu, maka indikator-indikator perwujudan visi dan misi

tersebut antara lain unggul dalam membuat perencanaan

program madrasah, melaksanakan rencana kerja madrasah sesuai

dengan perencanaan yang telah dirumuskan dan melakukan

pengawasan serta evaluasi.

Untuk mencapai visi tersebut, madrasah dituntut untuk

memberdayakan seluruh warga madrasah sebagai berikut : (1)

menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif dan

semangat kolaborasi kepada seluruh warga madrasah, (2)

meningkatkan pengembangan sumber daya manusia khususnya

tenaga kependidikan, (3) melaksanakan pembelajaran dan

bimbingan secara efektif, (4) menumbuhkan akhlak yang baik dan

budaya bangsa dengan penghayatan terhadap ajaran agama

Islam.

Beberapa tantangan yang dihadapi Madrasah (Kemenag

Kota Jambi, 2007) yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut

:

Page 159: Manajemen Strategi - Islamic University

152

(1) Rendahnya mutu proses dan hasil pembelajaran dalam

bidang Matematika, Fisika, Kimis, Biologi dan Bahasa

Inggris (MAFIKIBB);

(2) Pentingnya latihan dasar kepemimpinan bagi siswa;

(3) Belum maksimalnya penyusunan perangkat penilaian

berbasis kompetensi;

(4) Rendahnya penguasaan tenaga pendidik terhadap

penerapan model-model pembelajaran yang inovatif;

(5) Rendahnya kemampuan tenaga administrasi (staf tata

usaha, perpustakaan).

Rumusan sasaran-sasaran dari program unggulan ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Sasaran 1 – peningkatan kemampuan siswa dalam bidang

MAFIKIBB

Sasaran 2 – mengembangkan mental kepemimpinan siswa

Sasaran 3 – pengembangan kreatifitas para siswa di dalam

berbagai bidang kegiatan ekstrakurikuler

khususnya dalam bidang olahraga dan kesenian

Sasaran 4 – peningkatan pengetahuan dan kemampuan tenaga

administratif.

2) Sumber daya

Mengenai sumber-sumber daya yang mendukung bagi

keberhasilan program peningkatan mutu madrasah dapat

diklasifikasikan dalam 2 bagian yakni : sumber daya manusia dan

sumber daya non manusia. Adapun sumber daya manusia

meliputi kepala madrasah, guru, staf tata usaha dan siswa.

Sedangkan sumber daya non manusia meliputi sarana dan

prasarana madrasah termasuk fasilitas bangunan, ruang belajar,

Page 160: Manajemen Strategi - Islamic University

153

perpustakaan, laboratorium dan sumber-sumber biaya

pendidikan. Semakin layak dan baik sumber-sumber daya ini,

maka diasumsikan akan semakin memberi dukungan yang positif

terhadap keberhasilan program peningkatan mutu madrasah.

Terdapat 9 (sembilan) faktor sumber daya yang dapat

memberi dukungan pada keberhasilan program peningkatan

mutu madrasah, ke 9 (sembilan) faktor sumber daya yang

dimaksud tersebut adalah kurikulum dan pembelajaran,

administrasi/manajemen, organisasi kelembagaan, sarana dan

prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta

masyarakat, lingkungan dan budaya madrasah.

B. Indikator-Indikator Keberhasilan Dan Evaluasi

Dalam pelaksanaan evaluasi terhadap program

peningkatan mutu madrasah, rancangannya dipersiapkan secara

matang. Rancangan ini dibuat sebagai acuan bagi seluruh

pelaksanaan penilaian terhadap manajemen peningkatan mutu

madrasah. Adapun salah satu komponennya adalah penyusunan

indikator-indikator keberhasilan adalah konteks, input, proses,

output dan outcome.

Dalam pertimbangan konteks meliputi aspek-aspek

permintaan pendidikan, dukungan masyarakat terhadap

pendidikan, kebijakan pemerintah, aspirasi masyarakat terhadap

pendidikan, status sosial dan ekonomi masyarakat, keadaan

geografis dan lain sebagainya. Kemudian pertimbangan input

berkaitan dengan visi, misi, tujuan sasaran madrasah, sumber

daya madrasah, siswa, kurikulum dan lain sebagainya. Adapun

pertimbangan proses berkaitan dengan proses pengambilan

keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan

program, proses pembelajaran, proses penilaian dan lain

Page 161: Manajemen Strategi - Islamic University

154

sebagainya. Sementara pertimbangan output berkenaan dengan

prestasi akademik (nilai UN, nilai raport, prestasi dalam lomba

karya tulis dan sebagainya) dan prestasi non akademik (olahraga,

kesenian dan sebagainya). Selanjutnya pertimbangan outcome

berkenaan manfaat jangka panjang dari kegiatan peningkatan

mutu madrasah yakni antara lain pendidikan lanjut,

pengembangan karir, kesempatan berkembang.

C. Evaluasi

Dalam bagian ini dimaksudkan bahwa evaluasi adalah

untuk mengetahui apakah program peningkatan mutu madrasah

dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan atau tidak,

dalam pelaksanaannya apa saja hambatan yang dihadapi dan

bagaimana cara mengatasinya. Kegiatan evaluasi ini pada

dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kegiatan monitoring yaitu

kegiatan yang menekankan pada pemantauan terhadap proses

pelaksanaan manajemen peningkatan mutu madrasah.

Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui apakah

manajemen peningkatan mutu madrasah telah mencapai sasaran

yang diharapkan atau belum. Dalam hal ini hasil monitoring dan

evaluasi adalah berupa informasi untuk pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, informasi/data hasil monitoring dan evaluasi

tersebut harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan (valid

dan reliable). Segala bentuk informasi dan kesimpulan dari hasil

monitoring dan evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat

digunakan untuk mengambil keputusan tentang apa yang perlu

dilakukan untuk membantu agar pelaksanaan program

peningkatan mutu madrasah berhasil seperti yang diharapkan.

Dengan kata lain informasi dan kesimpulan yang

didasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi diharapkan dapat

Page 162: Manajemen Strategi - Islamic University

155

dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan

tentang program peningkatan mutu madrasah secara

komprehensif, yang dimulai dari kesesuaian dengan kebutuhan

masyarakat dan tuntutan masa depan (konteks), input, proses,

output maupun outcome yang diharapkan dan termasuk juga

kemungkinan mempertahankan (prospektif) program

peningkatan mutu madrasah pada tahun-tahun berikutnya.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dimaksudkan juga untuk

mengetahui perkembangan pelaksanaan program peningkatan

mutu madrasah.

Komponen input dalam program peningkatan mutu

madrasah meliputi indikator yang mempertanyakan apakah

program tersebut telah sesuai dengan landasan hukum/kebijakan

pendidikan yang berlaku, kondisi geografis dan sosial ekonomi

masyarakat, tantangan masa depan bagi lulusan, aspirasi

pendidikan masyarakat sekitarnya dan daya dukung masyarakat

terhadap program pendidikan atau tidak. Selain dari pada itu,

dalam hal ini dipertanyakan juga kesesuaian visi, misi dan tujuan

serta sasaran yang diirumuskan dengan indikator-indikator

tersebut. Komponen input ini mencakup indikator-indikator

sumber daya manusia, kurikulum dan rancangan aplikasinya,

sarana dan peralatan pendukung, dana/anggaran dan prosedur

serta aturan yang diperlukan. Indikator-indikator input ini

idealnya sudah dipersiapkan sebelumnya sehingga kegiatan

peningkatan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Kemudian komponen proses dalam program peningkatan

mutu madrasah mencakup indikator-indikator proses

pengambilan keputusan, proses pengelolaan program, proses

pengelolaan pembelajaran, proses penilaian, dan sebagainya.

Page 163: Manajemen Strategi - Islamic University

156

Sedangkan komponen output pada dasarnya

mempertanyakan apakah sasaran tercapai sesuai dengan yang

diharapkan atau tidak. Komponen output ini selalu berkenaan

dengan kinerja siswa, hal ini dikarenakan peningkatan mutu

madrasah pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan

hasil belajar siswa. Dengan kata lain apapun kegiatan

peningkatan mutu madrasah yang dilakukan, wujud outputnya

adalah hasil belajar siswa.

Komponen yang dipandang memiliki daya dukung tinggi

pada peningkatan mutu madrasah adalah

organisasi/kelembagaan, pembiayaan, peserta didik, ketenagaan

(guru dan staf TU), pelayanan administrasi/manajemen, sarana

dan prasarana pembelajaran, kurikulum dan pembelajaran, peran

serta masyarakat, lingkungan dan budaya.

Pelaksanaan penilaian terhadap program peningkatan

mutu Madrasah didasarkan pada rancangan atau desain yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Rancangan tersebut dijadikan

sebagai pedoman bagi seluruh pelaksanaan penilaian terhadap

keberhasilan program peningkatan mutu madrasah. Terdapat

beberapa faktor utama dan sekaligus sebagai strategi dasar untuk

peningkatan mutu madrasah.selanjutnya dapat ditentukan skala

prioritas dari faktor utama yang memiliki daya dukung tinggi

terhadap peningkatan mutu madrasah. Enam faktor peningkatan

mutu madrasah tersebut adalah ketenagaan (guru dan Staf TU),

Administrasi/manajemen madrasah, sarana dan prasarana

madrasah, kurikulum dan pembelajaran, pembiayaan program

mutu dan organisasi kelembagaan madrasah.

Page 164: Manajemen Strategi - Islamic University

157

BAB

VI

A. Analisis Formulasi Strategi Pengelolaan Madrasah

Hax dan Majluf (1996; 14) mengungkapkan betapa

pentingnya strategi sebagai kerangka kerja yang sangat mendasar

untuk membawa organisasi dengan simultan, keberlanjutan dan

menfasilitasi pengadopsi terhadap lingkungan yang selalu

berubah. Dalam hal ini yang menjadi jantung dari strategi adalah

untuk mencari peningkatan keunggulan kompetitif dalam setiap

organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa strategi tidak terjadi

dengan sendirinya tetapi diciptakan dengan tindakan dan

keputusan manajemen ketika melihat suatu kesempatan yang

mungkin dapat diraih oleh organisasi. Analisa terhadap kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengelolaan madrasah

dengan menggunakan analisa trek terhadap program-program

Page 165: Manajemen Strategi - Islamic University

158

yang dikembangkan oleh Kementerian Agama dan Kemendiknas

serta konfirmasi terhadap para pelaku dapat dikatakan bahwa:

1) Pada komponen kurikulum dan pembelajaran, kurikulum

yang diterapkan di madrasah dapat membangun kreatifitas

guru-guru dalam pengembangan kurikulum yang dimulai

dengan pengembangan GBPP agar dapat memacu perbaikan

mutu kurikulum. Dan melalui pembelajaran siswa di ruang

kelas ditemukan bahwa perencanaan proses belajar mengajar

yang dianggap hal yang penting untuk dicermati berkaitan

dengan kesesuaian antara perencanaan proses belajar

mengajar dengan visi dan misi madrasah, dan dokumen

persiapan mengajar dan analisis materi pelajaran.

Pelaksanaan program ekstrakurikuler yang meliputi kegiatan

siswa, kegiatan guru dan interaksi belajar mengajar, harus

memperhatikan kegiatan yang berhubungan dengan

aktivitas siswa, kegiatan guru dan interaksi belajar mengajar.

Keluaran yang diharapkan meliputi (a) nilai ujian akhir

nasional, (b) nilai ujian akhir madrasah, (c) prestasi non

akademik, (d) sikap dan kepribadian siswa dan (e) angka

tinggal kelas. Selanjutnya bahwa penataan kurikulum dan

pembelajaran harus dilihat dalam jangka panjang untuk

dampak (akibat yang dicapai dari proses belajar mengajar, di

antaranya adalah penerimaan siswa, keterimaan di jenjang

pendidikan selanjutnya dan angka dropout (putus sekolah).

2) Komponen administrasi dan manajemen ; administrasi

sebagai sebuah kegiatan penataan menjadi sangat penting

dimana ketertiban dan kesesuaian dengan tujuan dari

pengelolaan kurikulum, siswa, ketenagaan, fasilitas,

pembiayaan menjadi pendukung dalam kelancaran

pelaksanaan proses belajar mengajar.

Page 166: Manajemen Strategi - Islamic University

159

3) Organisasi kelembagaan; pada tingkat pengelolaan

koordinasi dan konsultasi program masih perlu terus

ditingkatkan, karena hal ini memberikan dampak terhadap

pelaksanaan pada tingkat organisasi madrasah. Dua

lembaga, organisasi Kementerian Agama dan Kemendiknas

memungkinkan adanya tumpang tindih dalam program-

program bidang garapan madrasah terutama untuk

pembiayaan dan pengembangan tenaga pendidik dan

kependidikan

4) Sarana dan prasarana; bahwa madrasah memiliki sifat

keunikan dalam pelaksanaan pendidikannya, akan tetapi

perlu dicermati pula nilai keumumannya dalam ilmu

pengetahuan yang diajarkan kepada peserta didik. Dengan

demikian kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan

menjadi sangat penting keberadaannya seperti pada sekolah

menengah umum.

5) Ketenagaan; jumlah, kualitas, dan kecukupan untuk

memenuhi proses pembelajaran menjadi harus diperhatikan

karena tingkat kesesuaian antara latar pendidikan dengan

mata pelajaran, pengembangan, pendidikan dan pelatihan

bukan hanya menjadi tanggungjawab Kementerian Agama

akan tetapi harus melalui pola pengembangan yang

dilakukan oleh Kemendiknas.

6) Pembiayaan, pembiayaan dalam pelaksanaan pendidikan di

madrasah masih menyisakan persoalan antara Kemendiknas

dengan anggarannya dan Kementerian Agama dengan

anggaran yang dimilikinya pula. Seharusnya pada tingkat

madrasah tidak harus menemukan kekurangan dalam

pembiayaan, bila alokasi penganggaran dilakukan sesuai

dengan aktivitas kekhasan madrasah.

Page 167: Manajemen Strategi - Islamic University

160

Peserta didik, dominasi dari tingkat kedua dalam

kemampuan dan masyarakat kurang mampu memang

merupakan hal yang tidak bisa dielakkan. Akan tetapi, yang

terpenting adalah bagaimana proses pembelajaran berlangsung

dengan kurikulum yang sama dan tenaga pendidik yang

berkualitas bahwa masukan yang seperti tersebut di atas dapat

menjadi keluaran yang berkualitas.

Peran serta masyarakat, lingkungan dan budaya madrasah,

adalah dua hal yang menjadi kekuatan bagi madrasah. Untuk

keterlibatan masyarakat dalam madrasah memperlihatkan

antusias yang tinggi karena biasanya dikaitkan dengan proses

pendidikan yang mengedepankan unsur-unsur keislaman.

Dimana peserta didik, akan memperoleh nilai-nilai islami

sehingga masyarakat dengan mudah untuk menyumbangkan

pikiran, tenaga dan hartanya untuk madrasah.

Selanjutnya bahwa lingkungan dan budaya madrasah

diperlihatkan dalam (1) suasana keislaman, dengan kata lain,

sejauh mana madrasah telah menjadi bagian dalam pembentukan

karakter keislaman terhadap siswa didiknya baik secara fisik

maupun dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa islami,

baik yang berkenaan dengan kondisi fisik yang islami maupun

kegiatan-kegiatan yang islami, (2) suasana sosial, yang dimaksud

di sini adalah berkaitan tentang hubungan madrasah dengan

masyarakat, lembaga pendidikan lain serta berkenaan dengan

peran serta majelis madrasah. Sejauh mana suasana sosial

madrasah dapat menjadi lingkungan yang kondusif dalam

peningkatan mutu madrasah. Dan strategi sebagai penentuan dari

tujuan dasar jangka panjang, sasaran suatu lembaga dan

penerimaan dari serangkaian tindakan serta alokasi dari sumber-

sumber yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan tersebut

Page 168: Manajemen Strategi - Islamic University

161

maka dapat dikatakan bahwa strategi adalah pola tindakan dan

alokasi sumber daya yang dirancang untuk mencapai tujuan

tersebut. Dengan demikian, perlu dicermati baik kedalam

maupun keluar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang

meliputi proses pengelolaan madrasah sehingga kekuatan dan

peluang yang dimiliki menjadi kekuatan untuk integrasi ke dalam

dan kelemahan serta ancaman menjadi masukan untuk

mengembangkan program-program strategis yang mampu

mengakomodasi setiap kepentingan pemangku pendidikan.

Program peningkatan mutu madrasah dilaksanakan secara

konsekwen dan konsisten, maka dapat diharapkan program

tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, tidak hanya

dalam satu periode tahun pelajaran, tetapi juga dapat terus

dilaksanakan dan dikembangkan pada periode-periode tahun

pelajaran berikutnya. Oleh karena itu, daya tahan program

peningkatan mutu madrasah tersebut dapat dijamin apabila

pelaksanaannya sesuai dengan rancangannya dan didukung

dengan manajemen madrasah yang tentu saja transparan.

Pelaksanaan program peningkatan mutu madrasah

menuntut agar dalam manajemennya dilibatkan semua pihak

yang berkepentingan dalam organisasi madrasah, yaitu Kepala

Madrasah, guru, staf TU, siswa, orangtua siswa, bahkan dari

unsur masyarakat termasuk anggota Komite Madrasah. Selain itu,

keberhasilan program tersebut juga harus disertai dengan

dukungan dana, sarana dan prasarana dan profesionalitas setiap

personel yang terlibat dalam pelaksanaan program yang

dilakukan.

Penilaian terhadap prospek program peningkatan mutu

madrasah didasarkan pada hasil analisis terhadap aspek-aspek

keterbukaan manajemen madrasah (baik yang terkait dengan

Page 169: Manajemen Strategi - Islamic University

162

program maupun dengan keuangan), iklim kerjasama di

lingkungan madrasah (baik antara sesama warga madrasah

maupun dengan lingkungan luar madrasah), kemandirian

madrasah dalam membuat program, daya tahan atau

sustainabilitas program, akuntabilitas program (apakah sasaran

yang dicanangkan dapat dipercaya atau tidak) dan dampak dari

program peningkatan mutu madrasah yang dilakukan.

Mencermati uraian-uraian di atas, ternyata belum ada

rumusan yang jelas untuk peningkatan mutu madrasah

khususnya strategi-strategi yang menghasilkan pengaruh

langsung pada peningkatan mutu madrasah tersebut.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka peneliti mencoba untuk

menentukan prioritas sebagai pilihan strategi yang dipandang

paling kondusif dan strategis diimplementasikan oleh Pemerintah

(Kemendiknas dan Kementerian Agama) dalam rangka

mempertahankan mutu madrasah secara berkesinambungan.

Dalam pengembangan dan pengelolaan madrasah yang

benar-benar mengarah pada peningkatan mutu, harus ditentukan

skala prioritas yang menjadi strategi dasar untuk tiga faktor yang

memiliki daya dukung paling tinggi, yakni guru yang profesional

dalam substansi dan latar belakang pendidikan yang sesuai,

manajemen madrasah yang baik dan akses sumber belajar mudah.

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat ditentukan faktor-

faktor yang paling mendasar (strategis) dan sekaligus sebagai

strategi dasar yang dipandang dapat diimplementasikan oleh

pihak-pihak yang terkait (Kemendiknas dan Kementerian Agama)

untuk peningkatan mutu madrasah. Terdapat 3 hal sebagai

penegasan bahwa strategi dasar untuk peningkatan mutu

madrasah tersebut yakni terdiri dari : (1) peningkatan mutu guru

ketenagaan, (2) peningkatan mutu layanan administrasi dan

Page 170: Manajemen Strategi - Islamic University

163

manajemen madrasah, (3) penyediaan sarana dan prasarana

termasuk sumber-sumber belajar yang memadai baik dari segi

kuantitas maupun kualitasnya.

Implementasi strategi dasar tersebut sebenarnya

didasarkan pada beberapa konsiderasi, antara lain kondisi dan

kemampuan daerah, potensi internal dan eksternal madrasah dan

pengaruh kebijakan politik penyelenggaraan pendidikan. Strategi

dasar ini sebenarnya dapat dijadikan sebagai kerangka acuan

program yang berimplikasi pada perbaikan pendidikan di daerah

pada umumnya dan untuk peningkatan mutu madrasah secara

berkesinambungan.

Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dilakukan secara

berkesinambungan karena kegiatan-kegiatan tersebut

berlangsung dalam suatu siklus. Dengan demikian, upaya

peningkatan mutu madrasah dapat dipertahankan melaui apa

yang hendak dicapai dengan bekerja keras dan peralatan yang

dibutuhkan untuk mencapainya.

1. Lingkungan Strategis dalam Pendidikan Islam

(1) Pengaruh Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal yang dinilai berpengaruh dalam arti positif

yang dianggap sebagai peluang, maupun pengaruh secara negatif yang

dianggap sebagai tantangan dapat dijelaskan dalam bahasan berikut.

Lingkungan tersebut menjadi pertimbangan di dalam merumuskan

kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Islam di semua

satuan pendidikan.

(a) Globalisasi

Dalam konteks pendidikan Islam, globalisasi dapat sebagai

peluang sekaligus tantangan. Sebagai peluang, satu sisi akan

Page 171: Manajemen Strategi - Islamic University

164

memudahkan pendidikan Islam untuk mengakses berbagai informasi

dengan mudah. Juga memudahkan pendidikan Islam untuk

menyebarluaskan (diseminasi) produk-produk keilmuan yang

memberikan manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat. Sebagai

ancaman, ternyata globalisasi tidak hanya mempengaruhi tatanan

kehidupan pada tataran makro, namun juga mengubah tata kehidupan

pada tataran mikro, misalnya terhadap ikatan kehidupan sosial

masyarakat. Fenomena disintegrasi sosial, hilangnya nilai-nilai tradisi,

lunturnya adat-istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial dalam

berbagai modus operandinya, seperti kenakalan remaja, vandalisme, dan

sebagainya, merupakan gejala yang mengemuka akhir-akhir ini

(b) Politik

Dalam konteks Indonesia, proses pergantian pemerintahan dari

setiap periode mencerminkan agenda dan kepentingan politik yang

dijalankan. Pemerintahan Orde Lama, misalnya, memiliki peranan penting

dalam pembangunan karakter pendidikan di Indonesia, sejalan dengan

pembangunan karakter bangsa yang baru merdeka. Sebaliknya, pada

masa orde baru, agenda modernisasi dan pembangunan di segala bidang

memberikan implikasi besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia.

Dalam konteks Pendidikan Islam, arus kebijakan modernisasi ini menjadi

peluang sekaligus ancaman. Peluangnya adalah pendidikan Islam

mendapatkan pengakuan yang kuat dari pemerintah beserta implikasinya

dan mampu berdiri sejajar dengan pendidikan pada umumnya. Sedang

ancamannya adalah pendidikan Islam dapat kehilangan jati dirinya

sebagai pembentuk etika dan moral bangsa, karena telah lebur menjadi

pendidikan yang mengandalkan pengetahuan semata.

(c) Ekonomi

Dengan kondisi ekonomi negara yang relatif membaik,

menyebabkan kebijakan Pemerintah yang mengalokasikan dana

pendidikan 20 % dari APBN menjadikan pembiayaan untuk pendidikan

Page 172: Manajemen Strategi - Islamic University

165

relatif lebih memadai. Bahkan untuk pendidikan dasar, mendapatkan

dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang dapat mengurangi beban

pembiayaan sekolah yang semata-mata mengandalkan pembiayaan dari

orangtua siswa. Kondisi ini menjadi peluang yang terbuka bagi semua

lembaga pendidikan untuk dapat mengelola pendidikan secara optimal.

Sedang ancamannya adalah dengan naiknya semua kebutuhan pokok

akibat dikuranginya subsidi BBM, semua harga menjadi naik, sehingga

beban hidup masyarakat kian berat dan memaksa masyarakat

memangkas biaya pendidikan untuk memenuhi kebutuhan hidup

lainnya yang lebih primer.

Bagi pendidikan Islam yang mayoritas dikelola swasta dan tidak

memperoleh anggaran yang memadai dari pemerintah, telah memaksa

satuan pendidikan memungut biaya pendidikan kepada peserta didik

dalam berbagai bentuk. Masyarakat akan mempertimbangkan biaya

pendidikan yang lebih terjangkau dengan memilih lembaga pendidikan

negeri. Akibatnya, satuan Pendidikan Islam yang mayoritas swasta dan

rata-rata memiliki jumlah peserta didik yang sedikit dan tidak efisien,

kualitasnya tetap rendah karena dikelola dalam pelbagai keterbatasan,

khususnya keterbatasan sumber daya manusia dan dana.

(d) Sosial-Budaya

Kecenderungan budaya sekuler yang merupakan imbas dari

globalisasi pada beberapa tahun terakhir dirasakan sudah membawa

imbas negatif, termasuk pendangkalan dalam pemahaman dan

penghayatan agama. Tanda-tanda yang bisa dilihat antara lain dengan

maraknya tawuran pelajar dan mahasiswa, banyaknya anak-anak usia

sekolah yang terperangkap dalam narkoba, bahkan ada juga yang sampai

pada pelanggaran norma susila. Karena itu, Pendidikan Islam sebagai

lembaga yang memberikan porsi pelajaran agama lebih banyak,

mendapatkan peluang untuk mengakomodasi kebutuhan orang tua

tersebut. Disamping itu, budaya praktis-pragmatis yang saat ini

Page 173: Manajemen Strategi - Islamic University

166

membudaya di masyarakat akan dapat menjadi ancaman tersendiri bagi

eksistensi Pendidikan Islam. Budaya pragmatis juga akan berimplikasi

pada proses pedagogis di institusi-institusi penyelenggara Pendidikan

Islam.

(e) Teknologi

Penggunaan teknologi dalam media pembelajaran juga diyakini

akan membuat proses pembelajaran semakin menarik dan efektif karena

peserta didik lebih mudah mengakses informasi. Teknologi juga semakin

mempermudah birokrasi Pendidikan Islam dalam memberikan

pelayanannya kepada masyarakat.Dengan tersedianya perangkat

teknologi, pekerjaan pelayanan penyediaan database kependidikan,

dokumentasi, dan penyampaian informasi, dan sebagainya, dapat

dilakukan dengan lebih cepat dan akurat. Namun, pada saat bersamaan,

teknologi memberikan pengaruh negatif terhadap peserta didik, yaitu

dengan membanjirnya informasi dari berbagai sumber yang tidak bisa

dihalangi. Perilaku dan norma-norma yang bertentangan dengan adat

bahkan agama akan mengalir deras. Kondisi ini sering kali bertentangan

dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh pendidikan Islam.

(f) Ideologi

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Indonesia menempatkan

nilai-nilai agama sebagai bingkai ideologi negara sekaligus landasan

utama dalam pembangunan di segala bidang. Penting untuk

dikemukakan kembali bahwa nilai-nilai agama berlandaskan keTuhanan

yang Maha Esa merupakan nilai utama dalam setiap gerak

pembangunan, khususnya di bidang pendidikan. Dalam konteks inilah

така Pendidikan Islam menempati posisi strategis dalam posisi ideologi

negara. Namun demikian, ada beberapa ancaman yang harus menjadi

perhatian Pendidikan Islam, yaitu: munculnya berbagai ideologi yang

mengarah pada paham liberalisme dan hedonisme yang dapat mengikis

nilai-nilai keislaman.

Page 174: Manajemen Strategi - Islamic University

167

(g) Demografi

Masyarakat yang beragam pada daerah tertentu memberikan

dampak pada penyelenggaraan pendidikan. Kondisi ini menjadikan

Pendidikan Keagamaan Islam harus mampu memberikan layanan yang

tepat pada seluruh masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Pendidikan

Keagamaan Islam harus mampu menyajikan suatu wahana pengetahuan

yang mampu mengakomodasikan semua kepentingan masyarakat yang

tersebar di berbagai daerah. Disinilah pentingnya kearifan lokal, agar

pendidikan keagamaan Islam mampu membangun masyarakat secara

lebih baik dan berkualitas berdasarkan kerangka normatif agama yang

ramah. Namun demikian, dengan jumlah pemeluk Islam yang semakin

banyak, menyebabkan tanggungjawab pendidikan keagamaan Islam

semakin berat, karena harus menjangkau ke seluruh penduduk tanpa

membedakan suku dan ras.

(h) Geografi

Kondisi geografis yang cukup strategis yang ada tentunya

membuat peran provinsi cukup penting terlebih lagi dengan dukungan

sumber daya alam yang melimpah. Melihat wilayah Provinsi yang relatif

luas menjadikan pendidikan keagamaan Islam mampu menjangkau ke

semua wilayah dengan keanekaragaman budayanya. Karena pada

dasarnya semua warga negara mempunyai hak untuk memperoleh

pendidikan Agama (Islam). Ini memberikan implikasi bahwa pendidikan

keagamaan Islam, baik sebagai institusi maupun substansi, mempunyai

tanggungjawab agar mampu menjangkau ke semua wilayah tanpa

membedakan suku, bangsa, ras, bahasa, dan adat istiadat.

(i) Pertahanan dan Keamanan

Tugas pendidikan Islam dalam pertahanan dan keamanan adalah

ikut serta membantu pemerintah dalam melahirkan manusia yang

berjiwa nasionalisme dan patriotisme, yaitu manusia yang cinta Tanah Air

dan siap berkorban untuk mempertahankan NKRI. Disinilah pentingnya

Page 175: Manajemen Strategi - Islamic University

168

pendidikan Islam menawarkan substansi materi mengenai cinta Tanah

Air yang berorientasi pada pertahanan dan keamanan, sehinga wilayah

kajian pendidikan Islam tidak hanya pada keagamaan, tetapi juga

kenegaraan dan kemasyarakatan. Namun demikian, Pendidikan Islam

menghadapi ancaman dengan semakin mengikisnya nilai-nilai

nasionalisme dan patriotisme bagi generasi muda bangsa.

(2) Pengaruh Lingkungan Internal

Lingkungan internal pendidikan merupakan modal dan faktor

pendukung terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan

Islam. Aspek-aspek dari lingkungan internal tersebut yang merupakan

faktor pendukung terlaksananya pendidikan Islam secara baik

diantaranya peran pendidikan keagamaan Islam (pesantren, madrasah)

yang semakin dirasakan oleh masyarakat, tingginya rasa kemandirian,

besarnya partisipasi masyarakat, tingginya komitmen terhadap nilai-nilai

keislaman, serta memiliki akar sejarah dan akar budaya yang kuat. Di

samping itu terdapat beberapa aspek yang menjadi kelemahan yang

harus mendapat perhatian secara seksama, diantaranya pengelolaan

pendidikan keagamaan Islam masih relatif konvensional, lebih

bergantung pada sosok figur sentral bukan pada sistem, lamban dalam

mengakses informasi, lemah dalam bidang keuangan, serta mayoritas raw

input-nya berasal dari kalangan menengah ke bawah.

(a) Pendidikan Keagamaan Islam

Kekuatan lingkungan internal dalam pendidikan keagamaan Islam

adalah meningkatnya fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan

formal, dan sebagai lembaga pendidikan alternatif serta agen perubahan,

terutama di masyarakat pedesaan, didukung dengan karakter

kesederhanaan, ikhlas, mandiri, kejujuran dan kebersamaan. Sistem

pendidikan di Pesantren berorientasi pada tafaqquh fi al-din dengan

dukungan dedikasi ustadz dan santri. Kelemahannya adalah kualitas

layanan yang sangat bervariasi, pendidikian pesantren masih terpusat di

Page 176: Manajemen Strategi - Islamic University

169

Jawa sementara di luar Jawa masih sangat terbatas sumber dayanya, di

samping semakin banyak santri yang tertarik pada pendidikan umum

demi pekerjaan sehingga peran strat'egis pesantren belum sepenuhnya

diyakini manfaatnya oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat.

(b) Pendidikan Madrasah

Kekuatan lingkungan internal dalam pendidikan madrasah yang

tersebar sampai ke pelosok terpencil adalah sifat kemandirian, muatan

pelajaran agama yang lebih banyak, tingginya semangat dalam

berkompetisi bagi pengelola madrasah, dan meningkatnya kualifikasi dan

kompetensi guru. Kelemahannya adalah sarana dan prasarana yang

kurang memadai, keterbasan ruang belajar, kurang tersedianya sumber

pembelajaran, perpustakaan dan laboratorium, tenaga pendidik yang

belum memenuhi kualifikasi dan kompetensi, keterbatasan sumber dana,

lemahnya wawasan guru dalam bidang pedagogis dan pengembangan

kurikulum, dan banyaknya guru-guru yang miss match antara background

dengan mata pelajaran yang diampu.

(c) Pendidikan Tinggi Islam

Kekuatan utama yang dimiliki oleh Pendidikan Tinggi Islam

terletak pada: Eksistensi Pendidikan Tinggi Islam, terutama UIN yang

telah diakui masyarakat, civitas akademika UIN yang memiliki komitmen

yang kuat untuk mengembangkan nilai-nilai keislaman, bersifat

demokratis, semakin meningkatnya gelar master dan doktor bagi para

tenaga pengajar. Kelemahan yang dimiliki oleh Pendidikan Tinggi Islam,

khususnya STAIN adalah raw Input peserta didik kurang selektif. Untuk

UIN dan IAIN, belum terintegrasinya program studi SI, S2 dan S3 dalam

satu fakultas, daya dukung riset belum memberikan manfaat seluas-

luasnya pada pengembangaan ilmu dan kebutuhan masyarakat, belum

maksimalnya konsorsium keilmuan mata kuliah sejenis, lemahnya

penguasaan bahasa asing di kalangan dosen dan mahasiswa, lemahnya

publikasi karya ilmiah dan penelitian di tingkat internasional, dan

Page 177: Manajemen Strategi - Islamic University

170

manajemen perencanaan dan keuangan yang kurang visioner, transparan

dan akuntabel. Juga kerjasama jaringan yang belum optimal, lemahnya

kerjasama luar negeri, dan lemahnya teknologi IT.

Kelemahan yang sama juga dirasakan oleh Perguruan Tinggi Islam

Swasta (PTIS), dengan indikasi bahwa sebagian besar PTIS belum

terakreditasi BAN PT, pengelolaan lembaganya yang konvensional,

penyelenggaraan kegiatan pembelajarannya yang tidak dikelola dengan

baik, serta sumberdaya yang sangat terbatas, terutama sumberdaya

keuangan.

(d) Pendidikan Agama Islam pada Satuan Pendidikan

Kekuatan utama yang berkaitan dengan pendidikan Agama Islam

pada Sekolah adalah kurikulum dikembangkan sendiri oleh masing-

masing satuan pendidikan, semangat guru dalam pengembangan konsep

PAIKEMI dan joyful learning, penanaman nilai-nilai ahlak mulia dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam, kemampuan intelektualitas yang

tinggi peserta didik, dan tingginya minat guru pendidikan agama Islam

dalam meningkatkan kompetensinya. Sementara itu, kelemahannya

adalah pendidikan agama Islam belum menjadi ruh (core values) bagi

pengembangan keilmuan dan peningkatan kecerdasan siswa, sarana dan

media pembelajaran yang kurang memadai, serta masih rendahnya

kompetensi tenaga pengawas pendidikan agama Islam.

(e) Manajemen dan Tata Kelola

Dalam rangka mewujudkan manajemen dan tata kelola

Pendidikan Islam yang bagus, така diperlukan berbagai strategi yang

dapat mendukung pencapaian harapan tersebut. Untuk itu diperlukan

penjelasan mengenai perumusan kebijakan Pendidikan Islam manajemen

pelaksanaan program, dan akuntabilitas pelaksanaan program.

Page 178: Manajemen Strategi - Islamic University

171

2. Isu-isu Strategis dalam Pendidikan Islam

(1) Pendidikan Keagamaan Islam

Permasalahan strategis yang dihadapi oleh Pendidikan

Keagamaan Islam pada umumnya adalah bagaimana meningkatkan

mutu pendidikannya, dan memberdayakan kuaiitas pengelolaannya.

Knusus untuk pendidikan diniyah, bagaimana meningkatkan perluasan

akses jenis pendidikan ini di daerah yang kurang beruntung termasuk di

luar Jawa. Sedang untuk pesantren adalah bagaimana agar sistem

pengelolaan pesantren menjadi lebih transparan dan akuntabel bagi

publik tanpa memudarkan peran strategis ketokohan seorang kyai. Isu

strategis lain adalah bagaimana memaksimalkan potensi tingginya

partisipasi masyarakat dalam mengelola lembaga dan tenaga pendidik

pendidikan keagamaan Islam yang berstatus swasta untuk menjadi

kekuatan Pendidikan Islam.

(2) Pendidikan Madrasah

Pada tingkat RA, selama ini ditengarai bahwa lemahnya mutu RA

tidak hanya bertumpu pada jumlah dan kualifikasi guru RA, melainkan

juga karena belum adanya standar kurikulum yang berlaku secara

nasional. Dampaknya, tidak sedikit RA yang membuat kurikulum sesuai

dengan kehendak dan kecenderungan masing-masing lembaganya,

sehingga mutu antara satu RA dengan RA lainnya bervariasi. Untuk itu,

diperlukan standarisasi program, termasuk di dalamnya kurikulum, agar

mempunyai arah dan tujuan yang jelas dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pada tingkat madrasah, isu strategis yang perlu mendapat

pehatian adalah untuk penguasaan mata pelajaran umum (PKn, Bahasa

Indonesia, IPA, IPS, dan Matematika), prestasi siswa madrasah relatif lebih

rendah dibanding dengan siswa sekolah yang setingkat. Hal ini tidak

lepas dari kondisi guru yang kurang mumpuni dibidangnya, karena

berasal dari lulusan non Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

(LPTK) atau lembaga pendidikan keagamaan. Juga sarana yang kurang

Page 179: Manajemen Strategi - Islamic University

172

memadai untuk mendukung pembelajaran, misalnya keterbatasan

laboratorium, media pembelajaran, dan buku-buku referensi.

Di samping itu, untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi

lulusan madrasah, diperlukan berbagai program stimulus yang

berorientasi pada kecakapan hidup (life skills). Dengan program ini

diharapkan, lulusan madrasah akan semakin percaya diri dalam

menghadapi realitas sosial. Pada aspek peningkatan manajemen dan tata

kelola di madrasah, ditujukan pada upaya pengembangan dewan

pendidikan dan pembentukan komite madrasah yang diharapkan dapat

bekerjasama dalam membantu kelancaran proses pembelajaran di

madrasah. Selain itu, peningkatan manajemen dan tata kelola di madrasah

juga difokuskan pada penyelenggaraan monitoring dan evaluasi dari

pusat hingga satuan pendidikan, sehingga dapat menghasilkan

manajemen yang transparan dan akuntabel.

(3) Pendidikan Agama Islam Pada Satuan Pendidikan

Pelaksanaan pendidikan agama Islam pada PAUD, khususnya

TK, masih beragam karena belum adanya instrumen dengan standar

baku, baik yang menyangkut standar materi, sarana prasarana, model

pembelajaran, evaluasi, maupun instrumen lainnya. Belum lagi dilihat

dari jumlah guru pendidikan Agama Islam yang tersedia sangat tidak

memungkinkan, karena perbandingan antara jumlah peserta didik

dengan jumlah guru pendidikan agama Islam sangat tidak sebanding.

Pada sekolah, persoalan utama yang muncul adalah mutu

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah yang masih variatif

antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh

kondisi sekolah, guru, orang tua, siswa, maupun lingkungan itu sendiri.

Di sekolah yang memiliki daya dukung yang memadai, mutu

pembelajaran pendidikan agama Islam lebih terlihat Secara umum, mutu

pembelajaran pendiddikan agama Islam belum memenuhi harapan

masyarakat pada umumnya, karena ada beberapa indikasi seperti

Page 180: Manajemen Strategi - Islamic University

173

kemampuan membaca Al-Quran yang masih rendah, kemampuan

beribadah yang masih belum tertib, serta kurangnya rasa hormat terhadap

orang tua, guru, dan teman sebaya. Belum lagi dilihat dari

ketercapaian/target kurikulum dengan hasil perolehan nilai yang tidak

menggembirakan.

(4) Manajemen dan Tata Kelola Pendidikan Islam

Isu strategis yang berkaitan dengan manajemen dan tata kelola

Pendidikan Islam terletak pada bagaimana penanggungjawab

penyelenggara Pendidikan Islam dapat menyusun standar pelayanan

minimal dan standar operasional prosedur pengelolaan Pendidikan Islam.

Selain itu, yang menyangkut manajemen dan tata kelola adalah belum

optimalnya perumusan kebijakan yang didasarkan kepada hasil riset dan

pengembangan serta akuntabilitas program, keuangan, Sumber Daya

Manusia, dan asset yang belum menerapkan prinsip-prinsip

pemerintahan yang baik secara optimal.

B. Analisis Implementasi Strategi Pengelolaan Madrasah

(a) Kondisi Perumusan Kebijakan Pendidikan Islam saat ini

Perumusan kebijakan Pendidikan Islam saat ini masih dilakukan

dengan kurang mempertimbangkan hasil penelitian dan pengembangan.

Berbagai kegiatan seperti pencitraan Pendidikan Islam dan peningkatan

mutu lulusan lembaga Pendidikan Islam masih dilaksanakan dengan

tanpa menggunakan basis hasil penelitian dan studi yang baik. Begitu

juga dengan perumusan dan evaluasi kebijakan lain di bidang perluasan

akses dan manajemen dan tata kelola Pendidikan Islam. Di sisi lain,

kurangnya anggaran pendukung bagi unit yang menangani penelitian

tentang kebijakan Pendidikan Islam menegaskan kelemahan sistem

pendukung perumusan kebijakan Pendidikan Islam. Di samping itu,

efektivitas penelitian yang dilakukan masih belum sempat dievaluasi

secara kritis tentang kegunaannya dalam pengembangan kebijakan

Pendidikan Islam.

Page 181: Manajemen Strategi - Islamic University

174

(b) Kondisi Tata kelola Pendidikan Islam saat ini

Komitmen Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun 2009

adalah meningkatkan kualitas pendidikan Islam secara sistematik dan

berkesinambungan, yang mencakup perluasan dan pemerataan akses,

peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, tata kelola, dan pencitraan.

Komitmen ini didukung dengan sistem manajemen dan tata kelola yang

efektif yang mencangkup organisasi, regulasi, sumber daya manusia,

monitoring dan evaluasi, pengelolaan data dan informasi, penjaminan

mutu pendidikan, dan pencitraan. Sejalan dengan hal tersebut така

manajemen dan tata kelola pendidikan Islam tahun 2010-2014 diharapkan

dapat mempertajam keunggulan pengelolaan Pendidikan Islam yang

lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dengan bertumpu kepada

pembenahan kondisi aspek-aspek manajemen dan tata kelola pendidikan

Islam saat ini, yakni:

(1) Organisasi

Sistem manajemen tata kelola penyelenggaraan Pendidikan Islam

dalam lingkup Departemen Agama dilaksanakan dalam beberapa level

atau jenjang birokrasi. Struktur organisasi Kementerian Agama masih

bersifat sentralistik, sehingga ada rentang kendali yang cukup panjang

dalam penyelenggaraan Pendidikan Islam yang menjadi salah satu basis

tugasnya. Secara teknis, pengelolaan Pendidikan Islam terpusat di bawah

wewenang Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Setelah itu

penyelenggara pada level selanjutnya adalah penyelenggara Pendidikan

Islam pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota dan pada akhirnya

pada level satuan pendidikan.

Namun demikian ada persoalan sinkronisasi organisasi antara

tingkat pusat dengan daerah yang hingga saat ini belum tuntas. Di tingkat

pusat mengembang sedangkan pada tingkat provinsi dan Kabupaten

mengerucut. Hal ini berakibat pada penumpukan beban kerja yang tidak

sebanding dengan sumber daya yang ada. Contoh pada Direktorat

Page 182: Manajemen Strategi - Islamic University

175

Pendidikan Islam di tingkat pusat terdapat direktorat Pendidkan

Madrasah dan Direktorat PAIS sedangkan pada tingkat Provinsi hanya

terdapat Bidang Mapenda yang harus mengakomodir dua direktorat

dalam satu bidang di tingkat Provinsi. Kondisi ini juga berdampak tingkat

pelayanan tidak maksimal terutama dalam hal Pendidikan Islam pada

sekolah, dan lain sebagainya.

(2) Regulasi

Kedudukan sistem Pendidikan Islam sebagai bagian integral dari

sistem pendidikan nasional, menemukan dasar yuridisnya pada Undang

Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU

Sisdiknas 1989) yang menghapus dikotomi antara pendidikan umum dan

Pendidikan Islam, dan diperkuat dengan pemberlakuan Undang Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas

2003). Regulasi yang terkait dengan Pendidikan Islam adalah lahirnya PP

No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan. Selain itu beberapa regulasi terkini yaitu PP No. 47 tahun

2008 tentang Wajar Dikdas dan PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru serta

UU No. 9 tahun 2009 tentang ВНР. Implementasi dari regulasi tersebut

memerlukan turunan yang antara lain beberapa PerMenag sebagai

turunan PP No. 55 tau 2007. Disamping itu regulasi yang sudah ada

memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan, agar selaras dengan

regulasi yang sudah ada dan memenuhi keadilan masyarakat dalam

memperoleh layanan pendidikan agama.

Kedudukan pendidikan agama dan keagamaan dan pendidikan

umum berciri khas Islam dalam perspektif peraturan perundang-

undangan memang sudah terakomodir dan tidak ada perlakuan

dikotomis. Namun disisi lain belum semua peraturan perundang-

undangan tersebut dapat memberikan jawaban secara detail terhadap

berbagai persoalan yang muncul akibat di lapangan. Contoh perubahan

kebijakan beban kerja minimal guru dari 18 JTM/minggu menjadi 24

Page 183: Manajemen Strategi - Islamic University

176

JTM/minggu, berakibat banyak guru yag tidak dapat memenuhi beban

kerja minimal yang disebabkan menjadi tidak sebandingnya jumlah

beban kerja dengan guru yang ada dan berakibat overload guru,

berlakunya ekuivalensi tugas tambahan guru di satu sisi tetapi tidak

terdapat ambang maksimal, misal ekuivalensi tugas sebagai wakil kepala

tetapi tidak ada batas maksimal berapa jumlah maksimal wakil kepala

dan masih banyak lagi aturan yang lebih tekhnis yang belum dijabarkan

dalam suau regulasi. Conoh lainnya pemberlakuan Peraturan Pemerintah

namun belum dijabarkan dalam bentuk peraturan menteri seperti PP.55

Tahun 2007 yang masih menunggu peraturan menteri hingga saat ini.

Berdasarkan uraian di atas, kondisi regulasi pada tataran

standarisai nasional pendidikan sudah merambah pada pendidikan Islam

baik dalam bentuk pendidikan agama, Keagamaan maupun madrasah,

namun disisi lain masih perlu penjabaran secara tekhnis di lingkungan

Departemen Agama sendiri, baik dalam bentuk Peraturan Menteri

Agama, Edaran Dirjen hingga pada peraturan Kanwil.

(3) Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya di dalam

organisasi yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) dalam

mewujudkan eksistensi organisasi dan tujuan organisasi. Pengelolaan

Sumber Daya Manusia di bidang Pendidikan Islam mencakup Sumber

Daya Manusia di tingkat Pusat dan Daerah yang merupakan Sumber

Daya Manusia pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan Pendidikan

Islam, serta Sumber Daya Manusia pada satuan pendidikan berupa

tenaga pendidik dan kependidikan. Kondisi Sumber Daya Manusia pada

kelembagaan pendidikan Isiam masih belum memadai, tenaga pendidik

yang belum memenuhi standar kualifikasi, dan kompetensi yang masih

rendah. Demikian juga Sumber Daya Manusia yang mengelola

manajemen pendidikan di tingkat Pusat dan daerah masih memerlukan

peningkatan kapasitas dan kualitas secara berkelanjutan.

Page 184: Manajemen Strategi - Islamic University

177

(4) Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi pada semua lingkup masih bersifat parsial,

spesifik pada suatu program/kegiatan pada suatu unit kerja tertentu,

sehingga capaian secara keseluruhan dilihat dari substansi tugas dan

fungsi yang diemban oleh organisasi tidak dapat digambarkan.

Monitoring dan evaluasi belum berjalan dengan baik. Aspek evaluasi

lebih banyak terabaikan dan hanya berhenti pada tahap penilaian dan

rekomendasi terkait hasil penilaian tersebut, yang jarang ditindaklanjuti

dengan langkah nyata.

Kegiatan evaluasi yang diakukan masih berkutat pada output yang

semata-mata dijadikan dokumen administrasi, sedangkan outcome dan

impact yang sejatinya diinginkan belum terukur dengan baik, sehingga

evaluasi belum secara efektif mampu mengukur substansi target yang

ingin dicapai. Pelaksanaan evaluasi tampaknya baru memenuhi asas taat

hukum dan asas tertib penyelenggaraan negara. Namun asas umum

penyelenggaraan lainnya seperti asas kepentingan umum, asas

keterbukaan, dan asas profesionalitas masih belum terpenuhi

sepenuhnya.

(5) Pengelolaan Data dan Informasi

Pengelolaan data dan informasi Ditjen Pendidikan Islam dilakukan

oleh suatu unit yang selama ini dikenal dengan nama EMIS (Education

Management Information Sistem) yang merupakan bentuk lain dari

pelaksanaan tugas Subbagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan

dan Data yang berada di bawah struktur Sekretariat Ditjen Pendidikan

Islam.

Selain EMIS, beberapa unit kerja lainnya juga melakukan

pengumpulan dan pengolahan data. Tentu saja hal ini membuat satuan

pendidikan atau unit kerja lain yang menjadi obyek pendataan semakin

banyak tugasnya, karena harus melayani beberapa permintaan sekaligus

dari berbagai instansi. Kesadaran tentang pentingnya pengelolaan data

Page 185: Manajemen Strategi - Islamic University

178

dan informasi secara terintegrasi tampaknya masih dalam tahap wacana.

Masalah lain yang dihadapi dalam sistem pendataan yang selama ini

sudah berjalan diantaranya adalah rendahnya kesadaran akan arti

pentingnya data dari para penyelenggara satuan pendidikan, yang

berakibat pada keterlambatan pengumpulan data, rendahnya akurasi dan

konsistensi data, serta kesulitan mengakses data secara tepat dan cepat.

(6) Penjaminan Mutu Pendidikan

Standar pelayanan dan penjaminan mutu pendidikan sesuai

dengan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan harus

menemukan bentuknya dalam sistem manajemen dan tata kelola

Pendidikan Islam, penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan

seperti yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun

2005 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Bentuk-

bentuk pendidikan agama dan keagamaan yang sangat variatif dan

memiliki ciri khas yang cukup unik- membuat sistem manajemen dan tata

kelola dalam bidang ini perlu mendapat perhatian dan pendekatan yang

lebih khusus, agar sesuai dengan standar penjaminan mutu yang

sebenarnya.

(7) Pencitraan

Upaya mengkomunikasikan bentuk-bentuk "produk" Pendidikan

Islam, baik berkaitan dengan kelembagaan maupun kebijakan kepada

masyarakat melalui strategi kehumasan yang tepat belum banyak

dilakukan. Bahkan lingkup bidang Pendidikan Islam juga jarang

dikomunikasikan. Sebagai contoh, masih banyak masyarakat yang belum

mengetahui ара lingkup Pendidikan Islam dan ара keunggulannya

dibandingkan pendidikan umum. Pemberitaan mengenai prestasi

Pendidikan Islam jarang sekali muncul, malah kadang muncul

pemberitaan mengenai konflik dalam manajemen Pendidikan Islam.

Dalam upaya peningkatan pencitraan pendidikan Islam perlu

Page 186: Manajemen Strategi - Islamic University

179

memanfaatkan media, baik cetak maupun elektronik, agar Pendidikan

Islam dapat menampilkan citra yang sesungguhnya di masyarakat.

(c) Akuntabilitas Pelaksanaan Program

Kebijakan perwujudan good governance dilakukan secara intensif

melalui sistem pengendalian internal (SPI), pengawasan masyarakat, serta

pengawasan fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah

mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan

kerja. Pengawasan fungsional dilakukan oleh Inspektorat. Jenderal, Badan

Pemeriksa Keuangan Rl, dan BPKP yang bertujuan untuk menjamin

apakah pelaksanaan tugas dan fungsi telah sesuai dengan rencana,

kebijakan yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan. Program

pengawasan yang dilakukan meliputi audit (audit kinerja, audit khusus,

dan audit investigatif), monitoring, evaluasi, revieu, dan kegiatan

pengawasan lainnya.

(d) Peningkatan Mutu Ketenagaan (guru dan staf TU)

Pada dasarnya profesionalitas guru semata-mata tidak

hanya ditentukan oleh jenjang pendidikannya, tetapi juga

ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti kompetensi profesional.

Sesuai dengan uraian-uraian di atas maka dapat diperoleh suatu

pemahaman bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan guru,

maka semakin kompeten ia melaksanakan tugas-tugas

pembelajaran. Keadaan tersebut pada gilirannya dapat

diharapkan memberikan dampak positif yang lebih tinggi

terhadap mutu proses dan hasil (prestasi) belajar siswa.

Kompetensi profesionalitas guru pada umumnya di

madrasah masih perlu ditingkatkan sesuai dengan tuntutan

perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari tingkat

pemahaman dan kemampuan mereka mengaplikasikan

pengetahuan dan keterampilan serta kinerja aktualnya dalam

melaksanakan tugas-tugas sebagai guru yang profesional.

Page 187: Manajemen Strategi - Islamic University

180

Pentingnya profesionalitas guru dalam inovasi pendidikan dalam

program peningkatan mutu madrasah, apabila tidak menyentuh

aspek guru maka selama itu pula inovasi tersebut tidak akan

memberikan hasil yang optimal. Dengan kata lain, guru yang

profesional memiliki peranan kunci dalam mencapai keberhasilan

upaya peningkatan mutu madrasah.

Kualitas kinerja aktual guru (dalam konteks ini guru-guru

madrasah) tidak bisa dilepaskan dari pengaruh faktor-faktor

kemauan, kemampuan dan sikap dedikasi guru itu sendiri untuk

melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional. Keseimbangan

saling mempengaruhi antara ketiga faktor akan berimplikasinya

pada kinerja aktual guru.

Dalam hal ini, penting untuk dicermati efisiensi dan

efektivitas kegiatan pelatihan (trainning) guru, bukan hanya aspek

kemampuannya yang dipertimbangkan tetapi juga tidak kalah

pentingnya pertimbangan aspek kemauan dan dedikasinya.

Berdasarkan pemahaman ini dapat disimpulkan beberapa

variabel yang mempengaruhi kinerja guru, yakni : (1) variabel

psikologis (mental, kepribadian, kemauan/motivasi, dedikasi dan

lain-lain), (2) variabel organisatoris (pimpinan, imbalan, sumber

daya, pekerjaan dan lain-lain) dan (3) variabel non psikologis

(kemampuan, fisik, latar belakang dan lain sebagainya).

(e) Peningkatan Mutu Layanan Manajemen Madrasah

Tahun 1999 merupakan tahun reformasi dan demokratisasi

pendidikan di Indonesia. Sebagai bagian dari hal tersebut,

diperkenalkanlah konsep manajemen berbasis sekolah (school

based management) di sekolah-sekolah umum dan manajemen

berbasis madrasah (MBM) di madrasah-madrasah. Seiring dengan

semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas para lulusannya

sebagai salah satu indikator keberhasilan pendidikan, maka hal

Page 188: Manajemen Strategi - Islamic University

181

tersebut menjadikan madrasah sebagai salah satu target utama

penilaian dan membebaninya dengan serangkaian kewajiban

untuk melakukan banyak hal dalam rangka untuk memenuhi

segala kebutuhan kependidikan para peserta didik. Para kepala

madrasah, guru, orangtua dan masyarakat harus mengerti bentuk

pengembangan program pendidikan yang tepat diberikan pada

peserta didik serta dapat merencanakan segala program yang

lebih operasional sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Secara konseptual Manajemen Berbasis Madrasah dipahami

sebagai salah satu alternatif pilihan formal untuk mengelola

penyelenggaraan pendidikan yang terdesentralisasi dengan

menempatkan madrasah sebagai unit pertama peningkatan mutu

madrasah. Konsep ini menempatkan redistribusi kewenangan

para pembuat kebijakan sebagai elemen paling mendasar untuk

meningkatkan mutu hasil pendidikan. Manajemen Berbasis

Madrasah merupakan cara untuk memotivasi Kepala Madrasah

untuk lebih bertanggungjawab terhadap mutu peserta didik.

Untuk itu, sudah semestinya kepala madrasah mengembangkan

program-program kependidikan secara komprehensif untuk

melayani segala kebutuhan peserta didik di madrasah.

Pendekatan Manajemen Berbasis Madrasah di samping

sebagai alternatif, juga sebagai kritik atas penyelenggaraan

pendidikan yang selama ini bersifat sentralisasi. Pendidikan yang

sentralistis tidak mengarahkan implementasi manajemen

pendidikan madrasah untuk belajar mandiri, baik dalam hal

manajemen kepemimpinan maupun dalam pengembangan

institusional, pengembangan kurikulum, penyediaan sumber

belajar, alokasi sumber daya, dan terutama membangun

partisipasi masyarakat untuk memiliki madrasah. Oleh karena itu

perlu dukungan pihak stakeholder yang meliputi pemerintah

Page 189: Manajemen Strategi - Islamic University

182

daerah, komite madrasah , kepala madrasah, guru, orangtua

siswa, dan tokoh masyarakat) serta siswa.

Peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah semestinya

dipahami sebagai rangkaian upaya-upaya untuk :

1) Mendesentralisasi organisasi, manajemen dan

penyelenggaraan pendidikan

2) Memberdayakan infrastruktur yang ada sesuai dengan

kebutuhan para peserta didik

3) Menciptakan peran dan tanggungjawab baru bagi pelaku

sistem, dan

4) Meliputi perencanaan penyelenggaraan pendidikan yang di

dalamnya terdapat antara pihak-pihak Departemen

Pendidikan Nasional Pusat, Propinsi dan Daerah

Kabupaten/Kotamadya dengan pelaksana manajemen

berbasis madrasah (guru, Kepala Madrasah, peserta didik

dan seterusnya).

Peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah menuntut

adanya partisipasi lebih besar dari setiap warga madrasah dalam

setiap kebijakan dan sepanjang proses pembuatan keputusan

madrasah berlangsung dan semua keputusan dibuat secara

kolektif serta sinergis bersama stakeholder. Namun implementasi

di lapangan tampaknya masih menghadapi berbagai kendala-

kendala tertentu. Dalam konteks peningkatan Manajemen

Berbasis Madrasah, segala kesempatan harus ada dan dimaknai

untuk meningkatkan profesionalisme para staf dan terjalinnya

kerjasama antara staf dengan orangtua yang lebih kondusif dalam

melayani pendidikan bagi peserta didik. Konsep ini tentu saja

menuntut para orangtua dan guru untuk lebih memahami segala

bentuk kebutuhan yang terbaik bagi para peserta didiknya, dan

Page 190: Manajemen Strategi - Islamic University

183

melalui upaya kooperatif dapat meningkatkan program yang

tepat sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan peningkatan

Manajemen Berbasis Madrasah, manajemen pendidikan dapat

dimaknai sebagai upaya untuk optimalisasi sumber-sumber daya

atau pengelolaan dan pengendalian. Persoalannya adalah

pengelolaan dan pengendalian seperti apa yang kini dibutuhkan

oleh madrasah? Optimalisasi sumber-sumber daya berkenaan

dengan pemberdayaan madrasah merupakan alternatif yang

paling tepat untuk mewujudkan suatu madrasah yang mandiri

dan memiliki keunggulan tinggi. Pemberdayaan dimaksudkan

adalah untuk memberikan otonomi yang lebih luas dalam

memecahkan masalah di madrasah. Hal itu diperlukan suatu

perubahan kebijakan di bidang manajemen pendidikan dengan

prinsip memberikan kewenangan dalam pengelolaan dan

pengambilan keputusan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan

masing-masing madrasah.

Dalam perubahan kebijakan tentu memerlukan kesiapan

berbagai sumber daya dan kemampuan pengelola di tingkat

madrasah. Namun yang lebih penting adalah pemahaman dan

kesiapan pengetahuan yang memadai tentang apa dan bagaimana

sistem baru yang disebut sebagai manajemen berbasis madrasah.

Beberapa Madrasah Aliyah Negeri yang dijadikan sebagai fokus

penelitian ini, tampaknya masih berada dalam posisi transisi

menuju implementasi manajemen berbasis madrasah

sebagaimana yang diharapkan.

Terdapat beberapa alasan pokok yang menuntut terjadinya

perubahan kebijakan dalam pengelolaan madrasah antara lain:

tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang

disebabkan adanya perubahan perkembangan sosial politik,

Page 191: Manajemen Strategi - Islamic University

184

ekonomi dan budaya. Semakin tingginya kehidupan sosial

masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

tekhnologi, maka telah semakin meningkatkan tuntutan

kebutuhan kehidupan sosial masyarakat.

Pada akhirnya tuntutan tersebut bermuara kepada

pendidikan karena tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat

meyakini hanya pendidikan yang mampu untuk menjawab dan

mengantisipasi berbagai tantangan tersebut. Manajemen berbasis

madrasah adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk

me-redisain pengelolaan madrasah dengan memberikan

kekuasaan kepada kepala madrasah dan meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja madrasah

yang mencakup Kepala Madrasah, guru, staf TU, orangtua siswa,

siswa dan masyarakat.

Persoalannya adalah untuk local stakeholders yang

menggunakan kekuasaan untuk memperbaiki mutu di madrasah,

disain organisasi harus berubah dan pengembangan program

yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Tentu saja berbagai

cara untuk mengaplikasikan konsep ini diperlukan persyaratan-

persyaratan yang mendukung ke arah perubahan dimana

madrasah memiliki ruang gerak yang lebih leluasa. Dengan

demikian, madrasah secara kreatif dan bertanggungjawab dapat

melakukan kegiatan untuk mengelola program secara efektif dan

efisien.

Kebijakan madrasah dipandang memiliki tingkat efektifitas

tinggi serta memberikan beberapa keuntungan seperti : (1)

kebijaksanaan dan kewenangan madrasah membawa pengaruh

langsung kepada siswa, orangtua dan guru, (2) bertujuan

bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal, (3) efektif dalam

melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil

Page 192: Manajemen Strategi - Islamic University

185

belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus madrasah, moral

guru, dan iklim madrasah, (4) adanya perhatian bersama untuk

mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen

madrasah, perancangan ulang madrasah dan perubahan

perencanaan.

Sesuai dengan kebijakan peningkatan mutu madrasah

tentunya dituntut untuk mampu mengalokasikan sumber daya-

sumber daya yang mencakup : (1) pengetahuan yang terkait

dengan kurikulum, tujuan dan sasaran pendidikan, (2) teknologi

yang terkait dengan media, sumber dan instrument pembelajaran,

(3) kekuasaan, kewenangan untuk membuat keputusan, (4)

material, penggunaan fasilitas, pengadaan dan peralatan, (5)

alokasi sumber daya manusia (pengembangan profesionalisme),

dan (6) alokas waktu dan anggaran. Dalam konteks ini, sumber

daya dilihat secara luas, yang ditransformasi ke dalam

pengalaman belajar, kurikulum dan kemandirian dalam

memanfaatkan sumber daya tersebut. Namun yang terpenting

dilakukan oleh setiap Madrasah Aliyah Negeri adalah

mengembangkan rencana program pembinaannya, yang

didasarkan pada perencanaan sistem yang strategis dan sinergis

dengan program pembangunan daerah dan pembangunan

nasional.

(f) Peningkatan Jumlah dan Mutu Sarana dan Prasarana

Pengembangan sarana dan prasarana termasuk sumber-

sumber belajar yang merupakan suatu bagian yang integral dalam

kerangka strategi dasar peningkatan mutu secara

berkesinambungan bagi madrasah, selain peningkatan

profesionalitas guru dan manajemen madrasah.

Adapun pembahasan mengenai sumber belajar dalam

penelitian ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang

Page 193: Manajemen Strategi - Islamic University

186

layak, termasuk buku-buku pelajaran di madrasah, baik berupa

buku-buku pelajaran yang disediakan pihak pemerintah

(Kemendiknas dan/atau Kementerian Agama) atau buku-buku

penunjang. Pembelajaran siswa yang tidak ditunjang dengan

buku-buku pelajaran yang memadai dapat diduga tidak akan

memberikan hasil yang optimal, baik dalam pertumbuhan

kognitif, afektif maupun psikomotor.

Kekurangan buku-buku pelajaran di madrasah, diduga

sebagai salah satu penyebab masih rendahnya hasil belajar siswa-

siswa madrasah, dan tentu saja hal ini dipengaruhi oleh lemahnya

daya dukung faktor-faktor lainnya terhadap mutu di madrasah.

Keadaan ini berimplikasi pada beban orangtua siswa untuk

menyediakan buku-buku pelajaran sesuai dengan tuntutan

kurikulum.

Idealnya penyediaan sumber-sumber belajar khususnya

buku-buku pelajaran merupakan bagian dari rencana anggaran

belanja madrasah sesuai dengan amanat Undang-Undang untuk

menyediakan 20% APBD untuk pendidikan. Sesungguhnya

melalui aplikasi kebijakan ini maka diharapkan berkurangnya

beban orangtua siswa dalam hal penyediaan buku-buku pelajaran

bagi anak-anaknya. Akhirnya dapat dikatakan bahwa daya

dukung sinergis antara ketersediaan sumber-sumber belajar,

manajemen peningkatan mutu dan profesionalitas guru

dipandang dapat mendukung peningkatan mutu madrasah.

D. Analisis Monitoring dan Evaluasi dalam Pengelolaan

Madrasah

Pelaksanaan penilaian terhadap kegiatan peningkatan mutu

madrasah hendaknya didasarkan pada rancangannya yang

dipersiapkan secara matang. Oleh karena itu rancangan penelitian

Page 194: Manajemen Strategi - Islamic University

187

ini pada dasarnya merupakan acuan bagi seluruh pelaksanaan

penilaian terhadap manajemen peningkatan mutu madrasah.

Salah satu komponennya adalah penyusunan indikator-indikator

keberhasilan pada setiap komponennya. Indikator-indikator yang

dipertimbangkan bagi keberhasilan adalah konteks, masukan

(input), proses, hasil (output) dan dampak (outcome) seperti yang

diuraikan di bawah ini :

(1) Konteks. Pertimbangan terhadap konteks peningkatan

mutu pendidikan madrasah meliputi aspek-aspek :

permintaan pendidikan, dukungan masyarakat terhadap

pendidikan, kebijakan pemerintah, aspirasi masyarakat

terhadap pendidikan, status sosial ekonomi masyarakat,

keadaan geografi dan lain sebagainya.

(2) Input. Dalam konteks ini, aspek-aspek yang

dipertimbangkan dalam penyusunan indikator adalah

yang berkenaan dengan visi, misi, tujuan, sasaran

madrasah, sumber daya madrasah, siswa, kurikulum, dan

lain sebagainya.

(3) Proses. Aspek-aspek yang dipertimbangkan dari

komponen ini adalah proses pengambilan keputusan,

proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan

program, proses pembelajaran, proses penilaian dan lain

sebagainya.

(4) Output. Hasil nyata dari pelaksanaan program

peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah adalah

berupa prestasi akademik (nilai UAN/NEM, raport, hasil

UN, prestasi dalam lomba karya tulis dan sebagainya)

dan prestasi non akademik.

Page 195: Manajemen Strategi - Islamic University

188

(5) Outcome. Aspek yang dipertimbangkan dalam

penyusunan indikator ini adalah manfaat jangka panjang

dari kegiatan peningkatan mutu pendidikan berbasis

madrasah, antara lain pendidikan lanjut, pengembangan

karir, kesempatan untuk berkembang dan lain

sebagainya.

(6) Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi pada dasarnya tidak

bisa dilepaskan dari kegiatan monitoring. Kegiatan

Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui

apakah program peningkatan mutu madrasah terlaksana

atau tidak, apa saja kendala yang dihadapi, dan

bagaimana cara mengatasi kendala tersebut. Kegiatan

Monitoring menekankan pada pemantauan proses

pelaksanaan manajemen peningkatan mutu madrasah.

Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah manajemen

peningkatan mutu madrasah mencapai sasaran yang

diharapkan atau tidak. Hasil monitoring dan evaluasi

adalah berupa informasi untuk pengambilan keputusan.

karenanya, informasi/data hasil monitoring dan evaluasi

tersebut harus dapat dipercaya dan

dipertanggungjawabkan (valid dan reliable). Informasi dan

kesimpulan dari hasil monitoring dan evaluasi diharapkan

dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang

apa yang perlu dilakukan untuk membantu agar

pelaksanaan program peningkatan mutu madrasah

berhasil seperti yang diharapkan. Informasi dan

kesimpulan yang didasarkan pada hasil monitoring dan

evaluasi diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam

pengambilan keputusan tentang program peningkatan

mutu madrasah secara komprehensif, mulai dari

kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan

Page 196: Manajemen Strategi - Islamic University

189

masa depan (konteks), input, proses, output yang

ditargetkan, maupun outcome yang diharapkan, dan juga

termasuk kemungkinan mempertahankan (prospektif)

program peningkatan mutu madrasah pada tahun-tahun

berikutnya. Pelaksanaannya monitoring dan evaluasi

dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan

pelaksanaan program peningkatan mutu madrasah.

Adapun komponen-komponen monitoring dan evaluasi

yang sekaligus menggambarkan indikator-indikator

program peningkatan mutu madrasah meliputi

komponen konteks, input, proses, output dan outcome.

Komponen input dalam program peningkatan mutu

madrasah meliputi indikator yang mempertanyakan apakah

program tersebut sesuai dengan landasan hukum/kebijakan

pendidikan yang berlaku, kondisi geografis dan sosial ekonomi

masyarakat, tantangan masa depan bagi lulusan, aspirasi

pendidikan masyarakat sekitar, daya dukung masyarakat

terhadap program pendidikan. Selain itu dalam hal ini

dipertanyakan juga kesesuaian visi, misi dan tujuan serta sasaran

yang dirumuskan dengan indikator-indikator tersebut.

Komponen input mencakup indikator-indikator sumber

daya manusia, kurikulum dan rancangan aplikasinya, sarana dan

peralatan pendukung, dana/anggaran dan prosedur serta aturan-

aturan yang diperlukan. Indikator-indikator input ini idealnya

sudah dipersiapkan sebelumnya sehingga kegiatan-kegiatan

peningkatan mutu dapat dilaksanakan secara efisien.

Komponen proses dalam program peningkatan mutu

madrasah mencakup indikator-indikator proses pengambilan

keputusan, proses pengelolaan program, proses pengelolaan

pembelajaran, proses penilaian dan lain sebagainya. Komponen

Page 197: Manajemen Strategi - Islamic University

190

output pada dasarnya mempertanyakan apakah sasaran tercapai

sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Komponen output ini

selalu berkenaan dengan kinerja siswa, karena peningkatan mutu

madrasah pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan

hasil belajar siswa. Dengan kata lain, apapun kegiatan

peningkatan mutu yang dilakukan, wujud output-nya berbentuk

kinerja siswa (hasil belajar siswa).

Page 198: Manajemen Strategi - Islamic University

191

BAB VII

Pemikiran dalam bentuk kerangka model temuan ini

tentunya tidak terlepas dari kajian teori-teori yang sudah mapan

yang dilakukan melalui proses desk study. Desk study dilakukan

guna memperkuat kerangka pikir dalam pengembangan arah dan

pola penelitian serta hasil-hasil yang diharapkan guna

memecahkan masalah yang diangkat.

Page 199: Manajemen Strategi - Islamic University

192

Selanjutnya untuk memantapkan model sebagai upaya

untuk memecahkan masalah yang dirasakan dan benar-benar

dibutuhkan untuk memperkaya alternatif pelaksanaan program

dan memperbaiki kinerja manajemen khususnya dalam

peningkatan mutu madrasah, dilakukan dengan melihat

kecenderungan-kecenderungan tentang hal-hal yang masih

dirasakan kurang dalam pengelolaan madrasah. Tatanan empiris

menjadi sangat penting guna dipadupadankan dengan pemikiran

dari hasil kajian teori sehingga memiliki nilai lebih dalam

implemetasinya yaitu dapat menjawab permasalahan. Adapun

Pengembangan model ini sebagai hasil kajian dari temuan-

temuan di lapangan yang dilakukan melalui kegiatan penelitian

tersusun ke dalam langkah-langkah yang secara skematis

digambarkan ke dalam gambar atau model sebagai berikut:

Gambar 7.1

Model Manajemen Strategi Peningkatan Mutu Madrasah

Page 200: Manajemen Strategi - Islamic University

193

A. Komponen dan Deskripsi Pengembangan Model

Manajemen Strategi Dalam Peningkatan Mutu Madrasah

Komponen pengembangan model manajemen stratejik

pengelolaan mutu madrasah terdiri dari komponen sistem,

komponen sumber daya, komponen program dan tujuan.

Komponen sistem merupakan bagian terpenting dalam

pencapaian mutu pengelolaan madrasah, dimana komponen

sistem mewadahi dan memfasilitasi semua aktivitas organisasi

pengelolaan madrasah. Komponen sistem memberikan wujud

arah dalam proses pencapaian tujuan, komponen sistem juga

memberikan wadah bagi aktivitas sumber daya manusia dan

program.

Sistem pengelolaan madrasah memposisikan madrasah

sebagai bagian dari sistem pengelolaan pendidikan secara

menyeluruh sebagai satu kesatuan pengelolaan pendidikan

dengan mekanisme yang harmonis memadukan antara sistem

pengelolaan pendidikan dalam wadah Kementerian Agama dan

Kemendiknas.

Komponen sumber daya meliputi komponen manusia dan

non manusia, komponen manusia menggambarkan kualitas

sumber daya manusia yang mengelola madrasah, mulai dari

tingkat pengelola sampai kepada tingkat pelaksana pada satuan

sekolah, guru, kepala sekolah, pengawas, tenaga kependidikan.

Komponen sumber daya non manusia berupa unsur-unsur

pendukung dalam pengelolaan madrasah yang meliputi

pembiayaan, fasilitas, kebijakan, kepemimpinan, program, dan

lain-lain.

Adapun komponen yang ketiga adalah tujuan, tujuan akhir

dari pengelolaan madrasah adalah pengembangan mutu

Page 201: Manajemen Strategi - Islamic University

194

madrasah, oleh karenanya tujuan pendidikan nasional dan tujuan

pendidikan islam yang menjadi ciri khasnya menjadi pedoman.

Manajemen stratejik dalam peningkatan mutu pendidikan

untuk tingkat madrasah, sebagai sebuah skema alur manajemen

yang melibatkan dua Instansi Pemerintah yaitu Kemendiknas

dan Kementerian Agama harus dimulai dari landasan yang

menjadi titik tolak keberadaan lembaga tersebut yaitu Peraturan

Perundangan yang secara normatif menaunginya.

Kementerian agama yang secara hierarkis sentralisasi

dalam birokrasi dari tingkat pusat sampai kabupaten kota dan

dinas pendidikan yang memiliki hierarkis dalam birokrasi sudah

ter-desentralisasikan memiliki perbedaan yang mencolok dalam

rentang kendali manajemen dan organisasi. Akan tetapi, kearah

mutu pendidikan kedua-nya memiliki tanggungjawab dalam

mengawal terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Pendidikan yang bermutu terlihat dari proses yang bermutu

dengan mutu input yang terkendalikan dan mutu output serta

outcome. Kelembagaan pendidikan dalam hal ini sekolah

(madrasah) adalah ujung tombak dalam pelaksanaannya. Mutu

manajemen pada kedua tingkat kelembagaan baik itu pada

tingkat pengelola yaitu Kemendiknas dan Kementerian Agama

serta Sekolah bertanggungjawab untuk mencapai melalui

pelayanan yang bermutu tentunya.

Kemendiknas khususnya dengan kekuatan normatif

sebagai penanggungjawab pelaksanaan pendidikan di Indonesia,

memiliki tanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan

pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan termasuk di

dalamnya penyelenggaraan pendidikan pada jalur formal jenjang

madrasah. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 20 Tahun 2003 dengan tegas dikatakan bahwa Madrasah

Page 202: Manajemen Strategi - Islamic University

195

adalah bagian dari sistem pendidikan nasional pada jalur formal

di bawah tanggungjawab menteri pendidikan nasional, dan

selanjutnya untuk penyelenggaraan pendidikan keagamaan

diatur oleh peraturan pemerintah dengan keterlibatan

Kementerian Agama di dalamnya.

Dalam konstalasi mutu, manajemen pendidikan menjadi

sangat penting dan pada kedua lembaga pengelola untuk tingkat

madrasah. Kebijakan Kemendiknas dan Kementerian agama pada

tingkat kabupaten/kota) mengarahkan program dalam bentuk

rencana jangka panjang maupun jangka pendek pada pilar

pembangunan pendidikan yaitu manajemen, mutu, akses dan

keadilan. Pada tingkat operasionalisasi program secara strategis

pilar tersebut oleh dinas pendidikan kota diterjemahkan dalam

bentuk pedoman-pedoman penyelenggaraan pendidikan pada

tingkat madrasah yang bersifat teknis, sedangkan pada tingkat

Kementerian Agama koordinasi dan konsultatif fasilitasi proses

pendidikan menjadi tanggungjawabnya, karena bagaimanapun

substansi pendidikan keislaman dalam konstruksi instanasi yang

bersangkutan.

Pada tatanan implementasi program, pola koordinasi dan

konsultasi yang memposisikan kedua lembaga penanggungjawab

secara proporsional dalam tanggungjawabnya. Program

pengayaan dalam kerangka pendidikan kekhasan madrasah yang

berbasis keislaman menjadi tanggungjawab departemen agama

sedangkan program-program dalam kerangka bidang garapan

tanggungjjawab Kemendiknas dengan standar-standar

pelayanannya. Dengan demikian bukan berarti bahwa

Kementerian Agama tidak memiliki kewenangan dalam bidang

garapan akan tetapi mengacu kepada kebijakan pengelola

pendidikan.

Page 203: Manajemen Strategi - Islamic University

196

Analisa lingkungan yang khas dari penyelenggaraan

pendidikan madrasah akan terukur dengan baik melalui

program-program strategis pada kelembagaan Kementerian

Agama. Rencana strategis pada departemen agama akan

memiliki keterkaitan kuat dengan rencana strategis pendidikan

pada dinas pendidikan kota dengan payung rencana strategis

pendidikan pemerintah Kota. Rencana strategis Pemerintah Kota

dalam bidang pendidikan memposisikan rencana strategis pada

tingkat Kemendiknas dengan pola kordinasi pada Kementerian

Agama tingkat kota. Dengan demikian, rencana startegis pada

tingkat sekolah akan mengacu pada satu kerangka strategis yang

utuh yang dikelola oleh pemerintah tingkat kota, tumpang tindih

dalam program tidak akan terjadi.

Jenjang pengawasan program akan terkendali dengan baik,

mulai dari tingkat pengelola sampai tingkat sekolah/madrasah.

Pada tingkat sekolah/madrasah pengawasan yang menyangkut

substanasi dan manajemen sekolah berada pada wewenang

sekolah/madrasah melalui jalur manajemen yang baik, adapun

pada tingkat kelembagaan pengelola secara strategis akan dengan

mudah memposisikan pengamanan pelaksanaan program

sekolah/madrasah melalui kewenangan yang dikoordinasikan

oleh pemerintah daerah baik menyangkut substansi maupun

manajemen.

B. Tujuan Pengembangan Model Manajemen Strategi Dalam

Peningkatan Mutu Madrasah

Tujuan dari pengembangan model manajemen strategis

dalam pengelolaan mutu madrasah ini adalah:

1. Peningkatan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan

melaui pengelolaan lembaga madrasah.

Page 204: Manajemen Strategi - Islamic University

197

2. Pengembangan pola kordinasi dan kosnultasi program

pada tingkat pengelola yaitu Kementerian Agama dan

Kemendiknas.

3. Reposisi tugas pemerintah kota dalam pengembangan

rencana strategis dalam bidang pendidikan dalam

pengelolaan pendidikan berbasis keagamaan (madrasah)..

4. Penataan kewenangan kelembagaan dalam pengelolaan

madrasah dalam struktur strategis pada tingkat

Pemerintah Kota/kab.

5. Penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan pada

tingkat sekolah melalui rencana strategis yang

dikembangkan sekolah, diturunkan dari satu rencana

strategis yang terkoordinasi antar Kementerian dengan

satu kerangka manajemen.

6. Menjembatani pemilihan alternatif-alternatif strategis

dalam peningkatan mutu madrasah.

C. Implementasi Pengembangan Model Manajemen Strategi

Dalam Peningkatan Mutu Madrasah

Efektivitas pengembangan dan implementasi model

manajemen strategis peningkatan mutu madrasah yang

dikembangkan ini, dapat dilakukan melalui prosedur sebagai

berikut

1. Penyamaan visi dan misi penyelenggaraan pendidikan

Kota/kab ke dalam visi, misi kelembagaan.

2. Pengembangan rencana umum pendidikan Kota/kab yang

selanjutnya menjadi rencana strategis dengan melibatkan

kedua lembaga pengelola pendidikan madrasah sebagai

bagaian dalam tugas dan fungsinya masing-masing.

3. Mengembangan rencana strategis yang melibatkan

kelembagaan pendidikan pada tingkat penyusunan

Page 205: Manajemen Strategi - Islamic University

198

rencana strategis pendidikan pada Kementerian Agama

dan rencana strategis pada tingkat Kemendiknas

kota/kab.

4. Melibatkan unsur masyarakat sebagai bagian dari

stakeholder’s pendidikan untuk terlibat dalam penyusunan

rencana strategis dimulai pada tingkat sekolah/madrasah

sampai pada tingkat pengelola secara terbuka melalui

lembaga komite atau dewan pendidikan.

5. Analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dalam pengelolaan kelembagaan pendidikan di

madrasah, baik analisa lingkungan eksternal maupun

internal sebagai bekal dalam penyusunan rencana

strategis.

6. Pengembangan alternatif-alternatif formulasi strategis

pengelolaan peningkatan mutu madrasah.

7. Pengembangan model-model implementasi strategis

program-program penyelenggaraan pendidikan pada

tingkat madrasah.

8. Pengembangan model-model pengawasan strategis yang

mengakomodasi Kemendiknas dan Kementerian Agama

dalam satu kerangka manajemen strategis.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

rangka untuk mempertahankan peningkatan mutu tersebut

adalah dengan melakukan:

1. Sosialisasi strategi peningkatan mutu madrasah

Mensosialisasikan konsep Manajemen Berbasis Madrasah

kepada seluruh warga madrasah (Kepala Madrasah, wakil Kepala

Madrasah, guru, staf dan TU, siswa,), dan unsur-unsur terkait

lainnya (orangtua siswa, pengawas, kantor Kementerian Agama,

wakil kantor Kementerian Agama, kantor Wilayah Kementerian

Page 206: Manajemen Strategi - Islamic University

199

Agama, wakil kantor Wilayah Kementerian Agama dan lain

sebagainya) dengan melalui pelatihan, workshop, semiloka,

diskusi, seminar dan lain sebagainya. Tentu saja diharapkan

dalam sosialisasi ini juga dicermati, diteliti dan difahami

bagaimana sistem, budaya dan sumber daya madrasah yang ada

dan direfleksikan kesesuaian dengan sistem, budaya dan sumber

daya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan Manajemen

Berbasis Madrasah.

2. Analisis situasi sasaran

Melakukan kegiatan analisis situasi sasaran (output). Dalam

langkah yang kedua ini dilakukan analisis situasi sasaran

madrasah, yang hasilnya berupa tantangan (ketidaksesuaian)

antara situasi sasaran sekarang dengan sasaran yang diharapkan.

Adapun besar kecilnya ketidaksesuaian antara situasi sasaran saat

ini dan situasi sasaran yang diharapkan memberitahukan besar

kecilnya tantangan yang dihadapi.

3. Merumuskan sasaran-sasaran strategi

Merumuskan sasaran/tujuan yang hendak dicapai. Dari

hasil analisis situasi sasaran (yang hasilnya berupa tantangan),

maka dapat dirumuskan sasaran yang hendak dicapai. Meskipun

sasaran tersebut didasarkan pada hasil analisis situasi sasaran saat

ini, akan tetapi sasaran tersebut harus tetap merujuk pada visi,

misi dan tujuan yang hendak dicapai oleh madrasah. Oleh karena

itu, visi, misi dan tujuan madrasah harus dirumuskan secara jelas.

Pada dasarnya setiap madrasah yang hendak

melaksanakan peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah tentu

harus memiliki visi. Adapun visi disini merupakan wawasan

yang menjadi sumber arahan, acuan bagi madrasah dan

digunakan untuk memandu dalam penyusunan atau perumusan

Page 207: Manajemen Strategi - Islamic University

200

misi madrasah. Dengan visi, maka dapat diketahui ke mana arah

madrasah atau seperti apa yang diinginkan oleh madrasah pada

masa yang akan datang. Sementara misi merupakan tindakan

untuk merealisasikan visi. Hal ini karena visi harus

mengakomodasi semua kelompok kepentingan yang terkait

dengan madrasah, maka misi dapat juga diartikan sebagai

tindakan untuk memenuhi kepentingan dari masing-masing

kelompok yang terkait dengan madrasah.

Dalam merumuskan misi sesungguhnya harus

mempertimbangkan tugas pokok madrasah dan kelompok-

kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah. Tujuan di

sini merupakan penjabaran misi. Tujuan merupakan apa yang

akan dicapai/dihasilkan oleh madrasah yang bersangkutan dan

‚kapan‛ tujuan akan dicapai. Tujuan dirumuskan untuk jangka

waktu 1-3 tahunan. Sasaran adalah penjabaran tujuan, yaitu

sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh madrasah dalam

jangka waktu satu tahun, satu catur wulan, atau satu bulan. Agar

sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat

spesifik, terukur, jelas kriterianya dan disertai indikator-indikator

yang rinci. Meskipun sasaran bersumber dari tujuan, namun

dalam penentuan sasaran yang mana dan berapa besar atau

kecilnya sasaran tetap harus didasarkan dari hasil analisis

sasaran.

4. Melakukan analisis SWOT (strength, weakness,

opportunities, and threath)

Melakukan tindakan analisis SWOT. Setelah sasaran

dirumuskan, maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi

fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan. Adapun fungsi-fungsi yang

dimaksud disini di antaranya meliputi pengembangan kurikulum,

pengembangan tenaga kependidikan dan non kependidikan,

Page 208: Manajemen Strategi - Islamic University

201

pembinaan siswa, pengembangan suasana akademik madrasah,

pengembangan sarana dan prasarana madrasah, pengembangan

madrasah-masyarakat. Setelah fungsi-fungsi yang perlu

dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah

selanjutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi

dan faktor-faktornya melalui analisis kelemahan-kelemahan dan

peluang tantangan/ancaman atau analisis SWOT.

Dengan dilakukan analisis SWOT ini dimaksudkan untuk

mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi

madrasah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah

ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh

tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap

fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan

faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal

maupun eksternal. Tingkat kesiapan harus memadai, artinya

minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk

mencapai sasaran yang dinyatakan sebagai kekuatan, bagi faktor

yang tergolong internal ; peluang, bagi faktor yang tergolong

eksternal.

Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, dengan

arti tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna

kelemahan bagi faktor yang tergolong internal, dan ancaman bagi

faktor-faktor eksternal. Baik kelemahan maupun ancaman sebagai

faktor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai disebut

persoalan.

Dari hasil analisis SWOT, kemudian memilih langkah-

langkah pemecahan persoalan (peniadaan) persoalan, yakni

dengan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengubah

fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih

ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan

Page 209: Manajemen Strategi - Islamic University

202

fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.

Oleh karena itu, agar sasaran tersebut tercapai, perlu dilakukan

tindakan-tindakan yang dapat mengubah ketidaksiapan menjadi

kesiapan fungsi. Tindakan ini biasa disebut dengan langkah-

langkah pemecahan persoalan, yang pada hakikatnya merupakan

tindakan mengatasi makna kelemahan dan /atau ancaman agar

menjadi kekuatan dan /atau peluang yakni dengan memanfaatkan

adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan /atau

pelua1g.

5. Menyusun rencana peningkatan mutu madrasah

Menyusun, merumuskan rencana peningkatan mutu.

Mengacu kepada langkah-langkah pemecahan persoalan yang

ada, maka madrasah secara bersama-sama dengan segenap unsur-

unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah dan

panjang lengkap dengan program-programnya untuk

merealisasikan rencana tersebut. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa

madrasah memang tidak selalu memiliki sumber daya yang

cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan

peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah sehingga perlu

dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengh dan

panjang. Sebenarnya rencana yang dibuat harus menjelaskan

secara detail dan lugas tentang segala aspek-aspek mutu yang

ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang

harus melaksanakan, kapan dilaksanakan dan dimana

dilaksanakan, kemudian berapa biaya yang harus dikeluarkan

dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini

diperlukan untuk memudahkan madrasah dalam menjelaskan

dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun dari

orangtua siswa, baik secara moral maupun finansial untuk

melaksanakan rencana peningkatan mutu madrasah tersebut.

Yang perlu diperhatikan oleh madrasah dalam rangka

Page 210: Manajemen Strategi - Islamic University

203

penyusunan rencana adalah keterbukaan kepada semua pihak

yang menjadi stakeholders khususnya pihak orangtua siswa dan

masyarakat pada umumnya. Dengan cara demikian maka akan

diperoleh kejelasan, berapa besar kemampuan madrasah dan

pemerintah untuk menanggung biaya rencana ini dan berapa

siswa yang harus ditanggung oleh orangtua siswa dan

masyarakat sekitarnya. Dengan keterbukaan rencana ini, maka

kemungkinan kesulitan memperoleh sumber biaya untuk

melaksanakan rencana ini bisa dihindari.

6. Melaksanakan rencana peningkatan mutu madrasah

Melaksanakan rencana peningkatan mutu. Pihak

madrasah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan

sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama

antara orangtua siswa, pihak madrasah dan masyarakat dalam

melaksanakan rencana peningkatan mutu madrasah. Kepala

madrasah dan guru hendaknya mendayagunakan segenap

sumber daya yang ada semaksimal mungkin, berikut dengan

menggunakan berbagai pengalaman masa lalu yang dianggap

efektif serta menggunakan teori-teori yang terbukti telah mampu

dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala Madrasah

dan guru bebas berinisiatif dan berkreatif dalam melaksanakan

berbagai program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-

sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karenanya madrasah harus

dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan dan

intervensi birokratis yang biasanya banyak menghambat dalam

pelaksanaan pendidikan.

Madrasah diharapkan menerapkan konsep belajar tuntas

(matery learning) dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Page 211: Manajemen Strategi - Islamic University

204

Konsep belajar tuntas (matery learning) ini lebih menekankan

betapa pentingnya arti siswa untuk menguasai materi pelajaran

secara utuh, total dan bertahap sebelum melanjutkan ke topik-

topik yang lain. Sehingga dengan demikian siswa diharapkan

dapat menguasai suatu materi pelajaran secara tuntas sebagai

prasyarat dan dasar yang kuat untuk mempelajari tahapan

pelajaran berikutnya.

Kepala Madrasah perlu melakukan supervisi dan

monitoring terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan mutu

madrasah, hal ini dilakukan untuk menghindari berbagai

penyimpangan yang terjadi. Kepala Madrasah berhak dan perlu

memberikan arahan, bimbingan, dukungan dan teguran kepada

guru dan tenaga lainnya, karena beliau sebagai manajer dan leader

pendidikan di madrasah, jika ada kegiatan yang tidak sesuai

dengan prosedur yang telah ditetapkan. Sungguhpun demikian,

bimbingan, arahan, dukungan dan teguran yang dilakukan

Kepala Madrasah hendaknya jangan sampai membuat guru dan

tenaga lainnya menjadi amat tertekan, merasa terkekang dalam

menjalankan berbagai kegiatan, karena hal ini dapat membuat

kegiatan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai.

7. Evaluasi keberhasilan pelaksanaan peningkatan mutu

Evaluasi dimaksud adalah untuk mengetahui tingkat

keberhasilan program. Dengan kata lain madrasah perlu

mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, kegiatan evaluasi

dilakukan setiap akhir catur wulan, hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Apabila pada

satu catur wulan dinilai terdapat beberapa faktor yang ternyata

tidak mendukung kegiatan program, maka madrasah harus dapat

untuk membenahi dan memperbaiki pelaksananaan program

Page 212: Manajemen Strategi - Islamic University

205

peningkatan mutu pada catur wulan berikutnya. Sedangkan

dalam jangka menengah, evaluasi dilakukan pada setiap akhir

tahun, dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh program

peningkatan mutu telah mencapai sasaran mutu yang telah

ditetapkan. Dengan adanya kegiatan evaluasi ini maka akan

diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk dibenahi dan

diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.

Kepala Madrasah harus mengikutsertakan setiap unsur

yang terlibat dalam kegiatan program, khususnya guru dan

tenaga lainnya dalam pelaksanaan evaluasi. Hal ini agar mereka

dapat menjiwai setiap penilaian yang dilakukan dan diharapkan

dapat memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah yang

timbul. Sama halnya dengan para orangtua siswa dan masyarakat

sebagai pihak eksternal juga harus dilibatkan untuk menilai

keberhasilan program yang telah dilaksanakan oleh pihak

madrasah. Sehingga dengan demikian pihak madrasah akan

mengetahui bagaimana sudut pandang pihak luar bila

dibandingkan dengan hasil penilaian internal. Kemungkinan lain

yang bisa saja terjadi adalah ketika orangtua siswa dan

masyarakat menilai terdapat suatu program gagal atau kurang

berhasil walaupun pihak madrasah menganggapnya cukup

berhasil. Oleh karenanya dalam hal ini perlu disepakati indikator

apa saja yang perlu ditetapkan sebelum penilaian dilakukan.

8. Merumuskan sasaran mutu baru.

Merumuskan sasaran mutu baru. Pada dasarnya hasil

evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi pembenahan dan

perbaikan kinerja program pada masa yang akan datang. Namun

tidak kalah pentingnya bahwa hasil evaluasi merupakan masukan

bagi madrasah dan orangtua siswa untuk merumuskan sasaran

Page 213: Manajemen Strategi - Islamic University

206

mutu baru untuk tahun berikutnya. Apabila pelaksanaan selama

ini dianggap berhasil, maka sasaran mutu dapat dipertahankan

dan ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang

tersedia. Namun jika sebaliknya, maka harus dilakukan berbagai

pembenahan dan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan

kegiatan. Atau bahkan tidak menutup kemungkinan sasaran

mutu selama ini diturunkan, karena bisa saja dianggap terlalu

berat atau tidak sesuai dengan sumber daya yang tersedia,

misalnya : ketenagaan, sarana dan prasarana, biaya dan lain

sebagainya.

Kemudian apabila sasaran baru telah ditetapkan, maka

kemudian dilakukan analisis SWOT dalam rangka untuk

mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam

madrasah sehingga dapat diperoleh dan diketahui kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Dengan informasi ini

maka langkah-langkah pemecahan persoalan segera dapat dipilih

untuk mengatasi berbagai faktor yang memuat berbagai

persoalan. Kemudian setelah itu, dapat dibuat rencana

peningkatan mutu baru.

Kedelapan langkah-langkah tersebut dilakukan dalam

siklus peningkatan mutu secara berkesinambungan dalam rangka

meningkatkan mutu madrasah. Dan sebagaimana diketahui

bahwa tugas dan fungsi utama madrasah adalah mengelola

penyelenggaraan peningkatan mutu di madrasahnya sendiri,

maka madrasah menjalankan tugas dan fungsinya adalah sebagai

berikut :

1. Menyusun dan merumuskan rencana dan program

pelaksanaan peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah

dengan melibatkan berbagai unsur antara lain Kepala

Madrasah, wakil Kepala Madrasah, guru dan tata usaha, wakil

Page 214: Manajemen Strategi - Islamic University

207

siswa (OSIS), wakil orangtua siswa, wakil organisasi profesi,

wakil pemerintah dan tokoh masyarakat.

2. Mengkoordinasikan dan menyelaraskan segenap sumber daya

yang tersedia di dalam dan di luar madrasah itu sendiri untuk

mencapai sasaran peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah

yang telah ditetapkan.

3. Melaksanakan program peningkatan Manajemen Berbasis

Madrasah secara efektif dan efisien dengan menerapkan

prinsip Total Quality Management (TQM).

4. Melaksanakan monitoring dan bimbingan dalam pelaksanaan

peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah.

5. Evaluasi dilakukan pada setiap akhir tahun ajaran, dengan

tujuan untuk menilai apakah tingkat ketercapaian (efektivitas)

sasaran program peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah

telah berhasil atau tidak. Pada dasarnya hasil evaluasi ini

nantinya akan digunakan untuk menentukan sasaran baru

program peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah pada

tahun-tahun berikutnya.

6. Menyusun laporan penyelenggaraan peningkatan Manajemen

Berbasis Madrasah yang pada gilirannya untuk disampaikan

kepada pihak-pihak terkait seperti Kantor Kementerian Agama

dan Komite Madrasah.

7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan

peningkatan Manajemen Berbasis Madrasah kepada pihak

yang berkepentingan seperti Kantor Kementerian Agama,

Komite Madrasah dan masyarakat.

D. Indiktor Keberhasilan Pengembangan Model Manajemen

Strategi Dalam Peningkatan Mutu Madrasah

Indikator keberhasilan model pengembangan manajemen

strategi peningkatan mutu madrasah adalah sebagai berikut :

Page 215: Manajemen Strategi - Islamic University

208

1. Peningkatan mutu pengelolaan madrasah dengan diikuti

oleh peningkatan mutu lulusan, mutu pelayanan

akademik, mutu fasilitas, mutu tenaga pendidik dan

kependidikan.

2. Kordinasi kelembagaan, ditandai oleh keselarasan dalam

rencana pendidikan baik jangka panjang maupun jangka

pendek pada setiap lembaga yang mengacu kepada

rencana pendidikan tingkat Pemerintahan Kota/kab.

3. Peningkatan mutu madrasah, mutu input meliputi raw

input dan environmental input, mutu proses

penyelenggaraan pada tatanan manajerial maupun proses

pembelajaran, mutu lulusan yang dapat dipersaingkan

dalam dunia kerja maupun melanjutkan, dan mutu

outcome yang dapat dirasakanlangsung oleh pengguna

lulusan.

4. Keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan

pendidikan maupun keterlibatan langsung dalam proses

pengelolaan.

5. Integrasi pengelolaan madrasah dalam dual-system

manajemen pada tingkat Kota/kab.

Page 216: Manajemen Strategi - Islamic University

209

BAB VII

Peningkatan mutu madrsah dapat dilakukan dengan

memperhatikan komponen-komponen dasar dalam pengelolaan

lembaga madrasah. Bidang garapan yang patut diperhatikan

secara umum meliputi : (1) pengelolaan kurikulum madrasah;

kurikulum madrasah memiliki kekhasan dengan pendidikan

keislamannya , (2) pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga

kependidikan; tenaga pendidik dalam hal ini adalah guru yang

memiliki latar belakang yang sesuai dengan bidang studi yang

diampunya, memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dan

minimal S1 dan untuk tenaga kependidikan, maka sama halnya

dengan sekolah pada umumnyayakni memiliki tenaga

Page 217: Manajemen Strategi - Islamic University

210

laboratorium (laboran), pustakawan, tata usaha dan lain-lain yang

harus memenuhi standar kecukupan dan kualitas, (3) pengelolaan

fasilitas (sarana dan prasarana) madrasah harus memenuhi

standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan, (4) pengelolaan

pembiayaan; aktivitas-aktivitas pemicu biaya pendidikan pada

tingkat madrasah harus ddapat teridentifikasi dengan baik, (5)

pengelolaan peserta didik); peserta didik pada tingkat madrasah

memiliki kekhususan dimana mereka datang dari kelompok

menengah ke bawah pada tingkat sosial dan ekonominya serta isu

tingkat kemampuannya yang di bawah sekolah umum. Akan

tetapi hal tersebut tidak serta merta pelayanan menjadi berbeda,

(6) pengelolaan hubungan madrasah dengan masyarakat; komite

madrasah menjadi andalan dalam menangkap antusias

masyarakat terhadap madrasah.

Formulasi strategis dalam pengembangan peningkatan

mutu madrasah harus dirumuskan ke dalam satu pola koordinasi

yang baik melalui pemerintah pada tingkat kota/kabupaten.

Artinya bahwa Kemendiknas dan Kementerian Agama memiliki

kepentingan yang sama untuk duduk bersama dalam

merumuskan formulasi strategi dalam peningkatan mutu

madrasah. Formulasi yang baik dengan merujuk kepada beberapa

hasil penelitian untuk tingkat madrasah harus ditata ulang

dengan memenuhi : (1) plan; yakni proses perencanaan

terintegrasi di antara pemangku kebijakan, (2) do; pola koordinasi

yang baik yang memungkinkan tidak terjadi tumpang tindih

dalam pengelolaan madrasah, (3) check; proses monitoring dan

evaluasi yang terus menerus secara proporsional antara

manajarial dan substansial dan (4) action; pelaksanaan apa yang

sebenarnya dilaksanakan . Hal ini menjadi sebuah proses yang

sirkuler dan memiliki fungsi re-siprokal (saling mempengaruhi)

sebagai sebuah sistem yang sistematis.

Page 218: Manajemen Strategi - Islamic University

211

Lingkungan strategis madrasah meliputi lingkungan

internal kelembagaan dan eksternal , lingkungan eksternal meliputi

komponen kelembagaan dan masyarakat. Kelembagaan eksternal

yang berada di lingkungan madrasah terdiri dari lembaga

pengelola yaitu Kemendiknas dan Kementerian Agama, lembaga-

lembaga keagaamaan dan sosial kemasyarakatan. Sedangkan

lingkungan internal adalah lingkungan madrasah dengan nilai-

nilai yang dikembangkannya.

Kualitas hasil yang diharapkan dari proses pendidikan di

madrasah sama halnya dengan proses yang terjadi pada lembaga

pendidikan lainnya, amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional menghasilkan manusia Indonesia seutuhnya. Kualitas

melekat pada input, process, output dan outcome. Oleh karena itu

untuk mengamankanmya dibutuhkan satu model pengawasan

(monitoring dan evaluasi) yang terintegrasi menyangkut input

pendidikan madrasah, proses layanan pendidikan, dan output

serta outcomenya. Ada hal-hal penting yang perlu diintegrasikan

terutama terkait dengan pengawasan proses, masih terjadi

tumpang tindih antara Kemendiknas dan Kementerian Agama .

bahwa pengembangan program-program baru ataupun tindak

lanjut sering di antara kedua lembaga ini tumpang tindih baik

secara sistem maupun menyangkut substansi.

Struktur program pengembangan mutu madrasah

tentunya menyentuh kepentingan substansi sebagai sekolah

formal akan tetapi juga tidak meninggalkan sisi pendidikan

keislaman yang menjadi kekhasannya. Implementasi program

strategis madrasah masih perlu direposisi secara proporsional di

antara kedua lembaga yang berada di atasnya, artinya bahwa

dalam pengelolaan bidang-bidang garapan pengelolaan madrasah

secara terstruktur perlu direposisi berkaitan dengan birokrasi.

Page 219: Manajemen Strategi - Islamic University

212

Karena bila birokrasi yang harus menyesuaikan maka akan

memerlukan waktu dan kajian yang cukup lama.

Dengan ciri khas keislamannya, madrasah tentunya perlu

memperhatikan beberapa hal dalam penyelenggaraannya

terutama menyangkut penyaluran lulusannya. Lulusan madrasah

dalam sistem pendidikan nasional memiliki kesempatan yang

sama untuk melanjutkan ke tingkat Perguruan Tinggi, perlu

diperhatikan daya saing yang bisa diunggulkan oleh lulusannya.

Selanjutnya lulusan juga dapat berkiprah dalam kehidupan

masyarakat dalam bentuk pekerjaan, pekerjaan apa yang sesuai

untuk mereka dengan kekhasan yang dimiliki mereka. Untuk

mengamankan keunggulan-keunggulan tersebut, perlu

dikembangkan pemikiran-pemikiran inovatif dalam program-

program layanan pendidikan tertentu.

Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh madrasah

perlu diarahkan ke dalam satu kekuatan yang utuh antara

Kemendiknas dan Kementerian Agama. Hal ini akan memperkuat

keberadaan madrasah dalam posisinya sebagai bagian dari

pendidikan nasional yang menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas. Keberhasilan penataan dan pengembangan

pengelolaan madrasah ke arah peningkatan mutu madrasah

memiliki implikasi-implikasi yang harus diperhatikan, baik

implikasi teoritis maupun implikasi teknis. Adapun implikasi

teoritis yang dirasakan perlu diperhatikan adalah : (1) dalam

analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam

kelembagaan madrasah secara khusus perlu memperhatikan

kajian tentang budaya, terutama menyangkut ‚historikal

kelembagaan‛, (2) formulasi strategi pengembangan madrasah

tidak bisa lepas dari komponen ‚aturan agama‛ yang merupakan

bagian dari kehidupan madrasah, (3) struktur program strategis

Page 220: Manajemen Strategi - Islamic University

213

peningkatan mutu madrasah harus dikemas ke dalam mutu

kehidupan yang melekat pada pola-pola kehidupan orang-orang

yang ada di dalamnya dengan dasar kehidupan keagamaan, (4)

implementasi strategi dan proses pengawasan mengedepankan

kompleksitas interaksi manusia dalam tatanan kebernilaian hidup

dalam kerangka nilai agama yang menjadi panduan.

Implikasi teknis yang perlu dikembangkan dan ditata

ulang dalam peningkatan mutu madrasah menyangkut : (1)

koordinasi terpadu dalam pengembangan mutu madrasah,

penataan tanggungjawab dalam pengelolaan madrasah baik

kemendiknas maupun Kementerian Agama. Konstalasi

proporsional dan profesional dalam bidang-bidang garapan

pengelolaan madrasah harus terdistribusi dengan proporsional di

antara kedua lembaga tersebut. Dimulai dari proses penyusunan

rencana program, proses pelaksanaan sampai dengan

pengendalian secara proporsional terjadi keselarasan dan

keterpaduan.

Komponen-komponen kelembagaan dalam pelaksanaan

program-program kegiatan yang melibatkan madrasah terpola

dalam satu atap melalui rencana program umum pendidikan dan

rencana strategis pada tingkat pemerintah kota/kabupaten, (2)

pemerintah daerah dan pihak-pihak yang terkait dituntut untuk

melakukan formulasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang

mengacu pada rencana strategis daerah. Tentu saja perumusan

kebijakan tersebut mengacu pada analisis yang teliti dan cermat

mutu madrasah . (3) komitmen bersama dalam rangka

peningkatan mutu madrasah perlu melibatkan para ahli,

pengamat, pelaku, praktisi dan masyarakat sebagai stakeholder”s

baik dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta dalam upaya

Page 221: Manajemen Strategi - Islamic University

214

mempertahankan kebijakan. (4) formulasi kebijakan pendidikan

yang dilakukan hendaknya disinergiskan dengan rencana

strategis daerah. Oleh karenanya, formulasi kebijakan hendaknya

didasarkan pada rekomendasi hasil dari analisis SWOT terhadap

situasi dan kondisi yang ada, dan selanjutnya dikombinasikan

dengan analisis manajemen mutu menyeluruh/terintegrasi dalam

rangka meningkatkan mutu madrasah. (5) secara khusus

peningkatan mutu madrasah perlu melihat upaya-upaya

penataan yang serius terutama menyangkut peningkatan mutu

tenaga pengelola dan tenaga pendidik, pembiayaan terpadu, dan

pemenuhan fasilitas pendidikan yang bermutu.

Strategis dasar peningkatan mutu madrasah yang penting

dicermati adalah peningkatan mutu tenaga kependidikan,

peningkatan mutu pelayanan administrasi/manajemen madrasah

dan peningkatan jumlah dan mutu sarana dan prasarana. Oleh

karenanya, rekomendasi untuk ke arah sana adalah sebagai

berikut : (1) perlu melakukan peningkatan peranan berbagai

pihak yang berkepentingan pada peningkatan mutu madrasah

mulai dari penyusunan hingga penerapan dan evaluasi sasaran

dan program-program peningkatan mutu madrasah baik secara

langsung maupun secara tidak langsung. (2) kebijakan

peningkatan mutu madrasah hendaknya didasarkan pada strategi

dasar hasil analisis SWOT yakni peningkatan mutu tenaga

kependidikan, peningkatan mutu administrasi/manajemen

madrasah dan peningkatan jumlah dan mutu sarana dan

prasarana. (3) langkah-langkah strategis yang harus ditempuh

dalam peningkatan mutu madrasah meliputi alur proses sebagai

berikut : (1) sosialisasi strategi peningkatan mutu madrasah (2)

analisis situasi sasaran, (3) merumuskan sasaran-sasaran strategi,

(4) melakukan analisis SWOT, (5) menyusun rencana peningkatan

mutu, (6) melaksanakan rencana peningkatan mutu , (7) evaluasi

Page 222: Manajemen Strategi - Islamic University

215

keberhasilan pelaksanaan peningkatan mutu, dan (8)

merumuskan sasaran mutu baru.

Page 223: Manajemen Strategi - Islamic University

Deming W Edwards, (1986), Out of Ceisis, Massachusetts Institute of

Technology, Center for Advenced Engineering Study.

Boston: Massachusetts.

Djam’an Satori, (1989), Pengembangan Model Supervisi Sekolah

Dasar. Bandung: IKIP Bandung.

-------------, (1999), Pengawas Sekolah dan Pengelolaan Sekolah,

Makalah Pada Diklat Calon Pengawas Sekolah.

Bandung: Kanwil Depdiknas Propinsi Jawa Barat.

------------, (1999), Perencanaan Pendidikan Makro dan Mikro, Jakarta:

Biro Perencanaan Sekjen Depdikbud.

-----------, (1996), Sasaran Pengembangan Pendidikan. Jakarta : Biro

Perencanaan Depdikbud.

-----------, (1999), Paradigma Baru dalam Pengelolaan Pendidikan.

Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Administrasi

Pendidikan. Bandung: IKIP.

David, R.F, (1999), Strategic Management: Concept and Cases, (7th

edition). New Jersey: Prentice Hall International, Inc.

Depdiknas, (2000), Perencanaan Pembangunan Pendidikan, Jakarta :

Biro Perencanaan Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), (2003), Pedoman

Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Jakarta: Dikti.

-------------, (2003), Higher Education Long Term Strategy 2003-2010.

Jakarta: Dikti.

Page 224: Manajemen Strategi - Islamic University

-------------, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah :

Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah

Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Depdiknas, Ditjen

Dikdasmen Direktorat PMU.

-------------, (2000), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.

Buku I Konsep Pelaksanaan. Jakarta: Depdiknas, Ditjen

Dikdasmen Direktorat PMU.

-------------, (2001), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.

Buku 2 Panduan Penyusunan Proposal dan Pelaporan.

Jakarta: Depdiknas, Ditjen Dikdasmen Direktorat.

------------, (2002), Pedoman Penyusunan Standar Pendidikan Dasar dan

Menengah. Jakarta: Mini Jaya Abadi.

------------, (2003), UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Tamita Utama.

------------, (2003), UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Restindo Mediatama.

------------, (1989), UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Restindo Mediatama.

Depag RI, (2001), Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta:

Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.

Depdikbud, (1993), Empat Strategi Dasar Kebijakan Pendidikan

Nasional. Jakarta: Depdikbud.

-------------, (1994), Indonesia Educational Statistic in Brief 1992/1993.

Jakarta: Depdikbud.

Page 225: Manajemen Strategi - Islamic University

------------, (2003), Pedoman Komite Madrasah. Jakarta: Depag, Ditjen

Kelembagaan Agama Islam.

Dess, GG dan Alex Miller, (1993), Strategic Management, New York

: Mc Graw-Hill, Inc.

Dhofier, (1992), Kepemimpinan Dalam Pesantren, Mandar Maju

Indonesia.

----------, (1982), Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup

Kyai. Jakarta: LP3ES.

Edward Sallis, (1993), Total Quality Management in Education,

London: Philadelphia.

Engkoswara, (1987), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan,

Jakarta:LP2TK.

Field J.C (1994), Total Quality for School. Ontario: Prentice Hall

Canada Inc.

Goesthsch and Davis, (1994), Introduction to Total Quality: Quality,

Productivity, Competitiveness, Englewood: Prtentice

Hall.

-------------, (2001), Quality Management: Introduction to Total Quality

Management for Production, Processing, and Services.

(3th edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Gaspersz Vincent, (2003), Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi:

Balanced Scorecard dengan Six Sigma Untuk Organisasi

Bisnis dan Pemerintah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Page 226: Manajemen Strategi - Islamic University

Harvey, D.F, (1982), Business Policy Strategic Management,

Columbus, Ohio : Charles E Merril Publishing

Company.

Hornby, AS, (1983), Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current

English, London : Oxford University Press.

Juran, J.M (1992), Juran on Quality by Design: The New Steps for

Planning Quality into Goods and Service. New York:

Juran Institute, Inc.

Lofland J dan Lofland L.H, (1984), Analizing Social Setting : A Guide

to Qualitative Observation and Analysis, Belmont, CA :

Wadsworth Publishing Co.

Miles M.B dan Huberman A.M, (1994), Qualitative Data Analysis

(Second Ed), London : Sage Publication.

Montanari, R.J, Morgan P.C, and Bracker S.J, (1990). Strategic

Management: A Choice Approuch. Chicago: The Dryden

Press.

Minnah El Widdah dkk (2012), Kepemimpinan Berbasis Nilai dan

Pengembangan Mutu Madrasah, Bandung, Alfabeta.

Nanang Fattah, (2004), Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Okes D and Wescott T.R (2001), The Certified Quality Manager

Handbook, (2th edition), Milwaukee: ASQ Quality

Press.

Pearce II, J.A dan Robinson, Jr, R.B (1997). Manajemen Strategik:

Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Alih Bahasa

oleh Agus Maulana, MSM. Jakarta: Binarupa Aksara.

Page 227: Manajemen Strategi - Islamic University

Robbins P.S, (2003), Prilaku Organisasi (terjemahan). Jakarta: PT

Indeks Kelompok Gramedia.

Simerly G.R and Associates, (1989). Strategic Planning and

Leadership in Continuing Education: Enhancing

Organizational Vitality, Responsiveness and Identity. San

Fransisco: Jossey-Bass Inc, Publisher.

Sudadio, (2004), Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Sekolah

Dasar Era Otonomi Daerah di Kabupaten Serang.

Disertasi UPI, Tidak diterbitkan. Bandung: UPI.

Supriadi, D, (2000), Jaring Pengaman Sosial Pendidikan: Model

Pengelolaan yang Ideal, Kunci-kunci Keberhasilan Komite

dan Fungsi Terapi Sosial. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, (2004), Manajemen Program Pendidikan: untuk Pendidikan

Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,

Bandung : Falah Production.

----------, (2000), Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif,

Bandung : Fallah Production.

Soewarso, (1996), Total Quality Management, Yogyakarta: ANDI.

Stephen Knezevich, (1969), Administration of Technology The Schools

Executive. Washington DC ASSA.

Stoner, J.A.F, Freeman R.E, (1995), Manajemen. Jakarta: PT

Prehallindo.

Tampubolon, D.P (2001). Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma

Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi

Tantangan Abad ke 21. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Page 228: Manajemen Strategi - Islamic University

Thompson A.A and Strickland III A.J (2001). Strategic Management:

Concepts and Cases, (12th edition), New York:

McGraw-Hill Irwin.

Tim Renstra Pendidikan Islam Depag Propinsi Jambi, (2009),

Rencana Strategis Pendidikan Islam Kanwil Depag

Propinsi Jambi 2010-2014.

Tjiptono, F, (1997), Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta:

Andi.

Tilaar, H.A.R, (2000), Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat

Madani Indonesia : Strategi Reformasi Pendidikan

Nasional, Bandung : Remaja Rosdakarya.

----------, (2000) Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka

Cipta.

----------, (1991), Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif Bagi

Pembangunan Masyarakat Industri Modern Berdasarkan

Pancasila. Makalah disajikan dalam KIPNAS V yang

diselenggarakan oleh LIPI di Jakarta.

Thomas, J.A, (1970), The Productive School, A System Analysis

Approuch, to Education Administrasi. New York: John

Willey & Son, Inc.

Tripomo, Tedjo dan Udan (2005), Manajemen Strategi, Bandung:

Rekayasa Sains

Wheelen, Thomas L dan Hungger, J. Davis, (1995), Strategic

Management and Bussiness Policy, Singapore, Addison

Wessley.

Page 229: Manajemen Strategi - Islamic University

Zeitham, V.A dan Bitner M.J (1996), Service Marketing. New York:

McGraw-Hill Book Company.

Makalah/jurnal/disertasi/skripsi/tesis/karya ilmiah

Al Shaikh F.N (2001), Strategic Planning Process in Developing

Countries: The Case of United Arab Emirates Business

Firms, Management Research News Journal Volume 24

Number 12.2001

Baker W, Addams H dan Davis B (1993). Business Planning in

Sucsessful Small Firms. Long Range Planning, Volume

26 No.6 pp 82-88

Bernard Keys and Joseph Wolfe, (2010), Management Education and

Development: Current Issues and Emerging Trends, Sage

Journals Onlines, Published online before print

December 29, 2010, doi: 10.1177/1534484310384957.

Carl F., Fey and Julian Birkinshaw , (2005), External Sources of

Knowledge, Governance, Mode, and R&D Performance,

Journal of Management, http://jom.sagepub.com, ,

Governance Mode, and R&D Performance, , Journal

of Management; 31; 597, DOI:

10.1177/0149206304272346.

Carol C. Cirka, Elizabeth A. Corrigall (2010), Expanding Possibilities

Through Metaphor: Breaking Biases to Improve Crisis

Management, Sage Journals Onlines Published online

before print December 29, 2010, doi:

10.1177/1534484310384957, Ursinus College,

Millersville University.

Page 230: Manajemen Strategi - Islamic University

Minnah El Widdah 2011), Strategi Peningkatan Mutu madrasah

(Studi Kasus Manajemen Strategi Peningkatan Mutu

Madrasah Aliyah Negeri Di Kota Jambi), Disertasi.

Kudla R (1980), The Effect of Strategic Planning on Common Stock

Return, Academy of Management Journal. Volume 23

Number 1 pp 5-20

Mizzpatel, (2011), The strategic training of employees model: balancing

organizational constraints and training content SAM

Advanced Management, Strategic Management,

AntiEssays.com Journal.

Patrick M. Wright and Gary C. McMahan, (2010), Theoretical

Perspectives for Strategic Human Resource Management,

Sage Journals Onlines, Published online before print

December 29, 2010, doi: 10.1177/1534484310384957

Steven Maranville, (2010), The Art of Strategic Management: A Case-

Based Exercise, Sage Journals Onlines, doi:

10.1177/1534484310384957, Utah Valley University,

Orem, UT, USA.

W. Stewart Howe, Graeme Martin (1998), "Internationalisation

strategies for management education", Journal of

Management Development, University of Abertay

Dundee, Scotland), University of Abertay Dundee,

Scotland), Vol. 17 Iss: 6, pp.447 – 462.

Page 231: Manajemen Strategi - Islamic University

TENTANG PENULIS

DR. Minnah El Widdah.,

M.Ag. lahir di Jambi pada 7

September 1970 dari ayah M.

Hafiz BA dan ibu Ramlah.

Menyelesaikan pendidikan di

SDN No 47/IV Kota Jambi

(1983), Madrasah Tsanawiyah

Muhammadiyah Kota Jambi

(1986), menempuh pendidikan

di Pondok Pesantren

Darussalam Tegineneng Lampung Selatan dan menamatkan

tingkat Aliyah di Madrasah Aliyah Muhammadiyah Kota Jambi

(1989). Melanjutkan ke S1 IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

jurusan Pendidikan Agama Islam (1993), dan menamatkan S2 di

IAIN Sunan Ampel Surabaya jurusan Dirosah Islamiyah (1998).

Menyelesaikan program doktor (S3) di Universitas Pendidikan

Indonesia Bandung (UPI) jurusan Administrasi Pendidikan (2011).

Menikah dengan Asrial Marah Sutan memiliki, lima orang putra

dan putri yakni Gabriel Asrial Putri (20 th), Alvin Fikri

Muhammad Al-Islami (19 th), Delfina Muthia Sabella (15 th), Tiara

Diva Azarin (14 th) dan Ghanibel Asrial Putri (11 th).

Beralamatkan di Green Golf Residence Blok D 7 Telanaipura

Jambi.

Riwayat pekerjaan : Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dari tahun 1997

sampai sekarang yang pada akhirnya IAIN berubah status

menjadi UIN. Kepala Pusat Bahasa IAIN STS Jambi pada tahun

Page 232: Manajemen Strategi - Islamic University

2004-2007. Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

2011-2014. Dosen STAI Muara Bulian dari tahun 2015 sampai

sekarang dan Dosen di Pascasarjana UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi dari tahun 2012 sampai sekarang. Sebagai

Sekretaris Prodi S2 Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi dari awal 2018 hingga sekarang.

Riwayat organisasi : Sekretaris Ikatan Pelajar

Muhammadiyah Kota Jambi (1984-1986). Pengurus KOHATI HMI

Cabang Jambi bidang Kewanitaan (1991-1993). Wakil Ketua Korp

Perempuan Majelis Dakwah Islamiyah (KPMDI) Provinsi Jambi

tahun 2004. Ketua Presidium V Badan Musyawarah Organisasi

Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) Provinsi Jambi (2006).

Pengurus Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) bidang

Keagamaan Provinsi Jambi tahun 2017 hingga sekarang dan

Pengurus Muslimat Al-Ittihadiyah bidang Seni, Sosial dan Budaya

Provinsi Jambi tahun 2018.

Karya tulis berupa jurnal, penelitian dan buku, di antaranya

jurnal tentang Demokratisasi Pendidikan (2010), Profesionalitas

Guru (2010), Strategi Peningkatan Mutu Madrasah : Studi

Kualitatif Tentang Alternatif Manajemen Strategi Mutu Madrasah

Aliyah Negeri Di Kota Jambi (2011), Pendidikan Dalam Pemikiran

Muhammad Abduh (2012), Pola Pikir Dan Pendidikan (2012),

Pengelolaan Madrasah (Studi Kualitatif tentang Manajemen

Strategi Madrasah Aliyah Negeri Di Kota Jambi (2013),

Problematika Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di

Sekolah menengah Pertama (SMP) (2013), Mencermati Pendidikan

Guru Di Masa Depan (2014), Development of Value-Based Leadership

Model in Quality Culture Improvement on Primary Schools (2016),

Valeu based Leadership Belajar Kepemimpinan Dari Seorang Ibu,

Page 233: Manajemen Strategi - Islamic University

Sahabat, Kekasih dan Pelayan (2017), Penelitian Tentang kajian

Kewanitaan (2007), sekarang sedang dalam proses melakukan

penelitian tentang Model pengembangan Manajemen Strategi

Kepala Madrasah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di

Madrasah Aliyah Negeri Kota Jambi.

Buku yang sudah diterbitkan adalah Kepemimpinan

Berbasis Nilai Dan Pengembangan Mutu Madrasah (2012).

Mengikuti berbagai workshop seperti Workshop Metodologi

Penelitian Research and Development (R&D) (2014), workshop on

Procedure of Writing the Articles Indexed Thomson-Reuters (2016),

Pelatihan Manajemen E-Learning Dosen : Meningkatkan

Pembelajaran Berbasis Tekhnologi Informasi (2017), workshop

Penulisan artikel Untuk jurnal Bereputasi : Project Implementation

Unit : The Development and Improvement of six Islamic Higher

Education Project UIN STS Jambi (2017), Workshop Peningkatan

Mutu Penelitian LP2M UIN STS Jambi (2018). Serta mengikuti

berbagai seminar nasional sebagai pemakalah yakni dalam

Seminar Nasional Eudaimonic Well Being and Educational Leadership

in Multicultural Society (2015), Seminar dan review Proposal

Penelitian (2018). Mengikuti Seminar Internasional sebagai

Presenter dalam 2nd International Seminar On Tarbiyah (IsoT) 2016

(2016), Seminar Internasional dalam On Globalizing Islamic Higher

Education : Strengthening Publication and Research – Based Education

Held (2017), sebagai Presenter In The 6th International Conference

Educational Management Administration And Leadership (2016), dan

sebagai presenter at Join Conference on Practice Of International

Educational Leadership And Planning (2017) dengan judul

Management readiness And Organizational Behavior Of Indonesian

Teacher Education Institutions In Organizational Culture And Behavior

Aspects.

Page 234: Manajemen Strategi - Islamic University

Dr. Syamsul Huda, M.Pd lahir di

Desa Ma. Cuban, Sarolangun,

Jambi tanggal 18 Desember 1958,

anak pertama dari dua bersaudara

pasangan Ayah H. Yunus (Alm)

dan Ibu Hj. Syarifah (Almh).

beristerikan Hilimiyah dan

dikaruniai tiga orang anak dua

putri dan satu putra, sulung

bernama Rahmiyana Puji Lestari,

kedua Sandriana Dwityananda dan ketiga, putra bernama Wildan

Fadel Mursidan. Menamatkan SD Tahun 1971 di Jambi, SMP

tahun 1974 di Jambi dan SMPP 48 Jambi (sekarang SMA Neg. V)

tahun 1977 di Jambi, lulus Sarjana Ekonomi Universitas Jambi

Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan tahun

1987.

Penulis pernah mengikuti Program Master of Business

Administration (MBA) 1996-1997 di selenggarakan oleh Institute

of Management John Luther Indonesia (IMJI), pada tahun 2002

penulis mendapat kesempatan izin belajar untuk melanjutkan

pendidikan Pascasarjana (S2), Program Studi Manajemen

Pendidikan Universitas Pakuan, Bogor dan semenjak Tahun 2012

juga dengan izin belajar, melanjutkan Pendidikan Pasca Sarjana

( S3) Program Studi Manajemen Pendidikan pada Perguruan

Tinggi yang sama di Universitas Pakuan, Bogor, dan

menyelesaikan Program Doktor/s3 pada Oktober 2016.

Pernah aktif di organisasi kemahasiswaan dan

kepemudaan tercatat sebagai Ketua Umum HMI Cabang Jambi

periode 1985/1986 dan 1986/1987, Wakil Ketua KNPI Provinsi

Jambi 1988/1990 dan sebagai Wakil Ketua PDK Kosgoro

Page 235: Manajemen Strategi - Islamic University

Provinsi Jambi 1990/1995, Ketua Generasi Muda Kosgoro

Propinsi Jambi 1992/1996, Ketua Umum ICMI ORSAT

Sarolangun 2001/2015.

Sebagai Aparatur Sipil Negara, beberapa penjenjangan

pendidikan jabatan yang pernah diikuti ialah Diklat Adumla

Tahun 1997, Diklat Spama Tahun 1998 dan Diklatpimnas

(Spamen) Tahun 2003, dalam kurun waktu berkarir sebagai

abdi Negara beberapa tanda kehormatan pernah diraih

diantaranya Tanda Kehormatan SATYALANCANA KARYA

SATYA XX Tahun, dan SATYALANCANA KARYA SATYA XXX

Tahun dari Presiden RI, Tanda Penghargaan Lencana

Pancawarsa IV dari Kwarda Gerakan Pramuka Prov. Jambi

Tahun 2007, Sertifikat ESQ Leadership Center (1008-02024.0099) 22

– 24 Februari 2008. Tanda Penghargaan LENCANA DARMA

BAKTI, dari Kakwarnas Gerakan Pramuka, 2010.

Pengalaman ke Luar Negeri Malaysia, Singapura,

Thailand, Study Banding Rest Area, 2007, Singapura, Malaysia,

Study Banding Peningkatan Daya Saing Aparatur Kades, 2008.

Pada 2008 ke Mekah, Madinah dan Jedah melaksanakan Ibadah

Umrah dan pada 2009 ke Mekah, Madinah dan Jedah

melaksanakan Ibadah Haji. Study Banding Antar Kampus ke

College of International Cultural Exchange Central China Normal

University, Wuhan-Hubei-The People’s Republik of China, 11 s/d

16 Nopember 2013.

Penulis pernah bekerja di lingkungan Pemerintah Provinsi

Jambi, Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Sarolangun

Jambi, selama menjadi Aparatur Sipil Negara, beberapa Jabatan

di amanahkan diantaranya sebagai Kepala Seksi membidangi

Page 236: Manajemen Strategi - Islamic University

urusan Pembinaan di Dinas Transmigrasi dan PPH Kabupaten

Batang Hari, 1995 – 1999 Ka Kakan Sospol Pemkab. Sarolangun

Tahun 2000 – 2001, Kakan Kesbang dan Linmas Tahun 2001 –

2002, Kepala Dinas Pariwisata Olah Raga dan Seni Budaya

Kabupaten Sarolangun Tahun 2002 – 2004, Kadis Kesejahteraan

Sosial dan Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat Tahun

2004 – 2006, Asisten Ekbang Setda Kabupaten Sarolangun

Tahun 2006 – 2011, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Tahun 2011 s. April 2015

dan April 2015 s. Oktober 2016 menjabat sebagai Kepala

Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Sarolangun. Dan sejak

Oktober 2016 sampai sekarang Penulis Hijrah, bekerja sebagai

Dosen Tetap Prodi MPI, FTK UIN STS Jambi.

Di bidang pendidikan, dalam waktu yang bersamaan

dengan masa kedinasan Penulis menjadi tenaga pengajar Tidak

Tetap (non Widyaswara) pada Diklat-diklat Kepegawaian

Pemkab Sarolangun dan sekarang masih aktif sebagai Dosen

Luar Biasa (DLB) yayasan pada Perguruan Tinggi Sekolah

Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ma’arif Sarolangun. Beberapa

karya Ilmiah pernah di tulis diantaranya ; Kinerja Pejabat Pemkab

Sarolangun, Studi Korelasi antara Gaya Kepemimpinan dan Komitmen

Kerja dengan Kinerja Pejabat (Tesis S2 Manajemen Pendidikan

,UNPAK, Bogor, 2003). Buku dengan judul Pendidikan dan

Tantangan Global dalam menyiapkan Generasi Berdaya Saing,

Cetakan I, Mei 2015, ISBN : 978-602-1236-38-3, Citra Pustaka,

Yogyakarta. Buku dengan judul Pengukuran Kinerja Pejabat

Pemerintah,Cetakan I, Februari 2017, ISBN : 978-602-71394-6-6,

Timur Laut Aksara, Jambi. Buku dengan judul Kinerja Pimpinan,

Cetakan I, September 2017, ISBN : 978-979-24-0476-0, PUSAKA,

Jambi. Pendidikan Karakter Bangsa, dalam perspektif perubahan

Page 237: Manajemen Strategi - Islamic University

Global (Makalah, diterbitkan dalam Jurnal Media Akademika

IAIN STS Jambi, Volume 27, No. 3, Juli 2012, ISSN : 1411-4707,

Hubungan antara Efektivitas Pelatihan, Kecerdasan Emosional dan

Motivasi Kerja pada Alumni Diklat PIM IV di Kabupaten Sarolangun,

Studi Mixed Methods Sequential Explanatory Design (Kombinasi

Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif), Disertasi Program

Doktor, Univ. Pakuan, Bogor, 2016. Jurnal Internasional, The

Relationship of Training Effectiveness, Emotional Intelligence and Work

Motivation on Performance, International Journal of Managerial

Studies and Research (IJMSR) ; Volume 4, Issue 9, September 2016,

pp 61-65, ISSN 2349-0330 (Print) & ISSN 2349-0349 (Online),

http://dx.doi.org/10.20431/2349-0349 .0409008, www.arcjournals.org.

dan Jurnal yang dapat di akses

http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/365,

http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/369/362