managemen sepsis dalam kehamilan

35
BAB I PENDAHULUAN Shock merupakan keadaan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sindroma yang disebabkan oleh hipoperfusi yang akut, yang menyebabkan hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. Shock merupakan kelainan sistemik yang memperngaruhi sistem organ multipel. Perfusi bisa menurun secara keseluruhan atau penyebaran yang tidak adekuat, seperti pada shock sepsis. Pada saat shock, perfusi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penatalaksanaan shock pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Pertama, perubahan fisiologis yang muncul pada sistem organ selama kehamilan. Kedua, 1

Upload: edward-manurung

Post on 02-Aug-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

Shock merupakan keadaan penurunan perfusi jaringan yang

menyebabkan hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sindroma yang

disebabkan oleh hipoperfusi yang akut, yang menyebabkan hipoksia

jaringan dan disfungsi organ vital.

Shock merupakan kelainan sistemik yang memperngaruhi sistem organ

multipel. Perfusi bisa menurun secara keseluruhan atau penyebaran yang

tidak adekuat, seperti pada shock sepsis. Pada saat shock, perfusi tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

Penatalaksanaan shock pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang

tidak hamil. Pertama, perubahan fisiologis yang muncul pada sistem organ

selama kehamilan. Kedua, kondisi rentan pada ibu dan janin harus

dipertimbangkan. Oleh karena itu, penanganan gawat darurat obstetrik

melibatkan penatalaksanaan terus menerus baik bagi ibu dan janin yang

mempunyai profil fisiologis yang berbeda.

1

Page 2: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Jika septic shock tidak cepat ditangani, keadaan akan kian memburuk,

aliran darah ke organ-organ vital berkurang, penderita akhirnya dapat

meninggal.

Tulisan ini menitikberatkan pada bagaimana penanganan semestinya

pada pasien mengingat septic shock bertanggung jawab atas tingkat

mortalitas yang tinggi, yaitu sekitar 20% dari penyebab kematian ibu.1

BAB II

2

Page 3: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA KEHAMILAN

Selama kehamilan terjadi perubahan kardiovaskular yang bermakna

termasuk volume darah, denyut jantung, stroke volume, dan cardiac

output. Lebih jauh lagi, wanita hamil juga mengalami perubahan

respiratorik dan keadaan asam basa. Pemahaman ini penting untuk

penanganan pasien lebih lanjut.

Volume Darah

Volume darah ibu meningkat sebanyak 25-52% hingga akhir kehamilan.

Sementara volume plasma meningkat sebanyak 45-50% dibandingkan

dengan jumlah sel darah merah yaitu 20%. Peningkatan yang tidak

proporsional pada volume plasma berpengaruh pada hemodilusi atau

anemia pada kehamilan, yang mencapai maksimum pada usia kehamilan

32 minggu. 2,3

Selama kehamilan, volume darah meningkat menjadi 1-1,5 L, kadar

sodium tubuh meningkat menjadi 950 mEq/L, dan volume air menjadi 6 – 8

L, 4 L terdapat di ekstraseluler. Peningkatan volume darah dan cairan

ekstraseluler ini diperlukan untuk sirkulasi uteroplasenta yang optimal.

Tekanan Darah

3

Page 4: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Baik tekanan sistolik dan diastolik menurun hingga pertengahan

kehamilan. Penurunan ini muncul karena diakibatkan penurunan resistesi

vaskular. Tekanan vena pada kedua tungkai meningkat secara progresif

selama kehamilan, disebabkan oleh kompresi vena pelvis dan vena cava

inferior pada uterus namun akan kembali normal setelah melahirkan.3

Denyut Jantung

Denyut jantung ibu meningkat pada saat usia kehamilan 12 minggu.

Keadaan ini dapat bertahan hingga 120% diatas baseline sampai 32

minggu usia kehamilan. Takikardi pada ibu dapat disebabkan oleh

adaptasi jantung terhadap overload volume dan peningkatan serum

tiroksin.3

Resisten Vaskular Sistemik (SVR)

Resisten Vaskular Sistemik (SVR) menurun dan mencapai titik terendah

pada kehamilan 24 minggu dan meningkat lagi pada saat aterm. Dua

faktor penting pada penurunan SVR adalah dilatasi pembuluh darah

perifer dan keberadaan sirkulasi plasenta. Keadaan vaskularisasi placental

bed mempunyai SVR yang rendah. Selama masa gestasi vena uterus

membesar dan bertambah dan SVR uterus menurun drastis.3,4,5

Hemodinamik intrapartum

4

Page 5: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Respon kardiovaskular ibu dapat berubah akibat pengaruh kontraksi

uterus, nyeri, analgesia, dan pembedahan. Kontraksi uterus memacu

cardiac output. Tiap kontraksi menyalurkan 300-500 ml darah. Pada saat

persalinan, sekitar 500 ml darah berkurang, sementara dengan cesarian

sectio darah berkurang sekitar 1000 ml. Akibat keadaan hipervolemia

selama kehamilan, kehilangan 30% dari volume darah tidak

mempengaruhi nilai hematokrit. Cardiac output tetap meningkat setidaknya

hingga 48 jam postpartum.

BAB III

SEPTIC SHOCK

Pathogenesis

5

Page 6: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Bakteri Gram Positif dan jamur begitu juga dengan Bakteri Gram Negatif

dapat menyebabkan sepsis. Organisme ini dapat menginvasi aliran darah

secara langsung atau masuk dari infeksi lokal, dan mengeluarkan

bermacam-macam substansi dalam aliran darah yang pada akhirnya

menstimulasi pelepasan prekursor plasma atau sel (monosit atau

makrofag, sel endotelial, neutrofil) sebagai mediator endogen dari sepsis.

Gambar 1. Patogenesis syok sepsis18

Mediator-mediator ini menyebabkan efek fisiologis pada jantung dan

organ-organ lain dan sistem vaskular. Pada penyakit yang sudah lanjut

hipotensi yang tidak responsif biasanya berhubungan dengan rendahnya

resistensi sistem vaskular, tapi 10-20% dari pasien yang berhubungan

6

Page 7: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

dengan rendahnya cardiac ouput yang disebabkan oleh penurunan fungsi

miokardial. Sistem organ yang sering terperngaruh termasuk hati, jantung,

paru-paru, ginjal, sistem saraf pusat, dan sistem pembekuan darah.

Konsekuensinya adalah disfungsi miokardial, gagal ginjal akut, Adult

Respiratory Distress Syndrome (ARDS), gagal fungsi hati, dan DIC.

Kematian biasanya terjadi jika satu atau lebih organ sistem mengalami

kegagalan seluruhnya.

Bakteri gram negative seperti Escherichia coli, Proteus, Klabsiella

melepaskan endotoksin ke dalam darah. Endotoksin adalah

lipopolisakarida yang keluar akibat lisis dari dinding sel bakteri.Selain

lipopolisakarida, tidak tertutup kemungkinan adanya substansi-subtansi

lain dari bakteri yang menyebabkan pelepasan mediator dengan

komplemen yang teraktivasi, kinin, dan sistem koagulasi.1,6,13

Septic shock biasanya diawali dengan nidus infeksi yang masuk ke aliran

darah. Bakteri gram positif akan menghasilkan eksotoksin seperti

Pseudomonas aeruginosa yang dapat menimbulkan nekrosis dan

gangrene pada jaringan, terutama pada uterus postpartum dapat

7

Page 8: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

menyebabkan kolapsnya sistem cardiovascular dan ahirnya kematian

maternal. 6,13

Pelepasan mediator vasoaktif menghasilkan vasodilatasi yang selektif

akibat terjadinya maldistribusi aliran darah. Agregasi platelet dan leukocyte

menyebabkan penyumbatan kapiler. Perlukaan pada pembuluh endothel

menyebabkan kebocoran pada kapiler dan penambahan cairan

interstisial , hasil ahir dari mekanisme ini adalah septic shock syndrome. 6

Pada fase awal dari septic shock, curah jantung dan denyut jantung

meningkat, tekanan darah arteri menurun. Keadaan ini akan menjadi

progresif dengan penurunan curah jantung karena darah balik berkurang,

ditandai dengan turunnya tekanan vena sentral.

Hipertensi paru-paru akibat tahanan pembuluh darah meningkat

disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru, menimbulkan gejala

gagal paru yang progresif, yaitu pO2 arterial menurun, hiperventilasi,

dyspnoe, dan asidosis.

Secara umum shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi ke

jaringan sehingga menyebabkan disfungsi sel dan jika terus berlanjut akan

menyebabkan kematian sel. Bagaimanapun juga, sepsis menghasilkan

8

Page 9: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

bentuk yang lebih kompleks dari shock. Onset sepsis sering diiringi

dengan hipovolemia akibat dilatasi arteri dan vena dan bocornya plasma

ke daerah ekstravaskular. Jika hipovolemia ini dikoreksi dengan

pemberian cairan intravena secara agresif, akan menyebabkan rendahnya

SVR, normal atau meningkatnya cardiac output, takikardi, dan peningkatan

konsentrasi oksigen dalam darah – hiperdinamik shock sindrom.

Pada pasien dengan shock sepsis, nilai endotoksin dapat dinilai dari kultur

darah, kadar asam laktat darah, dan rendahnya resisten sistemik vaskular.

Pada pasien dengan shock sepsis dan kultur darah yang positif,

endotoksemia berhubungan dengan peningkatan kematian (39%) jika

dibandingkan dengan pasien tanpa endotoksemia.

Gejala Klinis

Sepsis merupakan kejadian berangkai yang pada ahirnya menyebabkan

septic shock syndrome. Pada keadaan septic shock, terjadi perubahan

hemodinamik tubuh, yang akhirnya dikategorikan menjadi fase hangat

(warm phase) dan fase dingin (cold phase). Prognosa septic shock pada

fase hangat jauh lebih baik dibanding keadaan pada fase dingin.

Shock sepsis dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, presyok, syok awal atau

fase hangat, dan shock lanjut atau fase dingin. Pada keadaan preshock,

9

Page 10: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

pasien mengalami takipnea dan alkalosis respiratoris. Kondisi ini lebih

tepat dideskripsikan sebagai hiperdinamik sedang dengan peningkatan

cardiac ouput, penurunan resisten sistemik vaskular, dan tekanan darah

yang normal.

Tabel 1. Definisi Klinis Sepsis17

Respon terbaik terapi ada pada tingkatan ini. Pada fase hangat tekanan

darah menurun (sistolik kurang dari 60 mmHg) dan penurunan resistensi

sistemik vaskular secara drastis, perubahan status kesadaran, serta

temperatur yang tidak stabil.

10

Page 11: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Seiring keadaan ini berlanjut pada fase dingin aktifasi dari sistem saraf

simpatis dengan pelepasan katekolamin akan mengarah ke vasokonstriksi

berat, yang akan menghentikan aliran darah dari jaringan perifer ke atas

jantung dan otak. Kompensasi vasokonstriksi ini menghasilkan

peningkatan kerja jantung.

Lactate acidosism, perfusi jaringan yang kurang dan pengaruh dari faktor

depresan miokardial dapat juga menyebabkan penurunan kerja jantung. Janin

lebih resisten terhadap efek endotoksin dibandingkan ibu. Namun perubahan

pada aliran uteroplasenta dapat menyebabkan hipoksia, asidosis, solusio

plasenta, perdarahan intrakranial, dan kematian janin dalam kandungan.

Manifestasi klinis dari septic shock tergantung dari organ yang terganggu.

Penyebab utama kematian pada pasien dengan kondisi ini adalah insufisiensi

pernapasan akibat ARDS.

Tabel 2. Efek target organ pada septic shock6

Organ system Clinical and laborartory findings

Brain Confusion, obtundation

Hypothalamus Hypothermia, hyperthemia

Cardiovascular Myocardial depression, arrhytmias,

11

Page 12: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

tachycardia, hypotension

Pulmonary Tachypnea, arteriovenous shunting,

hypoxemia

Gastroitestinal Vomitting, diarrhea

Hepatic Increased AST (SGOT) and billirubin

Kidneys Oliguria, renal failure

Hematologic Hemoconcentration, thrombocytopenia,

leukocytosis, coagulopathy

Penyebab dari septic shock adalah abortus septik, korioamnionitis dan infeksi

postpartum, pielonefritis, dan infeksi saluran pernapasan. Walaupun septic shock

tetap menjadi salah satu penyebab kematian terbesar pada pasien obstetrik,

insidensi kematiannya lebih rendah dibanding dengan pasien nonobstetrik. Sisa

konsepsi dan infeksi genitourinaria merupakan faktor yang cukup berpengaruh

pada terjadinya sepsis.

Pasien biasanya mengalami menggigil demam, hipotensi, gelisah, takikardia,

dan takipnea. Jika keadaan ini terus berlanjut, pasien akan mengalami

bradikardia, sianosis, kulit dingin dan lembab.

12

Page 13: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Gambar 2. Onset kegagalan organ pada pasien dengan sepsis7

DIAGNOSIS

Tiap saat infeksi bakterial dijumpai, tekanan darah dan jumlah urin harus

dimonitor secara intensif. Septic shock, sebagaimana dengan shock

hemoragik, harus selalu dipertimbangkan jika ditemukan hipotensi atau

oligouria.

Jika dicurigai adanya septic shock, penatalaksanaan yang agesif harus

dilaksanakan termasuk pengawasan vital sign dan jumlah luaran urin,

pemberian cairan intravena untuk memperbaiki sirkulasi volume,

pemberian obat antimikroba, pemberian oksigen dan bantuan pernapasan,

dan jika diperlukan intervensi pembedahan setelah keadaan umum

mengalami perbaikan.

13

Page 14: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Tabel 2. Kriteria diagnosa sepsis16

14

Page 15: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

BAB IV

15

Page 16: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

MANAJEMEN SEPTIC SHOCK

Prinsip Penanganan

Pada pasien obstetrik pada keadaan sepsis yang kritis, memerlukan

pendekatan yang agresif untuk memaksimalkan hasil luaran ibu dan janin.

Penatalaksanaan septic shock mempunyai tiga komponen utama.

Pertama, penyebab infeksi diidentifikasi dan dieliminasi dengan

menggunakan pembedahan, pengobatan antibiotik, atau bahkan

keduanya. Kedua, sementara penyebab sepsis dievakuasi, perfusi dan

fungsi organ harus dipertahankan dengan bantuan alat monitor

kardiovaskular. Ketiga, tujuan terapeutik secara keseluruhan ialah untuk

memutus siklus patogen.

Septic shock pada kehamilan harus diterapi dengan antibiotik spektrum

luas seperti Ampicillin, Gentamycin, dan Clindamycin. Pada suatu

penelitian, 40% dari pasien obstetrik yang mengalami septic shock

memerlukan tindakan pembedahan dan keseluruhan mengelami

perbaikan. Jika korioamnionitis ditemukan, kehamilan harus segera

diterminasi. Bagaimanapun juga, jika kehamilan bukan penyebab infeksi,

biasanya terminasi tidak harus segera dilakukan. 13

16

Page 17: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Penanganan pendukung juga termasuk pemberian antipiretik demam dan

selimut hipotermik. Perbaikan kondisi asidosis ibu, hipoksemia, dan

hipotensi sistemik biasanya dapat memperbaiki kelainan pada jantung

janin.

Gambar 3. Skema pencegahan dan penatalaksanaan sepsis7

Penanganan awal

Penatalaksanaan septic shock termasuk untuk menyeimbangkan

kebutuhan cairan sebelum shock dapat menyebabkan kerusakan

ireversibel pada organ vital sebelum pendekatan klinik pada tempat

infeksi. Penanganan awal adalah dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

foto dada, elektrokardiogram, analisis gas darah, elektrolit, pemeriksaan

darah rutin, dan ultrasonografi. Kateterisasi jantung kanan dengan kateter

Swann-Ganz biasanya sangat berguna pada evaluasi awal. Selama

evaluasi ini berlangsung, pengobatan harus dilakukan.

17

Page 18: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Setelah stabilisasi, evaluasi yang lebih mendalam dilaksanakan dan

diperhatikan respons dari terapeutik tersebut. Tanda klinis yang dapat

dilihat dari perfusi jaringan termasuk suhu tubuh, tingkat kesadaran, dan

jumlah urin (>20 sampai 30 ml/hari). Pengukuran asam laktat serial juga

berguna dalam melihat perfusi jaringan, kadar asam laktat seharusnya

menurun dalam 24 jam jika pengobatan efektif.

Pemberian dan monitoring cairan intravena

Diperlukan pengawasan yang intensif terhadap pengukuran hemodinamik

pada pasien dengan septic shock. Melalui intravena merupakan cara yang

ideal apabila menggunakan dua kateter ukuran 16 sampai 18 gauge.

Asupan cairan melalui arteri dapat dilakukan pada pasien dengan septic

shock karena pengawasan tekanan darah, analisa gas darah, penilaian

laboratorium lainnya lebih mudah. Lokasi yang sering adalah arteri radialis,

brakialis, dan femoralis.

Kateter arteri pulmonalis dapat menyediakan keterangan penting seperti

cardiac output, systemic vascular resistance (SVR), dan saturasi oksigen.

Dalam beberapa kasus, data-data ini berguna untuk menentukan tingkatan

shock dan menyediakan penilaian tepat dalam respon terapi.

Walaupun penggunaan kateter ini masih kontroversi, pada kasus septic

shock terdapat indikasi potensial karena kebutuhan vasokonstriktor

18

Page 19: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

(norepinefrin >10 microgram/menit), terlepas dari resusitasi yang adekuat,

gagal nafas berat, dan gagal ginjal.

Cairan

Tujuan pemberian terapi cairan adalah untuk penyebaran cairan

secepatnya yang akan meningkatkan cardiac output dan asupan oksigen.

Karena terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang muncul akibat

septic shock, kebanyakan pasien membutuhkan 1 sampai 2 liter cairan

koloid atau 4 sampai 8 liter kristaloid untuk memperbaiki sirkulasi volume

secara adekuat. Tujuannya adalah menaikkan mean arterial pressure

menjadi 65 sampai 75 mmHg dan memperbaiki perfusi jaringan dalam 1

jam setelah hipotensi terjadi.

Klinisi masih memperdebatkan pemberian terbaik kristaloid, koloid, dan

darah. Kristaloid mempunyai keuntungan lebih murah dan lebih tersedia,

bagaimanapun juga 1 liter kristaloid mengembangkan volume plasma

hanya sekitar 200 sampai 250 ml dan dapat mejadi faktor predisposisi

oedem paru. Secara teroritis, koloid seperti albumin memberi keuntungan

karena dapat bertahan lama di dalam intravaskular.

19

Page 20: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Pemberian darah mempunyai keuntungan karena darah berada dalam

intravaskular seluruhnya. Namun ketersediaanya terbatas dan mempunyai

resiko transmisi penyakit dan reaksi transfusi.

Jenis cairan yang digunakan tidak bermakna secara klinis pada hasil

luaran selama penggunaanya efektif. Penggunaan kristaloid dapat

diberikan cepat sebanyak 500 sampai 1000 ml dalam 5 sampai 10 menit

hingga mean arterial pressure dan perfusi jaringan adekuat. Karena koloid

lebih lama bertahan dalam intravaskular, mereka dapat menyebabkan

oedem pulmonum. Sel darah merah dapat diberikan pada pasien dengan

kadar Hb kurang dari 10 g/dl. Komplikasi utama dari resusitasi cairan ini

adalah oedem jaringan. Oedem paru merupakan komplikasi yang sering

dan diawali dengan takipnea dan hipoksemia. 5,14

20

Page 21: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Vasoactive agents

Pasien yang tidak bereaksi terhadap terapi cairan harus mendapatkan

vasoactive agents seperti dopamine hydrochloride, norepinephrine,

dobutamine, epinephrin, dan phenylephrine hydrochloride.

Tabel. Efek hemodinamik dari agen vasoaktif6

Agen Dosis Efek

CO MAP SVR

Dopamine Hcl 5-20 μg/kg/min 2+ 1+ 1+

Norephinephrine 0,05-5 μg/kg/min -/0/+ 2+ 2+

Dobutamin 5-20 μg/kg/min 2+ -/0/2+ -

Epinephrine 0,05-2 μg/kg/min 2+ 2+ 2+

Phenylephrine 2-10 μg/kg/min -/0 2+ 2+

Catatan :

CO : cardiac output; MAP: mean arterial pressure; SVR: systemic vascular

resistance

Efektivitas paling rendah minus (-) dan nilai efektif yang paling tinggi 2+

21

Page 22: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

Dikatakan bahwa glukokortikoid mengandung anti endotoksin , dan dapat

diberikan melalui infus atau suntikan intravena . Tujuan pemberian obat-

obatan vasoaktif adalah uintuk memperbaiki perfusi jaringan bukan untuk

mengembalikan tekanan darah menjadi normal. 16

Antibiotik

Antibiotik tetap merupakan salah satu pengobatan yang menurunkan

mortalitas dalam septic shock. Pemberian antibiotik dapat diberikan dalam

2 jam setelah sepsis ditegakkan. Karena lokasi infeksi dan

mikroorganisme penyebabnya tidak diketahui, harus dilakukan kultur dan

pemberian antibiotik spektum luas melalui intravena.

Peningkatan prevalensi dari jamur, bakteri gram positif, basili gram negatif,

Staphylococcus aureus, enterococcus, pneumococcus merupakan

pertimbangan pemilihan antibiotik. 1,4,13

Penatalaksanaan septic shock selain memerlukan identifikasi penyebab,

juga terapi antimikroba. Kultur ludah, darah, dan urin dilakukan sebelum

22

Page 23: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

permberian antibiotik. Pemberian antibiotik empirik yang meliputi bakteri

gram negatif dan positif harus dilakukan. Pada sepsis puerperium juga

dibutuhkan antibiotik anaerobik. Kombinasi yang sering digunakan adalah

penisilin, aminoglikosida, dan clindamisin atau metronidazole. Kombinasi

alternatif adalah pemakaian generasi kedua atau ketiga dari cepalosporin

dengan metronidazole. Piperacillin-tazobactam merupakan kombinasi

yang cukup memadai untuk sepsis yang berasal dari intraabdominal.4,15,16

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

1. Soedigdomarto MH, dkk. Syok dalam Kebidanan. Ilmu Kebidanan.

Edisi Ketiga, Cetakan Keenam, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta. 2002. 675-86.

2. Weiss J, Ramada SS. Critical care obstetric. In : DeCherney AH,

Nathan L. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9 th

Ed, McGraw-Hill Company, 2003, Philadelphia. 58:1048-53

3. Sharma S. Shock and pregnancy. eMedicine, 2006. Available at :

http://www.emedicine.com

4. Hayashi RH. Postpartum hemorrhage and puerperal sepsis. In :

Hacker NF, Moore JG. Essentials of obstetrics and gynecology. 3rd

Ed, W.B. Saunders Company, 1998, Philadelphia. 29:333-42

5. Hollenberg SM, Kelly VS. Sepsis. In : Cohen WR.Cherry and

Merkatz’s complications of pregnancy. 5th Ed, Lippincott Williams &

Wilkins, 2000, Philadelphia. 52:817—28

6. Cunningham FG. Critical care and trauma. In : Cunningham FG.

Williams obstetrics. 21st Ed, McGraw-Hill Company, 2001,

Philadelphia. 43:1159-71

7. Russell JA. Management of sepsis. N Engl J Med 2006;355:1699-

713

24

Page 25: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

8. Hotchkiss RS, Karl IE. The Pathophysiology and treatment of sepsis.

N Engl J Med 2003;342:138-50

9. Wheeler AP, Bernard GR. Treating patients with severe sepsis. N

Engl J Med 1999;340:207-14

10. Filbin MR, Stapczynski JS. Septic shock. eMedicine, 2006.

Availablet at : http://www.emedicine.com

11. Borton C. Obstetric shock. 2006. Available at :

http://www.patient.co.uk/

11. Parrillo JE. Pathogenecitc mechanisms of septic shock. N Engl J

Med 1993.328:1471-1478

12. Stubblefield PG, Grimes DA. Septic abortion. N Engl J Med

1994.331:310-14

13. Cohen J. Septic shock – definition, causes, symptoms and

treatment. 2007. Available at : http://www.healthguidance.org/

14. Sirgan. The coutcomes of septic shock. Available at :

http://www.studyhealth.com

15. Bridges E, Dukes MS. Cardiovascular aspects of septic shock :

pathophysiology, monitoring, and treatment. Critical Care Nurse,

2005.25:14-42

16. Schrier RW, Wang W. Mechanism of disease: acute renal failure

abd sepsis. N Engl J Med 2004;351:159-69

25

Page 26: Managemen Sepsis Dalam Kehamilan

17. Baxter F. Review article: septoc shock. Can J Anaesth 1997;

44:1,59-72

26