managemen pengendalian pest -...

15

Click here to load reader

Upload: truongtu

Post on 06-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST

Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Dept Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor

Jl. Agatis Kampus Darmaga Bogor 16880 email [email protected]

Pest/Hama/ adalah makhluk yang dalam keperluan hidupnya berada di

lingkungan permukiman dan merugikan atau membahayakan kehidupan

manusia. Sebagian hama sesungguhnya tidak hanya menyerang manusia tetapi

juga hewan ternak baik secara langsung dengan menghisap darahnya, maupun

tidak langsung sebagai penular berbagai jenis penyakit atau sebagai

pengganggu dengan caranya “nimbrung” sehingga menimbulkan gangguan

fisik maupun psikis pada manusia dan hewan ternak di sekitarnya.

Permukiman adalah suatu kompleks tempat bermukim manusia, terdiri

dari rumah berikut bangunan lainnya, halaman pekarangan, jalan, selokan dan

kandang hewan peliharaan, termasuk tempat penampungan limbah.

Lingkungan itu seringkali pada kenyataannya banyak dimanfaatkan oleh hama

pengganggu sebagai habitat, tempat istirahat serta tempat mencari makan.

Berbagai jenis hama tersebut hidup atau berada di lingkungan permukiman,

yang keberadaannya dapat merupakan gangguan atau bahkan bahaya bagi

orang-orang di sekitarnya.

Hama pengganggu yang berasal dari kelompok Arthropoda dikenal

dengan istilah Ektoparasit, karena hidupnya di luar tubuh inangnya (hewan atau

manusia). Ektoparasit ini ada yang bersifat obligat dan fakultatif. Yang bersifat

obligat artinya seluruh stadiumnya, contohnya, kutu penghisap (Anoplura),

Page 2: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

menghabiskan seluruh waktunya pada bulu dan rambut. Kelompok yang

bersifat fakultatif artinya ektoparasit itu menghabiskan waktunya sebagian besar

di luar inangnya. Mereka datang mengganggu inang hanya pada saat makan

atau menghisap darah ketika diperlukannya. Contohnya, kutu busuk

(Hemiptera: Cimicidae), datang pada saat membutuhkan darah, setelah itu

bersembunyi di tempat-tempat gelap atau celah-celah yang terlindung, jauh dari

inangnya. Demikian juga yang dilakukan oleh berbagai jenis serangga penghisap

darah dari Ordo Diptera, khususnya famili Culicidae (nyamuk, agas, mrutu, lalat

punuk).

Jenis-jenis hama permukiman yang banyak dijumpai di Indonesia antara

lain adalah berbagai jenis lalat, nyamuk, lipas, kutu, kutu busuk, pinjal dan

caplak . Peranan hama permukiman dalam manusia sangat merugikan karena

selain menimbulkan gangguan yang menggelisahkan dan juga dapat berakibat

fatal terutama serangga-serangga vektor penular penyakit.

Berikut ini disebutkan beberapa jenis hama yang umum dijumpai pada

lingkungan permukiman antara lain berbagai jenis lalat, nyamuk, kutu, pinjal,

caplak dan tungau. Bagaimana konsep pengendalian hama juga disajikan pada

akhir tulisan ini.

Lalat

alat yang berada di sekitar kandang ayam

adalah lalat rumah Musca domestica dan lalat hijau

Chrysomya megacephala, dan di kandang sapi

umumnya lalat kandang Stomoxys calcitrans. Lalat ini

berkembang biak pada habitat di tumpukan kotoran,

sampah yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme

L

Page 3: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

patogen lainnya. Populasi lalat yang tinggi atau melimpah dapat mengganggu

ketentraman hewan dan manusia karena menimbulakn ketidak nyamanan

sekitar dan dapat menularkan berbagai jenis penyakit gangguan pencernaan

akibat berbagai jenis bakteri yang ditularkannya.

Semua lalat mengalami metamorfosis sempurna dalam

perkembangannya. Telurnya diletakkan dalam medium yang dapat menjadi

tempat perindukan larva. Larva seringkali makan dengan rakus. Umumnya

larva lalat mengalami empat kali molting selama hidupnya. Periode makan ini

bisa berlangsung beberapa hari atau minggu, tergantung suhu, kualitas makan,

jenis lalat dan faktor lain. Setelah itu berubah menjadi pupa. Kebanyakan larva

yang bersifat terestrial ini cenderung meninggalkan medium larva menuju

tempat yang lebih kering untuk pupasi. Stadium pupa bisa beberapa hari,

minggu atau bulan. Lalat dewasa muncul, kemudian terbang, mencari pasangan

untuk kawin, dan yang betina setelah itu akan bertelur.

Populasi lalat meningkat tergantung musim dan kondisi iklim, dan

tersedianya tempat perindukan yang cocok. Suhu lingkungan, kelembaban

udara dan curah hujan adalah komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas

dan kuantitas makhluk hidup di alam. Larva lalat amat rentan terhadap

kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang dan curah hujan yang

berlebihan.

Di daerah tropika, lalat rumah membutuhkan waktu 8-10 hari pada suhu

30 0C dalam satu siklus hidupnya, dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat

kandang Stomoxys calsitrans siklus hidup berkisar 3-5 minggu pada kondisi

optimal. Lalat ini menghisap darah hewan dan cenderung tetap di luar rumah di

tempat yang terpapar sinar matahari.

Di Indonesia, lalat hijau yang umum di daerah peternakan dan

permukiman adalah Chrysomyia megacephala., dan jenis lalat hijau di ternak yang

digembalakan di padang rumput adalah Chrysomyia bezziana.

Page 4: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Nyamuk

Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia mulai dari

daerah kutub sampai ke daerah tropika, dapat dijumpai

pada ketinggian 5.000 meter di atas permukaan laut

sampai pada kedalaman 1.500 meter di bawah

permukaan tanah di daerah pertambangan. Nyamuk

termasuk ke dalam odo Diptera, famili Culicidae, dengan 3 subfamili yaitu

Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes), Culex, Mansonia, Armigeres,

dan Anophelinae (Anopheles). Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457 spesies,

diantaranya 80 spesies Anopheles, 125 Aedes, 82 Culex, 8 Mansonia, sedangkan

sisanya tidak termasuk begitu mengganggu (O’Connor dan Sopa, 1981).

Beberapa contoh jenis nyamuk yang terdapat di Indonesia adalah nyamuk

malaria seperti Anopheles aconitus, An. sundaicus, An. maculatus, An. vagus, An

kochi, dan An. barbirostris; nyamuk demam berdarah seperti Aedes aegypti dan

Ae.albopictus; nyamuk rumah seperti Culex quinquefasciatus, nyamuk rawa-rawa

seperti Mansonia uniformes, nyamuk kebun, Armigeres subalbatus dan nyamuk

gajah seperti Toxorhynchites amboinensis.

Di dalam siklus hidupnya, nyamuk mengalami metamorfosis sempurna

(holometabola) yaitu telur, larva (jentik), pupa dan dewasa. Larva dan pupa

memerlukan air untuk kehidupannya, sedangkan telur pada beberapa spesies

seperti Aedes aegypti dapat tahan hidup dalam waktu lama tanpa air, meskipun

harus tetap dalam lingkungan yang lembab. Nyamuk merupakan serangga yang

sangat sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber

buatan yang sifatnya permanen maupun temporer.

Page 5: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi, air

bebatuan, septik teng, selokan, kaleng bekas dan lain lain dapat berperan sebagai

tempat bertelur dan tempat perkembangan larva nyamuk. Nyamuk dewasa bisa

tinggal di sekitar tempat perindukannya, tapi bisa juga terbang beberapa

kilometer, tergantung spesies dan faktor lain.

Nyamuk yang berada di sekeliling rumah seperti Culex quinquefasciatus,

Ae. aegypti dan Ae. albopictus, tumbuh dan berkembang dalam genangan air di

sekitar kediaman kita. Telur yang diletakkan di dalam air akan menetas dalam

waktu satu sampai tiga hari pada suhu 30OC, tetapi membutuhkan 7 hari pada

16 OC. Larva mengalami 4 kali pergantian kulit (instar) dan segera berubah

menjadi pupa. Bentuk pupa yaitu fase tanpa makan dan sangat sensitif terhadap

pergerakan air, sangat aktif jungkir balik di air. Pupa menjadi dewasa di atas

permukaan air yang tenang. Stadium ini hanya berlangsung dalam waktu 2-3

hari, tetapi dapat diperpanjang sampai 10 hari pada suhu rendah; di bawah suhu

10 OC tidak ada perkembangan. Waktu menetas (ekslosi), kulit pupa tersobek

oleh gelembung udara dan oleh kegiatan bentuk dewasa yang melepaskan diri.

Siklus hidup bisa lengkap dalam waktu satu mingggu atau lebih tergantung

suhu, makanan, spesies dan faktor lain. Nyamuk dewasa jantan umumnya

hanya tahan hidup selama 6 sampai 7 hari, sangat singkat hidupnya dan

makanannya adalah cairan tumbuhan atau nektar, sedangkan yang betina dapat

mencapai 2 minggu lebih di alam dan bisa menghisap darah berbagai jenis

hewan atau manusia.

Nyamuk ini selain menjadi pengganggu karena gigitannya yang

menimbulkan kegatalan dan menularkan penyakit malaria, demam berdarah,

filariasis, Chikungunya dan lain-lain.

Page 6: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Lipas atau Kecoa

Jenis-jenis lipas yang paling banyak terdapat di

lingkungan peternakan dan permukiman di Indonesia

adalah Periplaneta americana dan Blatella germanica.

Lipas tergolong serangga yang tidak disukai

kehadirannya oleh penghuni daerah peternakan,

permukiman dan perusahaan yang berkaitan dengan industri makanan. Selain

itu sifatnya yang lincah, selalu berkeliaran mencari makan kesana kemari pada

malam hari (nokturnal) baik di rumah maupun di tempat-tempat kotor di luar

rumah. Cara mencari makan demikian juga menyebarkan penyakit manusia

dengan meletakkan agen penyakit pada makanan, piring atau barang-barang

lain yang dilaluinya.

Lipas tumbuh dan berkembang dengan cara metamorfosis sederhana.

Kehidupan lipas berawal dari telur, kemudian nimfa dan dewasa. Generasinya

tumpang tindih, sehingga semua stadium dapat ditemukan pada setiap saat

dalam satu tahun. Celah dan retakan merupakan tempat persembunyian dan

perkembangbiakan yang disukainya.

Betina meletakkan telurnya tidak satu persatu di alam akan tetapi

sekumpulan telur (16-50 butir) secara teratur di dalam satu kantung yang

disebut dengan ooteka. Ooteka ini bentuknya seperti dompet, warnanya coklat

sampai hitam kecoklatan. Ooteka pada setiap jenis berbeda dan bisa digunakan

sebagai alat bantu dalam menentukan spesies apa dalam suatu tempat. Ooteka

ini diletakkan pada sudut barang/perabotan yang gelap dan lembab. Pada

beberapa jenis, ootheca menempel di bagian abdomen atau dibawa kemana

mana samapai saatnya menetas. Di daerah tropis telur menetas dalam periode

42-81 hari tergantung pada suhu, kelembaban lingkungan.

Page 7: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Telur menetas menjadi nimfa yang kecil, berwarna keputih-putihan dan

belum bersayap. Nimfa berkembang agak lambat, tumbuh menjadi beberapa

instar, setiap instar diakhiri dengan proses menyilih (ganti kulit) dan berukuran

semakin membesar. Jumlah instar sangat spesifik untuk setiap jenis lipas,

jumlahnya bervariasi 5-13 instar sebelum menjadi lipas dewasa. Stadium ini

berlangsung 6 bulan sampai dengan 3 tahun tergantung pada jenis lipas, suhu

dan kelembaban lingkungan. Lipas dewasa berumur beberapa bulan bahkan

sampai dengan dua tahun. Dalam stadium ini seekor betina dapat menghasilkan

4-90 ooteka.

P. americana umumnya merupakan penghuni dinding bak septik dan

saluran air limbah peternakan dan akan berkelana mencari makan padamalam

hari. Adapun B. germanica umumnya hidup di dalam gedung hunian manusia

yaitu pada celah-celah dinding dan plafon, bergerombol, tidak senang berkelana.

Kehidupan bergerombol pada lipas hanya berkait dengan habitat atau tempat

huninya, yaitu berupa ruang atau rongga yang lembab, tertutup dan gelap.

Lipas dianggap sebagai pengganggu kesehatan karena kedekatannya

dengan hewan, manusia dan umumnya berkembang biak dan mencari makan di

daerah yang kotor, seperti tempat sampah, saluran pembuangan, dan septik

teng. Makanan serangga ini dari makanan yang masih dimakan manusia sampai

dengan kotoran manusia. Disamping itu lipas mempunyai perilaku

mengeluarkan makanan yang baru dikunyah atau memuntahkan makanan dari

lambungnya. Karena sifat inilah, mereka mudah menularkan penyakit pada

manusia. Agen penyakit yang dapat ditularkan oleh lipas adalah berbagi jenis

virus, bakteri, protozoa, cacing dan fungi (cendawan).

Page 8: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Kutu (Lice)

Kutu merupakan serangga ektoparasit obligat karena

seluruh hidupnya berada pada dan tergantung pada tubuh

inangnya. Oleh karena itu secara morfologi kutu ini sudah

beradaptasi dengan cara hidupnya, misalnya dengan tidak

memiliki sayap, sebagian besar tidak bermata, bentuk tubuh

yang pipih dorsoventral, bagian mulut disesuaikan untuk

menusuk-isap atau untuk mengunyah, dan memiliki enam tungkai atau kaki

yang kokoh dengan kuku yang besar pada ujung tarsus yang bersama dengan

tonjolan tibia berguna untuk merayap dan memegangi bulu atau rambut

inangnya.

Adapun jenis-jenis kutu yang menyerang manusia terdiri atas tiga

subspesies yaitu Pediculus humanus capitis (kutu kepala), P. humanus corporis

(kutu badan) dan Phthirus pubis (kutu kemaluan). Kutu kepala dan badan

ternyata merupakan varietas dari satu spesies. Keduanya dapat melakukan

perkawinan (interbreeding), keturunannya fertil dan perbedaan morfologinya

juga sedikit.

Kutu mengalami metamorfosis tidak sempurna, mulai dari telur, nimfa

instar pertama sampai ketiga lalu dewasa. Seluruh tahap perkembangannya

secara umum berada pada inangnya. Telurnya berukuran 1–2 mm, berbentuk

oval, berwarna putih dan pada beberapa jenis permukaan telur bercorak-corak

dan dilengkapi dengan operkulum. Telur kutu disebut nits (lingsa, Jawa), yang

direkatkan pada bulu (rambut) inangnya dengan semacam zat semen pada

bagian ujung dasar telur. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk kutu

mencapai 10–300 butir selama hidupnya. Telur menetas menjadi nimfa (kutu

muda)setelah 5–18 hari tergantung jenis kutu. Warna nimfa dan kutu dewasa

Page 9: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

keputih-putihan, dan makin tua umurnya makin berwarna gelap. Kutu dewasa

bisa hidup 10 hari hingga beberapa bulan.

Pinjal (Flea)

Serangga ektoparasit ini bersifat semiobligat

atau temporer, karena tidak seluruh siklus hidupnya

berada pada tubuh inangnya. Hanya tahap dewasa

yang menghisap darah, oleh karena itu sering

dikatakan sebagai ektoparasit penghisap darah yang

eksklusif. Tubuhnya berbentuk pipih bilateral dan mempunyai kaki-kaki yang

panjang terutama kaki belakang. Pinjal tidak memiliki sayap, hal ini merupakan

bentuk adaptasi untuk tinggal dan menghisap darah di antara bulu-bulu

inangnya. Sampai saat ini diketahui terdapat sekitar 2500 jenis pinjal dari 239

genera. Dari jumlah ini 94% di antaranya menyerang mamalia sedangkan

sisanya merupakan parasit pada burung.

Ordo Siphonaptera terdiri atas beberapa famili, tetapi yang terpenting

sebagai ektoparasit adalah famili Pulicidae. Dari famili ini, terdapat beberapa

genus yang penting yaitu Tunga (pinjal chigoe), Ctenocephalides (pinjal kucing dan

anjing), Echidnophaga (pinjal ayam), Pulex (pinjal manusia) dan Xenopsylla (pinjal

tikus). Adapun jenis-jenis yang sering dijumpai sebagai ektoparasit utama dan

menimbulkan masalah di Indonesia adalah Pulex irritans, Ctenocephalides felis, C.

canis, dan Xenopsylla cheopis.

Pinjal mengalami metamorfosis sempurna, yang didahului dengan telur,

larva, pupa kemudian dewasa. Pinjal betina akan meninggalkan inangnya untuk

meletakkan telurnya pada tempat-tempat yang dekat dengan inangnya, seperti

sarang tikus, celah-celah lantai atau karpet, di antara debu dan kotoran organik,

atau kadang-kadang di antara bulu-bulu inangnya. Telurnya menetas dalam

Page 10: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

waktu 2–24 hari tergantung jenis pinjal dan kondisi lingkungan. Larva pinjal

sangat aktif, makan berbagai jenis bahan organik di sekitarnya termasuk feses

inangnya. Larvanya terdiri atas 3-4 instar (mengalami 2–3 kali pergantian kulit

instar) dengan waktu berkisar antara 10–21 hari. Larva instar terakhir bisa

mencapai panjang 4–10 mm, setelah itu berubah menjadi pupa yang terbungkus

kokon. Kondisi pupa yang berada dalam kokon seperti itu merupakan upaya

perlindungan terhadap sekelilingnya. Tahap dewasa akan keluar 7–14 hari

setelah terbentunya pupa. Lamanya siklus hidup pinjal dari telur hingga dewasa

berkisar antara 2–3 minggu pada kondisi lingkungan yang baik. Pinjal dewasa

akan menghindari cahaya, dan akan tinggal di antara rambut-rambut inang,

pada pakaian atau tempat tidur manusia. Baik pinjal betina maupun yang jantan

keduanya menghisap darah beberapa kali pada siang atau malam hari.

Gangguan utama yang ditimbulkan oleh pinjal adalah gigitannya yang

mengiritasi kulit dan cukup mengganggu. Selain itu dalam dunia kesehatan,

pinjal tikus Xenopsylla cheopis berperan sebagai vektor penyakit pes (sampar),

yang disebabkan oleh Yersinia pestis dan Ricketssia typhi. Pinjal anjing dan kucing,

Ctenocephalides canis dan C. felis berperan sebagai inang antara cacing pita

Dipylidium caninum dan Hymenolepis diminuta. Pinjal C. canis dan C. felis juga

merupakan inang antara cacing filaria Dipetalonema reconditum. Adapun pinjal

chigoe, Tunga penetrans betina dapat bersarang pada kulit manusia atau babi,

terutama pada ujung-ujung jari kaki atau di bawah kukunya dan menyebabkan

pembengkakan berupa nodul-nodul abses yang menyakitkan .

Page 11: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Kutu Busuk (Bed bug)

epinding atau kutu busuk termasuk serangga

ektoparasit dari ordo Hemiptera, Famili Cimicidae dan

jenis yang terdapat di Indonesia adalah Cimex

hemipterus .

Kepinding memiliki tubuh yang berbentuk oval

dan pipih dorso-ventral dengan panjang sekitar 4-7 cm.

Berwarna merah kecoklatan dan mengkilat, dan akan berubah menjadi coklat tua

dan membengkak setelah menghisap darah. Pasangan sayap depan kepinding

telah bermodifikasi menjadi tonjolan hemelitra, sedangkan sayap belakang

menghilang, sehingga kepinding dikenal tidak memiliki sayap.

Dalam perkembangannya, kepinding mengalami metamorfosis yang

tidak sempurna yang diawali dengan tahap telur, nimfa dan kemudian dewasa.

Perkembangan sejak dari tahap telur hingga dewasa membutuhkan waktu

sekitar enam minggu hingga beberapa bulan tergantung temperatur dan

ketersediaan bahan makanan.

Kepinding jantan dan betina menghisap darah sejak dari tahap nimfa

hingga dewasa, di malam hari saat ternak atau orang sedang tidur. Tanpa

gangguan, kepinding dewasa dapat menghisap darah selama 10–15 menit, dan

akan kembali menghisap darah setelah tiga hari.

Pada siang hari, kepinding bersembunyi pada tempat-tempat yang gelap

seperti celah-celah kandang atau alas kandang yang juga menjadi tempat

bertelur dan menetap kutu busuk.

Gangguan kepinding terhadap inang terutama akibat gigitannya untuk

memperoleh darah. Pada ternak dan beberapa orang, terutama pada infestasi

kepinding dalam waktu yang panjang, gigitan kepinding tidak menunjukkan

gejala apapun. Sebaliknya pada orang yang belum pernah, gigitan kepinding

K

Page 12: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

menimbulkan reaksi gatal dan diikuti peradangan lokal, sehingga biasanya akan

digaruk berulang-ulang. Pada keadaan ini aktifitas tidur dan lainnya menjadi

terganggu. Gigitan kepinding biasanya ditandai dengan benjolan kecil keputihan

dikulit yang apabila digaruk berulang-ulang akan berdarah, dan berakibat

timbulnya infeksi sekunder.

Managemen Pengendalian Hama

Pada prinsipnya hama tidak dapat diberantas habis, kecuali di dalam

suatu lokasi yang amat terbatas dan benar-benar terisolasi dari populasi-

populasi lainnya. Oleh karena itu tidak digunakan istilah pemberantasan

melainkan pengendalian hama. Jadi selama lapangan atau areal yang kita hadapi

masih berupa lingkungan yang mempunyai hubungan bebas secara fisik,

biologis serta sosial-ekonomis dengan lingkungan di sekitarnya, maka prinsip

pengendalian adalah hanya menekan populasi hama sampai ke tingkat yang

tidak membahayakan, tidak merugikan atau tidak merupakan gangguan bagi

manusia.

Cara-cara pengendalian hama pada hewan ternak dapt dilakukan secara

fisik/ mekanik (pengelolaan lingkungan), kimia (insektisida), agen biotik

(musuh alami) dan paduan dari cara-cara tersebut (pengendalian terpadu). Cara-

cara tersebut dapat dilakukan sepanjang hasilnya dapat efektif dan efisien

tertuju kepada stadium hama yang paling rawan (terhadap tindakan itu), mudah

dilaksanakan, tidak memerlukan biaya terlalu besar, aman bagi manusia

maupun makhluk bukan sasaran, serta dapat diterima oleh kalangan

masyarakat. Selain itu perlu diingat bahwa bahwa tindakan ini tidak

mengganggu kelestarian dan keseimbangan alam lingkungan yang

bersangkutan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Page 13: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

Pemilihan cara pengendalian harus disesuaikan dengan spesies hama

yang akan ditindak serta dengan situasi dan kondisi setempat. Sebagai contoh

untuk suatu kandang ternak di lokasi lokasi tertentu akan lebih mudah dan

efektif apabila yang dijadikan sasaran adalah stadium pradewasanya, misalnya

jentik nyamuk atau belatung lalat. Untuk lokasi lainnya, mungkin hanya

dewasanya saja atau kedua-duanya dapat ditindak sekaligus ataupun

bergantian. Tindakan sanitasi lingkungan serta pemasangan barier fisik seperti

kawat kasa mungkin lebih tepat bagi permukiman tertentu.

Urutan langkah pengendalian yang ideal adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui identitas hama sasaran. Apakah hama yang akan dikendalikan,

lalat, tungau, atau kutu dari jenis apa?

2. Mengetahui sifat dan cara hidup (bioekologi) hama sasaran. Bagaimana

daur hidup, habitat, waktu dan perilaku makan, waktu dan perilaku

beristirahat, jarak terbang atau pemencarannya? Informasi ini penting untuk

bahan penyusunan strategi pengendalian. Sebagai contoh habitat lalat

pradewasa adalah tumpukan kotoran hewan, sampah, dan tempat-tempat

pembusukan lainnya, maka sasaran pengendaliannya adalah dengan

menghilangkan habitat yang disukai lalat.

3. Memilih alternatif cara pengendalian. Apakah cara-cara selain penggunaan

pestisida bisa dilakukan? Ataukan harus digunakan pestisida? Andaikan ada

cara lain diterapkan lalu, diselang-seling dengan penggunaan pestisida dapat

dilakukan? Untuk menjawab hal ini perlu monitoring populasi hama secara

terus menerus, sehingga dapat dipilih apakah perlu menggunakan pestisida

ataukah cukup dengan pengelolaan lingkungan atau keduanya.

4. Memilih pestisida. Apabila keadaan mengharuskan penggunaan pestisida,

maka yang harus diingat adalah kemungkinan terjadinya berbagai akibat

samping seperti kemungkinan keracunan langsung pada manusia, ternak

Page 14: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

dan makhluk bukan-sasaran lainnya, pencemaran dan timbulnya resistensi

pada populasi hama serangga sasaran setelah beberapa generasi. Golongan

pestisida bermacam-macam dan masing-masing mempunyai target kerja

terhadap serangga yang berbeda. Penggunaan yang terus menerus tidak

terkendali dapat menimbulkan resistensi dan mengganngu ekosistem alam.

Contoh insektisida yang saat ini banyak digunakan adalah golongan

piretroid sintetik seperti sipermetrin, bifentrin, permetrin dll.

5. Menentukan cara aplikasinya. Bagaimana cara aplikasi juga merupakan

satu persoalan yang krusial. Di mana dilakukannya, kapan waktunya,

dengan cara apa, formulasi mana yang paling tepat, serta siapa yang akan

melakukannya. Cara-cara aplikasi yang dapat dilakukan untuk hama

pengganggu di permukiman dan peternakan adalah space spraying

(penyemrotan ruang), residual spraying (penyemprotan permukaan), baiting

(pengumpanan) atau fumigasi. Sebagai contoh pada aplikasi space spray ,

waktu merupakan hal yang sangat penting. Karena bersifat nonresidual,

maka penyemprotan harus dilakukan pada saat serangga sasaran dalam

keadaan aktif.

Jadi, kalau melihat pertimbangan-pertimbangan di atas maka

pengendalian hama itu sebenarnya memerlukan latar belakang pengetahuan

yang luas, tidak sekedar menyemprot tanpa tanggung jawab. Apabila urutan

langkah ini dijalankan maka pengendalian hama akan terlaksana secara

konsepsional sesuai dengan program integrated pest management.

Masalah hama di lingkungan permukiman sesungguhnya merupakan

hasil rekayasa manusia pemukimnya sendiri, dengan menyediakan tempat-

tempat untuk perkembang-biakan, mencari makan dan untuk berisitirahat dan

berlindung. Beberapa jenis serangga tertentu seperti lalat dan kecoa telah

mengadaptasikan diri dengan kehidupan hean ternak dan manusia di

Page 15: MANAGEMEN PENGENDALIAN PEST - …upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Managemen-Pengendalian-Urban... · Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

Makalah “Pelatihan Pengendalian Vektor, Hama & Rayap untuk Teknisi dan Supervisor

yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Prvinsi DKI Jakarta dan DPD ASPPHAMI

Provinsi DKI Jakarta, 29 Februari s/d 03 Maret 2012 di Ciloto, Jawa Barat.

lingkungan permukimannya. Oleh karena itu, cara pengendalian hama

permukiman yang paling tepat adalah menjaga kebersihan dan kesehatan

lingkungannya, agar tidak dapat digunakan sebagai tempat berkembang biak,

tempat mencari makan atau tempat berlindung dan bersembunyi. Ketika

populasi hama sudah mencapai tingkat mengganggu, merugikan atau bahkan

membahayakan terhadap orang yang tinggal di sekitarnya, maka perlu ditindak

dengan menggunakan pestisida tapi dengan penuh kehati-hatian.

Daftar Pustaka

Hadi, U.K. 1999b. Telaah nyamuk dalam hubungannya sebagai vektor potensial

Dirofilariasis pada anjing di Bogor. Maj. Parasitol. Ind. 12(1-2): 24-38.

Harwood, R. F. & M.T. James. 1979. Entomology in human and animal health. 7th

Ed. Macmillan Publ. Co. In. New York. USA: vi + 548 hlm.

Kettle, D. S. 1984. Medical and veterinary entomology. Cromm Helm Ltd., London,

Sydney: 658 hlm.

Singgih H. Sigit.2005. Masalah Hama Permukiman dan falsafah dasar

pengendaliannya. Materi Kursus Reguler Pengenalan dan Pengendalian

Hama Permukiman Peringkat Instar 1, Bogor 8-10 Maret 2005