malpraktik

6
Jenis-Jenis Malpraktik Penyimpangan yang dimaksud ialah beberapa jenis perbuatan malpraktik. Jenis-jenis perbuatan malpraktik yang dimaksud , antara lain 1 : a. Penganiayaan Malpraktik kedokteran atau malpraktik profesi medis, dapat menjadi penganiayaan jika ada kesengajaan, baik terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan. Pada umumnya, pembedahan tanpa informed consent termasuk penganiayaan. Sifat melawan hukumnya terletak pada tanpa informed consent sehingga jika ada informed consent maka pembedahan sebagai penganiayaan kehilangan sifat melawan hukum. Informed consent merupakan dasar peniadaan pidana, sebagai alasan pembenar, bukan alasan pemaaf. Di samping itu, tindakan medis darurat yang mengabaikan informed consent dapat dibenarkan berdasarkan asas subsidiariteit dalam hukum. Hukum telah memberikan jalan untuk mempertahankan kepentingan hukum yang saling berhadapan, artinya tidak dapat mempertahankan kedua-duanya. Dengan demikian, yang harus dipilih ialah mempertahankan kepentingan hukum yang lebih besar (misalnya dari bahaya kematian) daripada mempertahankan kepentingan hukum yang lebih kecil (kepentingan dokter mendapat perlindungan dari adanya tuntutan) karena tanpa informed consent. Beberapa alasan hapusnya sifat melawan hukum tersebut, merupakan alasan pembenar yang berada di luar undang-undang. Semua alasan pembenar tersebut hanya mungkin berlaku dan dapat dipergunakan dan dipertahankan dalam tindakan medis, apabila dokter berwenang (kompeten) dalam tindakan medis yang

Upload: riskyana-dwi-ha-rachmadani

Post on 19-Jan-2016

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

malpraktik dan resiko medik

TRANSCRIPT

Page 1: malpraktik

Jenis-Jenis Malpraktik

Penyimpangan yang dimaksud ialah beberapa jenis perbuatan malpraktik. Jenis-jenis

perbuatan malpraktik yang dimaksud , antara lain1 :

a. Penganiayaan

Malpraktik kedokteran atau malpraktik profesi medis, dapat menjadi penganiayaan jika

ada kesengajaan, baik terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan. Pada umumnya,

pembedahan tanpa informed consent termasuk penganiayaan. Sifat melawan hukumnya

terletak pada tanpa informed consent sehingga jika ada informed consent maka pembedahan

sebagai penganiayaan kehilangan sifat melawan hukum. Informed consent merupakan dasar

peniadaan pidana, sebagai alasan pembenar, bukan alasan pemaaf.

Di samping itu, tindakan medis darurat yang mengabaikan informed consent dapat

dibenarkan berdasarkan asas subsidiariteit dalam hukum. Hukum telah memberikan jalan

untuk mempertahankan kepentingan hukum yang saling berhadapan, artinya tidak dapat

mempertahankan kedua-duanya. Dengan demikian, yang harus dipilih ialah mempertahankan

kepentingan hukum yang lebih besar (misalnya dari bahaya kematian) daripada

mempertahankan kepentingan hukum yang lebih kecil (kepentingan dokter mendapat

perlindungan dari adanya tuntutan) karena tanpa informed consent.

Beberapa alasan hapusnya sifat melawan hukum tersebut, merupakan alasan pembenar

yang berada di luar undang-undang. Semua alasan pembenar tersebut hanya mungkin berlaku

dan dapat dipergunakan dan dipertahankan dalam tindakan medis, apabila dokter berwenang

(kompeten) dalam tindakan medis yang dilakukannya. Berwenang artinya memenuhi syarat

kompetensi keahlian dan syarat administrasi kesehatan. Jika telah memenuhi semuanya tetapi

dokter masih juga diajukan ke pengadilan maka putusan hakim bukan pembebasan

(vrijspraak) tetapi pelepasan dari tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).

b. Kejahatan terhadap nyawa (Aborsi)

Istilah populer lainnya ialah menggugurkan kandungan. Walaupun dari sudut hukum

menggugurkan kandungan tidak sama persis artinya dengan praktik aborsi karena dari sudut

hukum (pidana) pada praktik aborsi terdapat dua bentuk per-buatan. Pertama, perbuatan

menggugurkan (afdrijven) kandungan. Kedua, perbuatan mematikan (dood’doen) kandungan.

Jika praktik aborsi dilakukan dokter atau tenaga kesehatan yang lain, seperti bidan

maka pertanggungjawaban pidana dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana yang

terdapat pada masing-masing pasal yang terbukti, serta dapat dicabut hak menjalankan

Page 2: malpraktik

pencarian, in casu surat izin praktik atau surat tanda registrasi dokter sebagai jantungnya

praktik dokter.

Dokter yang melaksanakan aborsi berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tetap melakukan kejahatan atau malpraktik kedokteran (dengan sengaja). Akan

tetapi, tidak dapat dipidana karena tindakan yang memenuhi syarat Pasal 75 tersebut menjadi

hapus sifat terlarangnya sebagai pembenaran tindakan medis dokter.

c. Kejahatan terhadap nyawa (Euthanasia)

Euthanasia berasal dari kata eu dan thanatos (Yunani). Eu artinya baik dan thanatos

artinya mati. Dengan demikian, euthanasia dari sudut harfiah artinya kematian yang baik atau

kematian yang menyenangkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981

tersebut, lebih konkret syarat adanya kematian ditentukan oleh tiga hal, yakni terhentinya

fungsi otak, fungsi pernapasan, dan fungsi jantung. Dengan demikian, kematian fungsi otak

(mati otak) di mana kehidupan intelektual dan psikis atau kejiwaan seseorang telah mati tidak

berfungsi lagi. Keadaan ini belum mati jika jantung masih berdenyut dan masih bernapas.

Profesor Leenen mengemukakan pada kasus-kasus yang disebut “pseudo euthanasia”

yang oleh Chrisdiono disebut euthanasia semu tidak dapat dimasukkan pada larangan hukum

pidana. Ada empat bentuk pseudo euthanasia menurut Leenen, yaitu2:

1. Pengakhiran perawatan medis karena gejala mati batang otak. Jantung masih berdenyut,

peredaran darah dan pernapasan masih berjalan, tetapi tidak ada kesadaran karena otak

seratus persen tidak berfungsi, misalnya akibat kecelakaan berat

2. Pasien menolak perawatan atau bantuan medis terhadap dirinya. Dasarnya, dokter tidak

dapat melakukan sesuatu jika tidak dikehendaki pasien

3. Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan (force

majeure). Dalam hal ini terjadi dua kepentingan hukum yang tidak bisa memenuhi kedua-

duanya

4. Penghentian perawatan pengobatan/bantuan medis yang diketahui tidak ada gunanya.

Daftar pustaka

1. Hendorjono Soerwono, Malpraktik Dokter, Srikandi, Surabaya, 2007, hlm 8.

2. Danny Wiradharma, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 1996, hal. 42.

Page 3: malpraktik

Upaya bantuan hukum:

Dokter gigi yang mendapatkan tuntutan perkara hukum hendaknya segera melapor

kepada PDGI agar mendapat pembelaan dalam upaya penyelesaian tehadap pihak pasien.

PDGI akan mencegah tuntutan perkara yang langsung diadukan oleh pasien kepada pihak

kepolisian. Dalam hal ini BPPA akan mengingatkan institusi tersebut agar menghentikan

penyidikan sebelum dilakukan proses melalui MKDKI, mengadakan konsultasi timbal balik

dengan instansi terkait, juga memberi pertimbangan atau usulan kepada yang berwenang atas

sanksi pelanggaran etik, disiplin dan hukum yang terjadi.

Penyelesaian tuntutan perkara harus melalui MKDKI terlebih dahulu sebelum dilaporkan

kepada petugas penegak hukum, karena MKDKI merupakan lembaga peradilan profesi.

Upaya hukum terhadap perkara hukum yang sudah terlanjur ditangani jalur hukum dapat

dilakukan melalui praperadilan. Dasar hukum penyelesaian perkara medis melalui peradilan

profesi sudah sangat jelas.yaitu pasal 54 (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, pasal 1

(14) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 , Surat Edaran Kejaksaan Agung No. B006/ R-31/

I/1982 Tentang Perkara Profesi Kesehatan dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 4/PVV-V/

2007.

Dokter gigi yang dituntut perkara hukum dapat melakukan upaya hukum praperadilan

apabila terlebih dahulu telah diperiksa penyidik dan dimasukan dalam peradilan umum.

Alasan upaya praperadilan karena peradilan umum merupakan lembaga yang tidak

berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara medis sebelum ada rekomendasi

dari MKDKI.

Daftar pustaka:

Jurnal PDGI Vol.59, No.1, Januari 2010, hal.1-7 oleh Ananta Tantri Budi.