malformasi anorektal
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Malformasi anorektal didefinisikan sebagai kelainan antara rektum dan
anus beserta hubungannya dengan traktus urogenitalia, perineum dan otot-otot
sekitarnya. Defek ini tidak selalu total, kadangkala sebuah lubang sempit masih
memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total, anus tampak sebagai
lekukan kulit perineum.1
Insidens malformasi anorektal di seluruh dunia didapatkan 1 dari tiap 5000
kelahiran. Beberapa kejadian didapatkan memiliki hubungan genetik. Jumlah
pasien dengan kasus malformasi anorektal pada laki-laki ditemukan sedikit lebih
banyak dari pada pasien perempuan.2
Anus imperforata merupakan kelainan congenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
Malformasi anorektal merupakan kerusakan berspektrum luas pada perkembangan
bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital. Banyak anak-anak dengan
malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang
dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar
dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari
malformasi. Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan
anus juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama.3
Defek yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata dengan
fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau
bladder-neck sedangkan defek yang paling sering ditemukan terjadi pada wanita
ialah fistula rektovestibuler, kemudian fistula perineal. Yang ketiga yang tersering
adalah persisten kloaka. Persisten kloaka merupakan malformasi yang
berspektrum luas dimana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan
bersatu membentuk satu saluran. Pada bayi perempuan, persisten kloaka diduga
merupakan defek yang lebih sering ditemukan, kebanyakan akibat malformasi
kloaka seringkali didiagnosa sebagai suatu defek rektovaginal fistula.3,4
1
Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu
atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah
anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti defek
pada vertebra, ekstremitas dan sistem kardiovaskular yang biasa disebut
VACTERL (Vertebra, Anal, Cardial, Tracheo-Esofageal, Renal, Limb).5
Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah
krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang
paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk
mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan
defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam penatalaksanaan, akan
mendapatkan hasil yang lebih baik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata, dalam kepustakaan banyak disebut
sebagai malformasi anorektal atau anomali anorektal, adalah suatu kelainan
kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak
sempurna. Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Bisa juga anus tampak rata atau sedikit cekung
ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. 2,3
II. 2. Etiologi
Penyebab atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga genetik
juga berperan dalam munculnya kelainan ini. Sebagian besar kasus atresia ani
tersebar tanpa adanya riwayat keluarga dengan kelainan serupa, tetapi beberapa
keluarga dengan riwayat atresia ani mempunyai anak dengan kelainan atresia ani.
Penelitian genetis mengenai hal ini masih dalam penyelidikan. Kelainan bawaan
anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan
rektum, sfingter dan otot dasar panggul.2,3
II. 3. Patofisiologi
Rektum dan anus berkembang dari bagian dorsal rongga hindgut. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun dari
endoderm kloaka dan ektoderm dari proctodeum. Hindgut membentuk sepertiga
distal dari kolon tranversum, kolon desenden, sigmoid, rektum, dan bagian atas
kanalis ani. Endoderm hindgut membentuk lapisan dalam kandung kemih, uretra,
sigmoid dan rektum. Bagian akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu
rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm
permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk
membrana kloaka. 6
3
Pada perkembangan selanjutnya timbul septum urorektal. Sekat ini
tumbuh ke arah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu
sinus urogenitalis primitif, dan bagian posterior yaitu kanalis anorektalis. Dengan
kata lain septum inilah yang memisahkan rektum dan kanalis anal bagian dorsal
dari kandung kemih dan uretra. Perkembangan dari septum urorektal diyakini
untuk memisahkan kedua saluran ini pada saat mudigah berumur 6-7 minggu.
Pada saat ini juga, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daerah ini
terbentuklah korpus perinealis. Membran kloaka kemudian terbagi menjadi
membrana analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan.7
Anus berkembang oleh fusi dari tuberkel dubur dan invaginasi eksternal,
yang dikenal sebagai proctodeum dengan rektum tetapi dipisahkan oleh membran
analis. Pada minggu ke 8-9 membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara
rektum dengan dunia luar.7
Adanya gangguan dari perkembangan struktur anorektal pada berbagai
tahap tertentu dapat menyebabkan anomali, mulai dari stenosis anus, rupture
inkomplit dari membran anal, atau agenesis anus yang menyebabkan kegagalan
bagian atas kloaka untuk turun dan kegagalan proctodeum untuk invaginasi.
Anomali lainnya yaitu terciptanya saluran antara saluran urogenital dan bagian
dubur dari kloaka menyebabkan fistula rectourethral pada laki-laki dan fistul
rectovestibular pada perempuan.7
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis
menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak
rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm.
II. 4. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Levit dan Pena3
4
Letak Menurut klasifikasi Wingspread
Laki laki
Kelompok I
Kelainan Tindakan
- Fistel urin
- Atresia rektum
- Perineum datar
- Fistel tidak ada
- Invertogram udara > 1 cm dari
kulit
Kolostomi neonatus, operasi definitif
pada usia 4-6 bulan
Kelompok II
Kelainan Tindakan
- fistel perineum
- membran anal
- stenosis anus
- fistel tidak ada
- invertogram udara < 1 cm dari
kulit
Operasi langsung pada neonatus
Perempuan
Kelompok I
Kelainan Tindakan
5
- kloaka
- fistel vagina
- fistel anovestibuler atau
rektovestibuler
- atresia rektum
- fistel tidak ada
- invertogram udara >1 cm dari
kulit
Kolostomi neonatus
Kelompok II
Kelainan Tindakan
- fistel perineum
- stenosis anus
- fistel tidak ada
- invertogram udara < 1cm dari
kulit
Operasi langsung pada neonatus
II. 5. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Malformasi anorektal adalah dengan
anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti.
Anamnesis penderita biasanya datang dengan keluhan tidak mempunyai
anus. Keluhan lain dapat berupa gangguan saluran pencernaan bagian bawah,
tidak bisa buang air besar, perut kembung atau bisa buang air besar tidak melewati
anus normal, kadang-kadang mengeluarkan urin bercampur feses.
Sesuai algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal, pada 24 jam
perama setelah kelahiran perlu dilakukan evaluasi untuk menyingkirkan adanya
defek yang mengikuti malformasi anorektal (VACTERL).
II.5.I. Pemeriksaan dan Tatalaksana Awal Untuk Malformasi Anorektal
A. Perempuan
6
Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina,
hanya pada 10-20% tidak ditemukan fistel.
1. Persisten Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi. Persisten kloaka dapat didiagnosa secara klinik. Adanya lubang
tunggal pada perineum merupakan suatu petunjuk klinik dari kloaka
persisten. Genitalia eksternanya sering berukuran kecil. Pada pemeriksaan
abdomen terkadang dapat ditemukan massa pada abdomen, yang mungkin
merupakan vagina yang mengalami distensi (hidrokolpos) dan ini ada pada
50% pasien dengan kloaka persisten. Evakuasi feses umumnya tidak
sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Gambar 3. Gambaran hidrokolpos pada persisten kloaka7
2.Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar,
sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.
Gambar 4. Gambaran fistel vagina7
3.Fistel vestibulum
Muara fistel di vulva di bawah vagina. Umumnya evakuasi feses
lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat
7
penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal.
Gambar 5. Fistel Rektovestibulum7
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi atau langsung terapi definitif
tergantung dari dokter bedah anak.
6. Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat
berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang
rapat ada di posteriornya.
Gambar 6. Fistel Perineum7
B. Laki-Laki
Perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:
1.Perineum: bentuk dan adanya fistel
8
2.Urine: dicari ada tidaknya butir-butir mekonium di urin.
Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat golongan-
golongan seperti berikut:
1.Fistel rektouretra
Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum.
Terdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk
membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter
terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang terhalang
kateter. Bila dengan kateter, urine berwarna hijau, berarti fistel ke vesika
urinaria. Evakuasi feses tidak lancar, dan penderita memerlukan kolostomi.
Gambar 7. Macam-macam Fistula Rektouretral. A.Bulbar, B. Prostatic, C.
Bladder-neck7
2. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi
feses maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi atau langsung terapi definitif
tergantung dari dokter bedah anak.
9
Gambar 8. Malformasi Anorektal tanpa fistula7
3. Fistel perineum dan Bucket handle (gagang ember).
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang
ember. Evakuasi feses tidak ada. Perlu dilakukan terapi definitif.
Gambar 9. Fistel Perineum dan Bucket Handle7,8
II.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada
malformasi anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan posterio sagital anorektoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rektum dan pemotongan fistel.9
10
Gambar 10. Algoritma tatalaksana malformasi anorektal pada laki-laki
Gambar 11. Algoritma tatalaksana malformasi anorektal pada perempuan
Bedah tradisional tidak memperbolehkan tindakan pada bagian posterior
midline karena otot pada bagian ini dipercaya menyebabkan inkontinensia pada
11
anak-anak. Sehingga pendekatan dokter bedah untuk malformasi ini
menggunakan kombinasi melalui, abdomen, sacral, dan perineum dengan lapang
pandang yang terbatas.
Abdominoperineal pullthrough dilakukan dengan membuka rongga
abdomen agar mendapat visualisasi yang jelas dan identifikasi yang tepat dari otot
puborektalis. Pada operasi “pullthrough” ini bagian usus yang terbawah
dimobilisasi, dan saluran baru dibuat melalui dinding pelvis dengan menggunakan
satu pasang forsep kurva melaluinya, dipertahankan agar tetap dekat dengan
uretra, menuju letak dari anus yang baru dimana rectum dijahit dengan kulit
perineum, membentuk hubungan mukokutaneus.
Secara umum, ketika terdapat lesi letak rendah, yang diperlukan hanyalah
operasi daerah perineal tanpa kolostomi, sedangkan lesi letak tinggi memerlukan
kolostomi segera setelah lahir. Ketika terdapat kloaka persisten, saluran urin perlu
dievaluasi lebih teliti pada saat membuat kolostomi untuk memastikan bahwa
pengosongan yang normal dapat terjadi dan menentukan apakah buli-buli perlu
didrainase dengan vesikostomi. Jika ada keraguan terhadap jenis lesi, lebih aman
untuk melakukan kolostomi daripada membahayakan kesempatan jangka panjang
kontinensia pada bayi dengan melakukan operasi perineal yang tidak tepat.
Keberhasilan penatalaksanaan malformasi anorektal dinilai dari fungsinya
secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Tujuan utamanya adalah defekasi secara
teratur dan konsistensinya baik.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa Malformasi anorektal letak tinggi
dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif dilakukan kemudian setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik
yang paling banyak dipakai adalah postero sagital anorektoplasti baik minimal,
limited atau full postero sagital anorektoplasti.
Prinsip operatif pada malformasi anorektal dengan eksplorasi postero
sagital anorektoplasti memerlukan kolostomi sementara. Ada dua tempat
kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu:
transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan sigmoidostomi
12
(kolostomi di sigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah laras
ganda (double barrel).
Kolostomi dilakukan pada saat neonates, manfaat melakukan kolostomi
adalah
a. Mengatasi obstruksi usus
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 4-8 minggu
kemudian, dengan alasan semakin cepat perbaikan dari suatu malformasi
kongenital semakin baik hasil yang didapatkan dan juga lebih cepat untuk melatih
reflex defekasi dari otak yang merupakan hal yang sangat penting.
II.8. Perawatan Pasca Operasi Definitif
Antibiotik intra vena diberikan selama 2 hari. Pada kasus fistula
rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus kloaka
persisten, kateter foley dipasang hingga 2-3 minggu. Drainase suprapubik
diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
hingga tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari
sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali
sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya,
sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga
bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep
tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat
digunakan untuk mengobati eritema popok ini.
13
UMUR UKURAN
1 – 4 Bulan # 12
4 – 12 bulan # 13
8 – 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 – 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17
FREKUENSI DILATASI
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan
Kemudian 8-12 minggu atau setelah ukuran anus yang diinginkan sudah
tercapai setelah operasi definitif, dilakukan tutup kolostomi. Dilatasi anus tetap
dilanjutkan setelah tutup kolostomi, kemudian secara bertahap frekuensi dilatasi
diturunkan.10
BAB III
14
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identitas :
Nama : An. KL
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lian Timur Jaga B
Agama : Kristen Protestan
Masuk Rumah Sakit :
Keluhan Utama :
Ibu penderita ingin tutup stoma yang dibuat pada penderita
Keluhan Penyerta :
Mual dan muntah tidak ada, perut kembung tidak ada, demam tidak ada, pasien
sering rewel karena kurang nyaman dengan stoma.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Ibu penderita datang dengan keluhan ingin tutup stoma pada penderita. Riwayat
sebelumnya ibu penderita mengetahui tidak ada lubang anus pada penderita sejak
lahir. Sebelumnya penderita memiliki riwayat tidak bisa buang air besar dan perut
kembung pada 1 hari setelah lahir. Riwayat kotoran keluar dari saluran kencing
disangkal ibu penderita. Riwayat kotoran lubang lain disangkal ibu penderita.
Penderita sudah menjalani operasi 2 kali, yang pertama yaitu untuk membuat
lubang di perut kiri sebagai saluran pembuangan kotoran sementara pada usia 2
hari, tepatnya di bulan Agustus 2012 dan yang kedua, untuk membuat saluran
pembuangan kotoran yang menetap pada usia 8 bulan, tepatnya bulan April 2013.
Riwayat Ante Natal Care : Ibu penderita rutin melakukan pemeriksaan ANC
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit dan keluhan serupa
STATUS KHUSUS PROGRAM STUDI ILMU BEDAH FK UNSRAT /
15
BLU RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU.
Status Pasien Malformasi Anorectal
I. Identitas Pasien
Nama An. GK MRS: 3 september 2013
Medrec:
33.55.02
Tanggal Lahir 29/08/2012 Jam: WIB Umur: 1 tahun
Jenis Kelamin:
L
Nama Ayah Tn. TK Umur: 38 tahun
Pekerjaan:
swasta
Nama Ibu Ny. JL Umur: 28 tahun Pekerjaan: IRT
Alamat Lengkap Bombanong Jaga II
Cara Bayar Umum Jamkesmas Askes PNS/TNI/Polri Jamsostek ASKESGIN
Telepon 081354539343 Rujukan dari :
II. Anamnesis
Keluhan Utama Ingin tutup kolostomi
Keluhan
Tambahan
Feses atau meconium keluar dari lubang lain : Tidak
Kencing bercampur dengan meconium/feses : Tidak
Kelainan penyerta lainnya : Pasien sering rewel karena kurang nyaman dengan
stoma.
Keluhan penyerta lainnya : Mual(-) Muntah(-) Perut kembung(-) Demam(-)
Keluhan lainnya setelah dilakukan kolostomi : Tidak ada
Riwayat Operasi
& Perawatan
Sebelumnya
Jenis Operasi dan Perawatan Sebelumnya Kapan Dimana Operator
Kolostomi Double Barrel Agustus 2012
Vaginostomi/Diversi urine (sistostomi) - - -
PSARP April 2013
Penutupan kolostomi September 2013 - -
Riwayat
Kehamilan
Gravida, Partus, Aborsi G3P2A1
Ante Natal Care Teratur
Penyakit yang pernah diderita selama hamil Tidak
Menggunakan obat-obatan selama hamil Ya: Antipiretik
Menggunakan jamu-jamuan selama hamil Tidak
Merokok selama hamil Tidak
Minum minuman beralkohol selama hamil Tidak
Hasil Pemeriksaan USG saat hamil Normal
Peningkatan jumlah cairan amnion Tidak
Peningkatan serum α-fetoprotein maternal Tidak diketahui
Riwayat
Persalinan
Usia kehamilan saat melahirkan 36 – 40 minggu
Persalinan berlangsung di mana : Rumah Sakit
16
Persalinan ditolong oleh siapa : Dokter
Proses persalinan berlangsung : Spontan pervaginam
Presentasi janin saat lahir : Kepala UUB, normal
Berat Badan waktu lahir : 4,5 Kg
Apakah sudah diberikan vit K saat lahir? : Ya
Langsung menangis atau tidak : Ya (AS: tidak diketahui)
Riwayat Keluarga
Adakah anggota keluarga lainnya yang menderita kelainan yang
sama? Bila ya, hubungan kekeluargaannya? Tidak
Adakah anggota keluarga lainnya yang menderita kelainan
bawaan yang lain? Bila ya, hubungan kekeluargaannya? Tidak
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum Aktif, Menangis kuat, CM, conj.an -/-, sclera ikt -/-
Heart Rate (x/m) 100x/menit
Suara Jantung, Bising Jantung Normal, bising (-)
Respiratory Rate (x/m) 26x/menit
Tanda-tanda respiratory distress Takipnea (-) PCH (-) chest wall retraction (-)
Suhu (derajat Celsius) 36,5 ºc
Berat badan saat diperiksa 9,5 kg
Tanda-tanda dehidrasi Tidak ada
Keadaan Abdomen Distensi (-), hiperemis (-), lembut, bisung usus (+) ,
tampak stoma pada kuadran kiri bawah, viable, produksi
(+)
Keadaaan Ekstermitas Hangat, CRT < 2”, Jumlah jari normal
Kelainan Kongenital lainnya Tidak ada
Status Lokalis
Inspeksi Perineum Fistula perineal (-) Bucket handle (-) Anal stenosis (-) Flat bottom (-)
Orificium ani (+) Meconium dalam urine (-) perineum normal (+)
Kelainan lainnya
VACTERLEchocardiography : dalam batas normal
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hari/Tanggal: 2 September 2013 Jam :Pemeriksaan Lab
lainnya
PT (-) Ht 39,9 % Bil. Dir (-) Creat 0,3
(-)CT (-) WB 16,5 /uL SGOT 32 U/L GDS 99
BT (-) Plt 543 /uL SGPT 12 U/L Na 128
Hb 12,4 % Bil Tot (-) Ureum 13 K 3,6
Diff Count Basofil: 0,1 Eosinofil: 0,6 Limfosit 62,3 Monosit 6,3
Morfologi darah tepi Eritrosit: 6,08 Leukosit: 16,5 Trombosit: 543
Radiologi Jenis Pemeriksaan Tanggal Hasil
Baby Gram Tidak diketahui
17
Cross-table lateral/
knee cestposition 31/8-2013Atresia Ani letak tinggi
Thorax 4/9-2013 Dalam batas normal
Foto abdomen
Pelvis Tidak dilakukan
Echocardiografi 10/4-2013 : Intrakardiak dalam batas normal
Distal Colografi/
Lopografi Tidak diketahui
V. Diagnosis
Post PSARP + Colostomy ec Aresia Ani Letak Tinggi
Diagnosis Tambahan: (-)
VI. Penatalaksanaan
Dekompresi Tidak dilakukan
Cairan Intra Vena -
Antibiotik IV-
-
Transfusi -
Tindakan Operasi Jenis Operasi Tutup Kolostomi
Tanggal Operasi:9 September 2013 dilakukan ± 3 jam / 7 hari setelah MRS
Operator: dr. Ishak Lahunduitan, SpB, SpBA
DO: Tidak diketahui
Perawatan Post OP NICU/PICU: Tidak Lama Perawatan: 3 hari Ventilator: Tidak
VII. Komplikasi (-)
VIII. Outcome
Meninggal / Hidup Hidup
Lama perawatan dirumah sakit 9 hari
Lama perawatan di NICU -
Pemeriksaan Penunjang
Knee chest position (31 Agustus 2012)
18
Foto thorax 3 September 2013
Diagnosis Kerja
Post PSARP + Colostomy e.c. Malformasi Anorektal
Terapi
Rencana Tutup Stoma
Follow Up
H-2,3,4 ( 4- 6 September 2013 )
S : (-), rencana tutup Stoma
19
O : Regio abdominal : tampak stoma (+) di regio lumbal sinistra, passase
lancar, produksi (+)
A : Post PSARP + colostomy ec malformasi anorektal
P : Rencana tutup stoma, cek Ur, Cr, SGOT, SGPT, x-foto thorax
Pemeriksaan lab 2 September 2013
Darah Lengkap Hasil
-Hb 12,4 g/dL
-Ht 39,9 %
-Eritrosit 6,08 /uL
-Leukosit 16500 /uL
-Trombosit 543 /uL
Kimia Darah
-GDS 99 mg/dL
-Albumin 4,9 g/dL
-Globulin 1,8 g/dL
Elektrolit :
-Natrium 138 mEq/L
-Kalium 3,6 mEq/L
-Chloride 106 mEq/L
Pemeriksaan lab 4 September 2013
Kimia Darah
-Kreatinin 0,3 mg/dL
-Ureum 13 mg/dL
-SGOT 32 U/L
-SGPT 12 U/L
20
H-5,6 ( 7 – 8 September 2013 )
S : (-)
O : Regio abdominal : tampak stoma (+) di regio lumbal sinistra, passase
lancar, produksi (+), feses (+), darah (-)
A : Post PSARP + colostomy ec malformasi anorektal
P : - Rencana tutup Stoma, cross match
H-7 ( 9 September 2013 )
S : (-)
O : TD; 90/50 N; 100 x/m R;30 x/m Sb; 36,7°C
Regio abdominal : tampak stoma (+) di regio lumbal sinistra, passase
lancar, produksi (+), feses (+), darah (-)
A : Post Post PSARP + colostomy ec malformasi anorektal
P : Rencana tutup stoma hari ini
Laporan Operasi
Penderita tidur terlentang dengan GA di atas meja operasi
Asepsis & Antisepsis lapangan operasi
Insisi Ellips di sekitar stoma
Diperdalam sampai menembus peritoneum
Dilakukan Adhesiolisis antara kolostomy dengan jaringan sekitar
Dilakukan reseksi dari kolostomy dan anastomosis dari kolonproksimal
dan distal
Kontrol perdarahan, eksplorasi organ lain tak tampak kelainan
Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Operasi Selesai
Instruksi post operasi
- IVFD RL : D5% ½ NS 30 gtt/m - Ceftriaxone 2 x 250 mg i.v
- Ranitidin inj 3 x ½ amp i.v - Ketorolac 1 % 3 x ¼ amp i.v
- Formadol drips 3 x 200 mg - Cek DL post OP
21
- Puasa sampai instruksi selanjutnya
Pemeriksaan lab post OP 9 September 2013
Darah Lengkap Hasil
-Hb 9,5 g/dL
-Ht 30,5 %
-Eritrosit 4,63 /uL
-Leukosit 18800 /uL
-Trombosit 419 /uL
H-8, 10 ( 10 - 12 September 2013 )
S : Kembung (-)
O : Regio abdominal : I = Datar, Aus = BU +, Pal = Lemas, Per= tympani
A : Post tutup kolostomi + PSARP ec malformasi anorektal
P : - IVFD RL : D5% ½ NS 30 gtt/m
- Ceftriaxone 2 x 250 mg i.v
- Ranitidin inj 2 x ½ amp i.v
- Farmadol drips 3 x 200 (k/p)
- Ketorolac 1 % 3 x ¼ amp i.v (k/p)
- Rawat luka
H-11,13 ( 13-16 September 2013 )
S : Kembung (-), BAB (+)
O : Regio abdominal : I =Datar, Aus = BU + N, Pal = Lemas, Per= tympani
A : Post tutup kolostomi + PSARP ec malformasi anorektal
P : - Ceftriaxone 2 x 250 mg i.v
- Ranitidin inj 3 x ½ amp i.v
- Rawat luka
H-14 ( 17 September 2013 )
22
S : Kembung (-), BAB (+)
O : Regio abdominal : I =Datar, Aus = BU + N, Pal = Lemas, Per= tympani
A : Post tutup kolostomi + PSARP ec malformasi anorektal
P : -Rawat luka
- Aff infus
- Rawat jalan
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kasus ini akan dibahas mengenai bagaimana menegakkan diagnosis
malformasi anorektal dan penanganannya. Diagnosis malformasi anorektal
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada anamnesis didapatkan penderita tidak memiliki lubang anus sejak
lahir. Sebelumnya penderita tidak memiliki riwayat keluar mekonium dari saluran
kencing dan perut kembung pada 1 hari setelah lahir. Anamnesis ini penting untuk
mendiagnosis suatu malformasi anorektal, dimana kepustakaan menjelaskan
bahwa jika mekonium tampak di perineum, ini merupakan bukti adanya fistula
rektoperineal. Jika mekonium tampak di urin, maka diagnosis fistula rektouretra
menjadi jelas. Selain itu dari anamnesis ditemukan penderita sudah pernah
dilakukan foto Knee Chest Position dengan hasil atresia ani letak tinggi. Pasien
kemudian menjalani operasi kolostomi sebagai saluran pembuangan kotoran
sementara pada usia 2 hari, tepatnya pada bulan Agustus 2012, kemudian
dilanjutkan dengan tindakan PSARP (Poesterior Sagital Anorectoplasty) pada
bulan April 2013. Anamnesis diatas juga mendukung diagnosa dimana kolostomi
biasanya dilakukan sebagai tahap pertama pada bayi baru lahir dengan anomali
tinggi.
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga mendukung untuk menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik saat neonatal inilah yang paling mendukung. Dalam
23
hal ini seorang klinisi harus melakukan inspeksi menyeluruh pada perineum, yang
biasanya memberikan petunjuk penting tentang tipe malformasi yang dimiliki
pasien. Karena pada pasien ini didiagnosa dengan atresia ani tanpa fistula letak
tinggi, maka ada beberapa kemungkinan yang dapat tampak pada perineum.
Sesuai kepustakaan, pada anomali letak tinggi tanpa fistula, gambaran Flat
Bottom dapat nampak. Adanya gambaran Bucket Handle merupakan suatu tanda
pasti fistula perineum. Selain itu adanya mekonium pada urin juga dapat
bermakna anomali letak tinggi. Pada kasus ini penderita datang untuk melakukan
operasi selanjutnya yaitu tutup stoma. Pada saat pemeriksaan fisik, yang
ditemukan adalah stoma yang terawat di bagian regio abdominal sinistra. Pada
regio rectal/anal sudah terdapat lubang anus.
Pasien direncanakan untuk tutup stoma. Sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa indikasi tutup stoma dilakukan apabila ukuran dilator yang
digunakan sudah sesuai dengan usia pasien. Pada pasien ini, lubang anus sudah
terlihat dan jendela waktu antara tindakan operasi definitif dan tindakan tutup
stoma sudah memenuhi kriteria.
Pada perawatan postoperatif, pasien sudah bisa buang air besar dengan
normal setelah operasi tutup stoma. Hal ini menandakan bahwa komplikasi berupa
konstipasi dan inkontinensia yang sering terjadi pada pasien dengan malformasi
anorektal letak tinggi tidak terjadi pada pasien ini.
24
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Penanganan yang tepat dan cepat akan memberikan prognosis yang baik
pada pasien dengan malformasi anorektal.
V.II Saran
Diperlukan sarana diagnostik yang lengkap dan instrumen intraoperatif
yang baik agar pasien dengan malformasi anorektal dapat tertangani dengan baik
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Safford SJ, Klein MD. Surgical Conditions of Anus and Rectum. In:
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Behrman RE, Geme JW. Nelson
Textbook of Pediatrics 19th edition. Elsevier Saunders. 2011; p. 1355
2. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. Principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Lippincott Williams & Wilkins. 2005; p. 1395-1434
3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In: Coran AG,Azick NS,
Krummel TM, Laberge JM, Caldamone A, Shamberger A. Pediaric Surgery
7th edition. Elsevier Saunders.2011. p.1289
4. Bhargava P, Mahajan J. K, Kumar A. 2003. Anorectal Malformations in
Children. J Indian Assoc Pediatric Surgery/Jul-Sept/Vol 11/Issue 3
5. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
6. Safford SJ, Klein MD. Surgical Conditions of Anus and Rectum. In:
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Behrman RE, Geme JW. Nelson
Textbook of Pediatrics 19th edition. Elsevier Saunders. 2011; p. 1355-56
7. Derbew M, Levitt MA. Newborn Management Of Anorectal Malformation.
Surgery in Africa Monthly Review.
8. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In: Coran AG,Azick NS,
Krummel TM, Laberge JM, Caldamone A, Shamberger A. Pediaric Surgery
7th edition. Elsevier Saunders.2011. p.1289
26
9. Becker JHR. Pediatric Surgery Workbook.Van Schaik Publisher. 2006.
p. 76-77
10. Arensman RM, Bambini DA, Almond PS. Pediatric Surgery. Texas: Landes
Bioscience. 2000. p. 370-371
27