malariaa

Upload: kevin-mitnick

Post on 06-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Di dalam makalah ini berisikan tentang patofisiologi penyakit malaria falciparum, dan bagaimana cara untuk mencegahnya

TRANSCRIPT

Pendahuluan Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada Tb anak, permasalahannya yang dihadapai adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit.1Dalam hal penyebaran TB, hal tersebut terjadi umumnya akibat dari orang dewasa dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan Tb ditekankan pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya, penanganan Tb anak kurang diperhatikan. Banyaknya jumlah anak yang terinfeksi TB menyebabkan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan. Oleh karena itu, pencegahan infeksi TB merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan. Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian berbagai faktor risiko infeksi TB.Peningkatan insidens infeksi HIV dan AIDS diberbagai negara turut menambah permasalahan TB anak, saat ini, telah terjadi peningkatan interaksi antara tuberkulosis dan infeksi HIV dan AIDS pada anak.2Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui pasti, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10 15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak.3Pembahasan Anamnesis Dalam anamnesis ini, biasa nya dokter menanyakan kepada orang tua dari anak tersebut atau yang di sebut sebagai allo-anamnesis.Dalam anamnesis ini yang perlu di tanyakan adalah :41. Apakah ada keluarga atau tetangga yang mempunyai riwayat atau sedang mengidap penyakit TB ?2. Apakah si anak mengalami penurunan berat badan atau berat badannya tidak naik naik ?3. Apakah sebelumnya anak pernah diimunisasi BCG sebelumnya?4. Adakah gejala penyerta seperti demam dan tidak mau makan?Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi a. Melaporkan perubahan warna kulit, adanya benjolan, pelebaran kapiler, terdapat lesi di kulit.b. Melaporkan bentuk thoraks, apakah terlihat simetris/asimetris, apakah terlihat pectus excavatum, apakah terlihat pectus carinatum, apakah terlihat kyposcoliosis.c. Melaporkan apakah ada bagian yang tertinggal selama pergerakan nafas.d. Melaporkan apakah ada retraksi pada sela iga.e. Melaporkan apakah terdengar suara patologis (mengi, stridor).f. Memperhatikan irama pernafasan dan melaporkan adanya sisi paru yang tertinggal selam pergerakan pernafasan.2. Palpasi a. Meraba permukaan toraks dan sela iga serta melaporkan (ada rasa nyeri/tidak, teraba benjolan/tidak).b. Meraba permukaan toraks dan sela iga serta melaporkan adanya sisi paru yang tertinggal selama pergerakan nafas.c. Melakukan pemeriksaan fremitus.3. Perkusia. Melakukan perkusi acak dan terstruktur serta melaporkan bila terdengar suara perkusi yang tidak sonor kecuali di daerah jantung.4. AuskultasiMengenali suara bising seperti pernafasan bronchial, pernafsan broncovesikuler, wheezing, ronci kering, ronki basah, pleura rub, stridor, cavernose.Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscessSering kali juga didapatkan anoreksia yang menyebabkan penurunan berat badan, dispneu, sputum yang bewarna kuning atau hijau. Tetapi sputum jarang boleh didapatkan pada anak terutama pada bayi. Selain itu, gejala yang terdapat pada anak yang menderita penyakit TB paru ialah demam yang tidak tinggi yaitu seperti demam yang disebabkan oleh virus influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannye infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosa di dalam tubuh.5Pemeriksaan Penunjang1. UJI TUBERKULINPemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya konversi dari negatif (recent tuberculin converter). Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis, demikian pula halnya kalau terdapat konversi uji tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan berdasarkan timbulnya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein karena adanya infeksi.6Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu cara Moro dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara Von Pirquet, cara Mantoux dengan penyuntikan intrakutan dan "multiple puncture method" dengan 4-6 jarum berdasar cara Heaf dan Tine. Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya.Reaksi lokal yang terdapat pada uji mantoux terdiri atas:1. Eritema karena vasodilatasi primer.2. Edema karena reaksi antara antigen yang disuntikkan dengan antibodi.3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan dan diukur melintang dari indurasi yang terjadi. Tuberkulin yang biasanya dipakai adalah Old Tuberculin ( OT ) dan Purified Protein Derivate Tuberculin (PPD).Pengenceran OD dan PPD yang biasanya digunakan ialah7:a. Dosis baku tuberkulin uji Mantoux ialah : 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 yang disuntikkan intrakutan, Indurasi dengan diameter 5 mm keatas dianggap positif dengan catatan 0-4 mm negatif, 5-9 mm masih diragukan dan 10 mm keatas jelas positif.b. Kalau uji tuberkulin dengan PPD-RT23 2TU, PPD-S 5TU atau dengan OT 1/2000 negatif maka pemeriksaan harus diulang dengan PPD-RT23 100TU atau OT 1/100 untuk memastikan bahwa uji tuberkulin itu negatif. Juga kalau dengan PPD-RT23 2TU, PPD-S 5TU negatif tetapi masih dicurigai akan adanya tuberkulosis aktif, keadaan umum yang jelek dan kemungkinan adanya alergi, maka pemeriksaan ulang dengan PPD-RT23 100 TU atau OT 1/1009.Di Indonesia uji Mantoux dengan OT 1/100 (PPD-RT23 100TU) dikerjakan secara rutin kalau dengan OT 1/2000 (PPD-RT23 2 TU atau PPD-S 5 TU) negatif. Sebaiknya uji tuberkulin dikerjakan secara rutin pada setiap anak dan kalau negatif diulang tiap 6-12 bulan untuk menemukan tuberkulosis sedini mungkin.7 Penyuntikan BCG menyebabkan konversi uji tuberkulin sehingga dapat mengacaukan penilaian uji tuberkulin untuk diagnosis tuberkulosis. Dinyatakan bahwa bila anak yang telah mendapat BCG, kemudian hasil uji tuberkulin dengan PPD-RT23 2 TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 menimbulkan indurasi lebih dari 15 mm, maka harus dicurigai akan adanya superinfeksi tuberkulosis. Kalau BCG diberikan pada masa neonatus. Maka setelah 1 tahun hanya 10% yang memepunyai reaksi dengan indurasi 5 mm atau lebih terhadap PPD-RT23 2 TU atau PPD-S 5 TU dan tidak ada yang bereaksi dengan diameter indurasi 10 mm keatas. 7Uji tuberkulin akan menjadi negatif untuk sementara waktu pada penderita tuberkulosis (anergi) dengan; 81. Malnutrisi Energi Protein.2. Tuberkulosis berat.3. Morbili, Varisela.4. Pertusis, Difteri, Tifus abdominalis.5. Pemberian kortikosteroid yang lama6. Vaksin virus misalnya poliomielitis.7. Penyakit ganas, misalnya penyakit Hodgkin.2. UJI RADIOLOGISPada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto Rontgen paru dan atas indikasi juga dibuat foto Rontgen alat tubuh lainnya, misalnya foto tulang punggung pada spondilitis.6Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru ialah6 :1. Komplek primer dengan atau tanpa perkapuran.2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.3. Penyebaran milier.4. Penyebaran bronkogen,5. Atelektasis.6. Pleuritis dengan efusi.Pemeriksaan radiologis paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.3. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGISPenemuan basil tuberkulosis memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi tidak ditemukannya basil tuberkulosis bukan berarti tidak menderita tuberculosis.8Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah:8 1. Bilasan lambung2. Sekret bronkus3. Sputum pada anak besar4. Cairan pleura5. Likuor serebrospinalis6. Cairan asites7. Bahan-bahan lainnyaDi negeri yang telah maju dengan sarana laboratorium yang baik, basil tuberkulosis dapat ditemukan sebesar 50-90% dari anak dengan tuberkulosis. Pada umumnya hanya dapat ditemukan 25-30% saja. Di Jakarta pada tahun 1956-1960 pemeriksaan bilasan lambung pada 204 anak dengan meningitis tuberkulosa menghasilkan basil tuberkulosis positif pada 27 anak (13 %) dan ada pemeriksaan likuor serebrospinalisnya hanya ditemukan 18,5 % (38 anak).84. PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMIPemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. Biasanya diperiksa kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit dan lain-lain. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.65. UJI BCGDi Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin (BCG langsung). Bila pada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan diperiksa lebih lanjut ke arah tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu reaksi BCG itu dapat dipakai sebagai alat diagnostik. Sering terdapat kesukaran untuk membuat diagnosis tuberkulosis yang dini pada anak dengan malnutrisi karena adanya anergi terhadap tuberculin.6

Diagnosis Kerja7Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita, misalnya: dahak, bilasan lambung, biopsi dan lain-lain. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Gejala umum TB pada anak: Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapatkan penanganan gizi yang baik (failure to thrive). Nafsu makan turun/ tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat. Demam tidak tinggi (sub febril) lama/ berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit. Biasanya multipel, paling sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal). Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada . Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.

Diagnosis BandingMalariaMalaria harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang sakit dengan riwayat bepergian ke daerah endemik, terutama jika mereka mengalami demam atau gejala menyerupai flu. Infeksi oleh P. falciparum dapat dengan cepat berkembang ke arah kematian, terutama pada pelancong yang non-imun; infeksi oleh spesies lain biasanya lebih ringan. Pelancong saat liburan tidak memiliki imunitas dan demam yang biasanya ditemukan dapat tidak muncul. Plasmodium falciparum mengenai semua organ dan menyebabkan rentang komplikasi yang lebar, seperti malaria serebral, syok sirkulasi, hemolisis akut, dan gagal ginjal, hepatitis, dan edema paru.8

Demam enterik (Tifoid)9Demam enterik adalah sindrom klinis sistemik yang dihasilkan oleh organisme Salmonella tertentu. Istilah ini mencakup istilah deman yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid, yang disebabkan oleh S. paratyphi.Manifestasi Klinis. Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari, tergantung terutama pada besar inokulum yang tertelan. Manifestasi klinis demam enterik tergantung umur.

Anak usia sekolah dan remaja Gejala awal demam, malaise, anoreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari Diare berkonsistensi sop kacang mungkin ada pada fase awal Batuk dan epiktasis mungkin ada Kelesuan berat dapat terjadi Demam yang tidak turun turun dan tinggi dalam 1 minggu, sering mencapai 40oC Sekitar 50% penderita, ruam makula tampak pada hari ke 7 sampai ke 10. Bayi dan Anak Muda Relatif jarang pada kelompok umur ini. Biasanya gejalanya ringan, sehingga sukar didiagnosis dan mungkin tidak terdiagnosis. Demam ringan, malaise Diare

Epidemiologi7Angka insidensi kasus dan mortalitas TB menurun drastis sejak terdapat kemoterapi. Namun, dari tahun 1985 hingga 1992 jumlah kasus TB meningkat hingga 20%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan ini adalah sosioekonomi dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan (misal, alkoholisme, tuna wisma, meningkatnya kasus AIDS dan infeksi HIV), dengan peningkatan insidensi, dilakukan pencatatan khususnya di antara anggota kelompok minoritas dan imigran-imigran dari daerah endemik TB yang masuk ke Amerika Serikat. Sejak tahun 1993, mobiditas TB terus menurun, dengan penyakit yang kebanyakan muncul dalam kelompok risiko yang dikenali dengan baik dan area geografis yang dapat ditargetkan untuk upaya pengawasan.7Pada tahun 1998, terdapat 18.361 kasus baru TB yang dilaporkan ke CDC. Statistik ini memperlihatkan angka kasus insidensi sebesar 6,8 per 100.000 pada masyarakat Amerika Serikat; sebesar 41,3% kasus muncul pada orang keturunan asing. Di Amerika Serikat diperkirakan bahwa 10 hingga 15 juta orang akan terinfeksi TB. Lebih dari 80% kasus baru TB yang dilaporkan di tahun 1998 adalah berusia lebih dari 25 tahun, dan kebanyakan dari mereka terinfeksi di masa lalu. Kira-kira 5 hingga 100 populasi yang baru terinfeksi akan berkembang menjadi TB paru 1 hingga 2 tahun setelah terinfeksi. Pada 5% kasus akan berkembang menjadi penyakit klinis di masa yang akan datang sedangkan 95% sisanya tidak. Sekitar 10% individu yang terinfeksi akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun, resiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif, khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV merusak limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel pertahanan primer untuk melawan infeksi TB. Berdasarkan data CDC tahun 1996, angka penyakit TB pada orang yang terinfeksi HIV dengan tes tuberkulin kulit yang positif adalah 200 hingga 800 kali lebih besar daripada angka untuk seluruh penduduk Amerika Serikat.7Jika mengingat kerentanan seseorang terhadap TB, dua faktor risiko harus diperiksa: risiko mendapatkan infeksi dan risiko berkembangnya penyakit menjadi klinis aktif setelah timbul infeksi. Risiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis penyakit bergantung pada keberadaan infeksi dalam masyarakat, khususnya di antara orang yang terinfeksi HIV; imigran dari daerah prevalensi tinggi TB; ras yang beresiko tinggi dan kelompok etnis minoritas (misal, Afrika Amerika, Amerika Indian, asli Alaska, Asia, Kepulauan Pasifik dan Hispanik); dan bagi mereka yang menetap di lingkungan yang berisiko tinggi untuk penularan TB, seperti fasilitas-fasilitas perbaikan, penampungan bagi tuna wisma, rumah sakit, dan rumah-rumah perawatan.7ETIOLOGI8Agen tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili Mikobateriaseae. Basili tuberkel adalah batang lengkung, gram positif lemah, pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 m. Mereka dapat tampak sendiri sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media biakan. Mereka merupakan aerob wajib yang tumbuh pada media sintesis yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41oC, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnyakapasitas membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti kristal violet, karbolfukhsin, auramin, dan rodamin. Bila diwarnai, mereka melawan perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain.Mikobacterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrien radiolabel (sistem radiometrik BACTEC), dan kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. M. tuberculosis mempunyai morfologi koloni khas, menghasilkan niasin tetapi bukan pigmen, mampu mereduksi nitrat, dan menghasilkan katalase. Beberapa strain resisten isoniazid kehilangan kemampuan untuk membuat katalase.8

PatogenesisTempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Akan tetapi di Amerika Serikat, dengan luasnya pasteurisasi susu dan deteksi penyakit pada sapi perah, TB bovin ini jarang terjadi.9TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat).9Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basik tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.9Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.9Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan rediografi.9Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.9,10Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.9Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.10

Figure 1

Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) dapat juga secara akut dan menyeluruh. Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis redional (3). TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasca primer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) biasanya pada orang dewasa, TB dewasa juga dapat, karena infeksi baru.10

Diagnosis dan Manifestasi Klinis8Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin Mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi. Tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang dicurigai menderita TB klinis aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negatif palsu, khususnya pada seseorang dengan imunosupresif (misal, TB dengan infeksi HIV). Seseorang yang diperkirakan memiliki gejala TB, khususnya batuk produktif yang lama dan hemoptisis. Harus menjalani foto toraks, walaupun reaksi terhadap tes tuberkulin intradermalnya negatif.Berdasarkan CDC, kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi organisme M. tuberculosis yang positif. Sangat penting untuk menanyakan orang yang diduga terkena TB tentang riwayat terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Harus dipertimbangkan juga faktor-faktor demografi (misal, negara asal, usia, kelompok etnis atau ras) dan kondisi kesehatan (misalnnya, infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB.Reaksi HipersensitivitasPatogenisitas basil tidak berasal dari keracunan intrinsik apapun, tetapi dari kemampuannya untuk menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada pejamu. Tuberkuloprotein yang berasal dari basil agaknya menimbulkan reaksi tersebut. Respons peradangan dan nekrosis jaringan adalah akibat dari respons hipersensitivitas selular (tipe lambat) dari pejamu terhadap basil TB. Reaksi hipersensitivitas TB biasanya terjadi 3-10 minggu setelah infeksi. Individu yang terpajan basil tuberkel membentuk limfosit-T yang tersensitisasi. Bila derivat protein tuberkulin yang telah dimurnikan (PPD) disuntikkan ke dalam kulit inidividu yang limfositnya sensitif terhadap tuberkuloprotein maka limfosit yang sensitif akan mengadakan reaksi dengan ekstrak tersebut dan menarik makrofag ke daerah tersebut.8Klasifikasi TBCAda beberapa klasifikasi tuberkulosis. Ranke mambagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu:6 Stadium pertama : Kompleks primer dengan penyebaran limfogen ; stadium kedua : pada waktu terjadi penyebaran hematogen ; stadium ketiga : tuberkulosis paru menahun (chronic pulmonary tuberculosis). Menurut WHO 1991, berdasarkan terapi, membagi TBC paru dlam 4 kategori yakni:11. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif atau kasus baru dengan bentuk TB berat.2. Kategori II, ditukan terhadap kasus kambuh atau kasus gagal dengan sputum BTA positif.3. Kategori III, ditujukan terhadap kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas atau kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I.4. Kategori IV ditujukan terhadap TB kronik.Klasifikasi lain dari tuberkulosis ialah :6 1. Tuberkulosis primer. Merupakan infeksi pertama dari tuberkulosis.2. Tuberkulosis subprimer. Merupakan komplikasi tuberkulosis primer.3. Tuberkulosis pascaprimer. Merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen dan eksogen setelah infeksi primer sembuh.Sekarang dipakai klasifikasi yang membagi tuberkulosis menjadi dua stadium, yaitu: 11. Tuberkulosis primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya.2. Tuberkulosis pascaprimer.Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai secara perlalian-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin secara rutin dapat ditemukan penyakit tuberkulosis pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.6PENATALAKSANAANObat TB yang utama (first line) yang digunakan saat ini adalah rifampisin, Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomicin (S). Rifampisin dan Isoniazid merupakan obat pilihan utama ditambah dengan pirazinamid, etambutol dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethiolamide, prothoinamide, ofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin yang digunakan jika terjadi MDR.Isoniazid (INH)INH (Isonikotinik hidrazil) adalah obat anti tuberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, cairan acsites, jaringan kaseosa dan angka timbulnya reaksi simpang (adverse reaction) sangat rendah. INH diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan (5-15 mg/kg/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali pemberian. INH yag tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk syrup 100 mg/5 ml. Konsentrasi puncak di dalam darah, sputum, dan cairan serebrospinal dapat dicapai dalam 1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam. INH dimetabolisme melalui asetilasi di hati. Asetilasi cepat lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika dan Asia daripada orang kulit putih. Tidak terdapat korelasi antara kecepatan asetilasi dan efikasi atau reaksi simpang pada anak. INH terdapat pada ASI ibu yang mendapat INH dan dapat menembus.1INH mempunyai dua efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Tiga sampai sepuluh persen anak yang menggunakan INH mengalami peningkatan kadar transaminase darah. Hepatotoksisitas yang bermakna secara klinis sangat jarang terjadi. Hal ini lebih mungkin terjadi pada remaja atau anak-anak dengan tuberkulosis yang berat. Idealnya perlu pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama tetapi karena jarang menimbulkan hepatotoksik maka pemantauan laboratorium tidak rutin kecuali ada gejala dan tanda klinis. Hepatotoksisitas akan meningkat apabila INH diberikan bersama dengan rifampisin dan PZA. Penggunaan INH bersama dengan fenobarbital atau fenitoin dapat meningkatkan risiko terjadinya hepatotoksik. INH tidak dilanjutkan pemberiannya pada keadaan kadar transaminase serum naik lebih dari 3 kali harga normal atau terjadi manifestasi klinik hepatitis, berupa mual, muntah, nyeri perut dan kuning.1Neuritis perifer timbul akibat inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin. Kadar piridoksin berkurang pada anak yang menggunakan INH, tetapi manifestasi klinisrtya jarang sehingga tidak diperlukan pemberian piridoksin tambahan. Namun, pada remaja dengan diet yang tidak adekuat, anak-anak dengan asupan susu dan daging yang kurang, malnutrisi, serta bayi yang hanya minum ASI memerlukan piridoksin tambahan. Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki. Piridoksin diberikan satu kali sehari 25-50 mg atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg INH.1Manifestasi alergik atau reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh INH sangat jarang terjadi. Kadang-kadang, INH berinteraksi dengan teofilin sehingga diperlukan penyesuaian dosis. Efek samping yang jarang terjadi antara lain adalah pellagra, anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim G-6-PD, dan reaksi mirip-lupus yang disertai ruam dan arthritis.1Rifampisin (RIF)Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin diabsorpsi derigan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian perhari. Jika diberikan bersamaan dengan INH, dosis Rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis INH 10 mg/kgBB/hari. Seperti halnya INH, Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, tormasuk CSS. Distribusi rifampisin ke dalam CSS lebih baik dalam keadaan meningens yang sedang mengalami peradangan dibandingkan dalam keadaan normal. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus biliaris. Kadar yang efektif juga dapat ditemukan di ginjal dan urin. Efek samping rifampisin lebih sering terjadi daripada INH.1Efek yang kurang menyenangkan pada pasien adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum dan air mata menjadi warna oranye kemerahan. Efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (muntah dan mual) dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik. Jika rifamipisin diberkan bersama INH, terdapat peningkatan risiko hepatotoksitas, yang dapat diperkecil dengan cara menurunkan dosis harian FNH menjadi maksimal 10 mg/kg/hari. Rifampisin dapat menycbabkan trombositopcnia. Rifampisin dapat membuat kontrasepsi oral menjadi tidak efektif dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat, termasuk kuinidin, siklosporin, digoksin, teofilin, kloramfenikol, kortikosteroid dan sodium warfarin. Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan. Suspensi dapat dibuat dengan menggunakan berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan pemberian makanan karena dapat timbul malabsorpsi.11Pirazinamid (PZA)Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oral dengan dosis 15-30 mg/kg/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum puncak 45 g/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg. Penggunaan PZA aman pada anak. PZA diberikan pada fase intensif karena PZA sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak. Kira-kira 10% orang dewasa yang diberikan PZA mengalami efek samping berupa arthralgia, arthritis, atau gout akibat hiperurisemia, namun pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak. PZA dapat digerus dan diberikan bersama makanan seperti INH11.Etambutol (EMB)Etambutol (EMB) jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Dosis EMB 15-20 mg/kg/hari, maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 2-4 jam. Eksresi terutama melalui ginjal dan saluran cerna. Iriteraksi obat dengan EMB tidak dikenal. EMB tersedia dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Memiliki aktivitas bakteri iostatik, dan berdasarkan pengalaman, dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermitten. EMB tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. EMB ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas optik pada anak-anak. Namun, obat ini tidak digunakan secara luas karena pada anak-anak kecil tidak dapat dilakukan pemeriksaan lapang pandang dan ketajaman penglihatan. EMB sebaiknya tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan penglihatan. Namun, EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan11.Streptomisin (STM)Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik kuman ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Saat ini, streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaanya penting dalam pengobatan TB yang resisten-obat. Streptomisin dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram/hari, kadar puncak 40-50 g/ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Sterptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dieksresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap INH atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Toksisitas ginjal sangat jarang terjadi. Streptomisin dapat membus plasenta, hingga kontra indikasi pemberiannya pada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin, 30% bayi akan menderita tuli berat.11Prinsip dasar obat antituberkulosis harus dapat menembus berbagai jaringan termasuk selaput otak. Farmakokinetik obat anti tuberku Josis pada anak berbeda daripada orang dewasa. Toleransi anak terhadap dosis obat per kilogram berat badan lebih tinggi. Secara ringkas, dosis dan efek samping obat antituberkulosis dapat dilihat pada Tabel dibawah.11Etionamid (ETH)Etionamid adalah obat bakteriostatik yang tujuan utamanya adalah pengobatan tuberkulosis resisten obat. Etionamid menembus kedalam CSS amat baik dan mungkin terutama berguna pada kasus meningitis tuberkulosa. Obat ini biasanya ditoleransi dengan baik oleh anak tetapi sering harus diberikan dosis harian terbagi 2-3 kali karena gangguan saluran cerna. Etionamid secara kimia serupa dengan INH dan dapat menyebabkan hepatitis yang berarti.10

Tabel 1. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya.11Nama ObatDosis harian(mg/kg BB/hari)Dosis maksimal(mg per hari)Efek samping

Isoniazid5-15*300Hepatitis, neuritis, perifer hipersensitivitis

Rifampisin10-20600Gastrointenstinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan lubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid15-302000Toksisitas hepar, artralgia, gastrointenstinal

Etambutol15-201250Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin15-401000Ototoksik, nefrotoksik

*Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kg BB/hari.**Rifampisin tidal boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Regimen Pengobatan untuk Penyakit.Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps1.Berbeda dengan orarig dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada anak adalah paduan Rifampisin, INH dan Pirazinamid. Pada fase intensif diberikan Rifampisin, INH dan Pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan Rifampisin dan INH1.Selama 15 tahun terakhir, sejumlah trial terapi antituberkulosis pada anak dengan tuberkulosis rentan-obat telah menunjukan bahwa regimen 9 bulan INH dan RIF sangat berhasil. Pengobatan pada mulanya harus diberikan setiap hari tetapi dapat diberikan dua kali seminggu selama pengobatan bulan-bulan terakhir. Kelemahan utama dua obat ini, regimen 9 bulan diperlukan pengobatan yang lama, perlu kesetiaan yang baik dari penderita, dan kekurangan proteksi relatif terhadap kemungkinan resisten obat awal. Beberapa trial klinis telah menunjukan bahwa lama INH dan RIF 6 bulan, selama 2 bulan pertama ditambah dengan pengobatan PZA, menghasilkan angka keberhasilan mendekati 100% dengan insiden reaksi merugikan yang bermakna secara klinis kurang dari 2%. Didasarkan pada penelitian yang dilaporkan, American Academy of Peditrics telah mendukung regimen 6 bulan INH dan RIF yang ditambah selama 2 bulan pertama dengan PZA sebagai terapi baku tuberkulosis intratorak pada anak. Pada tempat tempat dimana angka resistensi INH di masyarakat lebih besar dari 5 10 %, kebanyakan pakar merekomendasikan penambahan obat ke 4biasanya STM, EMB atau ETHpada awal regimen awal. Alasan menambahkan obat ke 4 adalah bahwa PZA tidak efektif dalam mencegah munculnya resistensi RIF selama terapi bila resistensi INH sudah ada.10PROGNOSISHampir semua pasien diobati dengan TBC dapat disembuhkan. Kadar kambuh kurang dari 5% dengan rejimen saat ini. Penyebab utama kegagalan pengobatan adalah tidak patuh pada terapi.10

KOMPLIKASIPenyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.12 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncets arthropathy. Komplikasi lanjut : obtruksi jalan nafas -> SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.PENCEGAHAN1. Vaksinasi BCGImunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak menganggu struktur otot dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin lebih dulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi1.Dilaporkan manfaat BCG olch beberapa peneliti antara 0-80%. BCG efektif terutama untuk mencegah milier, meningitis dan spondilitis TB pada anak. BCG memberikan perlindungan terhadap milier TB, meningitis TB, TB tulang dan sendi, dan kavitas sedikitnya 75%. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%, sekitar 70% TB berat mempunyai parut BCG. BCG relatif aman, jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supurativa) dengan insiden 0,1-1%. Kontraindikasi. pemberian imunisasi BCG: defisiensi imun, 'infeksi berat, luka bakar1.

2. KemoprofilaksisKemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit. Pada kemoprofilaksis primer, diberikan INH dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari, dosis turggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BIA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat dihentikan jika sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi (setelah uji tuberkulin ulangan)1.Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, klinis, dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru, konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang dari 12 bulan1.3. Penemuan Anak yang TerinfeksiPrioritas tertinggi setiap program pengendalian tuberkulosis harus berupa penemuan kasus dan pengobatan, yang mengganggu penyebaran infeksi antara kontak dekat. Anak dan orang dewasa yang berkontak dekat dengan orang dewasa yang dicurigai menderita tuberkulosis paru infeksius harus diuji kulit tuberkulin dan diperiksa sesegera mungkin. Rata rata, 30-50% kontak rumah tangga terhadap kasus infeksius uji kulit tuberkulin akan menjadi positif, dan 1% kontak sudah menderita penyakit yang jelas. Anak terutama bayi muda, harus mendapatkan prioritas tinggi selama pengamatan kontak karena risiko infeksinya tinggi dan pada mereka lebih mungkin berkembang bentuk tuberkulosis yang berat.10Kesimpulan TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya. Pengobatan TBC diupayakan sebaik mungkin agar tidak terjadi komplikasi maupun kecacatan pada anak serta memastikan anak dapat mencapai tumbuh kembang yang maksimal.

Daftar Pustaka1. Rahajoe NN. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI IDAI ; 2008.h.1-452. Kartasasmita, C. Pencegahan tuberkuloisis pada bayi dan anak. 2002. Available from URL : http//www.depkes.com , on April 25, 2004.3. Danusantoso H. Buku saku ilmu penyakit paru. Edisi ke-1. Jakarta : Hipokrates ; 2000.4. Yuris I. TB pada anak. Edisi 30 Maret 2010. Available from URL : http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2278379-tb-pada-anak/ 5. NN. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. 13 Juli 2008. Available from URL : http://medlinux.blogspot.com/2008/07/anamnesis-dan-pemeriksaan-fisik.html6. Darsono B. Skripsi tuberculosis pada anak ditinjau dari sudut pandang kedokteran dan islam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi ; 2003.7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003. h. 852-61.8. Gillespie S, Bamford K. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007.9. Depkes RI. Pedoman nasional penangulangan tuberkulosis. Cetakan ke-6. Jakarta : DepKes RI ; 2004.h.2-18.10. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM ; editor bahasa Indonesia, Wahab AS. Ilmu kesehatan anak Nelson. 15th ed. Jakarta : EGC, 2000.11. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons principles of internal medicine. 17th edition. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. 12. Amin Z, Bahar A. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam : Tuberkulosis paru. Edisi ke-5. Jilid III. Jakarta : Interna Publishing ; 2009.h.2230-48.