maklah talak.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dalam pandangan islam.
Pernikahan juga merupakan suatu dasar yang penting dalam memelihara
kemashlahatan umum. Kalau tidak ada pernikahan, maka manusia akan
memperturutkan hawa nafsunya, yang pada gilirannya dapat menimbulkan bencana
dalam masyarakat.
Pada dasarnya, dua orang (laki-laki dan perempuan) melangsungkan
pernikahan dan membangun rumah tangga dengan tujuan untuk memperoleh
kebahagian atau dikenal dengan istilah membentuk keluarga sakinah, mawaddah,
warahma. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua rumah tangga yang terbentuk
melalui pernikahan dilimpahi kebahagiaan. Kadang ada saja masalah yang
menimbulkan perselisihan yang dapat berujung pada perceraian.
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur segala hal tentang
kehidupan, termasuk pernikahan, perceraian (talak), rujuk, idah, dan sebagainya.
Talak dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat membutuhkan, dan tidak ada
jalan lain untuk mengadakan perbaikan. Hal ini antara lain dibolehkan apabila suami
istri sudajh tidak dapat melakukan kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentuan
agama, seingga tujuan rumah tangga yang pokok yaitu mencapai kehidupan rumah
tangga yang tenang dan bahagia sudah tidak tercapai lagi. Apalagi kalau rumah
tangga itu dapat mengakibatkan penderitaan-penderitaan dan perpecajhan antara
suami istri tersebut, maka dalam keadaan demikian perceraian dapat dilaksanakan,
yaitu sebagai jalan keluar bagi segala penderitaan bailk yang menimpa suami atau
istri.
Namun demikian, bagi wanita yang dicerai oleh suaminya, baik vcerai biasa
atau cerai mati (ditinggal mati), tidakl boleh langsung menikah lagi dengan laki-laki
lain, melainkan ia harus menunggu untuk sementara waktu lebih dahulu. Masa
menunggu bagi wanita yang bercerai itu disebut iddah. Diadakan masa iddah itu
dimaksudkan untuk mengetahui apakah selama masa iddah itu wanita tersebut hamil
atau tidak, dan jika ternyata hamil maka anak tersebut masih sebagai anak dari suami
yang pertama. Selain itu, iddah dimaksudkan sebagai masa untuk ‘berpikir ulang’
bagi suami istri untuk menetukan kelanjutan hubungan mereka. Jika ternyata dalam
1
masa iddah itu, suami istri menyesali perceraian mereka, mereka bias rujuk atau
kembali ke ikatan pernikahan mereka yang lama. Aturan-aturan tentang talak, iddah,
dan rujuk telah diatur dengan lengkap dalam agama islam.
B. Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana hakikat talak?
2. Bagaimana hakikat Khulu’ dan Fasakh
3. Bagaimana hakikat Rujuk?
4. Bagaimana hakikat Iddah?
5. Bagamana hakikat Hadhanah ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. THALAK
1. Pengertian dan Hukum Thalak
Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami dengan mengucapkan lafaz tertentu,
misalnya suami mengatakan kepada isterinya; “saya thalak engkau”, dengan ucapan tersebut
lepaslah ikatan pernikahan dan terjadilah perceraian.
Thalak menurut hukum asalnya adalah makruh, karena talak merupakan
perbuatan yang halal tetapi paling tidak disukai oleh Allah SWT.
2. Macam-Macam Talak
a. Talak menurut bentuknya
Talak yang dijatuhkan suami kepada istri ada beberapa macam bentuknya, yaitu: ila’,
lian, dzihar, dan fasakh.
Ila’
Ila’ ialah sumpah suami bahwa tidak akan mencapuri istrinya. Ila’ merupakan adat Arab
jahiliyah. Mereka bersumpahtidak akan menggauli istrinya dengan maksud menyakitinya
dan membiarkan ia menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian dicerai atau tidak.
Jika seorang laki-laki tidak senang lagi kepada istrinya, dan iapun tidak suka pula kalau
nanti istrinya dikawini orang lain, maka ia melakukan ila’ yaitu bersumpah tidak akan
menggauli istrinya itu.
Lian
Lian ialah saling melaknat antara suami dan istri. Lian terjadi karena salah satu
(suami/isteri) menuduh yang telah berbuat zina, sementara yang dituduh bersikeras
menolak tuduhan. Apabila tidak dapat diselesaikan secara baik-baik, keduanya datang ke
Pengadilann Agama untuk diadakan sumpah dihadapan hakim. Di hadapan hakim
penuduh disuruh bersumpah sebanyak lima kali, empat kali sumpah bahwa “Demi Allah,
engkau (suami/isteri) telah berbuat zina”. Yang kelima bersumpah bahwa “Aku
(suami/isteri) bersedia menerima laknat Allah jika berdusta”. Apabila penuduh tidak mau
bersumpah, ia ditahan sampai mau bersumpah atau mencabut tuduhannya.
Dzihar
Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi penyerupaan istrinya dengan
ibunya seperti kata suami; Engkau seperti punggung ibuku. Pada zaman jahiliah, Dzihar
dianggap sebagai salah satu cara menceraikan istri. Kemudian islam melarangnya, dan
menyatakan haram hukumnya. Suami yang terlanjur mendzihar istrinya sebelum
mencampuri membayar kifaratnya adapun kifarat dzihar adalah memerdekakan budak,
3
jika tidak mampu, harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak kuat puasa, wajib
memberi makan 60 orang miskin.untuk dzihar ini
Fasakh
Fasakh adalah pembatalan nikah yang dilakukan oleh pengadilan karena salah satu pihak
(suami atau isteri) tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Pada dasarnya, fasakh adalah
hak suami dan isteri. Tetapi karena suami sudah mempunyai hak talak, maka fasakh
biasanya diusulkan oleh pihak isteri.
Alasan yang dapat digunakanuntuk mengajukan fasakh, antara lain:
a) suami cacat tubuh yang serius;
b) suami tidak memberi nafkah kepada isteri;
c) suami berselingkuh dengan wanita lain;
d) suami murtad atau pindah agama.
b. Thalak menurut hukumnya
Ditinjau dari segi keadaan isteri, thalakitu dibagi dua macam, yaitu talak sunni dan talak bid’i.
Talak sunni adalah talak yang dijatuhkan seorang suami kepada isterinya, ketika isterinya
sedang suci sedang suci, yaitu tidak sedang haid; atau isteri dalam keadaan suci dan tidak
dicampuri; atau sama sekali belum dikumpuli; atau dalam keadaan hamil. Hhukumnya
bolehh dilakukan.
Talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami, ketika isterinya sedang haid, atau sedang
suci tetapi telah dicampuri, atau thalak dua/tiga sekaligus.thalak bid’I hukumnya haram.
c. Thalak menurut sifatnya
Ditinjau dari segi sifatnya atau cara menjatuhkannya talak itu terbagi dua, yaitu talak sarih
dan talak kinayah
Talak sarih adalah talak yang diucapkan suami dengan ucapan yang jelas, yaitu ucapan
talak (cerai), firak (pisah), atau sarah (lepas).talak yang diucapkan dengan menggunakan kata-
kata tersebut dinyatakan sah dengan tidak diragukan lagi keabsahannya.
Talak kinayah adalah ucapan yang tidak jelas maksudnya, tetapi mengarah kepada
perceraian. Misalnya dengan ucapan yang bernada mengusir, menyuruh pulang atau ucapan
yang bernada tidak memerlukan lagi dan sejenisnya. Jika ucapan itu diniatkan thalak, maka
talaknya jatuh.karena itu untuk menghindari terjadinya talak kinayah, sebaliknya suami
berhati-hati dalam menggunakan kata-kata kepada isterinya,
Pernikahan dan perceraian kedua dengan suami barunya tidak boleh direkayasa. Semuanya
harus terjadi secara kebetulan.
B. KHULU’ DAN FASAKH
4
1. KHULU’
a. Pengertian Khulu’
Al-Khulu, dalam bahasa Indonesia disebut Gugatan cerai. Kata Al-Khulu dengan
didhommahkan hurup kha’nya dan disukunkan huruf Lam-nya, berasal dari kata ‘khul’u ats-
tsauwbi. Maknanya melepas pakaian. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta
kepada suaminya untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan Allah sebagai
pakaian. Sedangkan menurut pengertian syari’at, para ulama mengatakan dalam banyak
defenisi, yang semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya Al-Khulu ialah terjadinya
perpisahan (perceraian) antara sepasang suami-isteri dengan keridhaan dari keduanya dan
dengan pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya . Adapaun Syaikh Al-Bassam
berpendapat, Al-Khulu ialah perceraian suami-isteri dengan pembayaran yang diambil suami
dari isterinya, atau selainnya dengan lafazh yang khusus”
b. Hukum AL-Khulu’
Al-Khulu disyariatkan dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
c. Ketentuan Hukum Al-Khulu
Menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah Al-Khulu terdapat hukum-hukum taklifi
sebagai berikut.:
[1]. Mubah (Diperbolehkan).
Ketentuannya, sang wanta sudah benci tinggal bersama suaminya karena kebencian dan
takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan
batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ketaatan kepadanya, Syaikh Al-
Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-Khulu (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang
isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat
menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang
isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.
[2]. Diharamkan Khulu’, Hal Ini Karena Dua Keadaan
a). Dari Sisi Suami.
Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau
dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar
tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka Al-Khulu itu batil, dan tebusannya
dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika Al-
5
Khulu tidak dilakukan dengan lafazh thalakApabila suami menceraikannya, maka ia tidak
memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami
membuatnya susah agar isteri tersebut membayar.
b). Dari Sisi Isteri
Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak
terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta
tidak ada alasan syar’i yang membenarkan adanya Al-Khulu, maka ini dilarang,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram
baginya aroma surga
[3]. Wajib
Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap
orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga
seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan
keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu
membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu
membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga
kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari
suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah
tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur .
2. FASAKH
a. Pengertian
Fasakh adalah surak atau putusnya perkawinan melaluoi pengadilan yang hakikatnya
hak suami-istri di sebabkan sesuati yang diketahui setelah akad berlangsung. Misalnnya suatu
penyakit yang muncul setelsah akad yang menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti
dan hakikat sebuah perkawinan
Selain fasakh ada juga istilah yang hampir sama dengan fasakh yaitu fasid. Maksud dari
fasid adalah merupakan siuatu putusanb pengadilan yang diwajibkan melalui persidangan
bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan tersebut mempunyai cacat hokum, hal itu
disebabkan misalnya tidak terpenuhinya persyaratan atau rukun nukah atau disebabkan di
langgarnya ketentuan yang mengharamkan perkawinan tersebut.
b. Yang Menyebabkan Faskh
Para ulama telah sepakat bahwa apabila salah satu pihak dari suami istri mengetahui
ada ‘aib pada pihak lain sebelum ‘aqad nikah itu diketahuinya sesudah ‘aqad tetapi ia sudah
6
rela secara tegas ata8u ada tanda yang menunjukan kerelaanny maka ia tidak mempunyai hak
lagi untuk meminya fasakh dengan alas an ‘aib itu bagaimanapun.
C. IDDAH
1. Pengertian Iddah
Secara bahasa, kata “Iddah” dalam bahasa arab diambil dari kata “al-‘Adad” dan “al-
Ihsha’” yang berarti “Bilangan”, yakni sesuatu yang dihitung oleh perempuan (istri) dari
hari-hari dan haid atau hitungan dari haid atau suci, atau hitungan bulan.
Secara istilah , “Iddah” berarti sejumlah waktu ( hari ) untuk menunggu bagi perempuan
dan tidak boleh untuk menikah setelah wafat suaminya atau berpisah denganya. Dikalangan
para ulama fiqh terdapat banyak pendapat dalam memberikan pengertian iddah. Menurut
ulama Hanafiah, iddah berarti saat-saat tertentu menurut syara’ untuk menyelesaikan hal-hal
yang terkait dengan perkawinan. dengan kata lain saat menunggu bagi wanita ketika
berpalingnya perkawinan atau yang serupa. Sedangkan menurut ulama jumhur, Iddah berarti
saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui kekosongan rahimnya, atau untuk
beribadah, atau keadaan bersedih-berduka cita terhadap perkawinanya, yang berakhir.
2. Masa Iddah
Lamanya masa iddah bagi seorang perempuan sebagai berikut:
Wanita yang dicerai suaminya, kalau ia sedang mengandung maka masa iddahnya sampai
dengan lahirnya anak yang dikandungnya.
Wanita yang ditinggal mati suaminya, sedangkan ia tidak mengandung (hamil), maka
iddahnya empat bulan sepuluh hari
Wanita yang dicerai oleh suaminya. Sedangkan ia masih dalam keadaan haid, maka
iddahnya tiga quru’ (3 kali suci).
Wanita yang tidak pernah datang haid lagi, misalnya karena ia masih kecil atau sudah
manupause ( usia yang sudah lanjut), maka iddahnya tiga bulan.
Wanita yang dicerai suaminya sebelum dicampuri maka baginya tidak ada iddah, dalam
arti begitu heri itu cerai, maka hari itu pula ia boleh menikah dengan laki-laki lain.
3. Hak isteri selama masa iddah
Wanita yang dalam masa iddah raj’iah (iddah talak satu atau talak dua berhak
menerima tempat tinggal, pakaian dan belanja dari suaminya. Karena pada hakekatnya
mereka masih belum putus tali perkawinannya, dan masih berstatus suami isteri.
Wanita dalam iddah ba’in (talak tiga atau khuluk) tetapi tidak hamil hanya berhak
mengambil tempat tinggal saja
Wanita dalam iddah wafat tidak mendapat hak seperti wanita dalam iddah li”an tetapi ia
dan anak kandungnya mendapat hak pusaka dari suaminya yang meninggal dunia.
7
D. RUJUK
1. Pengertian Rujuk
Rujuk dan segi bahasa kembali atau pulang. Dari segi istilah hukum syarak rujuk bermaksud
mengembalikan perempuan kepada nikah selepas perceraian kurang daripada tiga kali dalam
masa idah dengan syarat-syarat tertentu.
Seorang suami yang hendak merujuk isterinya tidak perlu mendapatkan persetujuan
kepada bekas isteri terlebih dahulu.
Seorang suami yang telah menceraikan isterinya dengan talak satu atau dua, harus baginya
untuk rujuk kembali kepada isterinya selama isteri itu masih dalam iddah kerana rujuk
adalah hak suami, bukan hak isteri.
2. Hukum rujuk
a. Wajib — Suami yang menceraikan salah seorang daripada isteri-isterinya dan dia belum
menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
b. Haram — Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri
tersebut.
c. Makruh — Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
d. Harus — Jika membawa kebahagiaan kepada ahli keluanga kedua-dua belahpihak.
e. Sunat — Sekiranya mendatangkan kebaikan.
Suami boleh merujuk isteri yang ditalakkannya dengan syarat-syarat berikut:
Belum habis iddah.
Isteri tidak diceraikan dengan talak tiga.
Talak itu setelah persetubuhan.
E. HADHANAH
1 . Pengertianya
Pemeliharaan anak dalam bahasa Arab disebut Hadhanah, namun hadhanah menurut
bahasa berarti “meletakan sesuatu didekat tulang rusuk atau di pangkuan”, karma ibu
menyusukan anaknya dipangkuanya, seakan-akan ibu melindungi dan memelihara anaknya,
sehingga hadhanah di jadikan istilah yang dimaksud.
2. Dasar Hukumnya.
Dasar hukum pemeliharaan anak, tercantum dalam surat at-Tahrim:6 yang berbunyi :
ناراوقودهاالناسواحجارة وأهليكم یآأیهاالذينآمنواقواأنفسكم
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
8
Pada ayat ini orang tua di tuntut untuk memelihara keluarganya agar terpelihara dari
api neraka, agar seluruh anggota keluarganya ,elaksanakan perintah dan meninggalkan
laranganya, termasuk anggota keluarga disini yakninya anak.
Betapa banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan kita (ibu-bapak) untuk
memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab dalam memelihara keluarganya.
3. Yang Berhak Melakukan Pemeliharaan Anak
Seseorang anak dari permulaan hidupnya sampai pada umur tertentu memerlukan orang lain
untuk membantunya dalam kehidupanya, baik seperti makan minum dll. Oleh
karena itu orang yang menjaganya perlu rasa kasih saying, kesabaran, serta
mempunyai keinginan agar anak itu baik di kemudian hari. Dan memiliki syarat-
syarat tersebutyakninya wanita. Oleh karena itu agama menetapkan bahwa
wanitalah yang pantas dalam pemeliharaan ini.
Serta didalam riwayat lain Abu Bakar berkata : Ibu lebih cenderung kepada anaknya,
lebih halus, lebih pemurah, lebih baik dan penyayang. Ia lebih bverhak atas anaknya selama ia
belum kawin dengan laki-laki lain.
Dan juga didalam buku lain dikatakan, bahwa “Ibu adalah satu-satunya yang dapat
Oleh karena itu hakim, mantan suami, wali, ataupun orang lain dalam memisahkan
anak dengan ibunya sebagaimana ancaman Rosull dalam hadistnya tadi.
Jika ibunya telah meninggal ataupuntidak ada maka yang menjadi hadhanah ibu dari
ibunya anak itu teerus keatas, begitupun sebaliknya ibu dari bapaknya hingga keatas. Jika ada
yang melakukan hadhanah yaitu pemerintahnya.
Dasar urutan orang-orang yang berhak melakukan dalam hadhanah yaitu :
1. Kerabat pihak ibu didahulukan atas kerabat pihak bapak jika tinggkatannya dalam
kerabat adalah sama.
2. kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang bukan sekandung dan kerabat seibu
lebih didahulukan atas kerabat bapaknya, dll.
Namun dalam hal ini untuk menjadi seorang hadhanah harus mempunyai syarat-
syarat yakni :
Berakal
Merdeka
Menjalankan Agama
Dapat menjaga Kehormatan dirinya
Orang yang dipercay
Orang yang menetap didalam negri anak yang di didiknya
Keadaan perempuan tidak bersuami, kecuali bersuami denga keluarga dari
anak yang memang berhak pula yang untuk mendidik anak itu, maka haknya
tetap
9
4. MASA HADHANAH
Didalam Al-qur’an serta hadist secara tegas tidaklah terdapat tentang masa hadhanah,
hanya saja terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat tersebut. Oleh karena itu hanya
saja para ulama berijtihad sendiri-sendiri, seperti halnya mazhab Hanafi berpendapat bahwa
hadhanah anak laki-laki habis pada waktu dia tidak memerlukan penjagaan serta dapat
mengurus kepentingan pribadinya, sedangkan wanita habis pada saat haid pertamanya.
Sedangkan pendapat para mazhab Imam Syafi’i, hadhanah itu berkhir ketika sianak telah
mumayyiz atau berumur lima ataupun enam tahun,
5. UPAH HADHANAH
Ibu tidak berhak atas upah hadhanah seperti menyusui, selama ia masih menjadi istri
dari anak itu, atau masih dalam masa iddahnya. Karena dalam keadaan tersebut ia masih
dalam keadaan dinafkahi,
:
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
.1 Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami dengan mengucapkan lafaz tertentu,
misalnya suami mengatakan kepada isterinya; “saya thalak engkau”, dengan ucapan
tersebut lepaslah ikatan pernikahan dan terjadilah perceraian. Thalak menurut hukum
asalnya adalah makruh, karena talak merupakan perbuatan yang halal tetapi paling tidak
disukai oleh Allah SWT
2. Iddah berarti sejumlah waktu ( hari ) untuk menunggu bagi perempuan dan tidak boleh
untuk menikah setelah wafat suaminya atau berpisah denganya. Dikalangan para ulama
fiqh terdapat banyak pendapat dalam memberikan pengertian iddah. Menurut ulama
Hanafiah, iddah berarti saat-saat tertentu menurut syara’ untuk menyelesaikan hal-hal
yang terkait dengan perkawinan. dengan kata lain saat menunggu bagi wanita ketika
berpalingnya perkawinan atau yang serupa. Sedangkan menurut ulama jumhur, Iddah
berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui kekosongan rahimnya,
atau untuk beribadah, atau keadaan bersedih-berduka cita terhadap perkawinanya, yang
berakhir.
3. Rujuk dan segi bahasa kembali atau pulang. Dari segi istilah hukum syarak rujuk
bermaksud mengembalikan perempuan kepada nikah selepas perceraian kurang daripada
tiga kali dalam masa idah dengan syarat-syarat tertentu.
4. Khulu’ maupun fasakh adalah dua bentuk talak yang dikategorikan atas inisiatif
isteri, dan tak ada perbedaan yang jelas. Ini sebagai bukti bahwa Islam tetap
mengakomodasi hak-hak wanita (isteri), walaupun hak dasar talak ada pada
suami, namun dalam keadaan tertentu, isteri juga mempunyai hak yang sama,
yaitu dapat melakukan gugatan cerai terhadap suaminya melalui khulu’ maupun
fasakh. Hukum khuliu tergantung situasi yang ada pada saat itu.
Begitu juga dalam fasakh.
5. Pemeliharan anak dalam bahasa arab disebut hadhanah, namun hadhanah menurut
bahasa berarti “ meletakan sesuatu ditulang rusuk atau dipangkuan” karena ibu
menyusukan anaknya dipangkuannya, seakan-akan ibu melindungi dan
memelihara anaknya, sehingga hadhanah dijadikan istilah yang dimaksud.
6. Seorang anak dari permulaan hidupnya sampai pada umur tertentu memerlukan
orang lain untuk membantunya dalam kehidupannya, baik seprti makan, minum
dll. Oleh karena oitu orang yang menjaganya perlu rasa kasih saying, kesabaran,
11
serta mempunyai keinginan agar anak itu baik dikemudian hari. Dan yang
memilki syarat-syarat tersebut wanita.
12
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 1995. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Lubuk Agunghttp://deltapapa.wordpress.com/2008/04/15/talak-dan-cerai/
http://newrupa.blogspot.com/2011/02/pengertian-iddah.htmlhttp://tayibah.com/eIslam/rujuk.htmSahib, Muhammad Amin, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam.
Makassar:Universitas Negeri MakassarSa’id Abdul Aziz Al-Jandul, Wanita Diantara Fitrah, Hak Dan Kewajiban, Pustaka
Dariul Haq, Jakarta: 2003Al-Qur’an dan terjemahannya.
13