makalahkelompok5

Upload: lia-aryanti

Post on 05-Oct-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah belajar dan pembelajaran

TRANSCRIPT

Teori Kognitif dari Bruner dan Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Oleh

I Made Adi Wirayana, Dody Arya Wibowo, Ni Nyoman Wulan Darma Putri

Pendekatan tentang metode belajar dan pembelajaran telah mendorong munculnya berbagai teori-teori tentang belajar yang membantu pendidik dalam menjalankan tugasnya dalam menyampaikan materi. Teori kognitif Bruner menyatakan belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang, tetapi untuk mengubah kurikulum menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak. Sedangkan teori belajar Bermakna Ausubel menyatakan suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan sebagai sebuah proses akan dapat melahirkan suatu output yang baik apabila komponen-komponen pendukung dari proses tersebut berjalan sesuai tujuan dan fungsinya. Dalam hal ini, guru sangat memegang peranan penting dalam mengarahkan metode atau model pembelajaran yang relevan untuk dipakai dalam memberikan materi kepada peserta didik. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama tentang teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme. Pada dasarnya, teori pertama dilengkapi oleh teori yang kedua, begitupun teori kedua dilengkapi oleh teori-teori yang berikutnya. Namun yang harus kita pahami dan sadari adalah teori mana yang baik untuk diterapkan di kawasan dan bagi subjek tertentu dan teori mana yang relevan untuk kawasan dan subjek lainnya. Pemahaman semacam inilah penting guna meningkatkan belajar dan pembelajaran.Belajar merupakan bagian dari proses terpenting dari belajar dan pembelajaran sehingga belajar menuntut sesorang untuk memiliki satu metode yang baik agar tujuan dari belajar yaitu mendatangkan konsep baru, pengetahuan baru dan pengalaman baru bagi peserta didik dapat terlaksana dengan baik. Pengembangan teori tentang proses belajar dan pembelajaran telah menciptakan beberapa teknis dan upaya guru dalam menggiring peserta didiknya. Salah satu teori itu adalah teori konstruktivisme, yang menekankan seseorang belajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri, membandingkan informasi baru dengan pemahaman sebelumnya dan menggunakannya untuk menghasilkan pemahaman baru. Teori konstruktivisme ini cenderung menekankan kemendirian belajar peserta didik dalam men-set up pikiran mereka sehingga memperoleh pengetahuan baru. Berbeda dengan teori konstruktivisme, teori kognitivisme merupakan suatu bentuk teori yang sering disebut sebagai model kognitif. Di dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya yang lebih menekankan pada alur tingkah laku yang sesuai dengan pemahaman yang dimiliki seseorang. Terlepas dari teori-terori tersebut, di dalam menjalankan fungsinya sebagai pemberi materi kepada peserta didik, seorang guru hendak memiliki kompetensi kognitif yang akan membuat guru tersebut mempunyai bekal pengetahuan untuk dibagikan kepada sisiwanya. Namun, tak cukup hanya pengetahun. Seorang guru pun hendak memiliki kompetensi dalam menyampaikan pengetahuan tersebut secara komprehensif dan mendalam kepada siswa hingga pengetahuan tersebut dapat meresap dalam diri peserta didik. Untuk itu seorang guru dipandang perlu untuk menghadapi berbagai situasi peserta didik dan mengetahui karakter siswanya dalam menyampaikan materi. Untuk bagian selanjutnya, akan dibahas tentang teori kognitif Bruner dan teori belajar bermakna dari Ausubel.BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Teori Kognitif Bruner

Bruner menyatakan belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang, tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. (Roestiyah N.K, 1989 :146). Sementara itu, belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan (Ratumanan, 2002). Ketiga tahap tersebut yaitu:

1. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru

2. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.

3. Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apaha hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Yang menjadi dasar ide Bruner adalah pendapat Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Oleh sebab itulah Bruner mempunyai pendapat alangkah baiknya bila sekolah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Bruner sangat mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.

Bruner memakai cara yang disebut Discovery Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan satu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan Reception Learning atau Expository teaching dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari semua bahan dan informasi tersebut.

Untuk mendukung semua itu perlu diadakannya discovery learning environment ialah lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi atau penemuan-penemuan baru. Selanjutnya Bruner menyatakan (Gage & Berliner, 1979 dalam Toeti Soekamto, 1993: 82) :

1. Makin tinggi tingkat perkembangan intelektual, makin meningkat pula ketidaktergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan.

2. Pertumbuhan seseorang tergatung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses informasi.

3. Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pandapat dan gagasan melalui simbol.

4. Untuk mengembangkan kognitif seseorang perlu adanya suatu interaksi yang sistematik antara pengajar dengan mereka yang diajar.

5. Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk memikirkan beberapa alternatif secara serentak, memberikan perhatian kepada beberapa stimulus dan situasi sekaligus serta malakukan kegiatan-kegiatan

Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak, yaitu: 1. EnaktifCara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seorang mengetahui suatu aspek mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Misalnya seorang anak yang secara enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

2. IkonikCara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Penyajian ikonik tertinggi pada umumnya dijumpai pada anak-anak berumur antara 5 dan 7 tahun, yaitu periode waktu anak sangat tergantung pada penginderaannya sendiri.

3. SimbolikPenyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikkan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan strukur hierarkis pada konsep-konsep, dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.

Ketiga bentuk penyajian di atas merupakan suatu urutan yang tidak dapat diputar urutan ketiganya. Sehingga anak yang baru berusia dini tidak dapat menggunakan bentuk penyajian simbolik dalam menanggapi suatu permasalahan belajar yang dihadapi.

Bruner juga menyatakan bahwa untuk mengajar sesuatu tidak perlu metunggu sampai anakmancapai tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan yang diberikan ditata dengan baik, maka anak dapat belajar meskipun usianya belum memadai. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengaturbahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkatperkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulaidari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkapperkembangan kognitif mereka.

Menurut Dahar (1989), pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan mempunyai beberapa kebaikan, yakni:1. Pengetahuan itu bertahan atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.

2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.

3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

Dalam hubungannya dengan pelajaran Matematika, Bruner, dkk (Bell, 1978; Hudoyo, 1988 dalam Tanwey Gerson Ratumatan, 2002:49) merumuskan adanya empat teorema tentang belajar matematika, yakni sebagai berikut

1. Teorema Kontruksi (contruction theorem), menyatakan bahwa cara terbaik bagi siswa untuk mulai belajar konsep dan prinsip di dalam matematika adalah dengan mengkonstruksikan konsep dan prinsip tersebut.

2. Teorema Notasi (notation theorem), menyatakan bahwa kontruksi atau penyajian awal dapat dibuat lebih sederhana secara kognitif dan dapat dipahami lebih baik oleh siswa, jika konstruksi tersebut berisi notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.

3. Teorema pengkontrasan dan variasi (contrast and variation theorem), menyatakan bahwa prosedur belajar gagasan-gagasan matematika yang berjalan dari konkrit ke abstrak harus disertakan pengkontrasan dan variasinya.

4. Teorema konektivitas (connectivity theorem), menyatakan bahwa di dalam matematika setiap konsep, struktur dan keterampilan dihubungkan dengan konsep, struktur dan keterampilan lainnya.

Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam pembelajaran yang menerapkan teorema-teorema Bruner dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam bukunya Audio Visual Methods in Teaching sebagaimana dikutip Heinich, Molenda, dan Russell (1985:4) sebagai berikut.1. Pengalaman langsung. Artinya, siswa diminta untuk mengalami, berbuat sendiri dan mengolah, serta merenungkan apa yang dikerjakan.

2. Pengalaman yang diatur. Sebagai contoh dalam membicarakan sesuatu benda, jika benda tersebut terlalu besar atau kecil, atau tidak dapat dihadirkan di kelas maka benda tersebut dapat diragakan dengan model. Contohnya: peta, gambar bendabenda yang tidak mungkin dihadirkan di kelas, model kubus, dan kerangka balok,

3. Dramatisasi. Misalnya permainan peran, sandiwara boneka yang bisa digerakkan ke kanan atau ke kiri pada garis bilangan.

4. Demonstrasi. Biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat bantu seperti papan tulis, papan flanel, OHP dan program komputer. Banyak topik dalam pembelajaran matematika di SD yang dapat diajarkan melalui demonstrasi, misalnya: penjumlahan, pengurangan, dan pecahan.

5. Karyawisata. Kegiatan ini sebenarnya sangat baik untuk menjadikan matematika sebagai atau menjadi pelajaran yang disenangi siswa. Kegiatan yang diprogramkan dengan melibatkan penerapan konsep matematika seperti mengukur tinggi objek secara tidak langsung, mengukur lebar sungai, mendata kecenderungan kejadian dan realitas yang ada di lingkungan merupakan kegiatan yang sangat menarik dan sangat bermakna bagi siswa serta bagi daya tarik pelajaran matematika di kalangan siswa.

6. Pameran. Pameran adalah usaha menyajikan berbagai bentuk model-model kongkret yang dapat digunakan untuk membantu memahami konsep matematika dengan cara yang menarik. Berbagai bentuk permainan matematika ternyata dapat menyedot perhatian siswa untuk mencobanya, sehingga jenis kegiatan ini juga cukup bermakna untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

7. Televisi sebagai alat peragaan. Program pendidikan matematika yang disiarkan melalui media TV juga merupakan alternatif yang sangat baik untuk pembelajaran matematika.

8. Film sebagai alat peraga

9. Gambar sebagai alat peraga

Dengan demikian, asas peragaan dalam bentuk enaktif dan ikonik selama pembelajaran matematika adalah sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan daya tarik siswa dalam mempelajari matematika sebelum mereka menggunakan bentuk-bentuk simbolik.2.2 Teori Belajar Bermakna dari AusubelTeori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning).

Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan atau memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama.Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.

Siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan membeo atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.Agar pembelajaran bermakna, diperlukan dua syarat (Fairuz El, 2011), yaitu:1. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.2. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar sehingga membantu kita semua memahami proses yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama tentang teori belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme.

Dalam teori kognitif Bruner ada tiga tahap pembelajaran yaitu tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang lebih abstrak atau konseptual, yang terakhir tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apa hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak, antara lain pengetahuan enaktif, yaitu mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya, pembelajaran ikonik, yaitu pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka, dan embelajaran simbolik, yaitu pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa).

Menurut Ausubel terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (meaningful-learning). Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas Ausubel adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar dikatakan menjadi bermakna adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Agar pembelajaran bermakna, diperlukan dua syarat, yaitu pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

3.2 Saran

Pendidik hendaknya memiliki suatu konsep metode pembelajaran yang relevan untuk diterapkan bagi peserta didiknya. Berbagai teori belajar yang ditawarkan diharapkan tidak membuat pendidik untuk bingung dalam memilih metode yang mereka akan gunakan dalam memberikan materi kepada siswanya. Para pendidik mesti lebih cermat dan konsekuen dalam menerapkan sIstem pembelajaran mereka dan mendorong terjadinya pembentukan konsep-konsep baru bagi siswanya sesuai tujuan dari belajar dan pembelajaran.DAFTAR PUSTAKAFairuz El. 2011.Teori Kognitif.http://fairuzelsaid.wordpress.com/tag/teori-kognitif/ diakses 26 Februari 2012

Shadiq, Fadjar dan Nur Amini Mustajab.2011.Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika di SD.Yogyakarta:Kementrian Pendidikan NasionalUdin S. Winataputra, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Universitas Terbuka.

1