makalah yg hrs print

13
5. Diagnosis kerja Menegakkan diagnosis terhadap suatu penyakit merupakan hal yang tidak mudah, mengingat gejala dan tanda-tanda klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakkan atas dasar riwayat penyakit, gambaran klinik dan laboratorium. Pada kasus ini telah didapatkan working diagnosis yaitu bronkitis kronik, tetapi untuk menetapkan working diagnosis ini harus dilakukan diagnosis banding terlebih dahulu. Mengingat penyakit paru obstruktif kronik diklasifikasikan menjadi 4 penyakit, maka pertama akan dilakukan diagnosis banding antara bronkitis kronis, emfisema, bronkiektasis dan asma. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut- turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus. 5 6. Diagnosis banding a. Bronkitis kronik

Upload: primamagdalenadmanurung

Post on 03-Feb-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Yg Hrs Print

5. Diagnosis kerja

Menegakkan diagnosis terhadap suatu penyakit merupakan hal yang tidak mudah,

mengingat gejala dan tanda-tanda klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakkan atas dasar

riwayat penyakit, gambaran klinik dan laboratorium. Pada kasus ini telah didapatkan working

diagnosis yaitu bronkitis kronik, tetapi untuk menetapkan working diagnosis ini harus dilakukan

diagnosis banding terlebih dahulu. Mengingat penyakit paru obstruktif kronik diklasifikasikan

menjadi 4 penyakit, maka pertama akan dilakukan diagnosis banding antara bronkitis kronis,

emfisema, bronkiektasis dan asma.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena

bronkitis kronik atau emfisema. Obstruktif tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai

hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-

batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut

dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis

paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal

bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.5

6. Diagnosis banding

a. Bronkitis kronik

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai riwayat klinis batuk produktif selama 3 bulan

setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen

reversibilitas, terjadi secara intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa

utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses

patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa

dan hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus. Pada bronkitis kronik, terdapat

sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak ada yang benar-benar khas untuk

penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan penyempitan

kronik saluran napas. Gambaran patologis utama adalah perdangan saluran napas, terutama

saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar mukosa saluran napas besar disertai

peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut. Mukosa saluran

Page 2: Makalah Yg Hrs Print

napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk leukosit polimorfonukleus dan limfosit.

Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan

kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia sering diganti oleh bercak-bercak

metaplasia skuamosa.5,6

Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin

banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat

dijumpai batuk darah. Sesak napas bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Adakalanya

terdengar suara mengi. Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-

krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran

napas. Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi, takikardia (sering terjadi pada hipoxemia) dan

polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik).

Secara klinis bronkitis kronis dibagi menjadi 3:

1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan

keluhan lain yang ringan.

2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk

berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas (chronic bronchitis with obstruction),

ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.

b. Emfisema

Emfisema adalah penyakit yang bukan terutama mengenai saluran napas tetapi parenkim

paru disekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik

terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta yang sangat penting struktur-struktur

penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkan paru

kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil elastis yang

normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat topangan.

Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif dan temuan

fisiologis yang khas. 5,6

Page 3: Makalah Yg Hrs Print

Gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan dyspnea sepanjang hari bahkan saat

beristirahat. Pada pemeriksaan fisik didapati pergerakan napas menurun, bentuk thorax barrel

chest, suara napas menurun, dan hipersonor pada perkusi. Pemeriksaan penunjang yang paling

baik adalah dengan rontgen foto thorax dan biasa didapati tampilan hiperinflasi paru. Selain itu

bisa juga digunakan tes fungsi paru dengan spirometri. Hasil pemeriksaan dapat berupa

penurunan FEV, kapasitas vital, dan peningkatan volume residual.

c. Asma

Asma bronkial adalah inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan

hiperresponsivitas pada saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang yang ditandai

dengan sesak napas, bunyi wheezing, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam

hari atau dini hari. Pada penderita asma gejala yang timbul pada serangan akut adalah

bronkokonstriksi, wheezing saat ekspirasi, dyspnea, perpanjangan ekspirasi, takikardi, dan

takipnea. Pada keadaan yang berat bunyi wheezing dapat terdengar saat inspirasi ekspirasi dan

ditemukan pulsus paradoksus. Apabila bronkospasme tidak kembali maka keadaan ini dapat

berlanjut dan mengakibatkan bertambah parahnya hipoksemia dan aliran ekspirasi semakin

menurun. Keadaan ini dinamakan status asmatikus dan dapat mengakibatkan asidosis

respiratorik oleh karena P CO2 yang semakin meningkat dan dapat berakibat fatal.7

d. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah keadaan terjadinya dilatasi dinding bronkus yang ireversibel akibat

rusaknya otot dan jaringan sekitar. Bronkiektasis dapat terjadi secara kongenital dan didapat.

Pada bronkiektasis yang didapat biasanya terlokalisasi di lapangan bawah paru, unilateral (lobus

kanan lebih sering), dan lebih sering terjadi dibandingkan kejadian kongenital. Umumnya

bronkiektasis terjadi akibat proses inflamasi kronik yang disebabkan oleh infeksi terutama

tuberculosis. Selain itu obstruksi saluran napas juga dapat mengakibatkan bronkiektasis seperti

adanya sumbatan mukus dalam lumen, perbesaran kelenjar, dan tumor.

Gejala klinis yang tampak adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Terkadang

disertai hemoptisis, demam, dan sesak napas. Pada pemeriksaan radiologi tampak honey comb

appearance. Terapi farmakologisnya dapat diberikan obat-obatan ekspektoran, mukolitik, dan

antibiotik apabila perlu. Pasien juga diedukasikan untuk menghindari faktor pencetus seperti

Page 4: Makalah Yg Hrs Print

asap rokok, polutan, dan pencegahan terhadap infeksi, serta banyak minum air putih. Fisioterapi

berupa postural drainage juga dapat dilakukan.7

7. Etiologi

Secara umum penyebab PPOK dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti merokok,

pajanan lingkungan pekerjaan, polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor genetik, penyakit

autoimun, dan eksaserbasi akut. Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan

patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu penyakit jantung menahun, baik pada katup

maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya

sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan

sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. Dilatasi bronchus (bronchiectasis)

menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah

terjadi. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga

drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri.5

8. Epidemiologi

PPOK tersebar di seluruh negara dan mengenai kurang lebih sebanyak 329 juta jiwa di

seluruh duniadan secara global merupakan penyebab kematian utama ke-6 pada tahun 1990 dan

diprediksikan akan mencapai penyebab kematian utama ke-4 pada tahun 2030 akibat kebiasaan

merokok yang semakin meningkat dan perubahan demografis pada berbagai negara. Penyebab

keempat kematian di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang di Amerika

Serikat dan 20% orang di negara-negara industri menderita PPOK sistomatik.5

9. Patofisiologi

PPOK yang diakibatkan oleh asap rokok terjadi karena di dalam paru-paru yang terpapar terjadi

oxidative stress karena tingginya konsentrasi radikal bebas dalam asap rokok. Partikel iritan

dalam asap rokok juga mengakibatkan pelepasan sitokin yang menimbulkan proses inflamasi

dalam paru. Radikal bebas dalam asap rokok juga mengakibatkan kerusakan enzim antiprotease

seperti alfa-1-antitripsin sehingga mempercepat kerusakan paru akibat enzim protease dari proses

inflamasi. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil disebabkan

Page 5: Makalah Yg Hrs Print

oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel

saluran nafas yang dibentuk oleh sel squamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia

mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan

terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini akan merangsang

dan mempertahankan inflamasi dimana CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran

nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk

hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot

polos.

Gambar 3. Patofisiologi PPOK6

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang

diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada

bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti

protease serta defisiensi α1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang

melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan

akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan

struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan

menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di

paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam

Page 6: Makalah Yg Hrs Print

sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B,

chemotacticfactors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α,

IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease,

adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti

produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga

terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi

mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses

ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang

kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan

berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang pada tahap lanjut dapat

berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada

hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor

konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri

pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi

faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.3

10. Gejala Klinik

Pasien dengan PPOK memiliki gejala sesuai penyakit yang diderita. Secara umum pasien

akan merasakan sesak napas, batuk produktif, dan terkadang hemoptisis.

Gejala respirasi yang timbul adalah batuk kronik produktif dengan sputum mukoid terutama

pada pagi hari dan dyspnea disertai wheezing. Gejala akut pada saat eksaserbasi adalah

meningkatnya batuk produktif, sputum purulen, demam, sesak, dan wheezing. Pada pemeriksaan

spirometri, FEV1 dibawah predicted.4

11. Komplikasi

- Cor pulmonal.

Cor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh yang

membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan kegagalan

berikutnya dari sisi kanan jantung.6

Page 7: Makalah Yg Hrs Print

Komplikasi pada PPOK dapat juga terjadi di luar sistem pulmonal seperti penurunan

berat badan, hipertensi pulmonal, dan payah jantung kanan.6

12. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan PPOK adalah mengatasi segera penyebab yang terjadi dan

mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis

respiratorik, adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi (GOLD, 2009). Pengobatan

farmakologis untuk mengurangi gejala PPOK adalah bronkodilator, anti kolinergik, golongan

metilxantin, dan kortikosteroid. Pengobatan non-farmakologi adalah dengan memberi edukasi

tertang bahaya merokok, terapi oksigen, memberi nutrisi dan dukungan psikologis.5-7

Bronkodilator merupakan pilihan lini pertama terutama dalam sediaan inhalasi karena

kapasitas eksersisenya tinggi menurunkan gejala sesak napas dengan cepat. Bronkodilator

golongan simpatomimetik bekerja sebagai beta-adregenik selektif yang menyebabkan relaksasi

otot polos bronkus dan bronkodilatasi dengan cara merangsang enzim adenil siklase untuk

membentuk cAMP (AMP siklik). Obat ini juga memperbaiki mukosilia yang dapat diberikan

secara inhalasi dengan Metered Dose Inhaler (MDI).5-7

13. Pencegahan

Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam

upaya memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja

terutama pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan ventilasi

yang baik, penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan terutama pada

lingkungan pertambangan.5

14. Prognosis

Prognosis pada PPOK kurang baik karena bersifat progresif dan akan terus memburuk

hingga mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah

obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas yang rendah,

pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti gagal paru atau

cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan eksaserbasi akut yang sering

terjadi.5

Page 8: Makalah Yg Hrs Print

15. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang penyakit paru yang

ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.

Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang

cermat. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan karena kebiasaan merokok dan polusi udara

penyakit ini dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor predisposisinya.

16. Daftar pustaka

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.h.40-7.

2. Pradip R. Radiologi. 2nd ed. Jakarta: EGC;2007.h.57-8.

3. Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.266-9.

4. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.52-6.

5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC;

2008.h.84-6.

6. Ganong WF. Patofisiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis. Jakarta: EGC;

2010.h.235-64.

7. Darmanto R. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.121-2.