makalah teknologi bersih kelompok 3

15
TUGAS MATA KULIAH PILIHAN TEKNOLOGI BERSIH Penerapan Teknologi Bersih pada Pabrik GulaDisusun oleh: Kelompok 3 1. Defany Purnamasari (21030110141093) 2. Elfira Rizka Alfarani (21030110141023) 3. Risa Dwi Octaviani (21030110120016) 4. Ahmad Nur Iman (21030110141035) 5. Difa Adhyatama (21030110141001) 6. Fahmi Ramadhan P (21030110120007) 7. Ilham Dirga L (21030110120057) 8. Okdi Dwi S (21030110130086) 9. Gita Permana P (21030110130094) 10. Aziz Syaefurrohman (21030110130099) 11. RanaWilyan (21030110130104) 12. Asfarina Zumalla (21030110130108) 13. Webasyam A (L2C009182) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

Upload: okdi-dwi-sektiawan

Post on 24-Oct-2015

300 views

Category:

Documents


78 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

TUGAS MATA KULIAH PILIHAN TEKNOLOGI BERSIH

“Penerapan Teknologi Bersih pada Pabrik Gula”

Disusun oleh:

Kelompok 3

1. Defany Purnamasari (21030110141093)

2. Elfira Rizka Alfarani (21030110141023)

3. Risa Dwi Octaviani (21030110120016)

4. Ahmad Nur Iman (21030110141035)

5. Difa Adhyatama (21030110141001)

6. Fahmi Ramadhan P (21030110120007)

7. Ilham Dirga L (21030110120057)

8. Okdi Dwi S (21030110130086)

9. Gita Permana P (21030110130094)

10. Aziz Syaefurrohman (21030110130099)

11. RanaWilyan (21030110130104)

12. Asfarina Zumalla (21030110130108)

13. Webasyam A (L2C009182)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2013

Page 2: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang berperan

penting dalam pemenuhan kebutuhan kalori masyarakat. Gula pasir memberikan

kontribusi lebih dari 90 % dari pemenuhan konsumsi masyarakat (sebagai pemanis)

disusul oleh gula merah (Sawit dkk, 1998 dalam Meiditha, 2003).

Produksi gula pasir di Indonesia mulai diusahakan sejak tahun 1600-an sedangkan

kejayaan industri gula terjadi pada tahun 1930. Setelah kemerdekaan, jumlah pabrik gula

di Indonesia semakin berkurang, bahkan sejak awal kemerdekaan hingga tahun 1961

produksi gula pasir dalam negeri mengalami stagnasi. Saat ini berbagai usaha peningkatan

produksi gula sedang diupayakan, terutama yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi masyarakat (Mubyarto, 1994).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, pendapatan masyarakat

serta semakin berkembangnya industri pengguna gula pasir (non-rafinasi) mengakibatkan

permintaan gula pasir dalam negeri mengalami peningkatan. Sebagai akibatnya, produksi

gula nasional tidak dapat mencukupi permintaan lokal sehingga impor gula pasir

cenderung mengalami peningkatan. Berikut ini disajikan perkembangan jumlah penduduk,

produksi, konsumsi dan impor gula di Indonesia. Konsumsi gula pasir dalam negeri

cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 1990, konsumsi gula pasir di Indonesia sebesar 2,4 juta ton untuk

memenuhi kebutuhan penduduk sebanyak 178.170 ribu jiwa. Selanjutnya, konsumsi gula

konsumsi gula pasir di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1999 yaitu sebesar

1,61% per tahun dan pertumbuhan produksi gula pasir rata-rata sebesar 1,44% per tahun

menunjukkan bahwa komoditi gula pasir masih dibutuhkan masyarakat. Produksi gula

pasir nasional mengalami penurunan terendah pada tahun 1998, yaitu sebanyak 1.488,27

ribu ton.

Usaha peningkatan produksi gula tidak terlepas dari usaha untuk memperbaiki

kinerja pabrik gula. Rendahnya kinerja lingkungan pabrik gula antara lain dikarenakan

belum adanya pendekatan pengelolaan lingkungan yang efektif, efisien dengan biaya yang

terjangkau Perbaikan kinerja pabrik gula dapat dicapai salah satunya melalui pendekatan

pengelolaan lingkungan yang dapat memberikan manfaat lingkungan sekaligus manfaat

ekonomi, yaitu pendekatan pengelolaan lingkungan yang ditujukan ke arah pencegahan

terjadinya limbah. Dari pendekatan inilah akhirnya timbul konsep produksi bersih.

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi

dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan

lingkungan. Tujuan dari strategi dan rencana pelaksanaan produksi bersih dapat dicapai

apabila semua pihak terlibat, dan keberhasilannya tergantung pada dukungan dan

kerjasama semua pihak berdasarkan prinsip kemitraan (Bapedal, 1996).

Page 3: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

Produksi bersih mengarah kepada efisiensi produksi sekaligus mengurangi limbah

yang dihasilkan sehingga dapat mengurangi biaya untuk penanganan limbah. Metode ini

melakukan penghematan biaya melalui penggunaan teknik-teknik daur ulang, substitusi

bahan baku, serta peningkatan sistem operasi. Penerapan produksi bersih dalam industri

memberikan pengaruh positif bagi perusahaan yang menerapkannya, baik secara finansial

maupun non-finansial. Produksi bersih dapat diaplikasikan pada berbagai industry

Tujuan

1. Mengetahui Proses Produksi Gula

2. Mengetahui Teknologi Bersih

3. Menjelaskan Teknologi Bersih yang dapat digunakan dalam produksi gula

Page 4: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Produksi Bersih

Strategi pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan daya

dukung lingkungan (carrying capacity approach), namun karena daya dukung lingkungan

alami memiliki kemampuan yang terbatas dalam menetralkan pencemaran yang makin

meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan

pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment). Pengelolaan pencemaran

melalui pendekatan pengolahan limbah (end-of-pipe treatment) ternyata bukan cara yang

efektif dan hemat biaya, oleh karena itu strategi pengelolaan lingkungan harus diubah ke

arah pencegahan pencemaran, yaitu dengan penerapan Produksi Bersih. Strategi ini

merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, sehingga masalah

pencemaran lingkungan, terutama bagi industri, tidak lagi identik dengan pengeluaran

tambahan yang menaikkan biaya produksi bagi industri tersebut (Saribanon,2003).

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, produk

dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi resiko terhadap manusia dan

lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih meliputi konservasi bahan baku dan

energi, mengurangi bahan baku yang beracun dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari

emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini

menitikberatkan pada pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan

baku sampai produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi.

Manfaat penerapan produksi bersih menurut Bratasida (1996) antara lain

(a) mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui upaya

minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman

(b) mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan

(c) dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi secara efisien

(d) mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi

sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya

menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan pembangunan

berkelanjutan

(e) mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja

(f) memperkuat citra produsen di mata konsumen.

Manfaat ekonomi dari berkurangnya limbah yang harus dikelola merupakan pemikat

yang dapat dihitung secara nyata dalam bentuk biaya pengendalian pencemaran dan biaya

manajemen. Melalui upaya pencegahan pencemaran, penghematan biaya pengelolaan

limbah dapat dicapai.

Penghematan dapat dilakukan terhadap sejumlah biaya yang dikelompokkan sebagai

berikut.

Page 5: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

1. biaya penanganan dan pengelolaan di dalam pabrik

2. biaya transportasi dan pemusnahan di luar pabrik

3. biaya administrasi dan pencatatan (Djajadiningrat, 1999).

Upaya pencegahan pencemaran melalui produksi bersih tidak saja akan membantu

kalangan industri meningkatkan keuntungan dari berkurangnya biaya untuk menangani

limbah, tetapi juga memberikan keuntungan dari segi peningkatan efisiensi produksi.

Produksi bersih dapat membantu mewujudkan industri berwawasan lingkungan.

Penerapan produksi bersih saat ini telah memperoleh dukungan yang luas dengan

penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development

Mechanism (CDM) yang tercantum dala Pasal 12 Protokol Kyoto. Penerapan CDM

terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir dan dilakukan sesuai dengan

kemampuan masing-masing negara. Bagi negara berkembang, kerjasama ini dapat

meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara itu sendiri serta membantu

mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan.

Proses Produksi Gula

Dalam memproduksi gula pasir diperlukan bahan pembantu yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu

adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk meningkatkan kualitas dan

memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang digunakan adalah

beberapa zat kimia, yaitu :

1. Triple Super Posphat (TSP)

Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira mentah di tangki

penampungan atau tangki nira tertimbang pada stasiun pemurnian. Tujuan pemberian asam

phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat pada nira mentah dari konsentrasi

± 150 ppm menjadi konsentrasi ± 300 ppm, sehingga dalam proses pemurnian dapat

dengan mudah terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap

warna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

P2O5 + 3 H2O 2H2OPO4

2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 + 6 H2O

b. Susu Kapur (Ca(OH)2)

Adalah bahan pembantu yang digunakan pada stasiun pemurnian pada alat precontactor

dan defekator 2. Kapur yang sudah dicampur dengan air harus mencapai konsentrasi

tertentu yaitu 6o Be. Pemberian susu kapur adalah untuk menetralkan nira, mencegah

terbentuknya gula inversi, dan membentuk endapan kotoran dalam nira.

c. Belerang

Adalah bahan pembantu yang digunakan pada stasiun pemurnian pada tangki sulfitasi.

Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir kelebihan susu

kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada nira.

d. Flokulan

Adalah bahan pembantu yang digunakan di stasiun pemurnian pada Multi Tray Clarifier.

Tujuan pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna mempercepat proses

pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan berlangsung lebih

cepat. Selain itu, penambahan flokulan juga dilakukan di flash tank dan bak pada rotary

Page 6: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

vacuum filter dengan tujuan untuk meningkatkan densitas nira kotor sehingga akan lebih

mudah untuk disaring. Jenis flokulan yang digunakan adalah kurifloce.

E. Desinfektan

Desinfektan yang digunakan adalah jenis Buckom NT. Bahan kimia ini digunakan untuk

membunuh bakteri pengkontaminasi nira mentah. Pemberian desinfektan ini adalah

dengan cara disemprotkan pada talangtalang nira yang memungkinkan adanya mikroba

seperti Leuconostoc sp dan sebagainya.

f. Caustic Soda

Caustic soda (NaOH) dalam proses pembuatan gula digunakan untuk pembersihan (skrap)

evaporator. Bahan kimia ini berfungsi sebagai pelunak kerak-kerak yang terbentuk

sehingga tidak menghalangi proses pindah panas dalam nira.

Page 7: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

BAB III

DIAGRAM ALIR PRODUKSI

Proses Pembuatan Gula

Pada dasarnya proses pembuatan gula terdiri dari beberapa bagian inti yakni stasiun

gilingan (ekstraksi), stasiun pemurnian (purifikasi), stasiun penguapan (evaporator),

stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugasi dan penyelesaian

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Gula

1. Stasiun Gilingan

Tujuan dari stasiun gilingan ini adalah untuk mendapatkan nira sebanyak mungkin

dan mengusahakan agar nira yang tertinggal di ampas sekecil mungkin. Tebu masuk

gilingan 1. Ampas yang keluar dari gilingan 1 dicampr dengan nira yang berasal dari

gilingan 3 sebelum masuk ke gilingan 2. Ampas dari gilingan 2 dicampur dengan nira

gilingan 4 sebelum masuk ke gilingan 3, sedangkan ampas yang keluar dari gilingan 3

ditambahkan air imbibisi sebelum masuk ke gilingan 4. Hasil gilingan 4 adalah ampas

Page 8: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

gilingan 4 dan nira gilingan 4. Ampas gilingan 4 diangkut dengan bagasse carrier menuju

ketel lama dan ketel Cheng Chen serta FCB untuk bahan bakar. Sebelum masuk ketel

Cheng Chen serta FCB, ampas disaring dalam rotary bagasse thumbler dengan tujuan

untuk memisahkan ampas kasar dan ampas halus. Ampas kasar masuk ketel Cheng Chen

sedangkan ampas halus dibawa ke unit vacuum filter.

2. Stasiun Pemurnian

Tujuan dari stasiun pemurnian adalah untuk memisahkan gula dari kotoran yang

terikut dalam nira. Nira mentah yang berasal dari stasiun gilingan ditimbang dengan

timbangan boulogne kemudian dicampur dengan nira hasil saringan vacuum filter. Nira

mentah dipompa ke juice heater 1 dan ditambahkan dengan H3PO4 kemudian masuk ke

pre contactor. Ca(OH)2 ditambahkan ke pre contactor kemudian masuk ke defekator 1

lalu dialirkan ke defekator 2 yang juga ditambahkan Ca(OH)2. Dari defekator 2, nira

mentah dialirkan lagi ke tangk sulfitasi 1. Di dalam sulfitasi 1 ada penambahan SO2. Nira

dari sulfitasi 1 dipompa ke juice heater 2 kemudian dibawa ke flash tank untuk

menghilangkan gas-gas dalam nira. Setelah itu nira dialirkan ke floculator tank. Floculant

ditambahkan di floculator tank untuk menghilangkan flok-flok dalam nira. Kemudian nira

dialirkan ke single tray clarifier.

Di single tray clarifier, didapatkan dua jenis nira yaitu nira kotor dan nira jernih.

Nira kotor dipompa menuju vacuum filter. Kotoran yang dapat dipisahkan disebut blotong

sedangkan filtrat yang masih mengandung gula (nira tapis) dialirkan kembali ke tangki

sulfitasi 1. Nira jernih dialirkan ke stasiun penguapan.

3. Stasiun Penguapan

Tujuan dari stasiun penguapan adalah menguapkan sebanyak mungkin air yang

terkandung di dalam nira jernih sehingga mencapai kondisi larutan mendekati jenuh. Nira

jernih masuk ke evaporator. Steam terkondensasi menjadi kondensat dan larutan nira akan

menguap. Nira kental yang dihasilkan dipompa masuk ke tangki sulfitasi 2. Nira kental

tersebut ditambahkan dengan SO2 agar didapat gula yang warnanya putih.

4. Stasiun Masakan dan Sentrifugasi

Stasiun masakan atau stasiun kristalisasi adalah stasiun yang bertujuan untuk

mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Secara

umum proses kristalisasi melewati 3 tahapan, yaitu:

1. Pembuatan Gula Bibitan

Pembuatan masakan A dibuat dari leburan gula C, gula D2, gula kasar dan halus,

nira kental, dan klare SHS. Masakan D dibuat dari stroop C serta klare D dan bibitnya dari

fondant. Masakan C dibuat dari stroop A dan gula D2.

2. Pembesaran Kristal Gula

Dilakukan dengan cara mendekatkan molekul sukrosa pada inti kristal. Sehingga

akhirnya molekul tersebut menempel pada inti kristal. Proses ini dilakukan dalam Vacuum

Pan pada daerah yang stabil. Kristal gula akan berada di tahap ini hingga besar kristalnya

sesuai dengan ukuran kristal gula produk (diameter 0,9-1,1 mm).

3. Kristalisasi sempurna

Page 9: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

Tahap pembesaran kristal dilanjutkan dengan penguapan larutan untuk memperoleh

kepekatan setinggi-tingginya dengan tanpa menambah larutan baru (hanya ditambahkan air

seperlunya/secukupnya untuk menghindari terbentuknya kristal palsu dan juga

menguatkan kristal dan mengurangi larutan di sekeliling kristal) dan tetap menjaga agar

proses ini berlangsung pada daerah daerah stabil. Ciri kristalisasi sempurna adalah larutan

di sekeliling kristal tipis dan bening serta bebas dari kristal palsu (gula dengan diameter

kurang dari 0,9mm).

Pencucian dengan air adalah salah satu cara untuk menghindarkan terbentuknya

kristal palsu. Pencucian ini dilakukan saat bahan ditarik masuk Vacuum Pan. Pemasukan

bahan diurutkan mulai dari bahan dengan HK tinggi, kemudian bahan dengan HK lebih

rendah. Urutan pemasukan bahan untuk proses kristalisasi adalah sebagai berikut:

- Masakan A, bahan yang digunakan yaitu: gula C, klare SHS dan nira kental.

- Masakan C, menggunakan bahan gula D II, dan stroop A.

- Masakan D, menggunakan bahan stroop A, fondan (bibit gula D), stroop C dan klare D.

Nira kental yang dihasilkan dialirkan ke Pan A. Dari Pan A diperoleh mascuite yang

kemudian dialirkan ke palung pendingin. Dari palung pendingin, masakan A dipompa ke

puteran A sehingga dihasilkan stroop A dan gula A. Gula A diproses di mixer A kemudian

Page 10: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

diputar lagi di puteran SHS. Dari puteran SHS dihasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare

SHS dicampur lagi dengan nira kental untuk diproses lagi. Stroop A yang dihasilkan dari

puteran A dipompa masuk ke Pan C dan dicampur dengan magma D dari puteran D2,

kemudian masuk ke palung pendingin. Setelah itu dipompa ke puteran gula C. Stroop C

dan gula C dihasilkan dari puteran C. Gula C dialirkan ke magma C.

Di Pan D, stroop C dicampur dengan klare D. Masakan yang telah dihasilkan dialirkan ke

palung pendingin lalu dipompa ke puteran D1. Dari puteran D1 dihasilkan tetes dan gula

D1. Gula D1 dimasukkan ke dalam mixer untuk diproses. Gula D1 yang telah diproses

tersebut, dipompa ke puteran D2.

5. Stasiun Penyelesaian

Tujuan dari stasiun penyelesaian adalah untuk mengeringkan gula produk yang

dihasilkan. Selain itu bertujuan untuk menyeleksi sesuai ukuran kristal yang ditetapkan

yaitu 0.9–1.1 mm. Gula SHS dibawa ke talang goyang kemudian diangkut dengan

vibrating conveyor untuk dilakukan pengayakan. Gula SHS dilewatkan saringan yang

berukuran 8 mesh untuk menyaring gula kasar. Kristal gula yang tidak tersaring berupa

gumpalan kristal gula maupun pengotor lainnya seperti kerikil akan ditampung untuk

kemudian dilebur kembali bersama nira kental.

Kristal gula yang tersaring, dilewatkan saringan berukuran 23 mesh untuk

memisahkan gula halus yang nantinya dimasak kembali sebagai bibitan / babonan C.

Bagian kristal gula yang tertahan di saringan berukuran 23 mesh, masuk ke penampungan

gula sementara dimana terdapat bucket elevator yang akan mengangkutnya masuk ke

sugar bin.

Hasil saringan berupa kristal gula dimasukkan ke kantong-kantong berukuran 50 kg

menggunakan sugar bin agar berat gula yang berada dalam karung tepat 50 kg. Setelah itu

dilakukan penjahitan. Penjahitan karung gula dilakukan secara manual yaitu dengan

menggunakan tenaga manusia. Karung-karung gula yang telah dijahit tersebut, diangkut

secara manual dengan menggunakan tenaga manusia kemudian dibawa menuju gudang

penyimpanan. Dalam gudang penyimpanan, karung-karung gula tersebut ditata dan

disimpan dengan rapi. Selain itu, dilakukan pengawasan terhadap penyimpanan gula

tersebut.

Page 11: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Teknologi Besih pada Produksi Gula

Limbah yang dihasilkan oleh setiap industri dapat merugikan ataupun

menguntungkan. Langkah awal yang menjadi kunci pengendalian pencemaran adalah

pengendalian pada sumbernya. Setelah sumber pencemarnya diketahui, maka dilakukan

pengenalan sifat dan karakter pencemar tersebut. Kemudian masing-masing sumber

pencemar tersebut dimasukkan dalam suatu daftar dan dilakukan pengelompokan sesuai

dengan karakter pencemarannya.

Limbah yang dihasilkan adalah limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah

B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah cair yang dihasilkan merupakan air yang

digunakan dalam proses produksi yang mengandung banyak padatan tersuspensi dan zat-

zat kimia. Limbah padat yang merupakan produk samping yang dihasilkan berupa ampas

tebu dan blotong. Limbah udara yang dihasilkan adalah berupa gas-gas pembakaran dari

stasiun ketel, dan limbah B3 dihasilkan dari laboratorium pabrik.

Dalam mengelola dan menimisasi limbahnya secara umum menggunakan dua

metode pendekatan, yaitu pendekatan in of pipe dan out of pipe. Pendekatan in of pipe

merupakan pendekatan ke arah produksi bersih yang mengusahan meminimisasi

terbentuknya limbah dari awal hingga akhir proses produksi. Pendekatan out of pipe

merupakan pengolahan limbah setelah limbah tersebut terbentuk sehingga tidak

membahayakan bagi lingkungan.

Adapun langkah-langkah dalam penerapan Teknologi Bersih, yaitu:

Mengidentifikasi proses yang ada dalam suatu proses,

Mengidentifikasi material berlebih yang bisa digunakan

Mengidentifikasi proses lain yang dapat digunakan,

Mengidentifikasi sumber pembuat limbah

Mengidentifikasi proses pengolahan limbah

Mengidentifikasi pemanfaatan limbah

Dengan proses yang terdiri dari tahap persiapan, tahap proses, tahap pemurnian produk,

tahap pengepakan produk.

Dan penerapan teknologi bersih yang telah diterapkan pada pabrik gula ini yaitu:

Metode In Of Pipe

Produksi bersih adalah suatu strategi atau usaha berkesinambungan, terpadu dan bersifat

preventif dalam manajemen lingkungan yang akan mencegah dan atau mengurangi

dampak terhadap lingkungan melalui siklus hidup produk dari awal penyediaan bahan

baku sampai pembuangan akhir. Inti dari pelaksanaan produksi bersih adalah mencegah,

mengurangi dan atau menghilangkan terbentuknya limbah atau pencemar pada sumbernya

diseluruh daur hidup produk, yang dicapai dengan menerapkan kebijaksanaan pencegahan,

penguasaan teknologi bersih dan akrab lingkungan, serta perubahan mendasar dalam sikap

dan perilaku manajemen.

1. Daur Ulang (Recycle)

Page 12: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

a. Penggunaan dan Daur Ulang Kembali (In site Recovery and Reuse).

Penggunaan kembali pada tempatnya (On-site recovery and Reuse) adalah penggunaan

kembali limbah yang dihasilkan pada proses. Penggunaan kembali air hasil akhir pengelolaan

limbah, pengambilan tebu yang tercecer di emplacement untuk dimasukkan ke stasiun

gilingan, penggunaan ampas tebu dari stasiun gilingan sebagai bahan bakar, penggunaan uap

nira dari stasiun masakan (kristalisasi) untuk stasiun penguapan (evaporasi), peleburan

kembali gula hasil yang biasanya pada awal masih kotor untuk dijadikan umpan pada stasiun

kristalisasi, peleburan kembali gula yang tidak memenuhi kriteria produk (gula kasar dan gula

halus) di stasiun sentrifugasi untuk dijadikan bibitan di stasiun kristalisasi, dan seterusnya.

b. Produk Samping yang Bermanfaat (Creation of Useful By Product). Penciptaan produk samping yang berguna juga merupakan strategi yang digunakan oleh

PG. Pesantren Baru sebagai usaha untuk meminimisasi limbahnya. Produk samping ini ada

yang secara langsung dijual tanpa melalui proses terlebih dahulu dan ada juga yang diproses

terlebih dahulu sehingga nilai ekonominya lebih tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan

keuntungan tambahan bagi pihak perusahaan. Produk samping yang dihasilkan adalah ampas

tebu dari stasiun gilingan yang selain digunakan sebagai bahan bakar ketel juga dijual kepada

perusahaan-perusahaan kertas. Tetes yang dihasilkan di stasiun sentrifugasi juga merupakan

hasil samping yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Produk samping lain yang

juga bermanfaat bagi perusahaan adalah abu cerobong yang telah diendapkan dalam kolam

pembuangan akhir. Abu dijual ke masyarakat yang biasanya digunakan sebagai tanah urug.

2. Pengurangan pada Sumbernya (Source Reduction)

a. Perubahan Bahan Input (Input Material Change)

Dalam proses produksinya, menggunakan bahan baku tebu yang berasal dari tanaman

tebu (Sacharum officinarum). Produk yang dihasilkan adalah gula SHS (Super High Sugar)

atau GKP (Gula Kristal Putih). Bahan penunjang atau bahan pembantu yang digunakan oleh

Pabrik Gula adalah Asam Phospat Cair, Susu Kapur (Ca(OH)2), belerang (SO2 (g)), flokulan,

desinfektan, dan caustic soda. Penggunaan asam phospat cair (P2O5) yang berfungsi untuk

membentuk endapan kotoran dalam nira menggantikan peran Tripple Super Phospat (TSP).

b. Pengendalian Proses yang Baik (Better Process Control)

Pengendalian proses yang baik diperlukan untuk menurunkan inefisiensi proses.

Diharapkan dengan adanya pengendalian proses yang baik akan dihasilkan produk yang lebih

baik dengan tingkat inefisiensi proses yang rendah.

Metode Out Of Pipe

Metode ini dilakukan untuk mengolah air limbah yang dihasilkan agar tidak

mencemari lingkungan sekitarnya. Rata-rata air limbah yang dihasilkan setiap menitnya

adalah 1700 m3.

A. Inhouse Keeping

Pengolahan limbah cair diawali dengan pengendalian/penurunan beban pencemaran yang

dilakukan didalam pabrik (inhouse keeping). Tujuan utama dilakukan inhouse keeping

adalah

a. untuk mengendalikan operasi pabrik agar jumlah kehilangan gula sekecil mungkin

(kehilangan gula bisa disebabkan oleh kebocoran, luapan dan sebagainya)

Page 13: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

b. untuk menurunkan beban pencemaran. Saluran Inhouse Keeping ini berada di bawah

tanah dan menuju ke kolam penampungan awal limbah pengolahan yang berada di bagian

timur stasiun gilingan. Di kolam penampungan awal ini limbah diberi susu kapur

(Ca(OH)2) untuk menaikkan pH limbah cair yang asam. Dari kolam penampungan awal

ini limbah dipompa menuju ke UPLC (Unit Penanganan Limbah Cair).

B. Proses Pengolahan Limbah Cair dan Udara

Penanganan limbah cair yang berupa ceceran minyak atau oli dilakukan dalam

tempat penangkap minyak atau oli. Sistem pada penangkap minyak tersebut adalah aliran

berdasarkan perbedaan berat jenis air dan minyak. Berat jenis minyak kurang dari berat

jenis air, sehingga minyak akan berada di lapisan atas dan tidak bercampur dengan air.

Untuk memisahkan minyak dari air akan digunakan ampas dan dilakukan secara manual

oleh pekerja. Ampas akan menyerap minyak yang terdapat di permukaan air. Minyak dan

ampas tersebut akan digunakan sebagai bahan bakar ketel.

Gas buang yang berasal dari cerobong boiler akan dilewatkan ke Wet Scrubber

terlebih dahulu sebelum keluar melalui cerobong. Pencemaran gas SO2 dihindari dengan

cara pemasukan gas SO2 kedalam Reaktor Sulfitasi dilakukan menggunakan sistem

hisapan (Induced draft). Hisapan udara diperoleh dengan cara mengalirkan nira melalui

ventury dengan menggunakan pompa sirkulasi. Sistem seperti ini membuat percampuran

(difusi) gas SO2 dalam nira secara relatif berlangsung lebih sempurna dan pencemaran gas

SO2 akibat kebocoran perpipaan dapat dikurangi.

C. Limbah B3

Limbah B3 yang dihasilkan oleh PG. Pesantren Baru antara lain :

1. Bahan pelumas / oli bekas.

2. Kertas saring dan residu bekas bahan penjernih larutan nira (Pb –Acetat).

3. Timah hitam (Pb) hasil elektrolisa filtrat nira.

Limbah di atas dihasilkan dari proses:

1. Bahan pelumas/oli bekas berasal dari penggantian oli kendaraan bermotor dan bekas

pendingin rol-rol gilingan.

2. Pb-Acetat berasal dari bahan penjernih penyaringan larutan nira.

3. Timah hitam (Pb) berasal dari sisa filtrat penyaringan larutan nira.

Sejauh ini pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pabrik adalah

1. Bekas kertas saring dan residunya dikumpulkan, dikeringkan kemudian disimpan dalam

drum plastik.

2. Timah hitam (Pb) hasil dari Elektrolisa Filtrat dikeringkan dan disimpan dalam toples

plastik tertutup. Penanganan limbah B3 adalah spesifik karena bersifat racun (toxic),

mudah terbakar dan meledak, bersifat korosif, dan juga dapat menyebabkan infeksi baik

pada manusia, hewan, ataupun tumbuhan. Limbah B3 PG. Pesantren Baru tersebut akan

dikumpulkan dan dikoordinir dari direksi PTPN X untuk selanjutnya ditangani oleh PPLI

(Prasadha Pamunah Limbah Industri).

Page 14: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan pangan pokok yang

memberikan kontribusi lebih dari 90% dari pemenuhan konsumsi masyarakat. Konsumsi

gula pasir dalam negeri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan konsumsi gula di Indonesia yang mencapai nilai 1,44% per tahun tidak

diimbangi dengan peningkatan produksi gula yang menyebabkan kebutuhan gula dalam

negeri harus ditambahkan dengan cara mengimpor dari luar negeri. Pertumbuhan impor

gula ini mencapai 21,6% per tahun.

Peningkatan produksi gula dapat dicapai dengan salah satunya menerapkan produksi

bersih pada industri gula. Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang

bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terusmenerus pada proses produksi,

produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi resiko terhadap

manusia dan lingkungan.

Rekomendasi produksi bersih pada Pabrik Gula adalah penurunan kadar air ampas,

penggunaan dolomit sebagai subtitusi penggunaan kapur pada stasiun pemurnian, produksi

produk samping yang bermanfaat dan good house keepin. Produksi produk samping yang

dapat dilakukan pada Pabrik Gula adalah dengan memanfaatkan limbah produksi gula

seperti ampas, blotong, tetes, pucuk tebu dan daun tua sebagai pakan ternak.

Good house keeping yang dapat dilakukan oleh Pabrik Gula adalah menerapkan

manajemen O&M (Operation and Maintenance) seperti menutup conveyor belt

pengangkut ampas menuju boiler, sugar bin yang berfungsi untuk menampung gula SHS

sebaiknya ditutup sehingga gula yang dihasilkan tidak tercecer dan membersihkan kerak

dan karat pada alat processing. Kebiasaan sederhana karyawan seperti menutup kran air

yang telah tidak digunakan, mematikan lampu yang tidak digunakan, pemakaian helm,

sarung tangan, sepatu boot, masker hidung dan sumbat telinga juga sangat membantu dan

dalam berarti dalam peningkatan efisiensi produksi PG.

Saran

Peningkatan kinerja dalam pabrik yang paling nyata adalah penurunan jam berhenti

giling dan peningkatan kapasitas giling harian.Hal ini dapat dicapai dengan adanya

peningkatan kegiatan maintenance terhadap peralatan processing dan mengoperasikan

peralatan sesuai dengan SOP sehingga tidak terjadi hambatan mulai dari awal proses

hingga menjadi produk akhir (gula SHS). Dari segi bahan baku yang digunakan sebaiknya

merupakan varietas tebu unggul yang kemudian dipantau mutu dan produksinya secara

teratur. Hal ini diharapkan akan mampu menambah produktivitas dan rendemen tebu yang

selanjutnya akan menghasilkan jumlah kristal gula yang besar pula.

Kedisplinan karyawan juga perlu untuk ditingkatkan seperti dalam hal penggunaan

helm, sarung tangan dan sepatu boot yang sebenarnya berfungsi untuk melindungi

keselamatan karyawan itu sendiri.

Page 15: Makalah Teknologi Bersih Kelompok 3

DAFTAR PUSTAKA

Bapedal. 1994. Program Produksi Bersih Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Penerbit

Nuansa, Bandung.

Bratasida, Liana. 1996. Prospek Pengembangan Sistem Manajemen Lingkungan di Indonesia.

BAPEDAL, Jakarta.

Djajadiningrat, Surna T. 1999. Peranan Produk dan Teknologi Bersih dalam Meningkatkan

Daya Saing Industri Nasional. Artikel dalam Paradigma Produksi Bersih-

Mendamaikan Pembangunan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan. Penerbit Nuansa,

Bandung.

Lestari, Galuh Ajeng. 2006. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Gula.

Jawa Timur.

Meiditha, Nilla. 2003. Analisis Efisiensi Produksi Gula Pasir di Pabrik Gula Kebon Agung,

Kabupaten Malang. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas

Pertanian. IPB, Bogor.

Mubyarto. 1984. Masalah Industri Gula di Indonesia. Penerbit BPFE, Yogyakarta.