makalah striktur uretra

18
STRIKTUR URETRA Disusun oleh : Amanda Fitriadhianti Kadar 030.10.024 KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

Upload: am555999

Post on 13-Sep-2015

302 views

Category:

Documents


46 download

DESCRIPTION

Striktur

TRANSCRIPT

STRIKTUR URETRA

Disusun oleh :

Amanda Fitriadhianti Kadar030.10.024

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANGFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

DESEMBER 2014

BAB I

PENDAHULUAN

Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria.

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh.

Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA1. ANATOMI URETRA

Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra.

Gambar 1. Anatomi Uretra Pria

A. Uretra bagian anterior

Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.

B. Uretra bagian posterior

Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.

2. DEFINISI

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi.atau terkena trauma dibanding wanita.

3. ETIOLOGIStriktur uretra dapat terjadi pada:

1. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior

2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia

3. Trauma

Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.

4. Post operasi

Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

5. Infeksi

Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.

4. PATOFISIOLOGI

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.

Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada uretra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan fibroblast, dan ketika mulai menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh ruang pada lumen dan menyebabkan pengecilan diameter uretra, sehingga menimbulkan hambatan aliran urine. Karena adanya hambatan, aliran urine mencari jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Karena ekstravasasi urine, daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan menimbulkan abses periuretra yang kemudian bias membentuk fistula uretrokutan (timbul hubungan uretra dan kulit).5. DERAJAT PENYEMPITAN URETRASesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan:

1. Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra

3. Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

Gambar 2. Derajat Penyempitan Uretra6. GEJALA KLINIS

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.

7. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

A. Anamnesa:

Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab striktur uretra.

B. Pemeriksaan fisik dan lokal:

Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.

2. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium

Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjalB. Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal adalah 20 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan ada obstruksi.

C. Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. Penggunaan ultrasonografi (USG) cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut, contohnya spongiofibrosis.D. Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.

E. Uretroskopi

Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.

8. DIAGNOSIS

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.

9. PENATALAKSANAANTujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Contohnya, jika pasien datang dengan retensi urine akut, secepatnya lakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine dari buli-buli. Sistostomi adalah tindakan operasi dengan membuat jalan antara buli-buli dan dinding perut anterior. Jika dijumpai abses periuretra, kita lakukan insisi untuk mengeluarkan nanah dan berikan antibiotika.1 Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa dimana terdapat korpus spongiosum yang lebih tebal daripada di uretra pars pedularis, maka angka kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan di daerah tersebut. Penanganan konvensional seperti uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan, walaupun pengobatan ini rentan menimbulkan kekambuhan. Hasil sebuah studi mengindikasikan 80% striktur yang ditangani dengan internal uretrostomi mengalami kekambuhan dalam 5 tahun berikutnya. Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien yang sering mengalami rekurensi striktur. Namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan uretra sehingga menimbulkan obstruksi sekunder. Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut: 1. Dilatasi uretra

Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan.

2. Uretrotomi interna

Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan pisau otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total, sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi interna adalah membuat jaringan epitel uretra yang tumbuh kembali di tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut. Jika tejadi proses epitelisasi sebelum kontraksi luka menyempitkan lumen, uretrotomi interna dikatakan berhasil. Namun jika kontraksi luka lebih dulu terjadi dari epitelisasi jaringan, maka striktur akan muncul kembali. Angka kesuksesan jangka pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun angka kekambuhannya mencapai 80%.6 Selain timbulnya striktur baru, komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan dengan ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan disfungsi ereksi.

3. Pemasangan stent

Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis stent yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocok untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra indikasi terhadap pasien yang sebelumnya menjalani uretroplasti substitusi dan pasien straddle injury dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat ereksi dan kekambuhan striktur.

4. Uretroplasti

Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti dipertimbangkan sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien daripada uretrotomi. Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis. Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi. Uretroplasti anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars bulbosa dengan panjang striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau jaringan ke bagian tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan. Proses graft terdiri dari dua tahap, yaitu imbibisi dan inoskulasi. Imbibisi adalah tahap absorsi nutrisi dari pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti tahap inoskulasi dimana terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan limfe. Jenis jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft, full thickness skin graft, bladder epithelial graft, dan rectal mucosal graft. Dari semua graft diatas yang paling disukai adalah buccal mucosal graft atau jaringan mukosa bibir, karena jaringan tersebut memiliki epitel tebal elastis, resisten terhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh darah lamina propria. Tempat asal dari graft ini juga cepat sembuh dan jarang mengalami komplikasi. Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%. Namun infeksi saluran kemih, fistula uretrokutan, dan chordee bisa terjadi sebagai komplikasi pasca operasi.5. Prosedur rekonstruksi multiple

Adalah suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum. Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra, bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak bisa dikerjakan. Ketika terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga teknik graft tidak bisa dikerjakan, prosedur ini bisa menjadi pilihan operasi. Rekonstruksi multiple memang memerlukan anestesi yang lebih banyak dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna bila pasien kontra indikasi terhadap teknik lain.10. KOMPLIKASI

A. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.

B. Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.

C. Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.

D. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.E. Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.

11. PENCEGAHAN

Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis

Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter

Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai kondom

Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan gagal ginjaL.DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo Basuki B. Striktura uretra, dalam: Dasar-dasar UROLOGI. Ed 2. CV. Sagung, Jakarta, 2003. Hal; 153-156.2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Hal; 1018-1019.3. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. Uretra Pria, dalam: Penatalaksanaan Bedah Umum di Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995. Hal;165-166.4. Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta, 1995. Hal; 152-156.

1