makalah sistem pencernaan.docx
TRANSCRIPT
MAKALAH SISTEM PENCERNAANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
”ULKUS PEPTIKUM”
Disusun Oleh:Kelompok III
PUTRA PURNOMO : 1026010234 ELI FAHMIATI : 1026010216
MARLINA : 1026010230DEDI DORES : 1026010233
Dosen Pembimbing : Ns. Hanifah, S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANTRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................................. 1
1.3 Manfaat................................................................................................................................ 2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Teori.................................................................................... 3
2.1.1 Anatomi Fisologi................................................................................ 3
2.1.2 Pengertian....................................................................................................... 4
2.1.3 Etiologi................................................................................................ 5
2.1.4 Patofisiologi......................................................................................... 7
2.1.5 Klasifikasi........................................................................................... 9
2.1.6 WOC.................................................................................................... 10
2.1.7 Manifestasi Klinis................................................................................ 12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 12
2.1.9 Penatalaksanaan................................................................................... 13
2.1.10 Komplikasi......................................................................................... 15
2.2 Konsep Dasar Askep................................................................................. 16
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................... 16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.................................. 19
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan........................................................... 21
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................. 30
3.2 Saran........................................................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Peptikum”” ini dengan baik. Tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan dan juga sebagai
panduan belajar.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama dosen Pengajar, dan teman-teman yang telah mendukung.
Bengkulu, Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat mengalami
ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah menurun
sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10 klai lebih
sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 – 60
tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada wanita, tetapi
terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak dari
pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara berkembang.
Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang ulkus
dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta bagaimana cara mengatasinya. Maka
dari itu penulis mengangkat sebuah makalah dengan judul Askep Klien Dengan Ulkus
Peptikum.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.
Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit
ulkus peptikum.
b. Tujuan Khusus :
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut
Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya
1.2 Manfaat
1. Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan keperawatan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang penyakit Ulkus peptikum.
3. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep penyakit dan askep pada
ulkus peptikum.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan
dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang
penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen
yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi
usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk
lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui
proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit
(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi
orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688
Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga
menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai
ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus
akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan
mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang
berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan
dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner.
2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-
kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan
dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang
terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first
portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang
mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).
2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan
benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan
lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik
berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering
ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat
dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan
hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya
pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi
besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan
juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada
otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan
dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9.
.Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat
hanya akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu
ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat
timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis
biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan
dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi dan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar
oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus
campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel
mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus
yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi
oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung
sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung
sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-
ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini menghambat
sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga
menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian
melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas-
yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium
bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-satu
dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2)
berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat
pencernaan dari kompleks asam –pepsin.
Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri
H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan
penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,
cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam
jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di
sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi
cairan yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat
mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen,
Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung
dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah
perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas,
gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini
berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih
parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang berlimpah
dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada ulkus
akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi
dari seluruh dinding lambung.
2.1.5 Klasifikasi
No Ulkus duodenal Ulkus Lambung1 Insidens
Usia 30-60 tahunPria: wanita → 3:1Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
Insiden Biasanya 50 tahun lebihPria:wanita → 2:1
2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambungDapat mengalami penambahan berat badanNyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.Makan makanan menghilangkan nyeriMuntah tidak umumHemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada milena lebih umum daripada hematemesis.Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus lambung
Normal sampai hiposekresi asam lambungPenurunan berat badan dapat terjadiNyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari;dapat hilang dengan muntah.Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri.Muntah umum terjadiHemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus duodenal, hematemesis lebih umum terjadi daripada milena.
3 Kemungkinan Malignansi Jarang
Kemungkinan malignansi Kadang-kadang
4 Faktor Risiko Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
Faktor Risiko Gastritis, alkohol, merokok, NSAID, stres
1.1.5 WOC
1.1.6 Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah suatu
sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa
kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2).
Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien
merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah
pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak
gaster yang timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah
makan, rasa sakit gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah
perut. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke
punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami
komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena
dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat
digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat
OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya
diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul
pada tukak peptic disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric
outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui
terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri tekan
abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan adanya ulkus,
namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn biopsy didapatkan. Endoskopi
telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar
X karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative terhadap darah
samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-
ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul
juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur, meskipun hal
ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
pylori.
1.1.8 Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
Penatalaksanaan FarmakologisAntagonis Reseptor H2/ARH2.Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminàsel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis terapeutik :Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mgRanitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mgNizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hariRoksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.
contoh-contoh obat anti ulkusa. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan meningkatkan pH.
1. ACITRIL (Interbat) Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium
hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis.
Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping:
Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe,
antagonis H2, kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.
2. ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon
25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan.
Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas
lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan “heartburn”
pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai
kebutuhan.Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi
usus.
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.
3. ANTASIDA DOEN (Medipharma)
Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel Aluminium
Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg.
Indikasi :
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas), perdarahan,
perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan
(Price, 1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti bahwa
terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu
tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit,
atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering
untuk anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan
baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah
bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan
dengan jinak akan tanpa mengalami degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus
pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding
posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria
pankretiduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan
perdarhan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan
dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah
samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan
hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta
pembedahan darurat.
3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini bertanggung
jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus biasanya terjadi
pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh
peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan
nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul
peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan
nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas.
Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan.
Perporasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika
melalui adanya udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit
translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal
melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut
terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien
ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter
pylorus. Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering
timbul kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat
timbul nyeri dan muntah (Mineta,1983)
2.2 Konsep Dasar Askep
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal lahir,agama dan
tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama/alasan masuk RS:
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut, ulu hati dan
mual serta muntah.
3. Riwayat kesehatan sekarang:
Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah makan atau
waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam
Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)
4. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat
masuk RS)
5. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.
6. Data Dasar Pengkajian pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
uan untuk tidur.
Tanda : periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.
2. Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan, putus asa
Marah ditekan
Tanda : Depresi, ansietas.
3. Eliminasi
Gejala : diare Konstipasi
Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung
Penggunaan laksatif/diuretic.
4. Makanan/Cairan
Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar
Takut penigkatan berat badan.
Tanda : penurunan berat badan / anoreksia
Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.
5. Higiene
Tanda : peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar
8. Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Penampilan umum :Klien tampak rapi
Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : sakit
Kesadaran : sadar
GCS : E4V5M6
BB : 50 Kg
TB : 165 cm
b. Tanda- tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
ND : 80x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37 oC
c. Kulit
Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,) : Pucat
Kelembapan : kering
Turgor kulit : baik
Ada/tidaknya oedema : tidak ada oedema
d. Mata
Fungsi penglihatan : baik
Palpebra : terbuka / tertutup
Ukuran pupil : .Normal
Konjungtiva :
Sklera :
Lensa / iris :
Oedema palpebra : Tidak ada oedema
Mulut dan tenggorok
Membran mukosa : Kering
kebersihan mulut : Baik
Keadaan gigi : Baik.
Tanda radang (bibir, gusi, lidah) : tidak ada
Trismus :
Kesulitan menelan : Tidak ada
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
: batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya penimbunan cairan
diperut(kembung).
: bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien
Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai
dengan mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan.
Nyeri dapat digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering
hilang dengan makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi
pasien asimtomatik
2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak pasca operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis
dan melena massif
3. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi
5. Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang tidak adekuat
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah berlebihan, respon
perubahan pasca bedah gastreoktomi
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap informasi, dan rencana
pembedahan.
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1 1). Nyeri b.d
iritasi mukosa
lambung,
perporasi
mukosa,
kerusakan
jaringan lunak
pasca operasi
Dalam
waktu 1 x
24 jam dan
3 x 24 jam
pascabedah
gastrekotom
i, nyeri
berkurang/h
-secara subjektib
melaporkan
nyeri berkurang
atau dapat
diadaptasi.
-Skala nyeri 0-1
(0-4).
Dapat
-Jelaskan dan bantu
pasien dengan
memberikan pereda
nyeri non farmakologi
dan noninvasive
-lakukan manajemen
nyeri.
1). Istirahatkan pasien
-pendekatan dengan
menggunakan tehnik
relaksasi dan terapi
nonfarmakologi telah
menunjukkan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.
1). istirahat secara fisiologis
akan menurunkan kebutuhan
ilang atau
teradaptasi.
mengidentifikasi
aktifitas yang
meningkatkan
atau
menurunkan
nyeri.
-pasien tidak
gelisah
pada saat nyeri muncul
2). Ajrkan tehnik
relaksasi nafas pada
saat nyeri
3). Ajarkan tehnik
distraksi pada saat nyeri
4). Manajemen
Lingkungan:
Lingkungan tenang,
batasi pengunjung, dan
istirahatkan pasien.
5). lakukanManajemen
sentuhan
Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian:
1). Pemakaina
penghambat H2
( seperti Simetidin
/Ranitidin).
2). Antasida
oksigen yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan
metabolism basal.
2). Meningkatkan asupan
oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia intestinal
3). Distraksi (pengalihan
Panggilan ) dapat
menurunkan stimulus
internal.
Lingkungan tenang akan
menurunkanstimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan oksigen
ruanganyang akan berkurang
apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan.
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
5). Manajemen sentuhan pada
saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Simetidin penghambat
histamine H2 menurunkan
produksi asam lambun,
meningkatkanpH Lambung
dan menurunkan iritasi pada
mukosa lambung, penting
untuk penyembuhan dan
pencegahan lesi.
2). Antasida untuk
mempertahankan pH
lambung pada tingkat 4,5
2 Risiko tinggi
syok
hipovolemik
b.d penurunan
volume darah
sekunder akibat
hematemesis
dan melena
masif
Dalam
wkatu 3 x
24 jam tidak
terjadi syok
hivopolemi
k
-pasien
menunjukkan
perbaikan sistem
kardiovaskuler
-hematemesis
dan melena
terkontrol
-konjungtivitis
tidak anemis
-pasien tidak
mengeluh
pusing,
memebran
mukosa lembab,
turgor kulit
normal, dan
akral hangat.
-TTV dalam
batas normal,
CRT > 3 detik,
urine > 600
ml/hari
Laboratorium:
nilai
haemoglobin,
sel darahmerah,
hematokrit, dan
BUN/kreatinin
-Kaji sumber dan
respon perdarahan dari
melena dan
hematemesis.
-monitor TT
Monitor status cairan
Deteksi awal mengenai
sevberapa jauh tinkat
pemberian intervensi yang
diberikan sesuai dengan
kemampuan individu.
1). Penurunan kualitas dan
denyut jantung merupakan
parameter penting gejala awal
syok
2). Hipotensi dapat terjadi
pada hipovolemia, hal
tersebut memberikan
manifestasi terlibatnya sistem
kardiovaskuler dalam
melakukan kompensasi dalam
mempertahankan tekanaan
darah.
3). Peningkatan frekuensi
nafas merupakan manifestasi
dri kompensasi respirasi
untuk mengambil sebanyak-
banyaknya oksigen, akibat
penurunan kadar
haemoglobin sekunder dari
penurunan volume darah.
4). Hipotermi dapat terjadi
pada perdarahan massif.
Jumlah dan tipecairan
dalam batas
normal.
(turgor kulit, membrane
mukosa dan keluaran
urine).
Lakukan kolaborasi
pemberian paket sel
darah
merah(PRC=Pocked
Red Cells).
Evaluasi adanya respon
seklinik dari pemberian
transfusi.
Lakukan gastric
cooling.
penganti darah ditentukan
dari keadaan status cairan.
Penurunan volume darah
mengakibatkan menurunnya
produksi urine, monitor yang
ketat pada produksi urine<
600ml/ hari merupakan tanda-
tanda terjadinya syok
hipovolemik.
Pemberian PRC disesuaikan
dengan banyaknya darah
yang keluar dan hasil
pemeriksaan hemoglobin.
Apabila dalam kondsi kritis,
sementara persediaan darah
masih belum didapatkan dari
segera, maka pemberian
cairan pengganti darah dapat
diberikan untuk menurunkan
risiko syok.
Secara fisiologis tubuh pasien
akan bereaksi terhadap darah
yang masuk melalui transfuse
sehingga memiliki
kecenderungan menjadi
reaksi alergi transfuse.
Perawat melakukan monitor
untuk mencegah respon klinik
pada pasien.
Intervensi pemberian cairan
ke lambung bertujuan untuk
melakukan vasokontriksi
pembuluh darah lambung dan
Evaluasi kondisi pasien
setiap pergantian shift.
Kolaborasi pemberian
terapi endoskopik.
Lakukan dokumentasi
intervensi yang
telahdilakukan dan
dilaporkan apabila
didapatkan perubahan
kondisi mendadak.
Kolaborasi : dilakukan
tindakan pembedahan
gastrektomi.
diharapkan dapat
menurunkan pendarahan.
Perubahan kardiovaskuler
akibat hematemesis dan
melena massif masih bisa
bervariasi sesuai dengan
tingkat toleransi individu.
Penemuan perubahan sebagai
deteksi awal untuk mencegah
meningkatnya risiko syok.
Intervensi terapi endoskopik
dilakukan dengan melakukan
hemostasis koagulasi atau
thrombosis terapi. Beberapa
intervensi elektrokoagulasi,
heater probe atau laser YAG
dilakukan untuk mengontrol
perdarahan dari ulkus
peptikum( Shoemaker, 1995).
Setiap perubahan yang terjadi
pada pasien harus diketahui
oleh tim medis untuk
mendapat asuhan medis.
Dokumentasi yang baik dapat
menunjang asuhan yang
berkelanjutan.
Perporasi ulkus peptikum
yang tidak membaik dengan
terapi farmakologi dan
endoskopi akan mendapatkan
terapi bedah untuk
menghilangkan sumber
perdarahan pada lambung dan
duodenum.
3 Resiko Injuri
b.d
pascaprosedur
gastreoktomi
Dalam
waktu 2 x
24 jam
pasca
intervensi
gastrektomi
pasien tidak
mengalamii
njuri.
-TTV dalam
batas normal.
-Tidak terjadi
infeksi pada
daerah insisi.
-Lakukan perawatan di
ruang infensif.
-monitor adanya
komplikasi
pascaoperasi
gastrektomi.
-Kaji factor-faktor yang
meningkatkan risiko
injuri.
- kaji status neurologis
dan laporkan apabial
terdapat perubahan
status neurologi.
-menurunkan risiko injuri dan
memudahkan intervensi
pasien selama 48 jam di
ruang intensif.
-Komplikasi yang terjadi
pada operasi ini
adalahperdarahan, kebocoran
pada daerah anastosmis,
infeksi luka operasi,
gangguan respirasi, dan
masalah yang berkaitan
dengan balance cairan dan
elektrolit
-keterampilan keperawatan
kritis diperlukan agar
pengkajian vital dapat
dilakukan secara sistematis.
-Pengkajian status neurologis
dilakukan pada setiap.
pergantian sift jaga. Setiap
adanya perubahan status
neurologis merupakan salah-
satu tanda terjadinya
komplikasi bedah. Penurunan
resposivitas, perubahan pupil,
gangguan atau kelemahan
yang bersifat satu sisi
(unilateral), ketidakmampuan
mengontrol nyeri, atau
perubahan neurologi lainnya
perlu dilaporkan pada tim
medis untuk mendapatkan
-Perubahan status
hemodinamik yang
optimal.
1). Lakukan hidrasi
awal pasca bedah.
2). Pantau pengeluaran
urine rutin.
3). Evaluasikan secara
hati-hati dan
dokumentasikan intake
atau output cairan.
-Monitor kondisi selang
pasca operasi.
intervensi selanjutnya.
Pasien akan mendapat cairan
intravena sebagai
pemeliharaan haemodinamik
1). Jenis cairan yang
digunakan adalah kombinasi
dari NaCl 0,9% dan RL
dengan jumlah 100-200
ml/jam dan dilakukan pada
12-16 jam setelah
pembedahan.
Cairan ini akan membantu
memelihara sirkulasi yang
adekuat dari volume darah
sebagai proteksi pada organ
vital dan mencegah kondisi
hivopolemia pascabedah.
Pasien pascaoperasi
gastrektomi akan mengalami
transudasi cairan ke
intertisisal. Perawat akan
memantau kondisi urine
dalam kisaran 30 ml/
jamhidrasi optimal sebagai
batas dalam pemberian
rehidrasi optimal.
(Shoemarker, 1995).a
Perawat mendokumentasikan
jumlah urine dan waktu
pencatatan, serta memeriksa
kepatenan saluran urine
Drainase pasca opeasi harus
dipantau, perhatikan
-Monitor kondisi selang
nasogastrik
kepatenan selang dan aadanya
thrombosis, selang terlipat
dan adanya perdarahan baru
yang ada didalam selang.
Secara umum pasien pasca
bedah gastroktomi akan
terpasang selang nasogastrik.
Perawat berusaha untuk tidak
mengangkat, mengubah
posisi, meamnipulasi atau
engirigasi selang kecuali
untuk terapi. Hal ini
dilakukan untuk menurunkan
risiko kerusakan anastosmis.
3. Resiko
ketidakefektifa
n jalan nafas
b.dkemampuan
batuk menurun,
nyeri
pascaoperasi.
Dalam
waktu 2 x
24 jam
pascabedah
gastrektomi,
kebersihan
jalan nafas
pasien tetap
optimal.
-jalan napas
bersih dan tidak
ada akumulasi
darah.
- Suara nafas
normal, tidak
ada bunyi nafas
tambahan
seperti stridor.
- tidak ada
penggunaan otot
bantu
pernafasan.
- RR dalam
batas normal 12-
20x/menit.
-Kaji dan monitor jalan
napas.
-Beri oksigen 3
liter/menit.
-bersihkan sekresi pada
jalan napas dan lakukan
suctioning apabila
kemampuan
mengevakuasi secret
tidak efektif.
-Instruksikan pasien
untuk melakukan napas
Deteksi awal u/ intervensi
slnjutnya. Salah- satu cara u/
melihat pasien bernafas/ tidal
adalah dengan meletakkan
telapak tangan diatas
mulut/hidung pasien.
Pemenuhan oksigen dapat
membantu meningkatkan
paO2 di cairan otak yang
akan mempengaruhi
pengaturan pernafasan.
-kesulitan napa sdapat terjadi
apabila sekresi mucus yang
berlebihan.
-pada pasien pascabedah
dengan toleransi yang baik,
dalam dan batuk efektif.
-Lakukan fisioterapi
dada.
1) tetapkan lokasi dari
setiap segmen paru-
paru.
2) Jaga posisi pasien agar
jangan sampai jatuh,
gunakan pagar
pengamanan yang ada
pada setiap sisi tempat
tidur.
pernafasan difragma dapat
meningkatkan ekspansi paru.
U/ memperbesar ekspansi
dada dan pertukaran gas,
contohnya meminta pasien u/
menguap atau inspirasi
maksimal.
-memfasilitasi pembersihan
jalan napas dari secret yang
tidak dapat
dikeluarkandengan batuk
efektif.
1) Lakukan auskultasi agar
dapat menentukan area paru
dengan bunyi napas ronkhi.
2) apabila tingkat toleransi
dari pasien tidak optimal,
perawat mencegah dan
menjaga trauma sekunder dari
intervensi seperti memasang
pagar pengaman.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus
kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang
terlibat( Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah
masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan
maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca
mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran
indonesia