makalah sejarah perkembangan ushul fiqih

17
makalah sejarah perkembangan ushul fiqih - Berikut adalah contoh dari makalah sejarah perkembangan ushul fiqih, semoga bermanfaat.. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rosulullah sahabat. Dan di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw. Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada nmasa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu. ( Abu Zahro : 12 ). Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau pada masa Al- Aimmat Al- Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas bentuknya bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad (Abu Zahro: 12). Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan

Upload: ely-puspita-sari

Post on 26-Dec-2015

368 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

makalah sejarah perkembangan ushul fiqih - Berikut adalah contoh dari makalah sejarah perkembangan ushul fiqih, semoga bermanfaat..

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap

berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada

sejak zaman Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh,

dan takhsis sudah ada pada zaman Rosulullah sahabat. Dan di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan

kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada

Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw.

Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara mereka ada yang

menempuh metode maslalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada

nmasa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis dari perbedaan

metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu. ( Abu Zahro : 12 ).

Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau pada masa Al- Aimmat Al-

Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas bentuknya bentuknya.

Abu Hanifah misalnya menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan

mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad (Abu Zahro: 12).

Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan

sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran

belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu

tersendiri

i

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan ushul fiqih pada masa Nabi?

2. Bagaimana perkembangan ushul fiqih pada masa sahabat dan tabi’in?

3. Bagaimana pembukuan ushul fiqih?

4. Bagaimana tahap-tahap perkembangan ushul fiqih?

Page 2: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

3. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kami mencoba mengulas tuntas tentang sejarah perkembangan ushul fiqh

mulai zaman Nabi hingga sampai ushul fiqih menjadi sebuah disiplin ilmu tertsendiri. Agar kita mengerti tentang

sejarahnya dan dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya umat Islam.

ii

Page 3: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan ushul fiqih pada masa Nabi.

Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan Assunnah. Apabila suatu

kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak

turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan

hadits atau sunnah.

Hal ini antara lain dapat diketahui dari sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

“Sesungguhnya saya memberikan keputusan kepada kamu melalui pendapatku dalam hal-hal yang tidak diturunkan

wahyu kepadaku.” (HR. Abu Daud dari Ummu Salamah)

.Hasil ijtihad Rasulullah ini secara otomatis menjadi sunnah bagi Umat Islam. Hadits tentang pengutusan

Mu’az Ibn Jabal ke Yaman sebagai qadi, menunjukkan perijinan yang luas untuk melakukan ijtihad hukum pada

masa Nabi. Dalam pengutusan ini Nabi bersabda

كيف تقض ادا عر ض لك قضا ء ؟ قال ا قض بكتا ب الله قال فا ن لم تجد ف كتا ب الله؟

قال فبسنة ر سو ل الله قال فان لم تجد في سنة ر سو ل الله قال اجتهد راى وال لو فضرب

رسو ل الله على صدره وقال ا ا لحمد ا ا لذي و فق رسو ل اللهكما ير ض ر سسو ل الله

“Bagaimana engkau (mu’az) mengambil suatu keputusan hukum terhadap permasalahan hukum yang diajukan

kepadamu? Jawab mu’az saya akan mengambil suatu keputusan hukum berdasarkan kitab Allah (Al-Quran). Kalau

kamu tidak menemukan dalam kitab Allah? Jawab Mu’az, saya akan mengambil keputusan berdasarkan keputusan

berdasarkan sunnah Raulullah. Tanya Nabi, jika engkau tidak ketemukan dalam sunnah? Jawab Mu’az, saya akan

berijtihad, dan saya tidak akan menyimpang. Lalu Rasulullah menepuk dada Mu’az seraya mengatakan segala puji

bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulnya pada sesuatu yang diridhai oleh Allah dan rasulnya.”

Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya upaya Nabi untuk mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh,

tapi secara tersirat jelas Nabi telah memberikan keluasan dalam mengembangkan akal untuk menetapkan hukum

yang belum tersurat dalam Al-Quran dan Sunnah.

Artinya dengan keluwesannya Nabi dalam melakukan pemecahan masalah-masalah ijtihadiyah telah

memberikan legalitas yang kuat terhadap para sahabat. Dalam sebuah haditsnya yang mengandung kebolehan bagi

manusia untuk mencari solusi terhadap urusan-urusan keduniaan Rasulullah bersabda :

ا نتم ا علم با مو ر د نيا كم

“Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu.”

Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga dalam hadits Nabi yang menjelaskan tentang pahala

yang diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan

pemikiran baik hasil usahanya benar atau salah.

Page 4: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

Selain dalam bentuk anjuran dan pembolehan ijtihad oleh Nabi di atas, Nabi sendiri pada dasarnya telah

memberikan isyarat terhadap kebolehan melakukan ijtihad setidak-tidaknya dalam bentuk qiyas sebagaimana dapat

kita temukan dalam hadits-haditnya sebagai berikut :

جات ا مر ا ة خثيمية فقا لت يا ر سو ل ا لله ان ابى اد ر كته ف رضه احغ و لم يحج و هو ال

يتمسك على الر حا لة لمر ضه افا حج عنه ؟ فقا ل ر سو ل الله عليه و سلم ار ايت لو كا ن

على ا بيك دين اقتضيته عنه قا لت نعم قال فدين ا لله ا حق ان يقض

“Seorang wanita namanya Khusaimiah datang kepada Nabi dan bertanya, Ya Rasulullah ayah saya seharusnya telah

menunaikan haji, dia tidak kuat duduk dalam kendaraan karena sakit, Apakah saya harus melakukan haji untuknya?

Jawab Rasulullah dengan bertanya bagaimana pendapatmu bila Ayahmu mempunyai utang? Apakah engkau harus

membayar? Perempuan itu menjawab , Ya, Nabi berkata utang kepada Allah lebih utama untuk dibayar.

Hadits ini menggambarkan upaya qiyas yang dilakukan oleh Nabi, yaitu ketika seorang sahabat datang

kepada Nabi yang menanyakan tentang keharusan penunaian kewajiban ibadah haji bapaknya yang mengidap sakit,

Nabi menegaskan keharusan penunaiannya dengan melakukan pengqiyasan terhadap pembayaran utang antara

sesama manusia.

Ada satu hal yang perlu dicatat, kehadiran Nabi sebagai pemegang otoritas tunggal dalam permasalahan-

permasalahan hukum membuat Nabi sangat berhati-hati disatu pihak, dan terbuka dipihak lain. Sikap hati-hati yang

ditempuh oleh Nabi dalam rangka penerapan hukum Islam bidang ibadah. Penjelasan Nabi yang berkaitan dengan

ini cukup rinci. Wahyu memegang peranan sangat penting. Sikap terbuka yang ditempuh oleh Nabi dalam upaya

pengembangan hukum Islam bidang muamalah.

Berbeda dengan ibadah, dalam muamalah penjelasan Nabi lebih banyak bersifat garis besar, sedangkan

perincian dan penjelasan pelaksanaannya diserahkan kepada manusia. Manusia dengan akal yang dianugerahkan

kepadanya diberi peranan lebih banyak. Artinya, ini pulalah salah satu faktor yang ikut mendukung terhadap

pertumbuhan ilmu ushul fiqh selanjutnya.

Dalam beberapa kasus, Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika menjawab pertanyaan para

sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan Umar Ibn Khatab tentang batal atau tidaknya puasa seseorang yang

mencium istrinya. Rasulullah SAW bersabda :

“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?” Umar menjawab:”Tidak apa-apa”

(tidak batal). Rasulullah kemudian bersabda “maka teruskan puasamu.”(HR al-Bukhari, muslim, dan Abu Dawud).

Hadits ini mengidentifikasikan kepada kita bahwa Rasulullah SAW jelas telah menggunakan qiyas dalam

menetapkan hukumnya, yaitu dengan mengqiyaskan tidak batalnya seseorang yang sedang berpuasa karena

mencium istrinya sebagaimana tidak batalnya puasa karena berkumur-kumur.

2. Perkembangan ushul fiqih pada masa sahabat dan tabi’in

1. Pada masa sahabat

Page 5: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

Memang, semenjak masa sahabat telah timbul persoalan-persoalan baru yang menuntut ketetapan

hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad, mencari ketetapan hukumnya. Setelah wafat Rasulullah SAW sudah

barang tentu berlakunya hasil ijtihad para sahabat pada masa ini, tidak lagi disahkan oleh Rasulullah SAW, sehingga

dengan demikian semenjak masa sahabat ijtihad sudah merupakan sumber hukum.

Sebagai contoh hasil ijtihad para sahabat, yaitu : Umar bin Khattab RA tidak menjatuhkan hukuman

potong tangan kepada seseorang yang mencuri karena kelaparan (darurat/terpaksa). Dan Ali bin Abi Thalib

berpendapat bahwa wanita yang suaminya meninggal dunia dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya,

hanya berhak mendapatkan mut'ah. Ali menyamakan kedudukan wanita tersebut dengan wanita yang telah dicerai

oleh suaminya dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya, yang oleh syara' ditetapkan hak mut'ah

baginya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

HعGوهGنF عEلEى EهGنF فEرJيضEةI وEمEت EْفKرJضGوا ل وK تE وهGنF َأ NسEمE EمK ت اءE مEا ل EسH GمG الن FقKت JنK َطEل GمK ِإ Kك Eي EاَحE عEل ن Gال ج

EينJ ن JسKحGمK وفJ حEقRا عEلEى ال GرKعEمK Jال EاعIا ب هG مEت GرEدEق JرJ KمGقKت هG وEعEلEى ال GرEدEق Jِع JوسGمK ال

Artinya :

"Tidak ada sesuatupun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan

mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu memberikan mut'ah (pemberian) kepada

mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu

pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan."

(Al-Baqarah : 236).

Dari contoh-contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, demikian pula oleh para sahabatnya

baik di kala Rasulullah SAW masih hidup atau setelah beliau wafat, tampak adanya cara-cara yang digunakannya,

sekalipun tidak dikemukakan dan tidak disusun kaidah-kaidah (aturan-aturan)nya ; sebagaimana yang kita kenal

dalam Ilmu Ushul Fiqh ; karena pada masa Rasulullah SAW, demikian pula pada masa sahabatnya, tidak dibutuhkan

adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad dengan kata lain pada masa Rasulullah SAW dan pada masa sahabat telah

terjadi praktek berijtihad, hanya saja pada waktu-waktu itu tidak disusun sebagai suatu ilmu yang kelak disebut

dengan Ilmu Ushul Fiqh karena pada waktu-waktu itu tidak dibutuhkan adanya. Yang demikian itu, karena

Rasulullah SAW mengetahui cara-cara nash dalam menunjukkan hukum baik secara langsung atau tidak langsung,

sehingga beliau tidak membutuhkan adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad, karena mereka mengetahui sebab-sebab

turun (asbabun nuzul) ayat-ayat Al-Qur'an, sebab-sebab datang (asbabul wurud) Al- Hadits, mempunyai ketazaman

dalam memahami rahasia-rahasia, tujuan dan dasar-dasar syara' dalam menetapkan hukum yang mereka peroleh

karena mereka mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap bahasa mereka sendiri (Arab) yang juga

bahasa Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dengan pengetahuan yang mereka miliki itu, mereka mampu berijtihad tanpa

membutuhkan adanya kaidah-kaidah.

2. Pada masa tabi’in

Pada masa tabi'in, tabi'it-tabi'in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah

kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan

bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak

Page 6: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

diantara para ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu yang

memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah

tersebut, menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan

hukumnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Untuk itu para ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad

mencari ketetapan hukumnya.

Karena banyaknya persoalan-persoalan hukum yang timbul dan karena pengaruh kemajuan ilmu

pengetahuan dalam berbagai bidang yang berkembang dengan pesat yang terjadi pada masa ini, kegiatan ijtihad juga

mencapai kemajuan yang besar dan lebih bersemarak.

Dalam pada itu, pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan antara para ulama

mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara

ulama satu daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama tinggal dalam satu

daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah syari'ah yakni kaidah-

kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara' dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.

Demikian pula dengan semakin luasnya daerah kekuasan Islam dan banyaknya penduduk yang bukan

bangsa Arab memeluk agama Islam. Maka terjadilah pergaulan antara orang-orang Arab dengan mereka. Dari

pergaulan antara orang-orang Arab dengan mereka itu membawa akibat terjadinya penyusupan bahasa-bahasa

mereka ke dalam bahasa Arab, baik berupa ejaan, kata-kata maupun dalam susunan kalimat, baik dalam ucapan

maupun dalam tulisan. Keadaan yang demikian itu, tidak sedikit menimbulkan keraguan dan kemungkinan-

kemungkinan dalam memahami nash-nash syara'. Hal ini mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah

lughawiyah (bahasa), agar dapat memahami nash-nash syara' sebagaimana dipahami oleh orang-orang Arab sewaktu

turun atau datangnya nash-nash tersebut.

Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar'iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah dalam berijtihad pada abad II

Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul Fiqh.Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama kali

menyusun kitab Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam Abu Yusuf -murid Imam Abu Hanifah- akan tetapi kitab tersebut tidak

sampai kepada kita.

Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali membukukan kaidah-kaidah

Ilmu Ushul Fiqh dengan disertai alasan-alasannya adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi'iy (150-204 H) dalam

sebuah kitab yang diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab tersebut adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh yang

pertama sampai kepada kita. Oleh karena itu terkenal di kalangan para ulama, bahwa beliau adalah pencipta Ilmu

Ushul Fiqh.

3. Pembukuan ushul fiqih

Salah satu yang mendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah perkembangan wilayah Islam

yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui

kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah

dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum.

Page 7: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

Sebenarnya,jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih, ulama-ulama terdahulu telah membuat teori-teori

ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing-masing. tak heran jika pengikut para ulama tersebut mengklaim

bahwa gurunyalah yang pertama menyusun kaidah-kaidah ushul fiqih.

Golongan Hanafiyah misalnya mengklaim bahwa yang pertama menyusun ilmu Ushul Fiqih ialah Abu

Hanifah, Abu Yusuf Dan Ibnu Ali-Al Hasan. Alasan mereka bahwa Abu Hanifah merupakan orang yang pertama

menjelaskan metode istinbath dalam kitabnyanya Ar-Ra'yu. Dan Abu Yusuf Abu Yusuf adalah orang yang pertama

menyusun ushul fiqh dalam madzhab hanafi, demikian pula Muhammad Ibnu Al-Hasan telah menyusun ushul fiqh

sebelum As-Syafi'ie, bahkan As-Syafi'i berguru kepadanya.

Golongan As-Syafiiyah juga mengklaim bahwa Imam As-Syafi'i lah orang yang pertama yang menyusun

kitab ushul fiqh. Hal ini di ungkapkan oleh Al-Allamah Jamal Ad-Din Abd Ar-Rohman Ibnu Hasan Al-Asnawi.

Menurutnya, "tidak diperselisihkan lagi "Imam Syafi'i adalah tokoh besar yang pertama-tama menyusun kitab dalam

ilmu ini, yaitu kitab yang tidak asing lagi dan yang sampai kepada kita sekarang, yakni kitab Al-Risalah2

Kalau dikembalikan pada sejarah, yang pertama berbicara tentang ushul fiqih sebelum dibukukannya

adalah para sahabat dan tabi’in. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. Namun yang diperselisihkan adalah orang yang

mula-mula mengarang kitab ushul fiqih sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup

segala aspeknya. Untuk itu kita perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu ushul fiqih.

Secara garis besar ada dua teori penulisan yang dikenal yakni.

Pertama, merumuskan kaidah-kaidah fiqiyah bagi setiap bab dalam bab fiqih dan menganalisisnya serta

mengaplikasikan masalah furu’ atas kaidah-kaidah tersebut. Teori inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi dan

merekalah yang merintisnya.

Kedua, merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahit dan meng-istinbat hukum dari

sumber hukum syar’i, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya

maupun yang bertentangan. Cara inilah yang ditempuh Al-Qur'an-syafi’i dalam kitabnya ar-risalah, suatu kitab yang

tersusun secara sempurna dalam bidang ilmu ushul dan independen. Kitab seperti ini belum ada sebelumya, menurut

ijma’ ulama dan catatan sejarah (sulaiman:64).

4. Tahapan perkembangan ushul fiqih

secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:

1. Tahap awal (abad 3H)

pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin meluas kebagian timur.khalifah-

khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-Ma'mun(w.218H), Al-Mu'tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H),

dan Al-Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam yang

dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika

itu adalah berkembangnya bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih yang

disebut ushul fiqh.

Page 8: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara utuh dan terpisah dari

kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi'i. kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai

tinggi. Ar-Razi berkata "kedudukan As-Syafi'i dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu

Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud".

Ulama sebelum As-Syafi'i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan menjadikanya pegangan,

tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari'at

dan cara memegangi dan cara mentarjih kanya: maka datanglah Al-Syafi'i menyusun ilmu ushul fiqih yang

merupakan kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil syar'I,

kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul fiqh sesudah As-Syafi;I, mereka tetap bergantung pada Asy-

Syafi'i karena Asy-Syafi'ilah yang membuka jalan untuk pertama kalinya.

Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushu fiqh lainya. Isa Ibnu

Iban(w.221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra'yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-

Nazham (w.221H\835M) menulis kitab An-Nakl dan sebagainya.

Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad 3 h ini tidak mencerminkan

pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab

Ar-Risalah lah yang mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian Para Fuqoha

pada zaman itu.

Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalam kitab-kitab fiqh, dan

inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis

pertama ilmu ushul fiqh tersebut. Golongan Malikiyah misalnya mengklaim imam madzhabnya sebagai perintis

pertama ushul fiqh dikarenakan Imam Malik telah menyinggung sebagian kaidah-kaidah ushuliyyah dalam kitabnya

Al Muwatha. Ketika ia ditanya tentang kemungkinan adanya dua hadits shoheh yang berlawanan yang datang dari

Rasulluloh pada saat yang sama, Malik menolaknya dengan tegas, karena ia berperinsip bahwa kebenaran itu hanya

terdapat dalam satu hadits saja

2. Tahap perkembangan (abad 4 H)

Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty abaSsiyah dalam bidang politik.

Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun

demikian tidak berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu karena

masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum intelektual.

Khusus dibidang pemikiran fiqh Islam pada masa ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka

sejarah tasyri' Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka

mengangagap para ulama terdahulu mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan

pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqh semakin mantap exsitensinya,

apa lagi disertai fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab

tertentu dan larangan melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.

Page 9: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan taqlid, karena masing-masing

pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para

pendahulunya.dengan melakukan usaha antara lain:

1. Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam mereka mereka disebut ulama takhrij

2. Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik dalam segi riwayat dan dirayah.

3. Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusu kitab al-khilaf

Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup, akibatnya dalam

perkembangan fiqh Islam adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada, mereka cenderung hanya

mensyarahkan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya.

2. Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian banyaknya dalam uaraian yang sungkat

3. Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah permasalahan.

Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang ushul fiqh. Terhentinya ijtihad dalam fiqh dan adanya

usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama terdahulu dan mentarjihkanya. Justru memainkan

peranan yang sangat besar dalam bidang ushul fiqh.

Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai dengan munculnya kitab-kitab

ushul fiqh yang merupakan hasil karaya ulama-ulama fiqh diantara kitab yan terekenal adalah:

1. Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-

Kharkhi,(w.340H.)

2. Kitab Al –Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-Razim yang juga terkenal

dengan Al-Jasshah (305H.)

3. Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy

Al-Hanafi.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh pada abad 4h yaitu munculnya

kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada

masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk

menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.

Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukan bentuk

yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul-fi al-ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan corak

tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan ilmu ushul fiqh pada awal abad 4h., juga tampak pula pada abad ini

pengaruh pemikiranyang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih.

Page 10: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

3. Tahap penyempurnaan ( 5-6 H )

kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi

perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota

seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja

penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.

Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan sebagian ulama

memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab

Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu

Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu

keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang

tidak ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada zaman itu, generasi Islam

pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi

sumber pemikiran.

Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini merupakan periode penulisan

ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul

fiqih slanjutnya.

Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan adanya kitab ushul fiqih

bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal

dengan alira fuqoha, dan aliran Mutakalimin

Page 11: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelsan di atas dapat disimpulkan

1. Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan

sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode

pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai

suatu disiplin ilmu tersendiri

2. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat

membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan

menetapkan hukum maka disusunlah kitab ushul fiqih .

3. Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ushul fiqih merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian

hukum syara. Dan menjabarkanya kehidupan social yang berubah-ubah itu, kegiatan tersebut dimuali pada

abad ketiga hijriyah. ushul fiqih terus berkembang menuju kesempurnaanya hingga abad kelima dan awal

abad 6H abad tersbut merupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqh Karena banyak ulama yang

mmusatkan perhatianya pada bidang ushul fiqih dan juga muncul kitab-kitab fiqih yang menjadi standar

dan rujukan untuk ushul fiqih selanjutnya.

Page 12: Makalah Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih

DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung, 2007

Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar Offset, 1996articles | sumber: ovarani.blogspot.com

 5 1Email0Share6