makalah rahman
DESCRIPTION
makalah pendidikan kewarganegaraan kelas xiiTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Para pendiri NKRI, sebelum bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan
kemerdekaannya, telah memikirkan konsep yang kira-kira pas sebagai pedoman hidup
bangsa. Mereka, baik itu yang ber-genre nasionalis maupun agamis, pada waktu itu
menyepakati bahwa bangunan pedoman hidup yang pas itu adalah Pancasila.
Dalam perjalanannya, banyak dari elite yang menginginkan untuk mengubah
simbol persatuan bangsa Indonesia tersebut dengan ideologi yang dianutnya. Sejarah
mencatat, beberapa diantara mereka adalah kaum agamis fundamentalis dan komunis.
Tapi, sekeras apapun mereka berupaya menjungkirkan Pancasila, toh kenyataannya
hingga sekarang Pancasila tetap kokoh sebagai fondasi yang fundamental bagi
keberlangsungan hidup bangsa ini.
Pancasila tetap kukuh menjadi staatfundamentalnorm (norma fundamental) bangsa
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah nilai-nilai Pancasila sudah sepenuhnya dipraktikkan dalam roda
kehidupan anak bangsa?
2. Pancasila yang terdiri dari lima sila memang begitu mudah untuk dihafalkan, tapi
bagaimana untuk menerapkannya agar senantiasa sejalan dengan nafas dan gerak
setiap manusia Indonesia?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah:
1. Untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai pancasila diterapkan di Indonesia
2. Menambah wawasan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila untuk
selanjutnya dipraktikkan dalam kehidupan.
D. Manfaat
1. Agar siswa mengetahui sejauh mana penerapan nilai-nilai pancasila di Indonesia.
2. Melestarikan nilai-nilai pancasila dalam segala bidang kehidupan demi
tercapainya tujuan nasional Bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila
Banyak yang tidak mengetahui bagaimana pastinya praktik kehidupan yang ber-
Pancasila itu dengan sebenar-benarnya. Pendidikan Pancasila yang diajarkan di
sekolah-sekolah serasa tidak mengena, masih berkisar seputar teori lahirnya Pancasila,
moral, dan perilaku baik-buruk yang orang tidak belajar Pancasila pun sudah
mengetahuinya. Di sisi lain, masih banyak orang yang terang-terangan menolak
Pancasila sebagai dasar hidup bangsa, masih banyak orang yang menghendaki untuk
mengubah atau mengganti Pancasila agar sesuai dengan ideologi yang diyakininya.
Sebagai ideologi tertulis, Pancasila tetap lah sakti. Tapi bagaimana dengan
praktiknya?
Inkonsistensi
Pancasila dalam perjalanannya seiring dengan gerak hidup bangsa
pascakemerdekaan NKRI, cenderung diterapkan secara tidak konsisten. Sebagaimana
diketahui, Pancasila merupakan sintesis dari dua ideologi besar yang mendominasi
dunia pada awal berdirinya NKRI. Pancasila berusaha mencari jalan tengah dari
ideologi sosialis-komunis dan ideologi liberal-kapitalis. Ringkasnya, Pancasila, secara
teori merupakan perpaduan nilai-nilai positif dari ideologi sosialis-komunis dengan
ideologi liberial-kapitalis itu. Masalahnya, karena berada di tengah-tengah dua ideologi
besar yang amat berseberangan itu, penerapan Pancasila menjadi cenderung diterapkan
dengan tidak konsisten, bergantung pada arah pembangunan politik dan ekonomi rezim
penguasa serta kedekatan rezim penguasa itu dengan negara-negara besar dengan
ideologinya masing-masing. Sesekali waktu, Pancasila didekatkan dengan ideologi
sosialis-komunis (etatis), di lain waktu Pancasila begitu dekat dengan ideologi liberal-
kapitalis. Saat Orde Lama misalnya, Pancasila sangat dekat dengan komunisme.
Nasakom menjadi cirinya. Saat Orde Baru, Pancasila seperti terbelah, secara politik
kekuasaan dipraktikkan secara etatisme, sementara secara ekonomi mulai dijalankan
secara liberal-kapitalis. Di era reformasi kini, banyak pihak yang berpendapat bahwa
Pancasila telah semakin dekat dengan ideologi liberal-kapitalis, baik secara politik
maupun ekonomi.
Inkonsistensi itu barangkali yang membuat pembangunan bangsa menjadi
cenderung tidak fokus. Karena berjalan dalam platform ideologi jalan tengah itu,
Pancasila menjadi rebutan dua ideologi yang besar dan telah lama eksis. Baik itu
ideologi komunis maupun kapitalis berusaha untuk merangkul bangsa Indonesia agar
mau sejalan dengan ideologi mereka. Disadari atau tidak, fokus pembangunan dan
pembentukan karakter bangsa menjadi sering berubah arah tergantung pada para
pemimpin bangsa serta ideologi yang dekat dengannya itu.
B. Realita Penerapan Sila-Sila Pancasila Di Indonesia
Untuk mengetahui beberapa permasalahan hidup bangsa Indonesia dan
kaitannya dengan Pancasila akan lebih baik jika kita menyelami sila-sila Pancasila
kemudian membandingkannya dengan realita kehidupan yang terjadi dalam bangsa
Indonesia. Kira-kira seberapa berhasilkan nilai-nilai Pancasila itu diterapkan dalam
kehidupan bangsa Indonesia?
1. Sila I: Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia mengakui dan meyakini adanya Tuhan. Tuhan yang
dimaksud adalah Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti hanya ada satu Tuhan menurut
bangsa Indonesia. Dia-lah pencipta dan pengatur kehidupan seluruh umat manusia.
Bangsa Indonesia juga meyakini bahwa atas kuasa Tuhan pula lah, bangsa ini merdeka.
Hal ini terbukti dari Pembukaan UUD 1945 yang salah satu alineanya diawali dengan
kalimat atas berkat rahmat Allah…..maka telah sampai lah bangsa Indonesia ke depan
pintu kemerdekaan… Dengan sendirinya, berdasarkan rumusan dalam Pembukaan
UUD 1945 tersebut, bangsa Indonesia selain menganut teori kedaulatan rakyat juga
menganut teori kedaulatan Tuhan. Artinya, bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi
pertiwi serta negara Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dikelola dengan sebaik-baiknya dan akan dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya
kelak. Bangsa yang meyakini adanya kuasa Tuhan, seharusnya memiliki nilai moral
dan spiritual yang tinggi. Nilai moral dan spiritual yang tinggi diwujudkan dengan
kehidupan masyarakat yang memiliki tingkat religius tinggi. Tingkat religius yang
tinggi sejatinya mampu mewujudkan masyarakat yang aman, damai, dan tertib.
Faktanya, keyakinan terhadap Tuhan yang direpresentasikan dengan agama belum
cukup mampu me-religius-kan masyarakat. Agama sering dipraktikkan sebagai
rangkaian ritualitas belaka, sementara nilai-nilai luhur agama belum cukup mampu
merasuk ke dalam hati dan pemikiran umatnya. Tak heran, Indonesia bahkan termasuk
negara dengan tingkat kejahatan yang tinggi. Yang lebih menyedihkan adalah banyak
sekali tindak kekerasan yang mengatasnamakan Tuhan. Karena perintah Tuhan yang
ditafsirkan seenaknya sendiri, pembunuhan dan terorisme masih sering terjadi di
Indonesia. Kasus Bom Bali I (12 Oktober 2002) dan Bom Bali II (1 Oktober 2005)
merupakan fakta penyimpangan terhadap sila I pancasila. Kasus yang masih hangat
adalah insiden Tolikora, kekacauan terjadi pada pelaksanaan salat Idul Fitri 1436
Hijriah di Kabupaten Tolikara, Papua. Warga setempat jadi ketakutan. Peristiwa itu
terjadi sekira pukul 07.00 WIT, Jumat 17 Juli. Umat Islam tengah melaksanakan salat
Id di halaman Koramil 1702 / JWY. Beberapa orang tiba-tiba datang berteriak. Jemaah
bubar dan menyelamatkan diri ke markas Koramil. Sejam kemudian, orang-orang itu
melempar batu dan membakar bangunan di sekitar lokasi kejadian. Enam rumah dan
sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu.
Sumber:(http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/17/148328/saat-imam-takbir-
pertama-sekelompok-orang-datang-dan-lempari-musala-di-tolikara)
2. Sila II: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari masing-masing kata
yang berkaitan dan menjadi unsur penyusun sila ke- 2 ini antara lain:
Perikemanusiaan: (1) sifat-sifat yang layak bagi manusia, seperti tidak bengis, suka
menolong, bertimbang rasa; (2) keadaan manusia pada umumnya.
Adil : (1) sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak; (2) berpihak kepada yang
benar; berpegang pada kebenaran; (3) sepatutnya; tidak sewenang-wenang.
Adab : kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak.
Sila ke-2 ini merupakan cerminan watak bangsa Indonesia secara intrapersonal
(individu masing-masing) yang diterapkan secara lebih luas dalam praktik kehidupan
bangsa, termasuk oleh para penyelenggara negara. Secara umum nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan, dan keadaban itu saya yakin masih melekat dalam benak
bangsa Indonesia. Meskipun fakta di lapangan, ketiga unsur di atas sulit untuk
diterapkan sepenuhnya. Manusia Indonesia banyak yang sudah kehilangan
kemanusiaannya, diwakili dengan banyaknya angka kejahatan kejam yang terjadi.
Seperti Kasus Sisca F Yofie yang sempat menarik perhatian publik, karena kekejaman dan kekejian yang dilakukan pembunuhnya. Wawan bersama Ade menyeret tubuh Sisca dengan sepeda motor selama 500 meter. Peristiwa yang terjadi pada Agustus 2013 di Jalan Cipedes Tengah, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung ini membuat wajah Sisca hancur. Sebelum menyeret gadis cantik itu, Wawan terlebih dulu membacok korban beberapa kali di kepala. (Source: http://www.tribunnews.com/regional/2014/11/12/pembunuh-sisca-belum-tahu-vonis-hukuman-mati-dari-ma...)
Hakim dan jaksa, pengacara banyak yang berpihak pada mereka yang bersedia
membayar, nilai-nilai kesopanan dan akhlak pun banyak yang mulai memudar. Kasus
penangkapan pengacara OC Kaligis oleh KPK, Sebelumnya, Gerry, Tripeni Irianto
Putro selaku Ketua PTUN Medan, hakim Amir Fauzi, hakim Dermawan Ginting,
panitera sekretaris Syamsir Yusfan, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim
KPK di kantor PTUN Medan, Sumut pada Kamis (9/7). Kelimanya telah ditetapkan
sebagai tersangka atas sangkaan pemberi dan penerima suap dengan temuan barang
uang 15 ribu Dollar AS dan 5 ribu Dollar Singapura. (Sumber
http://tribunnews.com/nasional/2015/07/15/oc-kaligis-diduga-inisiator-suap-hakim-
ptun-medan)
3. Sila III: Persatuan Indonesia
Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau, ratusan suku, bahasa, budaya, dan
beberapa agama. Atas dasar sila ke-3 inilah semua elemen bangsa pada saat itu
bersepakat bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari kesemua sila, sila ke-3 inilah yang saya pikir dipraktikkan dengan paling baik,
meskipun itu masih dibumbui dengan banyak kendala. Masih banyak kepentingan
golongan yang didahulukan daripada kepentingan umum yang lebih besar. Masih
banyak politisi dan pejabat yang lebih menghamba pada partai politiknya daripada
mengabdi kepada konstituen/rakyatnya.
Yang paling berbahaya, praktik separatisme masih acapkali muncul di penjuru
tanah air, baru-baru ini, OPM (Organisasi Papua Merdeka) menyatakan perang terbuka
terhadap Indonesia. (http://www.lensaindonesia.com/2015/05/25/organisasi-papua-merdeka-
tantang-indonesia-perang-terbuka.html). Ketimpangan yang terjadi antar daerah sering
menjadi akar dalam masalah ini. Konflik antarsuku dan agama pun masih sering tak
terelakkan. Nasionalisme baru terlihat ketika ada ”pencurian” khasanah budaya bangsa
oleh asing, pencaplokan wilayah oleh asing, atau ketika wakil Indonesia tengah
berjuang dalam pertandingan olahraga. Selebihnya, masyarakat Indonesia masih
berpikiran egois, mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri.
4. Sila IV: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Sila keempat ini menjadi dasar musyawarah dan pengakuan hakikat demokrasi
bangsa Indonesia. Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah harus dilakukan dengan
penuh kebijaksanaan dengan mengutamakan musyawarah mufakat terlebih dahulu.
Setiap kebijakan pemerintah harus prorakyat dan sejalan dengan kepentingan rakyat.
Faktanya banyak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil oleh rakyat.
Dalam kasus lumpur Lapindo misalnya, sudah terang-terangan bahwa luapan lumpur
Lapindo terjadi karena kesalahan pihak Lapindo. Akan tetapi, oleh pemerintah
dianggap sebagai bencana alam. Uang negara pun terpaksa dikeluarkan untuk
menangani. Selain itu, banyak pula produk Undang-Undang yang dinilai tidak sejalan
dengan kepentingan rakyat. Yang juga menjadi catatan adalah kenyataan bahwa para
wakil rakyat umumnya adalah juga pengusaha. Seperti yang dituis di TEMPO.CO,
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menyebut ada 63 persen
anggota Dewan Perwakilan Rakyat merangkap sebagai pengusaha. Sebagian dari
mereka punya perusahaan gadungan. "Sebagian besar anggota DPR jadi pengusaha.
Dan ada sebagian politikus yang membuat perusahaan abal-abal," kata dia dalam
diskusi di Jakarta, Ahad 25 Maret 2012. Maka tak heran, banyak sekali produk Undang-
Undang maupun kebijakan yang dikeluarkan sangat sarat dengan kepentingan pribadi
mereka. Yang lebih parah, banyak pula Undang-Undang yang rancangannya ternyata
dibuat oleh pihak asing yang tentu saja lebih berpihak pada kepentingan asing di negeri
ini. Banyak yang menilai UU tersebut jauh dari semangat kerakyatan dan penuh dengan
intervensi asing dan pengusaha berkedok wakil rakyat.
5. Sila V: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima menjadi dasar dari hak-hak sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila
ini, berusaha menjamin bahwa setiap individu Indonesia berhak memperoleh
kesejahteraan yang berkeadilan, pembangunan, dan pendidikan yang merata.
Wujud pengamalan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia,secara rinci
adalah:
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan
b. Bersikap adil
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
d. Menghormati hak-hak orang lain
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
f. Menjauhi sikap pemerasan pada orang lain
g. Tidak bersifat boros
h. Tidak bergaya hidup mewah
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan orang lain
j. Suka bekerja keras
k. Menghargai hasil karya orang lain
l. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial
Contoh sederhana pengamalan sila ke-5 pancasila adalah mentaati peraturan lalu
lintas ketika berkendara di jalan raya. Kita mempunyai hak untuk menggunakan jalan
raya, tetapi kita dilarang ugal-ugalan karena orang lain pun punya hak, maka kita juga
mempunyai kewajiban untuk menghormati hak orang lain tersebut dengan cara
mentaati peraturan lalu lintas. Termasuk dalam penerapan nilai-nilai pancasila sila
kelima juga dapat dilakukan dengan hidup sederhana. Gaya hidup sederhana bisa
mengurangi bahkan menghapus kecemburuan sosial di dalam hidup bermasyarakat.
Adapun penyimpangan dari penerapan nilai-nilai pancasila sila kelima dapat kita
cermati dalam tindakan pemerintah yang kurang peduli dengan golongan menengah ke
bawah, contoh kasus ini terjadi di pemprov DKI Jakarta yang mendapat kritik dari
Komna HAM mengenai penggusuran di Kampung Pulo yang menimbulkan bentokran
beberapa hari yang lalu.
Menurut Komnas HAM, saat ini tata kota Pemprov DKI sering menimbulkan
kecemburuan sosial. Pasalnya, ada kesan hanya lingkungan masyarakat menengah ke
bawah saja yang digusur. Sedangkan warga menengah ke atas yang berada di daerah
resapan air, penampungan air tidak terkena penggusuran dan penertiban. Selain itu,
kurangnya sosialisasi tata kota dari Pemprov DKI terhadap warga dinilai dapat memicu
bentrokan fisik seperti yang terjadi saat penertiban di Kampung Pulo. Selain itu,
kurangnya sosialisasi tata kota dari Pemprov DKI terhadap warga dinilai dapat memicu
bentrokan fisik seperti yang terjadi saat penertiban di Kampung Pulo. (Viva.co.id -Bayu
Adi Wicaksono, Foe Peace Simbolon ;Senin, 24 Agustus 2015, 17:34 WIB).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penerapan nilai-nilai pancasila di Indonesia belum sepenuhnya dilaksanakan
terbukti masih banyaknya kasus-kasus penyimpangan seperti pembahasan diatas.
Bangsa Indonesia akan mampu mengatasi persolan-persoalan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara apabila berpegang pada nilai-nilai luhur pancasila. Beberapa
fakta tersebut di atas merupakan kendala tersendiri bagi bangsa Indonesia ke depan, hal
ini bukan berarti Pancasila yang gagal dalam mengawal tercapainya tujuan dan cita-cita
nasional. Akan tetapi, bangsa Indonesia lah yang belum bisa menerapkan Pancasila itu
dalam kehidupannya. Sesempurna apapun ideologi kalau manusia-manusianya tidak
baik, hasilnya tidak akan baik juga. Akibatnya, tujuan dan cita-cita nasional itu seolah-
olah semakin jauh dari kata tercapai.
B. Saran
1. Hendaknya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dipraktikkan sejak usia
anak sekolah agar tetap lestari dan menjadi bagian dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
2. Hendaknya nilai-nilai pancasila dilaksanakan secara konsisten demi terwujudnya
Indonesia yang makmur lahiriah maupun bathiniyah.
3. Penerapan nilai-nilai pancasila bisa dimulai dari diri sendiri, dan keluarga serta
lingkungan terdekat.
MAKALAHPkn
PENERAPAN NILAI-NILAI PANCASILA
DI INDONESIA
Dosen Pembimbing:
Ida Riana, M.Pd.
Disusun Oleh:
Fatkhur Rohman (XII TKR III)
Rizky Ramadhani (XII TKR III)
SMK PGRI SUKODADITAHUN PELAJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas berkat rohmat dan pertolongan Allah SWT, kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ida Riana, M.Pd. selaku guru mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sekaligus guru pembimbing dalam penulisan
makalah ini. Tak lupa juga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses
penulisan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Makalah dengan judul:”PENERAPAN NILAI-NILAI PANCASILA DI
INDONESIA” ini memuat Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila dimulai dari Sila Ke-1
sampai ke-5, selanjutnya penerapan nilai-nilai pancasila di Indonesia baik yang positif
maupun negatif.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini dikarenakan
keterbatasan pengetahuan serta kemampuan kami untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi pebaikan di masa yang akan datang, semoga
makalah sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.
Sukodadi, Agustus 2015
Penulis