makalah psikologi agama
DESCRIPTION
psikologiTRANSCRIPT
MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Psikologi agama merupakan cabang dari psikologi. Sebelum menjadi ilmu
yang otonom, psikologi agama memiliki latar belakang sejarah perkembangan
yang cukup lama. Karena itu psikologi agama dinilai sebagai cabang psikologi
yang relative masih muda.
Perbedaan pendapat yang belatar belakangi perbedaan sudut pandang
antara agamawan dan para psikolog agama sempat menunda munculnya psikologi
agama sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sehingga psikologi agama
sebagai cabang psikologi baru tumbuh sekitar penghujung abad ke-19, setelah
sejumlah tulisan dan buku-buku yang menjadi pendukungnya diterbitkan dan
beredar.
Dalam usianya yang menjelang seabad ini tampaknya psikologi agama
kian diterima oleh berbagai kalangan termasuk para agamawan yang semula
menggugat keabsahannya sebagai disiplin ilmu yang otonom. Sejalan dengan hal
itu, maka kemajuan dan pengembangan psikologi agama di lapangan dinilai
banyak membantu pemahaman terhadap permasalahan keagamaan dalam
kaitannya dengan tugas-tugas kependidikan.
Maka penulisan makalah ini membahas psikologi agama selain sebagai
tugas pendidikan juga untuk mempelajari sejarah perkembangan psikologi agama
lebih jauh.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana sejarah perkembangan psikologi agama?
2) Bagaimana metode dalam psikologi agama?
3) Bagaimana psikologi agama dalam Islam
3. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut bertujuan untuk:
1) Mengetahui sejarah perkembangan psikologi agama.
2) Mengetahui metode dalam psikologi agama.
3) Mengetahui psikologi agama dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1) Sejarah Perkembangan Psikologi Agama
Untuk mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi
memang agak sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung didalamnya
pengaruh agama terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab- kitab suci setiap agama
banyak menerangkan tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena
pengaruh agama. Dalam Al Qur’an misalnya, terdapat ayat- ayat yang
menunjukkan keadaan jiwa orang- orang yang beriman atau sebaliknya, orang-
orang kafir, sikap, tingkah laku dan doa- doa. Disamping itu juga terdapat ayat-
ayat yang berbicara tentang kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan
serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus
tentang perawatan jiwa.
Perjalanan hidup Sidharta Gautama dari seorang putera raja Kapilawastu
yang bersedia mengorbankan kemegahan dan kemewahan hidup untuk menjadi
seorang pertapa menunjukkan bagaimana kehidupan batin yang dialaminya dalam
kaitan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Proses perubahan arah keyakinan
agama ini mengungkapkan pengalaman keagamaan yang mempengaruhi diri tikih
agama Budha ini. Sidharta Gautama mengalami konversi agama, dari pemeluk
agama Hindu menjadi pendakwah agama baru, yaitu agama Budha. Ia kemudian
dikenal Badha Gautama.Proses yang hampir serupa dilukiskan pula dalam Al-
Qur’an tentang cara Ibrahim as, memimpin ummatnya untuk bertauhid kepada
Allah. (QS 6:76-78). Hal ini juga dapat dijumpai dalam pendewasaan bangsa
Jepang terhadap Kaisar mereka, Mitos agama Shinto yang menempatkan Kaisar
Jepang sebagai keturunan Dewa Matahari (Amiterasu Omi Kami) telah pula
mempengaruhi sikap keberagamaan yang khas pada bangsa Jepang.
Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya
menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian
tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku,
tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh
karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu
Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberagamaan seorang muslim dengan
pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberagamaan
kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat.
Berdasarkan sumber Barat, para ahli psikologi agama menilai bahwa
kajian mengenai psikologi agama mulai populer sekitar akhir abad ke-19. Sekitar
masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian
agama. Kajian semacam itu dapat membantu pemahaman terhadap cara
bertingkah laku, berpikir dan mengemukakan perasaan keagamaan (Robert H.
Thouless: 1).
Menurut Thouless, sejak terbitnya buku The Varieties of Religius
Experience tahun 1903, sebagai kumpulan dari materi kuliah William James di
empat Universitas di Skotlandia, maka langkah awal dari kajian psikologi agama
mulai diakui para ahli psikologi. Maka dalam jangka waktu tiga puluh tahun
kemudian banyak buku-buku lain diterbitkan sejalan dengan konsep-konsep yang
serupa.
Di antara buku-buku tersebut adalah The Psychology of Religion karangan
E.D Starbuck yang mendahului karangan William James. Buku E.D. Starbuck
yang terbit tahun 1899 ini kemudian disusul sejumlah buku lainnya seperti The
Spiritual Life oleh George Albert Coe, tahun 1900, kemudian The Belief in God
and Immortality (1921) oleh J.H. Leuba, dan oleh Robert H.Thouless dengan
judul An Introduction to the Psycology of Religion, tahun 1923, serta R.A.
Nicholson yang khusus mempelajari mengenai aliran Sufisme dalam Islam
dengan bukunya Studies in Islamic Mysticism, tahun 1921.
Sejak itu kajian-kajian tentang psikologi agama tampaknya tidak terbatas
pada masalah-masalah yang menyangkut kehidupan keagamaan secara umum,
melainkan pula juga masalah-masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran
beragama misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya theReligious
Consciousness, sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan
beragama pun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah
salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan
jiwa keberagamaan. Menurut Binet, agama pada anak- anak tidak beada dengan
agama pada orang dewasa. Pada anak- anak dimana mungkin dialami oleh orang
dewasa, seperti merasa kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikanyang
tak terlihat, kepercayaan akan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu
merupakan fakta- fakta asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
2) Metode dalam Psikologi Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki
metode penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan mempelajari fakta-fakta
berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara obyektif.
Dalam meneliti ilmu jiwa dalam agama menggunakan sejumlah metode,
yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
Dokumen pribadi (personal document)
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman
dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk
memperoleh informasi mengenai hal dimaksud maka cara yang ditempuh adalah
mengumpulkan dokumen pribadi orang seorang. Dokumen tersebut mungkin
berupa autobiografi, tulisan ataupun catatan-catatan yang dibuatnya.
Dalam penerapannya dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara
atau teknik-teknik tertentu. Di antara yang digunakan adalah :
a) Teknik nomotatik
Nomotatik merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami
tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan
umum dan hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi yang dianggap sebagai
penyebab terjadinya sikap tersebut. Sedangkan sikap yang terlihat sebagai
kecenderungan sikap umum itu dinilai sebagai gabungan sikap yang terbentuk
dari sikap-sikap indifidu yang ada di dalamnya (Philip G. Ziambardo, 1979:294).
Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari pebedaan-perbedaan indifidu.
Dalam penerapannya nomatik ini mengansumsikan bahwa pada diri manusia
terdapat suatu lapisan dasar dalam struktur kepribadian manusia sebagai sifat yang
merupakan ciri umum kepribadian manusia. Dalam kajian ini ditemukann bahwa
individu memiliki sifat dasar yang secara umum sama, perbedaan masing-masing
hanya dalam derajat atau tingkatan saja.
Nomatik yang digunakan dalam studi kepribadian adalah mengukur perangkat
sifat seperti kejujuran, ketekunan dan kepasrahan sejumlah individu dalam suatu
kelompok. Ternyata ditemukan bahwa sifat-sifat itu ada pada setiap individu,
namun jadi berbeda oleh hubungan antara sifat itu ditampilkan dalam sikap sangat
tergantung dari situasi yang ada. Jadi dapat ditarik suatu ketetapan bahwa sikap
individu tergantung dari situasi yang dihadapinya, namun dalam sikap yang
ditampilkan terlihat adanya sifat-sifat dasar manusia secara umum.
b) Teknik analisis nilai (value analysis)
Teknik ini digunakan dengan dukunagan analisis statistic. Data yang terkumpul
diklafikasikan menurut statistic dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap
individu yang diteliti. Teknik statistic digunakan berdasarkan pertimbangan
bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan yang dapat dibahas dengan
menggunakan bantuan ilmu eksakta, terutama dalam mencari mecari hubungan
dengan sejumlah varibel. Carlson misalnya menemukan dalam penelitiannya
bahwa, terdapat hubungan bahwa kepercayaan dengani bahwa tingkat kecerdasan.
Didapatnya korelasi antara agama dan kecerdasan (-0,19) yang berarti bahwa
anak-anak yang kurang cerdas cenderung berpegang erat pada kepercayaan
agama, sedangkan pada anak-anak yang cerdas kecenderungan itu lebih kecil.
c) Teknik idiography
Teknik ini juga merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk
memahami sifat-sifat dasar (tabiat) manusia. Berbeda dengan nomatik, maka
idiografi lebih dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat yang dimaksud dengan
keadaan tertentu dan aspek-aspak kpribadian yang menjadi cirri khas masing-
masing individu dalam upaya untuk memahami seseorang (Philip G.
Zimbardo:295-296).
Idiografi sebagai pelengkap dari teknik nomotatik untuk mempelajari sifat-sifat
dasar manusia secara individu yang berbeda dalam suatu kelompok. Teknik ini
banyak digunakan oleh Gordon Allport dalam penelitiannya. Malahan Allport
telah telah menyumbangkan 13 ciri-ciri tentang sikap manusia.
d) Teknik penilaian terhadap sikap (evaluation attitudes technique)
Teknik ini digunakan dalam penelitian terhadap biografi, tulisan, atau dokumen
yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen
tersebut kemudian ditarik kesimpulan, bagaimana pendirian seseorang terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan
pengalaman dan kesadaran agama.
Kuesioner dan wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan mengumpulkan data dan
informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden.
Metode ini dinilai memiliki beberapa kelebihan antara lain :
Dapat memberi kemungkinan utuk memperoleh jawaban yang tepat dan
segera.
Hasilnya dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang serta dapat pula
dijadikan data nomatik.
Selain pertimbangan tersebut, metode ini juga mempunyai kelemahan-
kelemahan, seperti:
Jawaban yang diberikan terikat oleh pertanyaan hingga responden tidak dapat
memberikan jawaban secara lebih bebas.
Sulit untuk menyusun pertanyaan yang mengundang tingkat relevansi yang
tinggi, karena itu diperlukan keterampilan yang khusus untuk itu.
Kadang-kadang sering terjadi salah penafsiran terhadap pertanyaan yang
kurang tepat, dan tidak semua pertanyaan sesuai untuk setiap orang.
Untuk memperoleh jawaban yang tepat, dibutuhkan adanya jalinan kerjasama
yang baik antara penanya dan responden. Dan kerja sama seperti itu
memerlukan pendekatan yang baik dari si penanya.
Dalam penerapannya metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam
berbagai bentuk. di antara cara yang digunakan adalah teknik pengumpulan data
melalui:
a) Pengumpulan pendapat masyarakat (public opinion polls)
Teknik ini merupakan gabungan antara kuesioner dan wawancara. Cara
mendapatkan data adalah melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai.
Data tersebut selanjutnya dikelompokkan sesufikasi yang sudah dibuat
berdasarkan kepentingan penelitian. Teknik ini banyak digunakan oleh E.B
taylor dalam penelitiannya.
b) Skala penilaian (rating scale)
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang factor-faktor yang
menyebabkan perbedaan yang khas dalam diri seseoranng berdasarkan
pengaruh tempat dan kelompok, misalnya : Dengan adanya penyebab yang
khas ini peneliti dapat memahami latar belakang timbulnya perbedaan antar
penganut suatu keyakinan agama. Misalnya sikap liberal lebih banyak
dijumpai dikalangan penganut protestan, dan sifat konservatif lebih banyak
dijumpai dikalangan penganut agama katolik, dan sebagainya.
c) Tes (Test)
Tes digunakan dalam upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan
seseorang dalam kondisi tertentu. Untuk memperoleh gambaran yang
diinginkan, biasanya diperlukan bentuk tes yang sudah disusun secara
sistematis.
d) Eksperimen
Teknik eksperimen digunkan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku
keaagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
Teknik ini sering digunakan oleh J.B Cock dalam melakukan penelitiannya.
e) Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi (sociological and
antropological observation)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi dengan
mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per orang atau kelompok. Selain itu
juga menjadikan unsur-unsur budaya yang bersifat materi (benda budaya)
dan yang bersifat spiritual (mantra, ritus) yang dinilai ada hubungannya
dengan agama.
f) Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
Cara ini digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan
(upacara, ritus) dengan menggunakan pendekatan psikologi melalui
pengukuran statistic kemudian dibuat tolok ukur berdasarkan pendekatan
psikologi yang dihubungkan dengan kebudayaan. Berdasarkan pendekatan
tersebut misalnya ditentukan kategori hubungan menjadi :
Adanya persaudaraan antara sesama orang yang ber-Tuhan.
Masalah ke-Tuhanan dan agama.
Adanya kebenaran keyakinan yang terlihat dalam bentuk formalitas.
Bentuk-bentuk praktek keagamaan.
g) Pendekatan terhadap perkembangan (development approacb)
Teknik ini digunakan untuk meneliti mengenai asal-usul dan
perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan
agama yang dianutnya. Cara yang digunakan antara lain melalui
pengumpulan dokumen, catatan-catatan, riwayat hidup dan data
antropologi. Cara ini digunakan oleh Sigmund Freud E.B Taylor dan juga
Frans Boas.
h) Metode klinis dan proyektifitas (clinical metbod and projectivity
technique)
Dalam pelaksanaanya metode ini memanfaatkan cara kerja klinis.
Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa
dan agama. Usaha penyembuhan di titik beratkan pada kepentingan
manusia (penderita), kenudian untuk kepentingan penelitian digunakan
teknik proyektivitas melalui riset dan pengumpulan data tertulis dilakukan
mengenai penderiata, sebagai bahan diagnosa. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara, pengamatan terhadap penderita.
i) Metode umum proyektivitas
Berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang
mengandung makna tertentu. Selanjutnya peneliti memperhatikan reaksi
yang muncul dari responden. Dengan membiarkan reaksi secara tak
sengaja itu, maka pernyataan yang muncul dari reaksi tadi dijadikan dasar
penafsiran terhadap gejala yang diteliti. Reaksi merupakan kunci pembuka
rahasia.
j) Apersepsi nomatik (nomothatic apperception)
Caranya dengan menggunakan gambar-gambar yang samar. Melalui
gambar-gambar yang diberikan diharapkan mereka yang diteliti dapat
mengenal dirinya. Selain dari gambar khusus untuk anak-anak biasanya
diberikan boneka untuk membantu ia mengenal anggota keluarganya.
Pemberian gambar atau boneka diharapkan orang coba membentuk ide
baru yang dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian.
k) Studi kasus (case study)
Studi kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil
wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu. Jadi studi kasus
merupakan cara pengumpulan data melalui berbagai teknik.
l) Survei
Metode ini dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam
hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.
Metode kuesioner dan wawancara dengan berbagai tekniknya
bertujuan untuk :
Untuk mengetahui latar belakang keyakinan agama.
Untuk mengetahui hubungan manusia dengan tuhannya.
Serta untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi.
Tujuan-tujuan lain misalnya:
Untuk kepentingan pembahasan mengenai hubungan antara penyakit
mental dengan keyakinan beragama.
Untuk dijadikan bahan guna untuk membentuk kerjasama antara ahli
psikologi dengan ahli agama.
Untuk kepentingan meneliti dan mempelajari kejiwaan para tokoh agama,
termasuk para pembawa ajaran agama itu sendiri seperti para nabi.
3) Psikologi Agama dalam Islam
Secara terminologis memang psikologi agama tidak dijumpai dalam
kepustakaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya
bersumber dari literature Barat. Dan dikalangan barat yang mula-mula
menggunakan sebutan Psikologi Agama adalah Edwin Diller Starbuck melalui
karangannya Psycology of Religion yang terbit tahun 1899. Namun hal ini tidak
berarti bahwa diluar itu studi yang berkaitan dengan psikologi agama belum
pernah dilakukan oleh para ilmuan non-Barat.
Di kalangan muslim kajian-kajian dalam psikologi agama mulai dilakukan
sekitar pertengahan abad-20, permasalahan yang ada sangkut pautnya dengan
bidang kajian ini sudah berlangsung sejak awal-awal perkembangan Islam.
Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai konsep ajaran Islam yang dapat
dijadikan acuan dalam studi psikologi agama ini.
Manusia menurut terminology Al-Qur’an dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya.
Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki
dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk generatif
(berketurunan). Sedangkan dilihat dari fungsi dan potensi yang dimiliknya
manusia disebut al-insan. Kemudian manusia disebut Al- Anas, yang umumnya
dilihat dari sudut pandang hubungan social yang dilakukan. Tetapi yang jelas
unsure-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan
dengan nilai-nilai agama. Nafs terbagi menjadi tiga, nafs muthmainah, yang
memberi ketenangan batin. Nafs ammarah, yang mendorong ketindakan negative.
Dan nafs lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul
penyesalan.
Dalam pengertian umum Al-Qur’an menyebut manusia sebagai Bani
Adam. Konsep ini untuk mennggambarkan nilai-nilai Unifersal yang ada pada diri
setiap manusia tanpa melihat latar belakang perbedaan jenis kelamin, ras dan suku
bangsa atau aliran kepercayaan masing-maasing. Bani Adam menggambarkan
kesamaan dan persamaan manusia, dan tampaknya lebih ditekankan pada aspek
fisik. Walaupun tidak sama persis dengan konsep Homo (makhluk manusia),
namun dari sudut pandang ini pemahaman konsep Barat tentang konsep Bani
Adam ini. Bedanya tentang kemakhlukannya.
PENUTUP
Kesimpulan
1) Sejarah Perkembangan Psikologi Agama
Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya
menhunjam jauh ke zaman purba. Berdasarkan sumber Barat, para ahli psikologi
agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi agama mulai populer sekitar
akhir abad ke-19. Sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan
sebagai alat untuk kajian agama. Kajian semacam itu dapat membantu
pemahaman terhadap cara bertingkah laku, berpikir dan mengemukakan perasaan
keagamaan (Robert H. Thouless: 1).
2) Metode dalam Psikologi Agama
Dalam meneliti ilmu jiwa dalam agama menggunakan sejumlah metode,
yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
Dokumen pribadi (personal document)
a) Teknik nomotatik
b) Teknik analisis nilai (value analysis)
c) Teknik idiography
d) Teknik penilaian terhadap sikap (evaluation attitudes technique)
Kuesioner dan Wawancara
a) Pengumpulan pendapat masyarakat (public opinion polls)
b) Skala penilaian (rating scale)
c) Tes (test)
d) Eksperimen
e) Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi (sociological and
antropological observation)
f) Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
g) Pendekatan terhadap perkembangan (development approacb)
h) Metode klinis dan proyektifitas, (clinical metbot and projektivity
tehnique)
i) Metode umum proyektivitas
j) Apresiasi nomotatik (nomothatic apperception)
k) Study kasus (case study)
l) Survai
3) Psikologi Agama dalam Islam
Secara terminologis memang psikologi agama tidak dijumpai dalam
kepustakaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya
bersumber dari literature Barat. Dan dikalangan barat yang mula-mula
menggunakan sebutan Psikologi Agama adalah Edwin Diller Starbuck melalui
karangannya Psycology of Religion yang terbit tahun 1899. Namun hal ini tidak
berarti bahwa diluar itu studi yang berkaitan dengan psikologi agama belum
pernah dilakukan oleh para ilmuan non-Barat.
Di kalangan muslim kajian-kajian dalam psikologi agama mulai dilakukan
sekitar pertengahan abad-20, permasalahan yang ada sangkut pautnya dengan
bidang kajian ini sudah berlangsung sejak awal-awal perkembangan Islam.
Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai konsep ajaran Islam yang dapat
dijadikan acuan dalam studi psikologi agama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hafidzan.2010. http : // writen by Hafidzan.blogspot.com. 3 Maret 2011
Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syafi’I, Agus. 2006. http://mubarok-institute.blog spot.com . 3 Maret 2011