makalah proses persalinan
DESCRIPTION
MAKALAH PROSES PERSALINANTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Apa yang sebenarnya terjadi pada saat kehamilan ? dan bagaimana timbulnya
inisiasi persalinan atau bagaimana persalinan dimulai ? kenapa bisa tiba tiba terjadi
kontraksi, padahal tadinya selama hamil, tenang tenang saja ?
Persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan plasenta keluar dari uterus,
ditandai dengan peningkatan aktifitas myometrium ( frekuensi dan intensitas
kontraksi) yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya
lendir darah ("show") dari vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan
normal,15-20% terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan
bahwa hanya 5% -10% saja yang membutuhkan seksio sesarea.
Dari data WHO 1999, Terdapat 180-200 juta kehamilan setiap tahunnya dan
585 ribu kematian wanita hamil berkaitan dengan komplikasi. 24.8% terjadi
perdarahan,14.9 % infeksi, 12,9 % eklampsia, 6,9 % distosia saat persalinan, 112,9
% aborsi yang tidak aman, 27 % berkaitan dengan sebab lain. Sedangkan sebab utama
kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, Infeksi, eklampsia, partus lama dan
komplikasi abortus. Perdarahan adalah sebab utama yang sebagian besar disebabkan
perdarahan pasca salin. Hal ini menunjukan adanya managemen persalinan kala III
yang kurang adekuat.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997
mengungkapkan bahwa partus lama merupakan penyebab kesakitan maternal dan
perinatal utama disusul oleh perdarahan, panas tinggi, dan eklampsi. Pola morbiditas
maternal menggambarkan pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalianan. 24,6
% persalianan dengan komplikasi harus ditolong dengan seksio sesarea, sebagian
besar dari kasus ini disebabkan oleh partus lama dan perdarahan.
Pada konfrensi internasional tahun 1999 di Kairo disepakati 80 % dari
persalianan akan ditangani oleh tenaga terlatih pada tahun 2005. Hal ini pada negara-
negara Asia akan dicapai pada tahun 2015. Di Indonesia pada tahun 1997 hanya 36%
1
saja yang parsalinan ditangani oleh tenaga terlatih, didapat peningkatan yaitu pada
tahun 1999 menjadi 56 %.5
1. 1. Tujuan
Pada makalah ini akan dibahas mengenai Mekanisme persalinan normal yang
mungkin dapat membantu dalam upaya memahami proses persalinan agar
menghindari intervensi yang tidak tepat dan komplikai yang tidak perlu terjadi,
karena jelas bahwa kehadiran tenaga terlatih saat persalinan akan mengurangi
kemungkinan komplikasi dan kejadian fatal.
1. 2. Pembahasan
Pengertian
Sebab Terjadinya Proses Persalinan
Persalinan Ditentukan Oleh 3 Faktor “ P “
Perubahan Biokimia Pada Wanita Hami Saat Memasuki Proses Persalinan
Fase Persalinan
Mekanisme Persalinan
Managemen Persalinan
Faktor Penghambat Persalinan Normal
2
BAB II
ISI
2. 1. PENGERTIAN
PERSALINAN / PARTUS Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
2. 1. 1 Partus Normal / Partus Biasa
Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil,
tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi
(kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. 1. 2. Partus Abnormal
Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat seperti versi /
ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya, atau lahir per
abdominam dengan sectio cesarea.
2. 1. 3 Beberapa istilah
Gravida : wanita yang sedang hamil
Para : wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
In partu : wanita yang sedang berada dalam proses persalinan
2. 2. SEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN
1. Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun
mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang. (pada diagram, dari
Lancet, kok estrogen meningkat ?)
2. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser, menjadi
stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.
3. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban,
semakin merangsang terjadinya kontraksi.
3
4. Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan
peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison,
prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses
persalinan (DIAGRAM)
2. 3. PERSIAPAN FISIOLOGIS MENJELANG PERSALINAN
Sebelum onset “true labor” terjadi beberapa perubahan fisiologis. Pada
nulipara, biasanya kepala janin masuk panggul ± 2 minggu sebelum persalinan
[lightening].
Kontraksi Braxton Hicks menjadi semakin sering (setiap 10 – 20 menit).
Beberapa hari sebelum persalinan, servik menjadi lunak-mendatar dan sedikit
membuka serta terdapat ”show” (berupa lendir bercampur darah) . Disebut inpartu,
biasanya bila dilatasi servik sudah mencapai ≥ 2 cm.
2. 3. 1 “True labor” :
1. Kontraksi uterus berlangsung secara teratur dan semakin sering serta
intensitas yang semakin kuat.
2. Rasa tak nyaman pada punggung dan abdomen .
3. Terjadi dilatasi servik.
4. Kontraksi uterus tak dapat dihentikan dengan pemberian sedasi.
2. 3. 2 “False labor”
1. Kontraksi uterus tidak teratus dan interval semakin panjang dan intensitas
tidak berubah.
2. Rasa nyaman terutama pada bagian bawah abdomen.
3. Tidak terdapat dilatasi servik.
4. Rasa sakit umumnya hilang dengan pemberian sedasi.
4
2. 4. PERSALINAN DITENTUKAN OLEH 3 FAKTOR "P" UTAMA
1. Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan
kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
2. Passage
Keadaan jalan lahir
3. Passanger
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik
mayor)
(++ faktor2 "P" lainnya : psychology, physician, position)
Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut,
persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.
2. 5. PERUBAHAN BIOKIMIA PADA WANITA HAMIL SAAT MEMASUKI
PROSES PERSALINAN.
Pada mulai terjadinya proses persalinan terdapat perubahan-perubahan
morfologik dan biokimia tersendiri didalam jaringan uterus yang mempersiapkan
kontraksi yang kuat dan terkoordinasi. Diantara perubahan ini adalah :
1. Perlunakan dan pematangan serviks.
2. Perkembangan gap junction diantara sel-sel miometrium
3. Peningkatan jumlah reseptor oksitosin pada miometrium.
4. Peningkatan reseptor kontraktif darimiometrium terhadap uterotonin.
Persalinan mulai saat benteng pemeliharaan kehamilan dilepaskan yang
menyebabkan pembentukan uterotonin dan uterotropin. Diantara yang paling poten
dari uterotonin ini adalah prostaglandin, oksitosin, angiotensin II, arginin vasopresin,
dan bradikinin. Beberapa uterotonin ini diproduksi dalam jaringan intrauterin, seperti
desidua uterus dan membran janin ekstraembrionik yang merupakan jaringan sangat
potensial enzimatik untuk pembentukan PGE2 dan PGF2ά.
Tampak yang paling mungkin adalah bahwa persalinan diawali sebagai respon
terhadap uterotonin dan uterotropin yang diproduksi dalam uterus, yaitu dalam
5
jaringan uterus atau pada jaringan janin ekstraembrional. Sejumlah agen bioaktif,
yang diproduksi dalam jaringan-jaringan ini, berkumpul didalam cairan amnion
selama proses persalinan.
Pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan subjek yang cukup
penting. Bukti telah diperoleh, dengan penelitian in vitro dan in vivo pada binatang
percobaan, bahwa progesteron menghambat dan estrogen meningkatkan
pembentukan gap junction. Beberapa prostanoid seperti PGE2, PGF2ά dan
tromboksan dan mungkin endoperoksida.
Merangsang pembentukan gap junction pada kehamilan cukup bulan gap
junction meningkat pada setiap sel dan selama proses persalinan jumlah dan
ukurannya semangkin meningkat. Gap junction menghilang pada 24 jam postpartum.
PGE2 dan PGF2ά adalah stimuli yang poten untuk kontraksi miometrium dan
diyakini bekerja meningkatkan kontraksi miometrium dan diyakini bekerja
meningkatkan konsentrasi Ca 2+ bebas intraselular, suatu proses yang menghasilkan
aktiviotas myosin light chain kinase, fosforilasi miosin, dan kemudian interaksi
miosin terfosforilasi dan aktin. PGE2 dan PGF2ά juga bekerja menginduksi
perubahan-perubahan pada pematangfan serviks, yaitu aktivitas kolagenase-
kolagenasa dan suatu perubahan konsentrasi glikosaminoglikan.
Untuk beberapa lama, kita sudah bergulat deangn tiga teori umum yaitu :
1. Hipotesis " progesteron withdrawal "
2. teori oksitosin.
3. postulat sistem komunikasi ibu-janin.
Sekarang bukti yang paling besar menentang bentuk progesteron withdrawal
yang sudah dapat diketahui atau yang tersembunyi sebelum onset persalinan spontan
manusia. Tidak ada penurunan kadar atau kecepatan produksi progesteron dalam
darah sebelum mulainya persalianan dan tidak ada bukti yang nyata untuk
sekuestrasi khusus, penarikan produksi ekstraglandular, metabolisme unik, atau
kegagalan kerja progesteron yang menandai saat mulainya persalinan manusia.
Demikian juga, sebagian fakta menentang peranan elementer oksitosin dalam
inisiasi persalianan spontan. Oksitosin merupakan suatu uterotonin yang sangat poten
6
yang penting dalam mempermudah kontraksi uterus pada stadium dua persalinan
namun tidak terbukti mengininsiasi persalinan.
Sedangkan peran janin dalam inisiasi persalinan yaitu dalam penarikan agen
pemeliharaan kehamilan melalui lengan plasenta sistem komunikasi janin-ibu.
Sebagai jalur alternatif janin yaitu melalui paru-paru janin atau ginjal lewat sekresi
atau eksresi yang memasuki cairan amnion ( lengan parakrin sistem komunikasi
janin-ibu ).
2. 6. FASE PERSALINAN
Proses persalinan dibagi dalam tiga berdasarkan pertimbangan klinis :
Kala I : Dimulai sejak awal kontraksi dengan frekuensi,intensitas dan durasi
yang cukup sehingga menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks.
Kala II : kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (+10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi
Kala III : Segera setelah kelahiran bayi dan berakhir dengan kelahiran
plasenta dan selaput ketuban
Kala IV : Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post
partum.
Gambar Kurve persalinan normal dan posisi kepala janin
7
2. 7. MEKANISME PERSALINAN
2. 7. 1 KALA I PERSALINAN
Menurut Friedman 1967, Persalinan kala I terdiri dari 2 fase :
Fase LATEN (dilatasi 0 – 3 cm)
Fase AKTIF (dilatasi 3 – 10 cm)
Fase aktif :
Fase akselerasi
Fase dilatasi maksimal
Fase deselerasi
Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara ± 1.2 cm dan pada
multipara ± 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5
jam.
Persalinan dimulai dengan kala I sejak onset persalinan sampai serviks
mencapai pembukaaan lengkap,Friedman (1978) dalam teorinya tentang persalinan,
menyatakan : " Gambaran klinis kontraksi uterus, yaitu frekuensi,Intensitas dan
lamanya tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menilai kemajuan
persalinanjuga bukan petunjuk untuk kenormalannya, kecuali dilatasi serviks dan
penurunan janin,tidak ada gambaran klinis pasien bersalin yang dapat mejadi ukuran
kemajuan persalinan".
Pola dilatasi serviks yang terjadi dalam perjalanan persalinan normal
mengambil bentuk sigmoid seperti terlihat pada gambar 1,
Kala pertama persalinan dapat dibedakan berdasarkan dua fase dilatasi
serviks; fase laten dan fase aktif. Fase laten sejak awal persalinan dengan kontraksi
uterus teratur hingga mencapai pembukaan serviks 4 cm. 1,3 Fase aktif dibagi lebih
lanjut sebagai fase akselerasi,fase kelandaian maksimum, dan fase
deselerasi.Lamanya fase laten lebih variabel dan mudah mengalami perubahan-
perubahan yang sensitive akibat faktor-faktor luar dan sedasi (pemanjangan fase laten
) dan perangsangan miometrium (pemendekan masa laten)lamanya fase laten hanya
mempunyai hubungan yang sedikit dengan perjalanan persalinan berikutnya.
8
Sedangkan karakteristik fase akselerasi biasanya dapat meramalkan hasil akhir suatu
persalinan tertentu. Friedman (1978) menganggap kelandaian maksimum sebagai "
ukuran yang baik untuk keseluruhan efisiensi mesin". Sedangkan sifat fase deselerasi
lebih mencerminkan hubungan feto-pelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase
aktif persalinan diakhiri dengan retraksi serviks disekeliling presentasi janin. Setelah
dilatasi serviks lengkap, stadium kedua persalianan dimulai: Hanya penurunan
presentasi janin yang tinggal untuk menilai kemajuan persalianan.
Pola penurunan presentasi janin pada sebagian besar nullipara engagement
kapala janin sudah terjadi sebelum mulai persalinan. Selebihnya terjadi pada fase I
persalinan.
Pada pola penurunan persalinan normal, terbentuk suatu kurva hiperbola yang
tipikal bila station turunnya kepala dipetakan sebagai fungsi dari lamanya persalinan.
Penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi aktif berjalan selama beberapa waktu.
Pada nullipara kecepatan penurunan yang bertambah cepat biasanya
ditemukan pada fase kelandaian maksimum dilatasi serviks.Pada waktu ini, kecepatan
penurunan meningkat menjadi maksimum, dan kecepatan maksimal panurunan ini
dipertahankan sampai bagian presentasi janin mencapai lantai perineum.
Perjalanan persalinan dibagi secara fungsional atas dasar evolusi dilatasi yang
diharapkan dan kurva-kurva penurunan janin 1; bagian persiapan,yang mencakup
fase laten dan fase akselerasi,2; bagian dilatasional, yang meliputi fase kelandaian
dilatasi maksimum, dan 3; bagian pelvis, yang mancakup fase deselerasi dan stadium
kedua yang bersamaan dengan fase kelandaian maksimum turunnya kepala. 1,2,4
Rata-rata lamanya kala satu 8 –12 jam untuk nullipara dan 6-8 jam untuk
multipara.1 Pada fase aktif kala I dilatasi servik 1,2 cm / jam pada primipara dan 1,5
cm / jam pada multipara.4,11 kemajuan dilatasi servik 1 cm/jam pada fase aktif
persalinan sering dipakai sebagai batas untuk menentukan suatu persalinan normal
atau abnormal. Namun validitasnya hanya didasarkan pengalaman. Karena beberapa
persalinan normal didapat kemajuan yang lebih lambat.12 Diagnosa distosia
dipertimbangkan bila kemajuan pembukaan servik kurang dari 0,5 cm / jam dalam
periode 4 jam.12,13 Friedman (1972) menyatakan kemajuan dilatasi servik yang
9
lambat didefinisikan bila pada primipara dilatasi servik kurang dari 1.2 cm/jam atau
penurunan kurang dari 1 cm,sedang pada multipara kurang dari 1,5 cm/jam dan
penurunan kurang dari 2 cm/jam.Didefinisikan sebagai distosia bila pada dalam 2 jam
pemantauan tidak didapat perubahan pada dilatasi servik atau pada 1 jam pemantauan
tidak didapat penurunan bagian janin.7
2. 7. 2 KALA II PERSALINAN DENGAN PRESENTASI OKSIPUT
Janin dengan presentasi oksiput, ditemukan hampir sekitar 95% dari seluruh
kehamilan. Presentasi janin paling umum dipastikan dengan palpasi abdomen dan
kadang kala diperkuat sebelum atau pada saat awal persalinan dengan pemeriksaan
vagina. Pada banyak kasus vertex memasuki pelvis dengan sutura sagitalis pada
diameter transversa pelvis.40% persalinan left occiput transverse (LOT) dan 20%
posisi right occiput transverse (ROT).Posisi occiput anterior (LOA dan ROA) kepala
dapat memasuki pelvis dengan berputar 45 derajat ke anterior dari posisi melintang.
Pada 20% persalinan janin memasuki pelvis dengan posisi occiput posterior. Dari
bukti penelitian radiologik hal ini dikaitkan dengan panggul depan yang sempit. 8
Karena bentuk dinding panggul yang tidak teratur dan dimensi kepala janin
matur yang relatif besar,jelas bahwa tidak semua diameter kepala janin dapat
memasuki dasar panggul. Yang terjadi adalah memerlukan suatu proses adaptasi atau
akomodasi bagian-bagian kepala yang bersangkutan terhadap segmen panggul untuk
menyelesaikan persalinan. Perubahan posisi pada presentasi ini merupakan
10
mekanisme persalinan. Gerakan cardinal pada persalinan adalah Engagement,
penurunan, fleksi, rotasi interna, ekstensi, rotasi eksterna, dan ekspulsi.
- Engagement
Mekanisme yang dipakai diameter biparietal, diameter melintang terbesar
kepala janin dalam presentasi occiput melewati pintu atas panggul disebut sebagai
engagement. Kepala janin biasanya memasuki pintu atas panggul dalam posisi
diameter lintang atau salah satu dari diameter oblik Pada multipara atau beberapa
nullipara fenomena ini dapat terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan.
- Penurunan
Pada nulipara hal ini dapat terjadi sebelum onset persalinan dan penurunan
selanjutnya tidak terjadi sampai mulanya kala II persalinan. Penurunan terjadi
disebabkan satu atau lebih dari empat kekuatan, yaitu ;
1. Tekanan cairan amnion
2. Tekanan langsung fundus pada bokong dengan kontraksi
3. Tekanan langsung otot-otot abdomen
4. Ekstensi dan pelurusan badan janin.8
Feinstein dkk,2001 menyatakan dalam hasil penelitiannya berdasarkan
univariat analisis, Faktor yang menghambat penurunan kepala yaitu nuliparitas,
epidural analgesia, hidramnion, Hipertensi, DMG, Bayi lebih radi 4 kg, Ketuban
pecah dini, persalianan yang di induksi. Didapat cara persalinan pada distosia kala II
ini dengan sesarea 20,6 %, ekstraksi vakum 74 % dan forcep 5,4 %.23
- Fleksi
Segera setelah penurunan kepala menemukan tahanan pada dasar panggul,
dinding panggul dan cerviks, fleksi kepala terjadi. Dimana diameter subocciput
bregmatika menggantikan diameter occipitofrontalis yang lebih besar.
- Rotasi interna
Pemutaran kepala yang menggerakan oksiput dari posisi asalnya ke anterior
menuju simfisis pubis, atau kurang sering ke posterior menuju sacrum, selalu
11
dihubunkan dengan turunnya bagian presentasi dan biasanya tidak terjadi sampai
kepla mencapai spina (engaged). Calkin (1979) penelitian pada 5000 persalinan
menentukan kapan terjadi rotasi interna.disimpulkan bahwa 2/3 rotasi interna lengkap
pada saat kepala mencapai dasar panggul. ¼ nya terjadi segera setelah kepala
mencapai dasar panggul. 5% tidak terjadi rotasi ke anterior. Rotasi sebelum mencapai
dasar panggul lebih sering terjadi pada multipara dari pada nullipara.
- Ekstensi
Setelah rotasi interna, kepala yang fleksi penuh mencapai vulva, kepala
menekan lorong panggul,ada dua kekuatan yang bekerja, berasal dari uterus bekerja
lebih posterior dan tahanan lantai panggul yang bekerja anterior. Gaya resultantenya
mengarah ke muara vulva. terjadi ekstensi, yang membawa dasar oksiput menempel
pada margo inferior simpfisis. Karena pintu keluar vulva mengarah keatas dan
kedepan, ekstensi harus terjadi sebelum kepala dapat melewatinya.
- Rotasi Eksterna
Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi, bila oksiput awalnya
mengarah ke kiri maka berotasi kearah tuberusitas ischium kiri. Begitu pula
sebaliknya. Diikuti dengan lengkapnya rotasi luar keposisi lintang. Suatu gerakan
yang sesuai dengan rotasi badan janin, yang bekerja membawa diameter biakromial
berhimpit dengan anteroposterior pintu bawah panggul.
- Ekspulsi
Segera setelah rotasi eksterna bahu depan terlihat di bawah simfisis dan perineum
menjadi teregang olah bahu belakang, setelah lahirnya kedua bahu tersebut sisa badan
lainya didorong keluar
2. 7. 3 KALA III PERSALINAN.
Otot miometrium berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus
secara tiba – tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan rongga uterus ini menyebabkan
12
berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta. Karena tempat implantasi menjadi
sangat kecil, plasenta terlepas.
2. 8. MANAGEMEN PERSALINAN
Beberapa hal penting yang harus dinilai segera saat seorang wanita memasuki
fase persalinan yaitu :
o Onset serta frekuansi,durasi, relaksasi dan intensitas kontraksi uterus, riwayat
perdarahan, dan gerakan janin.
o Riwayat Alergi, penggunaan obat-obatan, waktu dan jumlah intake oral
terakhir.
o Maternal vital sign, data laboratorium; Hb, golongan darah, protein urin dan
glukosa
o Bunyi jantung janin, dan perkiraan berat janin
o Status membran, pembukaan dan penipisan serviks serta penurunan kepala.
Pada initial assessment ini harus ditentukan normalnya kehamilan.Kesimpulan
hasil pemeriksaan dan data selama antenatal di gunakan untuk membuat rencana
yang rasional untuk memonitor persalinan. Untuk mendapat hasil akhir kehamilan
yang baik ditetapkan program yang dirinci dengan baik memberikan surveilans yang
teliti tentang kesejahteraan ibu maupun janin. Semua observasi harus dicatat dengan
baik Frekuensi, intensitas, lamanya kontraksi uterus, serta respon denyut jantung
janin terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar.
Denyut jantung janin. Jika memungkinkan auskultasi denyut jantung janin
diperiksa selama kontraksi dan selama 60 detik setelah kontraksi untuk melihat
respon janin terhadap kontraksi.Pengukuran denyut jantung janin selama 30 – 60
13
detik diantara his untuk mengidentifikasi frekuensi dasar. Tanpa mempertimbangkan
metoda yang digunakan dalam pengukuran denyut jantung janin standar interval
evaluasi yang digunakan menurut ACOG guidelines (1997),AWHONN (1997) san
SOGC (1995) yaitu :
Kala persalinan Risiko rendah Risiko tinggi
PK I laten 30 –60 menit 30 menit
PK I aktif 30 menit 15 menit
PK II 15 menit 5 menit
Auskultasi denyut jantung janin harus dilakukan sebelum melakukan tindakan
; pemberian obat anastetik dan analgesik, oxytocics dan setiap kali perubahan
dosisnya, pecah ketuban, kontraksi uterus yang kuat,pemeriksaan dalam atau pun
kateterisasi urin.
Gawat janin atau hilangnya kesejahteraan janin, diduga apabila denyut
jantung janin segera setelah kontraksi dengan pengulangan didapat 110 dpm.Gawat
janin sangat mungkin terjadi bila didapat bunyi jantung janin kurang dari 110 dpm
walaupun dengan perbaikan menjadi 110 sampai 160 dpm sebelum kontraksi
berikutnya.
Gambaran bunyi jantung janin yang normal bila di dapat; frekuensi dasar 120
–160 dpm,akselerasi tanpa ada deselerasi dan variabilitas antara 5 - 25 dpm.
Kontraksi uterus
Kontraksi uterus harus dievaluasi harus dimonitor intensitas, frekuensi, dan
durasinya.Kontraksi yang adekuat bila kontraksi tersebut secara teratur menghasilkan
penipisan dan pembukaan serviks bersamaan dengan penurunan kepala. Satuan
pengukuran kontraksi uterus yaitu Montevideo unit, rata-rata kekuatan (amplitudo)
14
kontraksi dalam millimeter merkuri dikalikan dengan frekuensi kontraksi dalam 10
menit.200 – 250 montevideo unit ditentukan sebagai persalinan yang adekuat.
Pengukuran tanda vital
Pengukuran suhu, nadi dan tekanan darah dinilai sekurangnya tiap 2 - 4 jam,
lebih sering bila ada indikasi, bergantung pada kondisi pasien. Pada pasien dengan
ketuban pecah jika temperatur meningkat maka suhu diukur tiap 1 jam.
Pemeriksaan dalam
Pada kala satu persalinan keperluan pemeriksaan dalam selanjutnya untuk
mengetahui status serviks dan dilatasi serta posisi bagian presentasi. Bila selaput
ketuban sudah pecah, pemeriksaan hendaknya diulang segera kalau kepala tidak pasti
engaged pada pemeriksaan vagina sebelumnya. Di Parkland Hospital Pemeriksaan
vagina sering dilakukan dengan interval 2-3 jam untuk mengevaluasi persalinan.9,14
Pemeriksaan vagina yang berulang dan sering dapat menginduksi terjadinya infeksi
terutama pada kala I persalinan.19 Depkes merekomendasikan periksa dalam pada
keadaan normal cukup dilakukan empat jam dan selalu dilakukan secara asepsis.30
Frekuensi periksa dalam harus dibatasi sesedikit mungkin (WHO,1996) Periska
dalam yang dilakukan lebih sering dari 4 jam sekali tidak bermanfaat, kecuali bila
ada indikasi :
1. Ketuban pecah dini dengan letak bagian bawah janin masih tinggi
untuk menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
2. Untuk memantau kemajuan persalinan dan mencatat pembukaan
serviks pada partograf
Alasan untuk melakukan pemeriksaan dalam setiap 4 jam didasari pada
penggunaan partograf dan garis waspada. Biasanya terdapat waktu sekitar 4 jam
antara garis waspada dan garis tindakan. Bila pemeriksaan dalam dilakukan kurang
dari 4 jam, mungkin masih diperlukan pemeriksaan lagi sebelum mencapai garis
tindakan.
15
Penggunaan oksitosin
Penggunaan oksitosin sebagai modalitas dalam managemen aktif persalian
tanpa amniotomi dapat mengurangi lama persalinan hanya didapat pada satu
penelitian dari empat penelitian yang ada. Didapat tidak adanya perbedaan insidensi
seksio sesarea dan persalianan pervaginam dengan alat dan tidak mempengaruhi
kondisi janin.
Asupan oral dan cairan intravena.
Pada dasarnya pada semua keadaan, makanan dan cairan tidak diberikan oral
pada saat memasuki persalinan aktif. Waktu pengosongnan lambung memanjang saat
proses persalinan berlangsung dan pada pemberian analgesia. Sebagai akibat
makanan dan kebanyakan obat yang dimakan tetap ada dilambung dan tidak
diabsopsi, tetapi dapat dimuntahkan dan terjadi aspirasi. Namun penelitian Guyton
dan Gibbs (1994) Insidensi aspirasi tidak didapat pada pemberian cairan oral 150 ml
dua jam sebelum pembedahan.
Pada beberapa pusat kesehatan sering dilakukan restriksi caitan untuk
menghindari aspirasi atau antisipasi bila anastesi umum dibutuhkan.Pemberian cairan
intravena rutin pada awal persalinan tidak jelas diperlukan.Sedang pemberian infus
intravena dengan oxytocics menguntungkan selama masa nifas untuk profilaksis. Dan
perberian glukosa,elektrolit dan cairan baik bagi wanita yang berpuasa dengan
kecepatan 60 – 120 ml perjam, untuk menghindari dehidrasi dan asidosis.
Randomized controlled trial 2000,didapat pemberian intravena pada nullipara
menurunkan insidensi persalinan lama dan mengurangi kemungkinan kebutuhan
pemberian oksitosin serta hidrasi yang kurang dapat menjadi factor yang
menyebabkan gangguan pada proses persalinan. Hal ini dikarenakan cairan yang
adekuat dapat menunjang perfusi yang optimal bagi uterus dan tidak hanya oksigenasi
fetal adekuat tetapi juga menunjang kebutuhan nutrien bagi persalinan dan
mengurangi sisa – sisa metabolisme.16, 20 Namun menurut Neilson.JP,1998 rutin
pemberian cairan intravena tidak selalu dibutuhkan bila wanita hamil dapat minum
dengan baik.
16
Sedangkan efek untuk mengurangi atau mencegah makan dan minum sering
mengakibatkan perlunya pemberian glukosa intravena, yang telah dibuktikan dapat
berakibat negatif terhadap janin dan selanjutnya bayi baru lahir. Efek tersebut
disebabkan oleh peningkatan insulin sebagai respons dari peningkatan kadar glukosa
dan bisa mengakibatkan hipoglikemi pada janin, atau lebih sering terjadi hipoglikemi
pada neonatal.
Dukungan psikis
Berdasarkan meta-analisis dari 11 RCT didapat; Dukungan psikis dapat
mengurangi lamanya persalianan menghindari depresi pasca persalinan, mengurangi
penggunaan analgesia, persalinan yang lebih singkat, mengurangi persalianan secara
operatif dan persalianan dengan menggunakan alat.13, 17, 29 Banyak penelitian
yang mendukung kehadiran orang ke kedua saat persalinan berlangsung. Penelitian
itu menunjukan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua tersebut sebagai
pendamping pertolongan persalinan / bidan, akan memberi kenyamanan pada saat
bersalin.
Pencukuran daerah pubis
Menurut Nelson 1998, dalam evidence-based intrapartum care dinyatakan
bahwa pencukuran daerah pubis tidak mengurangi infeksi, bahkan mungkin
meningkatkan risiko penularan HIV dan Hepatitis pada bayi.
Fungsi kandung kemih
Distensi kandung kemih harus dihindarkan, karena dapat menimbulkan
persalinan macet dan selanjutnya hipotonia dan infeksi kandung kemih.Selalu
dilakukan pemeriksaan abdomen daerah suprasimfisis untuk mendeteksi pengisian
kandung kemih. Bila kandung kemih mengembang dan tidak dapat berkemih
kateterisasi diindikasikan.9 Minta ibu hamil agar sering buang air kecil sedikitnya
setiap 2 jam. Catat pada partograf jumlah pengeluaran urine setiap kali ibu b.a.k dan
catat protein atau aseton yang ada dalam urine.
17
Posisi dan gerakan ibu dalam persalinan
Diketahui bahwa posisi terlentang saat persalinan dapat mengakibatkan
berkurangnya aliran darah dari ibu ke janin. Pada saat persalinan sebenarnya telah
terjadi pengurangan aliran darah plasenta akibat aktifitas otot rahimpada saat
kontraksi. Bila janin telah mengalami kurangnya aliran darah plasenta, seperti pada
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, maka dengan adanya gangguan aliran
darah plasenta yang diakibatkan posisi ibu (terlentang), maka hal ini dapat
membahayakan janin.
Posisi bersalin dalam persalinan dapat mempengaruhi lamanya proses
berlangsung, ibu yang lebih banyak bergerak dan dibiarkan memilih posisi yang
mereka pilih sendiri mengalami nproses persalian yang lebih singkat, dan rasa nyeri
yang berkurang. Oleh karena itu ibu bersalin hendaknya diberi kebabasan memilih
posisi yang dirasakan paling nyaman kecuali ada kontraindikasi lain. (WHO 1996).
Dalam suatu review sistematis dari 17 Randomised control Trial untuk
mengevaluasi efek posisi ibu dalam persalinan, menyimpulkan bahwa " Ibu bersalin
yang mengambil posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tidak nyaman
dan nyeri, mengalami kala II yang lebih singkat (tanpa bantuan oksitosin), lebih
mudah meneran dan memiliki peluang lebih besar untuk persalinan spontan dengan
robekan perineal dan vaginal yang leboh sedikit. Komite ahli yang mengkaji
persalinan normal untuk WHO menyimpukan hal yang sama.
Amniotomi
Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini
pewarnaan mekonium pada cairam amnion.bila amniotomi dilakukan hendaknya
dilakukan teknik asepsis dan kepala harus tetap di panggul untuk menghindari prolaps
tali pusat.
Pada dua multisenter di Canada dan The United Kingdom pada lebih dari
2000 partisipan didapat bahwa amniotomi dapat mengurangi lamanya persalinan,
namun tidak menunjukan perbedaan efek terhadap ibu dan janin.
18
Partograf.
Alat Bantu yang digunakan untuk observasi dan menilai kemajuan persalian
dengan menilai pembukaan melalui pemeriksaan dalam, serta mendeteksi apakah
proses persalianan berjalan secara normal.
Pencatatan dalam partograf yaitu :
1. Fase aktif ; pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
2. Kontraksi uterus dan Denyut jantung janin setiap 30 menit
3. Pembukaan serviks setiep 4 jam
4. Nadi setiap 30 menit
5. Tekanan darah dan temperatur setiap 4 jam
6. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Informasi yang didapat melalui partograf yaitu :
1. Informasi kondisi tentang ibu; Nama, umur, gravida, para, abortus tanggal
mulai persalinan, waktu ketuban pecah
2. Kondisi janin : DJJ,warna dan adanya air ketuban, molase
3. Kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah janin
atau presentasi, garis waspada dan garis bertindak.
4. Jam dan waktu : mulainya fase aktif dan waktu actual saat pemeriksaan
5. Kondisi ibu : Nadi, tekanan darah, temperatur, dan urin obat – obatan dan
cairan yang diberikan
Garis waspada : dimulai saat pembukaan servika 4 cm dan dan berakhir pada
titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi bila pembukaan 1 cm per jam.
Garis bertindak : tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak
atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada disebelah kanan garis
bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan
Penelitian WHO di multicentre Asia tenggara yang bermaksud mengevaluasi
penggunaan partograf dalam managemen dan hasil persalinan, bahwa dengan
menggunakan partograf dapat mengurangi augmentasi dengan oksitosin hingga 54%,
19
mengurangi lama proses persalinan yaitu persalinan yang lebih dari 18 jam serta
mengurangi postpartum sepsis hingga 59%.
2. 8. 1 KALA II
Kala II persalinan dimulai saat pembukaan serviks mencapai maksimum
diakhiri dengan lahirnya janin. Pembukaan cerviks yang lengkap, ibu ingin mengejan
dan turunya presentasi kepala menandai kala II persalinan dengan kontraksi uterus
berlangsung selama 1 ½ menit dan fase istirahat miometrium tidak lebih dari satu
menit.
Pada kala II persalinan bantu ibu mengambil posisi yang paling nyaman
baginya, Riset menunjukan bahwa posisi duduk atau jongkok memberikan banyak
keuntungan. Pada kala II anjurkan ibu untuk meneran hanya jika merasa ingin
meneran atau saat kepala bayi sudah kelihatan di introitus vagina "crowning" dan
pada penelitian tidak direkomendasikan untuk meneran sambil menahan nafas karena
terbukti berbahaya. Hindari juga peregangan pada vagina secara manual dengan
gerakan menyapu atau menariknya ke arah luar.
Penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan untuk meminta ibu
bersalin menarik nafas dalam, menahan nafas dan meneran saaat kontraksi. Praktek
20
untuk menahan nafas dan memaksa upaya ekspulsi terkendali untuk membantu
persalinan dikenal sebagai manuver valsava. Pada umumnya praktek ini
menyebabkan ibu meneran sambil menghembuskan nafas kuat – kuat dengan glotis
tertutup. Dari penelitian didapat tidak ada perbedaan lamanya waktu persalinan bila
dibandingkan dengan ibu bersalin yang meneran spontan dan tidak menahan nafas.
(thompson, 1995, Knauth dan haloburdo, 1986 ).
Kala II memakan waktu kurang dari 30 menit dan Berkaitan dengan mortalitas
dan morbiditas janin tenaga kesehatan harus berhati-hati bila lebih dari satu jam.1
tetapi dapat sangat berbeda-beda pada nulipara dapat 50 menit dan 20 menit pada
multipara.1 Dalam literature lain dinyatakan, Satu jam pada multipara dan dua jam
pada nulipara.23 Rata – rata lamanya kala II persalianan menurut ACOG yaitu 30
menit pada multipara dan satu jam pada primipara.11 Dari beberapa hasil penelitian
tidak bermasalah berapa lamanya kala II persalinan sehingga lamanya kala II ini
tidak dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan intervensi selama kondisi ibu
dan janin baik lamanya kala II ini dapat berlanjut hingga lebih dari satu jam.
Pada seorang wanita dengan paritas lebih tinggi dengan perineum teregang
dengan beberapa kali daya dorong mungkin dapat menyelesaikan persalinan.
Sebaliknya, pada seorang wanita dengan panggul sempit atau janin besar, atau ada
gangguan daya dorong kala II dapat menjadi abnormal lama.
Lamanya kala II ini berkaitan dengan APGAR score yang lebih rendah pada
menit pertama setelah kelahiran namun tidak berbeda pada manit ke lima dan
sepuluh. Perbedaan nilai APGAR signifikan pada kala II lebih dari 4 jam, Sedangkan
asidosis pada bayi tidak berhubungan dengan lamanya kala II.21 Sedangkan menurut
feinstein dkk 2001, Kala II lama berkaitan dengan penurunan APGAR score pada
menit pertama dan kelima tetapi tidak signifikan dengan peningkatan mortalitas
perinatal.23 Kala II yang memanjang berkaitan dengan kerusakan muscular dan
neuromuscular dasar panggul, incontinensia alvi, incontinensia urin, dan
meningkatnya risiko perdarahan post partum.11,15 Berdasarkan univariat analisis
risiko tersebut timbul pada kala II lebih dari dua jam, dengan perdarahan rata-rata
21
500cc dan penurunan hemoglobin 1,8 g/dl serta meningkatkan risiko terjadinya atonia
uteri.
Episiotomi untuk mempercepat kala II tidak rutin dilakukan karena tidak
mencegah terjadinya kerusakan m.sfingter ani justru menambah risiko terjadinya
kerusakan tersebut,dari data yang didapat khususnya episiotomi mediana harus
dihindari pada kala II memanjang karena dapat menambah kerusakan dasar panggul
yang berat.
Sebuah RCT di Canada menyatakan bahwa menghindari melakuakan
episiotomi mengurangi trauma perineum dan episiotomi meningkatkan resiko
inkontinensia fecal pada tiga dan enam bulan postpartum. Episiotomi mediana tidak
efektif dalam perlindungan daerah perineum selama persalianan. Pada nuliparitas
masase perineum beberapa minggu sebelum persalianan dapat mencegah trauma
perineum. Dan tidak ada bukti yang menunjang dilakukan masase perineum pada kala
II pesalinan. Ekstraksi Vakum dan persalianan spontan dapat mengurangi trauma
sfingter ani di bandingkan dengan ekstraksi forsep.
Dorongan pada fundus selama persalinan dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan uterus dan abdomen.serta dorongan yang terus menerus dapat menyebabkan
penurunan oksigenisasi bagi bayi dan tidak mengurangi lamanya kala II persalinan.
Melambatnya denyut jantung janin yang diinduksi kompresi kepala sering
terjadi pada waktu kompresi dan upaya ibu untuk mendorong. Bila pemulihan denyut
jantung cepat setelah kontraksi dan setelah upaya ekspulsi tersebut maka pesalinan
dapat dilanjutkan. Tetapi tidak semua pelambatan denyut jantung janin tersebut
didsebabkan oleh kompresi kepala. Daya yang kuat yang timbul didalam uterus
waktu kontraksi dan daya mengejan ibu dapat menurunkan perfusi plasenta yang
cukup besar. Turunnya janin melalui jalan lahir dan berkurangnya volume uterus
sebagai akibatnya dapat mencetuskan derajat pelepasan plasenta prematur, sehingga
kesejahteraan janin terancam. Turunnya janin lebih mungkin mengencangkan lilitan
tali pusat disekeliling janin terutama dileher sehingga dapat menyumbat aliran darah
umbilical. Mengejan yang berkepanjangan dan tidak henti-hentinya dapat
22
membahayakan janin. Takikardi ibu, yang sering terjadi pada kala II jangan disalah
artikan sebagai bunyi jantung janin yang normal.
Dua puluh RCT (Randomized Controlled Trial ) membandingkan monitoring
bunyi jantung janin secara elektronik dan auskultasi, dilaporkan peningkatan section
sesarea dan persalinan operatif pervaginam. Adanya monitoring secara elaktronik ini
tidak menambah keuntungan bagi bayi.Pada salah satu penelitiannya didapat
penurunan angka kejadian kejang pada neonatus dan fetal asidosis dengan
menggunakan continous monitoring electronic namun tidak ada perbedaan hasil
setelah satu tahun pemantauan perkembangan bayi.
Kelahiran kepala dengan perasat Ritgen, pada waktu kepala meregangkan
perineum dan vulva kontraksi cukup untuk membuka introitus vagina sekitar 5 cm,
perlu memasang duk dengan satu tangan untuk melindungi introitus dari anus dan
kemudian menekan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat didepan
koksigis, sementara tangan lainnya memberi tekanan diatas pada oksiput.
Setelah kepala dilahirkan, untuk mengurangi kemungkinan aspirasi debris
cairan amnion dan darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan bayi dapat
menarik nafas, wajah cepat-cepat diusap dan nares serta mulut bayi diaspirasi.
Selanjutnya jari hendaknya menuju leher untuk memastikan apakah ada lilitan
tali pusat. Lilitan terjadi pada sekitar 25 % persen kasus, bila terdapat lilitan
hendaknya ditarik diantara jari-jari dan kalau cukup longgar dilepaskan dari kepala
bayi. Bila lilitan mencekik erat dileher sehingga susah dilepaskan dari kepala,
hendaknya dipotong diantara dua klem dan bayi cepat dilahirkan.
Setelah lahir bayi ditempatkan setinggi introitus vagina atau dibawahnya
selama tiga menit dan sirkulasi fetoplasenta tidak segera disumbat dengan klem, kira
– kira 80 ml darah dapat berpindah dari plasenta ke janin. Satu keuntungan dari
transfusi plasenta tersebut bahwa hemoglobin dari 80 ml darah plasenta memberikan
50 mg besi sebagai simpanan bayi untuk menghindari anemia defisiensi besi pada
masa bayi.
Lavase atau manual eksplorasi pada uterus setelah bayi lahir tidak dianjurkan
karena dapat menimbulkan trauma servik dan uterus serta dapat menimbulkan infeksi.
23
2. 8. 2 Kala III
Segera setelah bayi lahir tinggi fundus dan konsistensi dipastikan, sepanjang
uterus tetap kencang dan tidak terdapat perdarahan yang luar biasa pelepasan
plasenta di tunggu hingga ada tanda –tanda pelepasan plasenta. Dilakukan
managemen aktif kala III untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif
sehingga mengurangi kehilangan darah.26, 27, 28 Namun sebelumnya harus
dilakukan pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan tidak ada kehamilan ganda.30
Tunggu uterus berkontraksi, lakukan peregangan tali pusat terus menerus sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati – hati ke arah punggung ibu dan kearah atas
(dorso kranial). Ulangi langkah ini setiap kali ada his.berhati – hati, jangan menarik
tali pusat berlebihan atau mendorong fundus karena akan menyebabkan inversio uteri.
Managemen aktif kala III yaitu :
1. Pemberian uterotonik profilaksis
2. Melakukan peregangan tali pusat terkendali
3. Masase fundus uteri
Bila plasenta belum lepas setelah melakukan penatalaksanaan aktif perslinan
kala III dalam waktu 15 menit, ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM, periksa
kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh, kala III dilakukan terus hingga 15
menit berikutnya.30 Setelah lahirnya plasenta harus diperiksa kelengkapannya dan
masase uterus dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus serta periksa perineum
dari perdarahan aktif. Pada prinsipnya pencegahan perdarahan post partum yaitu
dengan meningkatkan kontraksi uterus dan mempercepat kala II persalinan ini.
Tatalaksana kala III persalinan berbeda pada setiap center kesehatan, seperti
di Eropa masih menggunakan "expectant management" yaitu menunggu terlepasnya
plasenta dan membiarkan plasenta terlepas spontan. "Cochrane systematic review"
menganalisa lima RCT ( Rendomized Controlled Trials ) untuk membandingkan
akspectant management dan managemen aktif didapat bahwa " managemen aktif
berkaitan dengan menurunnya risiko perdarahan postpartum lebih dari 500cc,
menghindari kala III yang memanjang dan komplikasi serius lainnya, tetapi juga
dikaitkan dengan efek samping penggunaan uterotonik "
24
Penggunaan syntrometrin intamuskular sebagai uterotonik profolaksis rutin
pada kala III mengurangi risiko perdarahan postpartum dibandingkan dengan
oksitosin intramuskular.Namun risiko terjadinya perdarahan postpartum yang berat
pada penggunaan oksitosin intramuskular tidak meningkat.
Beberapa penelitian klinis menyarankan penggunaan misoprostol 400-600
mikrogram oral sama efektifnya dengan penggunaan oksitosin dan sintimetrin dan
pada penelitian lain menemukan sama efektifnya dengan oksitosin namun
berhubungan dengan peningkatan suhu dan mengigil.27 Sedangkan pada Penelitian
multisenter RCT dari WHO didapat, Pada penggunaaan misoprostol (prostaglandin
E1) untuk mencegah perdarahan postpartum secara oral maupun rectal kurang efektif
dibandingkan injeksi oksitosin.Hal ini berkaitan dengan lamanya mencapai kadar
puncak dalam plasma setelah pemberian oral maupun rectal sehingga tidak
direkomendasikan digunakan secara rutin pada kala III.
2. 8. 3 Kala IV
25
Observasi pada satu jam pertama setelah persalinan tiap 15 menit dan 30
menit pada jam kedua. Perhatikan tekanan darah ,nadi kontraksi uterus serta
perdarahan. Harus diperhatikan bila ada nyeri perineum yang berat berkaitan dengan
terbentuknya hematoma. Serta distensi kandung kemih dapat mengakibatkan
terganggunya kontraksi uterus.
2. 9. FAKTOR PENGHAMBAT PERSALINAN NORMAL
2. 9. 1 Varises Menghambat Persalinan Normal
Ternyata, varises bukan cuma terjadi di kaki, tapi juga bisa di vagina dan
anus. Hati-hati, karena berisiko terjadi perdarahan sewaktu persalinan.
Bisa dipastikan, tak ada wanita yang tak ingin tampil indah. Begitu pun kala
hamil. Itu sebab tak setiap wanita siap menghadapi perubahan tubuh yang terjadi saat
hamil. Sekalipun perubahan itu terjadi di kaki semisal varises. Betapa tidak?
Kehadiran tonjolan biru melingkar-lingkar seperti cacing ini membuat kaki yang
semula mulus jadi hilang keindahannya.
Namun yang harus dicemaskan bukan hilangnya keindahan si kaki, melainkan
si varises. Pasalnya, hampir semua wanita hamil yang mengalami varises di kaki, di
26
vaginanya pun ada varises. Ini berbahaya, lo, karena bisa menghambat persalinan,
terutama bagi mereka yang melakukan persalinan secara normal atau pervaginam.
Bukan berarti yang kakinya mulus alias tak terkena varises, akan aman-aman
saja, lo. Soalnya, bisa terjadi si varises memang tak bersarang di kaki, melainkan di
vagina dan jalan lahir atau di anus. “Bila varisesnya besar-besar di daerah jalan lahir
atau dubur, akan berisiko terjadi perdarahan waktu persalinan, karena pembuluh
darah yang membesar itu bisa pecah akibat tertekan tubuh janin saat meluncur keluar
dalam persalinan,” terang dr. Judi Januadi Endjun, SpOG, Sonologist, dari FK UPN
Veteran/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Bahkan, saat mengejan pun, bisa saja pembendungan pada pembuluh-
pembuluh darah di sekitar jalan lahir tak bisa ditahan oleh dinding pembuluh hingga
pecah dan timbullah perdarahan hebat. Akibatnya, harus dilakukan bedah sesar pada
si ibu untuk mencegah perdarahan hebat.
Perubahan Normal
Varises, terang Judi, merupakan pelebaran pembuluh darah vena atau
pembuluh darah balik yang diakibatkan kelemahan pada dinding otot pembuluh darah
tersebut atau karena ada gangguan pada klep vena.
Saat hamil, wanita akan mengalami perubahan hormonal, terutama
peningkatan hormon progesteron. Perubahan hormonal yang besar itu mengakibatkan
terjadi perubahan fisik dan psikis yang nyata. Misal, payudara membesar dan aerola
mammae yang tampak lebih kehitaman, tubuh terasa lemas, pusing, serta merasa
mual-muntah.
Nah, perubahan hormonal juga berpengaruh pada dinding pembuluh darah,
yaitu membuat elastisitas dinding pembuluh darah makin bertambah, hingga dinding
pembuluh darah (baik arteri maupun vena) makin lentur. Akibatnya, pembuluh darah
jadi tambah besar dan melebar. Namun pembesaran dan pelebaran ini terlihat lebih
nyata pada pembuluh darah vena karena pembuluh darah vena lebih tipis dibanding
pembuluh darah arteri (nadi).
27
Pelebaran pembuluh darah ini perlu untuk memenuhi kebutuhan janin, agar
aliran darah dan volume darah yang memang makin meningkat pada wanita hamil
dapat tersuplai dengan baik, hingga pertumbuhan janin pun berlangsung normal.
Bukankah rahim yang membesar butuh penyediaan aliran darah yang banyak, hingga
pembuluh-pembuluh darah yang menjadi tempat darah mengalir akan bertambah
besar dan banyak?
Namun, akibat efek mekanik penekanan rahim, maka aliran darah balik dari
anggota gerak bawah dan panggul mengalami hambatan hingga terjadi bendungan
yang bisa menyebabkan pelebaran vena atau varises.
Tergantung Besar Rahim
Pada wanita hamil, umumnya varises terjadi di daerah panggul dan anggota
gerak bagian bawah. Soalnya, pembuluh-pembuluh darah di daerah itulah yang
berhubungan erat dengan rahim. Sementara kemunculannya bisa kapan saja, bahkan
bisa sejak kehamilan trimester pertama, tergantung sebelumnya sudah ada varises
atau tidak. Yang jelas, tegas Judi, sejalan bertambahnya usia kehamilan, biasanya
varises makin tambah parah.
Varises bertambah besar bila aliran darah di pembuluh vena mengalami
bendungan. Pembendungan bisa terjadi, seperti diungkap di atas, akibat efek mekanik
penekanan rahim. Adapun besarnya pembendungan aliran darah amat tergantung
besarnya rahim. Makanya, varises makin parah di bulan-bulan terakhir kehamilan
karena beban perut makin besar. Bukankah makin bertambah usia kehamilan, rahim
pun akan makin besar? Nah, rahim yang makin besar ini, makin lama makin menekan
pembuluh darah balik yang terdapat di bagian bawah perut.
Selain itu, bagian kepala janin yang sudah turun ke rongga panggul juga
mempengaruhi. Akibatnya, aliran peredaran darah di daerah itu tak lancar. Aliran
darah yang terhambat dan terbendung inilah yang tampak sebagai tonjolan di bawah
kulit. Pada betis, tonjolan itu tampak sebagai garis-garis panjang warna hijau kebiru-
biruan.
28
Pembesaran ini makin diperparah oleh sikap tubuh yang salah semisal berdiri
terus-menerus, duduk yang terlalu lama, dan sering mengangkat beban berat. Terlebih
bila wanita hamil kurang berolahraga. Itu sebab, wanita hamil dianjurkan rajin
berolah raga agar aliran darah tetap lancar.
Sementara varises di anus yang lebih dikenal dengan istilah ambeien, salah
satu pemicunya adalah kebiasaan buang air besar dengan cara duduk. Mereka yang
kurang menkonsumsi makanan berserat pun punya kecenderungan cukup besar untuk
menderita varises di anus.
Kecenderungan varises juga makin besar terjadi pada wanita yang pernah
hamil dan melahirkan anak lebih dari 2 kali maupun wanita hamil usia di atas 40
tahun. Penyebabnya, tak lain ada arteriosclerosis (penebalan dinding pembuluh darah)
yang berdampak dinding pembuluh darah jadi kehilangan daya lentur/elastisitasnya.
Kekakuan dinding arteri ini akan menghambat aliran vena, hingga varises pun timbul.
Selain tentu saja varises juga terjadi pada mereka yang memang berbakat.
Sulit Diobati
Untuk varises di kaki, pembesaran bisa dicegah dengan memakai stocking
khusus. Sayang, stocking ini tak nyaman dipakai karena menimbulkan rasa gerah
lantaran iklim di Indonesia yang panas.
Sementara pembesaran varises di vagina dan anus, tak ada alat khusus yang
bisa mencegahnya. Namun bila wanita hamil rajin mengangkat kaki dengan cara
menaruhnya di atas bantal kala sedang tidur-tiduran atau membaca buku, sedikit
banyak bisa membantu melancarkan aliran darah. Dengan cara ini diharapkan beban
yang harus ditopang kaki jadi makin berkurang. Selain penggunaan sepatu, sebaiknya
dengan hak maksimal 2 cm agar aliran darah tak terhambat. Kemudian saat tidur,
usahakan jangan berbaring hanya dalam satu posisi untuk menghindari tekanan pada
pembuluhpembuluh darah di satu tempat.
Akan halnya pengobatan varises, biasanya cuma bersifat mengurangi keluhan.
Soalnya, varises yang terjadi saat kehamilan amat sulit diobati. Selain harus
memperhitungkan dampak negatif yang mungkin terjadi pada janin, juga proses
29
terjadi varises berkaitan dengan kehamilan. Bukankah makin tua usia kehamilan akan
makin besar rahim, hingga makin besar pula efek bendungan pada pembuluh-
pembuluh vena hingga varises makin besar?
Makanya, saran Judi, mereka yang berbakat atau sudah punya penyakit ini,
sebaiknya varises diobati sebelum hamil. Jikapun keluhannya sudah terasa
mengganggu, akan diberi obat oles yang memunculkan efek menghangatkan. Kadang
juga diberi vitamin tambahan yang bekerja untuk syaraf seperti vitamin B1, B6, dan
B12. Atau bahkan diberi suntikan yang bersifat mengurangi rasa sakit, karena varises
yang parah akan dirasakan pegal-pegal, panas, dan sakit oleh si ibu hingga
membuatnya sering merasa tak nyaman serta menimbulkan banyak keluhan dan stres.
Tentu obat suntiknya harus dipilih yang aman bagi janin.
Tak Bisa Normal Lagi
Menurut Judi, wanita yang pada kehamilan pertamanya mengalami varises,
biasanya pada kehamilan kedua dan seterusnya akan makin parah varisesnya.
Soalnya, elastisitas otot-otot jadi berubah, hingga varises yang diderita pun makin
berat. Pada kasus ini, biasanya untuk kembali normal akan sulit, hingga jalan
operasilah yang bisa mengatasinya.
Umumnya, varises yang terjadi karena kehamilan akan hilang sendiri setelah
kelahiran bayi. Bukankah dengan mengecilnya rahim, pembendungan tak ada lagi,
hingga aliran darah pun lancar kembali? Namun begitu, untuk sebagian wanita
mungkin saja tak bisa normal kembali. Jadi, varisesnya masih tampak besar-besar,
hingga perlu penanganan dokter lebih lanjut.
Waktu menghilangnya pun tak sama pada masing-masing ibu. Ada yang
dalam waktu cepat bisa hilang, misal, setelah kelahiran bayi, tapi ada pula yang
hingga waktu nifas baru hilang. “Tiap wanita punya ciri dan sifat sendiri dalam
tubuhnya, termasuk dalam susunan pembuluh darahnya,” kata Judi. Hal ini pula yang
menyebabkan tak setiap wanita akan mengalami varises.
1. Tips Mencegah Varises
Rajin senam.
30
Tak mengenakan pakaian ketat.
Sesering mungkin mengangkat kaki lebih tinggi dari tubuh.
Jika otot kaki terasa pegal, pijatlah hingga aliran darah kembali normal.
2. Mencegah Ambien Bertambah Parah
Biasanya dokter akan memeriksa varises di anus (ambeien) dan saluran
pembuangan bagian bawah ini dengan alat bernama anuskopi. Dari situ dokter bisa
melihat, apakah varises akan membahayakan kehamilan dan proses persalinan atau
tidak.
Saran Judi, bila memang sudah punya ambeien sebelum hamil, lebih baik
ambeiennya dioperasi dulu sebelum kehamilan berlangsung. Soalnya, jika sudah
kadung hamil, tak bisa dilakukan tindakan operasi. Yang bisa dilakukan hanya
mencegah agar pembuluh darah tak bertambah melebar.
3. Pencegahan bisa dilakukan, antara lain:
Jangan menunda keinginan buang air besar, tapi cobalah usahakan untuk
buang air besar secara teratur tiap hari.
Usahakan minum air jangan kurang dari 2 liter per hari.
Perbanyak makanan yang mengandung serat, seperti sayuran dan buah-
buahan.
Lakukan olahraga secara teratur, terutama olahraga untuk orang hamil, seperti
senam hamil.
Jika sudah kadung ada perdarahan atau nyeri yang hebat di daerah tersebut,
segera konsultasikan ke dokter.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Dan Saran
Mekanisme Persalinan normal mencegah terjadinya komplikasi selama
persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian
ibu serta bayi baru lahir.
1. Mencegah perdarahan pasca persalinan
2. Menjadikan laserasi / episiotomi sebagai tindakan tidak rutin
3. Mencegah terjadinya retensio placenta Upaya Pencegahan Retensio Placenta
berupa : Pencegahan retensio plasenta dengan cara mempercepat proses
separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera
setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Upaya ini
disebut juga penatalaksanaan aktif kala III
4. Mencegah partus lama Upaya mencegah partus lama berupa : Mengharapkan
dukungan suami dan kerabat ibu
5. Mencegah asfiksia bayi baru lahir Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir
secara berurutan,yaitu : Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah
ekspulsi kepala. menghisap lendir secara benar. Segera mengeringkan dan
menghangatkan tubuh bayi
Ini Sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi
baru lahir, karena sebagian besar persalinan di indonesia masih terjadi di tingkat
pelayanan kesehatan primer di mana tingkat ketrampilan dan pengetahuan petugas
kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut masih Belum memadai. Deteksi dini dan
pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta
bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk
mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, menerapkan asuhan
persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, dan
segera melakukan rujukan saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi
baru lahir akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. http://racik.wordpress.com/2007/11/23/varises-menghambat-persalinan-
normal/
2. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/fisiologi-dan-managemen-
persalinan.html
3. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/mekanisme-persalinan-normal.html
4. http://ayurai.wordpress.com/2009/03/13/persalinan-fisiologis-kala-i-fase-
aktif/
5. http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2008/11/mekanisme-persalinan-
normal.html
6. http://blog.asuhankeperawatan.com/414askep/tag/kala-iii/
7. http://www.scribd.com/doc/14077783/Asuhan-Kebidanan-
8. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.geocities.com/
Yosemite/Rapids/1744/epis1.jpg&imgrefurl=http://www.geocities.com/
Yosemite/Rapids/1744/cklob17.html&usg=__QnAU2H3t-
ZP_KaoGYfdReCrPeY0=&h=366&w=315&sz=43&hl=id&start=2&um=1&t
bnid=Lccp AaVDk0N5M:&tbnh=122&tbnw=105&prev=/images%3Fq
%3Dpersalinan%2Bnormal%26hl%3Did%26sa%3DN%26um%3D1
9. "Asuhan Persalinan Normal".Jaringan Pelayanan Klinik
Reproduksi.JHPIEGO (MNH). Departeman Kesehatan. Jakarta 2002.
10. Saifuddin A.B. Buku acuan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal ; Persalinan normal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
1st Jakarta.2002;
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku satu : Standar Pelayanan
Kebidanan, Jakarta, 2001
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku satu : Catatan Tentang
Perkembangan dalam Praktek Kebidanan, Jakarta, 2001
33