makalah praktikum kimia lingkungan analisa udara ambient .docx
DESCRIPTION
Analisa dan Penentuan Partikulat, Nitrogen Dioksida (NO2), Sulfur Dioksida (SO2 ) , dan Amoniak (NH3) Udara Ambient di CiputatTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN
Analisa dan Penentuan Partikulat, Nitrogen Dioksida (NO2), Sulfur
Dioksida (SO2 ) , dan Amoniak (NH3) Udara Ambient
Di Susun Oleh :
Irham Maladi (1112096000001)
Siska Permata Sari (1112096000014)
Rizky Widyastari (1112096000025)
Windi Sofiana (1112096000026)
Kimia III-A
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum kimia lingkungan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Etyn Yunita, M.Si dan Ibu Nita
Rosita S.Si selaku dosen praktikum kimia lingkungan yang telah banyak memberikan
bimbingan serta pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan praktikum kimia
lingkungan.
Laporan ini berjudul Analisa dan Penentuan Partikulat, Nitrogen Dioksida (NO2),
Sulfur Dioksida (SO2 ) , dan Amoniak (NH3) Udara Ambient
Dengan disusunnya makalah ini, semoga dapat memberikan manfaat dan pengetahuan
kepada para pembaca umumnya, dan bagi penulis khususnya. Penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan ada kritik dan saran yang
membangun.
Wassalamualaikum wr.wb.
Jakarta, Desember 2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara
bumi yang kering mengandungi 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbon
dioksida, dan gas-gas lain.
Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah
dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang
seiring dengan ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara semakin
tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.
Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang, sementara
kandungan karbon dioksida bertambah. Ketika tumbuhan menjalani sistem fotosintesa,
oksigen kembali dibebaskan.
Di antara gas-gas yang membentuk udara adalah seperti berikut :
Helium
Nitrogen
Oksigen
Karbon dioksida
1.2 Tujuan Percobaan
Melakukan pengambilan sampel (sampling) udara ambient (SO2, NO2, NH3, total
partikulat/debu).
Melakukan pengambilan data-data pendukung sampling udara seperti suhu, tekanan
udara, laju alir udara, waktu/lama sampling, kebisingan, arah, dan kecepatan angin).
Menentukan volume sampel udara yang diserap.
Menganalisa dan menentukan kadar total partikulat (kadar debu) udara ambient
dengan metode gravimetri
1.3 Manfaat Percobaan
Dengan dilakukannya percobaan ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan kepada dosen serta teman-teman mahasiswa dan mahasiswi tentang
kandungan partikulat, sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan amoniak
(NH3) dalam udara ambient didepan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udara ambient
Teknik sampling kualitas udara dilihat lokasi pemantauannya terbagi dalam dua
kategori yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara ambien. Sampling
udara emisi adalah teknik sampling udara pada sumbernya seperti cerobong pabrik dan
saluran knalpot kendaraan bermotor. Teknik sampling kualitas udara ambien adalah
sampling kualitas udara pada media penerima polutan udara/emisi udara.
Untuk sampling kualitas udara ambien, teknik pengambilan sampel kualitas udara
ambien saat ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pemantauan kualitas udara
secara aktif (konvensional) dan secara pasif. Dari sisi parameter yang akan diukur,
pemantauan kualitas udara terdiri dari pemantauan gas dan partikulat . Pemantauan
parameter partikulat secara konvensional (aktif sampling) metoda passive sampling dapat
dijelaskan sebagai berikut :
- Metoda Pengujian Partikulat dari Udara Ambien secara Aktif
Partikulat atau debu adalah suatu benda padat yang tersuspensi di udara dengan
ukuran dari 0,3 µm sampai 100 µm, berdasarkan besar ukurannya partikulat (debu)
ada dua bagian besar yaitu debu dengan ukuran lebih dari 10 µm disebut dengan debu
jatuh (dust-fall) sedang debu yang ukuran partikulatnya kurang dari 10 µm disebut
dengan Suspended Partikulate Matter (SPM). Debu yang ukurannya kurang dari 10
µm ini bersifat melayang-layang di udara.
Peralatan yang dipakai untuk melakukan pengukuran debu SPM (melayang-layang)
ada 4 jenis alat diantaranya :
HVS (High Volume Sampler)
Cara ini dikembangkan sejak tahun 1948 menggunakan filter berbentuk segi
empat seukuran kertas A4 yang mempunyai porositas 0,3 – 0,45 µm dengan
kecepatan pompa berkisar 1.000 – 1.500 lpm. Pengukuran berdasarkan metoda ini
untuk penentuan sebagai TSP (Total Suspended Partikulate). Alat ini dapat
digunakan selama 24 jam setiap pengambilan contoh.
MVS (Middle Volume Sampler).
Cara ini menggunakan filter berbentuk lingkaran (Bulat) dengan porositas
0,3-0,45 µm, kecepatan pompa yang dipakai untuk pengangkapan suspensi
Particulate Matter ini adalah 50 – 500 lpm. Operasional alat ini sama dengan High
Volume Sampler, hanya yang membedakan dari ukuran filter membrannya. HVS
ukuran A 4 persegi panjang, sedang MVS ukuran bulat diameter 12 cm.
LVS (Low Volume Sampler)
Cara ini menggunakan filter berbentuk lingkaran (Bulat) dengan porositas
0,3-0,45 µm, kecepatan pompa yang dipakai untuk pengangkapan Suspensi
Partikulate Matter ini adalah 10 – 30 lpm.
BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
No. ParameterWaktu
PengukuranBaku Mutu Metode Analisis Peralatan
1 SO2
(SulfurDioksida)
1 Jam24 Jam1 Thn
900 ug/Nm3
365 ug/Nm3
60 ug/Nm3
Pararosanilin Spektrofotometer
2 CO(KarbonMonoksida)
1 Jam24 Jam1 Thn
30.000 ug/Nm3
10.000 ug/Nm3NDIR NDIR Analyzer
3 NO2(Nitrogen Dioksida)
1 Jam24 Jam1 Thn
400 ug/Nm3
150 ug/Nm3
100 ug/Nm3
Saltzman Spektrofotometer
4 O3
(Oksidan)1 Jam1 Thn
235 ug/Nm3
50 ug/Nm3Chemiluminescent Spektrofotometer
5 HC(HidroKarbon)
3 Jam 160 ug/Nm3 Flame Ionization Gas Chromatogarfi
6 PM10
(Partikel <10 um)
24 Jam 150 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
PM 2.5* 24 Jam 65 ug/Nm3 Gravimetric Hi – Vol
1 Jam 15 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
7 TSP(Debu)
24 Jam1 Jam
230 ug/Nm3
90 ug/Nm3Gravimetric Hi – Vol
8 Pb(TimahHitam)
24 Jam1 Jam
2 ug/Nm3
1 ug/Nm3GravimetricEkstraktif Pengabuan
Hi – VolAAS
9 Dustfall(Debu Jatuh)
30 Hari 10 Ton/Km2/Bulan(Pemukiman)20 Ton/Km2/Bulan(Industri)
Gravinetric Cannister
10 Total Fluorides (as F)
24 Jam90 Hari
3 ug/Nm3
0,5 ug/Nm3Spesific ion Electrode
Impinger atau Continous Analyzer
11 Fluor Indeks 30 Hari 40 ug/100 cm2dari kertas limed filter
Colourimetric Limed Filter Paper
12 Khlorine dan Khlorine Dioksida
24 Jam 150 ug/Nm3 Spesific ion Electrode
Impinger atau Continous Analyzer
13 Sulphat Indeks
30 Hari 1 mg SO3/100 cm3Dari Lead Peroksida
Colourimetric Lead Peroxida Candle
Catatan :
(*) PM2.5 mulai diberlakukan tahun 2002 Nomor 10 s/d 13 Hanya berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : Industri Petro Kimia; Industri Pembuatan Asam Sulfat
2.2 Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau
biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan mahkluk hidup,
mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke
dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan
pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan.
Klasifikasi Pencemar Udara :
1. Pencemar primer : Pencemar yang di timbulkan langsung dari sumber
pencemaran udara.
2. Pencemar sekunder : Pencemar sekunder adalah pencemar yang terbentuk dari
reaksi pencemar-pencemar primer yang terdapat pada
atmosfer.
Contoh: Sulfur dioksida, Sulfur monoksida dan uap air
akan menghasilkan asam sulfurik.
Jenis-jenis Bahan Pencemar:
- Karbon monoksida (CO)
- Nitrogen dioksida (N02)
- Sulfur Dioksida (S02)
- CFC
- Karbon dioksida (CO2)
- Ozon (03 )
- Benda Partikulat (PM)
- Timah (Pb)
- HydroCarbon (HC)
Penyebab Utama Pencemaran Udara :
Di kota besar sangat sulit untuk mendapat udara yang segar, diperkirakan 70 %
pencemaran yang terjadi adalah akibat adanya kendaraan bermotor.
Contoh : Di Jakarta antara tahun 1993-1997 terjadi peningkatan jumlah kendaraan berupa :
- Sepeda motor 207 %
- Mobil penumpang 177 %
- Mobil barang 176 %
- Bus 138 %
Dampak Pencemaran Udara :
- Penipisan Ozon
- Pemanasan Global ( Global Warming )
- Penyakit pernapasan, misalnya : jantung, paru-paru dan tenggorokan
- Terganggunya fungsi reproduksi
- Stres dan penurunan tingkat produktivitas
- Kesehatan dan penurunan kemampuan mental anak-anak
- Penurunan tingkat kecerdasan (IQ) anak-anak
Solusi :
- Clean Air Act yang dibuat oleh pemerintah dan menambah pajak bagi industri yang
melakukan pencemaran udara
- Mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui diantaranya
Fuel Cell dan Solar Cell
- Menghemat Energi yang digunakan
- Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
2.3 Partikulat Debu
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan
campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar
di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan
maksimal 500 mikron.
Yang dimaksud dengan partikulat adalah berupa butiran-butiran kecil zat padat dan
tetes-tetes air. Partikulat-partikulat ini banyak terdapat dalam lapisan atmosfer dan
merupakan bahan pencemar udara yang sangat berbahaya. Sejenis partikulat yang umum
ditemukan di atmosfer adalah aerosol.
Sumber dan Distribusi
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang
terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang
tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau
bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak
terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari
pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari
butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan
gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat
menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran
sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup
penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat
menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi
kendaraan bermotor.
Dampak terhadap Kesehatan
Inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian dalam
hubungannya dengan dampak terhadap
kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senjawa lain yang melekat bergabung
pada partikulat, seperti timah hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat
memajan tubuh melalui rute lain. Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair
yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu
bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya.
Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1
mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran
partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk
kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran
partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih
besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.
Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas
SO2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikulat debu yang melayang dan
berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi
daya tembus pandang mata (Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat
dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada
umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01%
sampai 3% dari seluruh partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat
bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh,
Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup
mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral
dari makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang terikat pada
partikulat patut mendapat perhatian.
Pencegahan dan Penanggulangan
1. Pencegahan
a) Dengan melengkapi alat penangkap debu ( Electro Precipitator ).
b) Dengan melengkapi water sprayer pada cerobong.
c) Pembersihan ruangan dengan sistim basah.
d) Pemeliharaan dan perbaikan alat penangkap debu.
e) Menggunakan masker.
2. Penanggulangan
a) Memperbaiki alat yang rusak
2.4 Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida (NOx) adalah senyawa gas yang terdapat di udara bebas
(atmosfer) yang sebagian besar terdiri atas nitrit oksida (NO) dan nitrogen dioksida
(NO2) serta berbagai jenis oksida dalam jumlah yang lebih sedikit.
Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang
pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan
sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil
pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).
Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak
berbahaya, kecuali bila gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sisitem
saraf yang menyebabkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu
teroksidasi oleh oksigen sehingga menjadi gas NO2. Di udara nitrogen monoksida (NO)
teroksidasi sangat cepat membentuk nitrogen dioksida (NO2) yang pada akhirnya
nitrogen dioksida (NO2) teroksidasi secara fotokimia menjadi nitrat (Sastrawijaya,
Tresna. 1991).
Sumber dan Distribusi
Dari seluruh jumlah oksigen nitrogen ( NOx ) yang dibebaskan ke udara, jumlah
yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan
tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar
secara merata sehingga jumlah nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah
pencemaran NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan
meningkat pada tempat-tempat tertentu. Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100
kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat
mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran
dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan
pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari
pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin (Pertamina, 2011).
Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas
sinar mataharia dan aktivitas kendaraan bermotor. Perubahan kadar NOx berlangsung
sebagai berikut (Wardhana, 2004):
1. Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih
tinggi dari kadar minimum sehari-hari.
2. Setelah aktivitas manusia meningkat ( jam 6-8 pagi ) kadar NO meningkat
terutama karena meningkatnya aktivitas lalu lintas yaitu kendaraan bermotor.
Kadar NO tetinggi pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
3. Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet kadar NO2
(sekunder) kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm.
4. Kadar ozon meningkat dengan menurunnya kadar NO sampai 0,1 ppm.
5. Jika intensitas sinar matahari menurun pada sore hari ( jam 5-8 malam ) kadar NO
meningkat kembali.
6. Energi matahari tidak mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon)
tetapi O3 yang terkumpul sepanjang hari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya
terjadi kenaikan kadar NO2 dan penurunan kadar O3.
Produk akhir dari pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang kemudian
diendapkan sebagai garam. garam nitrat didalam air hujan atau debu.
Dampak
1. Kesehatan
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian
menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum
pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Diudara
ambient yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat
racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO dengan dosis yang
sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem syarat dan kekejangan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan
hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan
sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut
berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan
semua tikus yang diuji akan mati. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar
NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang
percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan
paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%
kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia
mengakibatkan kesulitan dalam bernapas (Darmono, 2006).
2. Lingkungan
Proses oksidasi di atmosfer mengakibatkan gas-gas tersebut berubah menjadi H2SO4
dan HNO3 meningkatkan keasaman air hujan.
Smog fotokimia timbul sebagai akibat terjadi reaksi fotokimia antara pencemar-
pencemar udara, khususnya pencemar HC dan NOx dengan bantuan sinar matahari.
3. Tumbuhan
Udara yang tercemar oleh gas nitrogen dioksida tidak hanya berbahaya bagi
manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Pengaruh
gas NO2 pada tanaman antara lain timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun.
Pada konsentrasi lebih tinggi, gas tersebut dapat menyebabkan nekrosis atau
kerusakan pada jaringan daun, dalam keadaan seperti ini daun tidak dapat berfungsi
sempurna.
Pencegahan dan Pengendalian
1. Sumber Bergerak
- Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik
- Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala
- Memasang filter pada knalpot
2. Sumber Tidak Bergerak
- Memasang scruber pada cerobong asap
- Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara berkala
- Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar Sulfur, CO rendah
- Memodifikasi pada proses pembakaran
- Pembersihan ruangan dengan sistem basah.
3. Manusia
Apabila kadar NO2, kadar oksidan, khlorin, dan timah dalam udara ambien telah
melebihi baku mutu dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam maka untuk mencegah
dampak kesehatan, dilakukan upaya-upaya :
- Menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti masker gas
- Mengurangi aktifitas diluar rumah
2.5 Sulfur Oksida (SOx)
Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur
bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3),
dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau
yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan
komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan menghasilkan kedua
bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah
oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah SO3
yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :
S + O2 ↔ SO2
2 SO2 + O2 ↔ 2 SO3
SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat
rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup,
SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat ( H2SO4 )
dengan reaksi sebagai berikut :
SO SO2 + H2O2 → H2SO4
Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah
H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal ini
menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya.
Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi
H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi
SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas,
waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan
alkalin yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di
udara diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk
membentuk sulfat di dalam droplet.
Sumber dan Distribusi
Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan
manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan
kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam
seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan
oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar
yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga
terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber
alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya
merupakan sumber pencemaran Sox, misalnya pembakaran arang, minyak bakar gas,
kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses industri seperti
pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya.
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan Sox. Hal ini
disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga (
CUFeS2 dan CU2S ), zink (ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS). Kerbanyakan
senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida
menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang
tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur
dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu
SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian
akan terdapat di udara.
Dampak
1. Kesehatan
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan,
kerusakan pada tanaman terjadi pada kadasr sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan
Sox terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau
lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm.
SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua
dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan
kadiovaskular.
Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2,
meskipun dengan kadar yang relatif rendah.
Konsentrasi ( ppm ) Pengaruh
3 – 5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya
8 – 12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan
20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata
20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk
20 Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu
lama
50 – 100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat ( 30
menit )
400 -500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat
2. Lingkungan
Menyebabkan hujan asam. pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di
atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan
membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara
lain: Mempengaruhi kualitas air permukaan, Merusak tanaman, Melarutkan logam-
logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan
air permukaan.
Kadar sulfur dioksida yang tinggi di udara telah diketahui dapat mengakibatkan
kerusakan bangunan. Namun meskipun kadar SO2 rendah, kerusakan bangunan masih
terjadi. Hal ini dapat diakibatkan meningkatnya konsentrasi ozon dan nitrogen di
dalam lingkungan perkotaan. Percobaan-percobaan yang dilakukan telah
memperlihatkan bahwa campuran pencemar-pencemar seperti ozon, nitrogen dioksida
dan sulfur merusak batu lebih cepat dibandingkan dengan satu persatu pencemar
tersebut.
Pencegahan dan Pengendalian
1. Sumber Tidak Bergerak
a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara berkala.
c) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar Sulfur rendah.
2. Bahan Baku
Pengelolaan bahan baku SO2 sesuai dengan prosedur pengamanan.
3. Manusia
Apabila kadar SO2 dalam udara ambien telah melebihi Baku Mutu (365mg/Nm3
udara dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak
kesehatan, dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas diluar rumah.
Penanggulangan
1. Memperbaiki alat yang rusak
2. Penggantian saringan/filter
3. Bila terjadi/jatuh korban, maka lakukan :
· Pindahkan korban ke tempat aman/udara bersih.
· Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
· Kirim segera ke rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
2.6 Ammonia (NH3)
Amonia merupakan senyawa nitrogen yang terpenting dan paling banyak
diproduksi. Antara tahun 1908 sampai 1913, Fritz Haber (1868-1934) dari Jerman
berhasil mensintesis amonia langsung dari unsur-unsurnya, yaitu dari gas nitrogen (N2)
dan gas hidrogen (H2). (J. Goenawan 153).
Amoniak terdapat dalam atmosfer bahkan dalam kondisi tidak tercemar. Berbagai
sumber, antara lain : mikroorganisme, perombakkan limbah binatang, pengolahan limbah,
industry amoniak, dan dari system pendingin dengan bahan amoniak. Konsentrasi yang
tinggi dari amoniak dalam atmosfer secara umum menunjukkan adanya pelepasan secara
eksidental dari gas tersebut.
Amoniak dihilangkan dari atmosfer dengan affinitasnya terhadap air dan aksinya
sebagai basa. Ini merupakan sebuah kunci dalam pembentukan dan netralisasi dari nitrat
dan aerosol sulfat dalam atmosfer yang tercemar. Amoniak bereaksi dengan aerosol asam
ini untuk membentuk garam ammonium.
NH3 + HNO3 → NH4NO3
NH3 + H2SO4 → NH4HSO4
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sampling Udara Ambient
A. Lokasi dan Waktu Percobaan
Lokasi : Depan Halte UIN Syarif Hidaytllah Jakarta
Tanggal : Selasa, 19 November 2013
Waktu : 09.00-10.30 WIB
B. Alat dan Bahan :
Alat:
1. Midget impinger (tabung penyerap)
2. Low volume air sampler (LVAS)
3. Pompa penghisap udara (Vaccum Pump)
4. Flowmeter
5. Thermometer
6. Hygrometer
7. Sound level meter
8. Anemometer
9. Stopwatch
10. Hand tally counter
11. Desikator
12. Pinset
Bahan :
1. Absorber SO2,
2. Absorber NH3,
3. Absorber NO2,
4. Aquades,
5. Filter hidrofobik pori 0.5 µm diameter 110cm,
6. Botol /wadah sample + penutupnya,
7. Plastik polietilen
C. Prosedur Kerja
Persiapan
1. Pembuatan Larutan Penyerap (Absorber) SO2
Larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M
- Larutkan 10,86 gram merkuri (II) klorida (HgCl2) dengan 800 ml air
suling ke dalam gelas piala 1000 ml
- Tambahkan berturut-turut 5,96 gram kalium klorida (KCl) dan 0,066 gram
EDTA (HOCOCH2)2N(CH2)2N(CH2COONa)2.2H2O lalu aduk sampai
homogeny
- Pindahkan ke dalam labu ukur, encerkan dengan air suling sampai batas
tera
Catatan : Pembuatan larutan penyerap ini stabil sampai 6 bulan jika tidak terbentuk
endapan.
2. Pembuatan Larutan Penyerap (Absorber) NO2
Pembuatan larutan induk N-1-naftil-etilen-diamin-dihidroklorida (NEDA) 0,1% :
- Larutkan 0,1 g NEDA dalam labu ukur 100 ml, dengan air suling sampai
batas tera.
Catatan : larutan disimpan dalam lemari pendingin dan stabil selama 1 bulan.
Larutan penyerap Griess Saltzman
- Larutkan 2,5 gram asam sulfanilat anhidrat (H2NC6H4SO3H) atau 2,76
gram asam sulfanilat monohidrat dalam labu ukur 500 ml dengan 300 ml
air suling dan 70 ml asam asetat glacial kemudian dikocok. Untuk
mempercepat pelarutan dapat dilakukan pemanasan, setelah dingin ke
dalam larutan ditambahkan 10 ml larutan N-1-naftil-etilen-diamin-
dihidroklorida dan 5 ml aseton, tepatkan dengan air suling hingga batas
tera.
Catatan: pembuatan larutan penyerap ini tidak boleh terlalu lama kontak dengan
udara. Masukkan larutan penyerap tersebut ke dalam botol berwarna gelap
dan simpan di lemari pendingin. Larutan stabil dalam beberapa bulan (2
bulan).
3. Pembuatan Larutan Penyerap (Absorber) NH3
Masukkan 3 ml H2SO4 97 % ke dalam labu ukur 1000 ml yang telah berisi air
suling kurang lebih 200 ml. lalu tepatkan sampai batas tera
4. Filter yang diperlukan disimpan di dalam desikator selama 24 jam agar
mendapatkan kondisi stabil.
5. Filter kosong pada 1.a ditimbang sampai diperoleh berat konstan, minimal tiga kali
penimbangan sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan sampel, catat
berat filter blanko (B1) dan filter sampel (W1). Masing-masing filter tersebut
ditaruh dalam plastic PE setelah diberi kode sebelum dibawa ke lapangan.
6. Pompa penghisap udara dikalibrasi dengan kecepatan laju aliran udara 1 L/menit
dengan menggunakan flowmeter. (flowmeter harus dikalibrasi oleh laboratorium
pengkalibrasi).
7. Masing-masing absorber ditempatkan pada botol sample sebanyak 10 ml dan diberi
kode
Pengambilan Sampel
1. Bawa seluruh peralatan dan bahan ke lokasi sampling yang sudah ditentukan
2. Hubungkan midget impinge dan LVAS ke pompa penghisap udara dengan
menggunakan selang silicon dan Teflon. Pasang flowmeter pada selang. Pastikan
tidak ada kebocoran pada setiap sambungan selang baik yang berhubungan dengan
LVAS dan midget impinge maupun ke pompa penghisap udara
3. LVAS diletakkan pada titik pengukuran dengan menggunakan tripod kira-kira
setinggi zona pernafasan manusia
4. Bila tabung midget impinge dengan aquades lalu masukkan larutan absorber (SO2,
NO2, NH3) masing-masing 10 ml ke tabung midget impinge sesuai dengan gas
yang akan diuji
5. Filter sampel dimasukkan ke dalam LVAS holder dengan menggunakan pinset dan
tutup bagian atas holder
6. Pompa penghisap udara dihidupkan (power On) dan lakukan pengambilan sampel
dengan kecepatan laju aliran udara (flow rate 1 L/menit)
7. Atur time selama 1 jam. Lama pengambilan sampel dapat dilakukan selama
beberapa menit hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan, dan kondisi di
lokasi pengukuran)
8. Lakukan pembacaan temperature (t awal) dan tekanan udara (p awal), catat pada
worksheet (form 1)
9. Perhatikan dan catat kondisi sekitar lokasi sampling (kondisi cuaca, sumber-
sumber, emisi,dll). Apabila lokasi sampling di pinggir jalan, hitung jumlah
kendaraan bermotor yang lewat selama sampling dengan bantuan hand tally
counter. Catat data tersebut di worksheet (form 2).
3.2 Penentuan Partikulat dan NO2 Udara Ambient dengan Metode Griess Saltzmann
A. Lokasi dan Waktu Percobaan
Lokasi : Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidaytllah Jakarta
Tanggal : Selasa, 03 Desember 2013
Waktu : 09.00-10.30 WIB
B. Alat Dan Bahan
Alat :
1. Timbangan Analitik
2. Pinset
3. Desikator
4. Spektrofotometri UV-Vis dan Kuvet
5. Pipet
6. Labu ukur 100mL
Bahan
1. Larutan Induk Nitrit (NO2-)
Dilarutkan 2,460 gram NaNO2 dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL
dan tepatkan sampai batas tera. Simpan dalam lemari pendingin dan botol
gelap. Larutan ini stabil selama 1 tahun.
2. Larutan Standar Nitrit
10 mL dipipet dari larutan induk nitrit ke dalam labu ukur 100 mL tambahkan
air suling sampai batas tera. Larutan ini digunakan dalam keadaan fresh.
C. Prosedur Kerja
1. Penentuan Partikulat
- Ditimbang filter sampel dan filter blanko sebagai pembanding menggunakan
timbangan analitik yang sama sehingga diperoleh berat filter blanko (B2) dan
filter sampel (W2). Catat hasil penimbangan tersebut.
- Dihitung volume sampel uji udara yang diambil (V).
Sampel uji udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal
(250C,760mmHg) dengan menggunakan rumus:
V= F 1+F 22
×t ×PaTa
×298760
Keterangan:
V = adalah volume udara yang dihisap (L)
F = adalah laju alir awal (L/menit)
F2 = adalah laju alir akhir (L/menit)
t = adalah durasi pengambilan sampel uji (menit)
Pa = adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel
(mmHg)
Ta = adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
760 = adalah temperatur pada kondisi normal 250C (K)
760 = adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
Dihitung kadar debu total di udara dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
C (mg / L)=(W 2−W 1 )−(B 2−B 1)
V
Atau
C (mgm3 )= (W 2−W 1 )−(B 2−B 1)
Vx103
Keterangan:
C = kadar debu total
B1 = berat filter blanko sebelum pengambilan sampel
B2 = berat filter blanko setelah pengambilan sampel
W1 = berat filter sampel uji sebelum pengambilan sampel
W2 = berat filter sampel uji setelah pengambilan sampel
V = volume udara pada waktu pengambilan sampel (L)
2. Penentuan NO2 Udara Ambient
a. Pembuatan kurva kalibrasi
- Dibuat deret standar dengan memipet (misalkan 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan
1 mL) dari larutan standar nitrit ke dalam labu ukur 25mL, diencerkan
dengan larutan penyerap sampai batas tera.
- Dikocok dan didiamkan selama 15 menit sampai proses pembentukan
warna sempurna.
- Diukur pada panjang gelombang 550nm.
- Dibuat kurva kalibrasi dari hasil absorban yang terukur.
b. Pengukuran sampel
- Setiap pengambilan sampel terbentuk warna merah violet
- Dimasukkan larutan sampel ke dalam kuvet tertutup, diukur serapan pada
panjang gelombang 550nm
- Setiap pengukuran harus dikoreksi terhadap blanko
- Pada pembacaan kuantitatif untuk warna terlalu pekat, maka dapat
dilakukan pengenceran dengan menggunakan larutan penyerap. Serapan
yang diukur dikalikan dengan faktor pengenceran
c. Perhitungan
- Perhitungan konsentrasi larutan standar nitrit:
NaNO 2( gmL )= a gr
1000 mL×
10 mL1000 mL
×106 μg
g×
b mL25 mL
×24,6 μg /mL
Keterangan :
a= berat NaNO2
b= volume larutan standar nitrit yang diambil untuk kurva kalibrasi
- Volume sampel udara yang diambil
Volume sampel uji udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal
(250C, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus:
V= F 1+F 22
×t ×PaTa
×298760
Keterangan:
V = adalah volume udara yang dihisap (L)
F1 = adalah laju alir awal (L/menit)
F2 = adalah laju alir akhir (L/menit)
t = adalah durasi pengambilan sampel uji (menit)
Pa = adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel uji
(mmHg)
Ta = adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
29 = adalah temperatur pada kondisi normal 250C (K)
760 = adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
- Konsentasi NO2 di udara ambient
Konsentrasi NO2 dalam sampel uji untuk pengambilan sampel uji selama
1 jam dapat dihitung dengan rumus:
C= aV
×1000
Keterangan:
C = adalah konsentrasi NO2 di udara (mg/Nm3)
a = adalah jumlah NO2 dari sampel uji dengan melihat kurva kalibrasi
(mg)
V = adalah volume udara pada kondisi normal (L)
1000 = adalah konversi liter (L) ke m3
3.3 Penetapan SO2 dalam Udara Dengan Metode Pararosanilin
A. Lokasi dan Waktu Percobaan
Lokasi : Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidaytllah Jakarta
Tanggal : Selasa, 03 Desember 2013
Waktu : 09.00-10.30 WIB
B. Alat Dan Bahan
Alat :
1. UV-VIS Spektrofotometer dan kuvet silica
2. Labu Erlenmeyer 100 dan 250 ml
3. Labu ukur 50 ml
4. Pipet mikro 1000 µL
Bahan
1. Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O3)
Larutkan 0,03 gram Na2S2O3dengan air suling dalam labu ukur 50 ml sampai
batas tera,homogenkan. Air suling yang digunakan sudah didihkan .
Catatan : 0,03 gram Na¬2S2O3 dapat diganti dengan 0,04 gram Na2SO3
2. Larutan standar natrium metabisulfit
Masukkan 2 ml larutan induk sulfit ke dalam labu ukur 100 ml, encerkan
sampai batas tera dengan larutan penyerap lalu homogenkan. Larutan ini stabil
selama 1 bulan jika disimpan dalam suhu kamar.
3. Larutan Pararosanilin hidroklorida ( C19H17N3.HCl) 0,2%
Sebanyak 0,2 gram Pararosanilin dalam 6 ml HCl pekat dan ditepatkan 100 ml
dengan air suling. Simpan dan diamkan selama 1-2 hari kemudian disaring.
Sebanyak 4 ml filtrate ditambahkan 6 ml HCl pekat dan tepatkan hingga 100
ml dengan air suling.
Catatan : simpan dalam botol gelap dan stabil selama 9 bulan.
4. Larutan indicator kanji
0,4 gr kanji dan 0,002g HgI2 dilarutkan dengan air mendidih sampai volume
250 ml lalu didinginkan dan dipindahkan ke dalam botol pereaksi.
5. Larutan Formaldehide
Sebanyak 0,135 ml formaldehid 37% diencerkan menjadi 25ml dengan air
suling.
Catatan : Larutan ini disiapkan pada saat akan digunakan
6. Larutan asam sulfanilic 0,6%
Sebanyak 0,6 gram dalam 100 ml air suling.
C. Prosedur Kerja
1. Standarisasi Larutan Stok MBS
Pipet 10 ml larutan stok MBS ke dalam Erlenmeyer 100
Tambahkan 10 ml air suling dan 1 ml indicator kanji
Titrasi dengan larutan standar iodine 0,025N hingga timbul warna biru.
Hitung nilai N larutan stok MBS
Konsentrasi larutan stok MBS setara dengan (32 x N MBS x1000) µ SO2/ml
2. Pembuatan Kurva Kalibrasi
- Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai petunjuk penggunaan alat
- Maukkan larutan standar Na2S2O3 pada langkah 3 masing-masing 0,0 ; 1,0;
2,0; 3,0; dan 4,0 ml ke dalam labu ukur 25 ml dengan pipet volum atau biuret
mikro.
- Tambahkan larutan penyerap 10 ml
- Kemudian ditambahkan 1ml larutan asam sulfanilic 0,6% tunggu samapai 10
menit.
- Setelah itu tambahkan 2 ml larutan formaldehida 0,2% dan larutan
pararosanilin sebanyak 2 ml.
- Tepatkan dengan air suling sampai 25 ml, lalu homogenkan dan tunggu
sampai 30-60 menit.
- Untuk blanko, 20 ml larutan TCM dalam labu ukur 25 ml ditambahkan dengan
1 ml larutan asam sulfanilic 0,6% tunggu sampai 10 menit. Setelah itu
tambahkan 2 ml larutan formaldehida 0,2% dan laruutan pararosanilin
sebanyak 2 ml.
- Ukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 550 nm.
- Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 (µg)
3. Pengukuran sampel
- Pindahkan sampel ke dalam labu ukur 25 ml
- Tambahkan masing-masing 1 ml larutan asam sulfanilic 0,6%, tunggu sampai
10 menit.
- Tambahkan 2 ml larutan formaldehida 0,2% dan larutan pararosanilin
sebanyak 2 ml, lalu tepatkan hingga batas tera dengan larutan TCM.
- Sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
4. Perhitungan
- Volume sampel udara yang diambil
Volume sampel uji udara yang diambil di koreksi pada kondisi normal ( 250C,
760 mmHg) dengan menggunakan rumus :
V= F 1+F 22
×t ×PaTa
×298760
Keterangan :
V = adalah volum udara yang dihisap (L)
F1 = adalah laju alir awal (L/menit)
F2 = adalah laju alir akhir (L/menit)
t = adalah durasi pengambilan sampel uji ( menit )
Pa = adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel uji
(mmHg)
Ta = adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
298 = adalah temperature pada kondisi normal 250C (K)
760 = adalah tekanan pada kondisi normal 1 atm
(mmHg)
- Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) di udara ambient
Konsentrasi SO2 dalam sampel uji untuk pengambilan sampel uji selama 1 jam
dapat dihitung dengan rumus :
C= aV
×1025
1000
Keterangan :
C = adalah konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
a = adalah jumlah SO2 dari sampel uji dengan melihat kurva kalibrasi
(µg)
V = adalah volume udara pada kondisi normal (L)
1025
= adalah factor pengenceran
1000 = adalah konversi liter (L) ke m3
3.4 Penetapan Kadar NH3 dalam Udara dengan Metode Indofenol
A. Lokasi dan Waktu Percobaan
Lokasi : Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidaytllah Jakarta
Tanggal : Selasa, 03 Desember 2012
Waktu : 13.30 WIB dan 15,00 WIB
B. Alat dan Bahan :
Alat
1. UV-Vis Spektrofotometer dan kuvet silica
2. Labu Erlenmeyer 100 dan 250 ml
3. Labu ukur 50 ml
4. Pipet mikro 1000 µL
Bahan :
1. Larutan stok amoniak 1000 µg
Larutan 3,18 gram NH4Cl ( yang telah dikeringkan pada suhu 105 0C selama
1 jam) dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian diencerkan
sampai batas tera, lalu homogenkan.
2. Pereaksi A
Timbang 1 gram phenol dan 0,005 gram natrium nitroprusid
NaFe(CN)5NO.2H2O, lalu larutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 ml
sampai batas tera.
3. Pereaksi B
Timbang 1,5 NaOH dan pipet 2 ml NaOCl, lalu larutkan dengan air suling
dalam labu ukur 100 ml sampai batas tera.
C. Prosedur Kerja:
1. Pembuatan kurva kalibrasi
- Buat deret standar dengan konsentrasi 0, 2, 4, 8, 10 µg/ml dalam labu ukur 25
ml.
- Pipet sebanyak 4 ml dari setiap deret standar dalam test tube. Simpan dalam
water bath selama 1 jam dengan suhu 30 0C.
- Tambahkan masing-masing 2 ml pereaksi A dan 2 ml pereaksi B.
- Homogenkan sampai terbentuk warna biru dan ukur pada panjang gelombang
640 nm.
- Buat kurva kalibrasi dari hasil absorban yang terukur.
2. Pengukuran sampel
Pipet 4 ml sampel ke dalam test tube. Simpan dalam water bath selama 1 jam
dengan suhu 30 0C.
Tambahkan masing-masing 2 ml pereaksi A dan 2 ml pereaksi B
Homogenkan sampai terbentuk warna biru dan ukur pada panjang gelombang
640 nm.
Perhitungan
Volume sampel udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (25 0C, 760
mmHg) dengan menggunakan rumus :
V= F 1+F 22
×t ×PaTa
×298760
Keterangan :
V = Volume udara yang dihisap (L)
F1 = laju alir awal (L/menit)
F2 = laju alir akhir (L/menit)
t = durasi pengambilan sampel uji (menit)
Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel uji (mmHg)
Ta = temperature rata-rata selama pengambilan sampel uji (K)
298 = temperature pada kondisi normal 25 0C (K)
760 = tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
Konsentrasi amoniak (NH3) di udara ambient
Konsentrasi amoniak (NH3) dalam sampel uji untuk pengambilan sampel uji
selama 1 jam dapat di hitung dengan rumus :
C= aV
×1000
Keterangan:
C = konsentrasi NH3 di udara (µg/Nm3)
a = jumlah NH3 dari sampel uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = volume udara pada kondisi normal (L)
1000 = konversi liter (L) ke m3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
No Parameter
Vol.
Absorber
(mL)
Flowrate
(L/Menit)
Temperatur
(0C)
Tekanan
Udara
(mmHg)
Time
Sampling
(menit)
Kelembapan
Awa
lakhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
1 SOx 10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
2 NOx 10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
3 NH3 10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
4Total
Partikulat10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
Suhu : 34 C tekanan : > 44,5 mmHg
Kelembapan : 37%
4.2 Pembahasan
Penelitian sampling udara ambient dilakukan di halte UIN Jakarta yang berada di
pinggir jalan yang banyak dilintasi oleh Buangan gas kendaraan ini yang menyebabkan
terjadinya pencemaran udara. Berdasarkan SNI 19-7119.6-2005 tentang udara ambien
bagian 6 : Penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien
dilakukan berdasarkan prinsip dalam penentuan lokasi pengambilan contoh uji, yang
perlu diperhatikan adalah bahwa data yang diperoleh harus dapat mewakili daerah yang
sedang dipantau, yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pengambilan
sample dilakukan sebanyak 2 kali. Penelitian ini dilakukan pada 2 titik yaitu tepat Halte
UIN Jakarta dan disebrang jalan Halte UIN Jakarta. Penelitian dilakukan untuk
mengetahui apakan dara di sekitar halte UIN Jakarta dibawah atau diatas ambang batas
baku mutu berdasarkan PP No. 41 tahun 1999.
Untuk mengetahui intensitas kebisingan digunakan alat Sound Level Meter (SLM)
dan untuk kecapatan angin digunakan anemometer. Sedangkan alat untuk menentukan
banyaknya Sox , Nox dan NH3 dengan impinger . alat untuk menghitung banyaknya
mobil dan motor yang melewati jalan ciputat menuju lebak bulus dan sebaliknya adalah
handy tally counter.
Pada hasil percobaan didapatkan pada kloter pertama nilai maksimal kebisingan
sebesar 100 db dan nilai terendahnya adalah 81,9 db nilai rata – rata nya sebesar 68,60 db
dengan kecepatan angin ditempat sebesar 1,66 m/s. Dapat dilihat pada hasil penelitian
kloter 1 suhu ditempat sebesar 34 C dengan kelebapan udara sebesar 37% dengan
tekanan >44,5mmHg, Dengan batas waktu 1 jam . banyaknya motor dari lebak bulus –
ciputat sebanyak 3105 buah dan mobil sebanyak 2795. Sebaliknya motor yang menuju
lebak bulus dari ciputat sebesar 5582 buah dan mobil 2597 buah.
Pada penelitian kloter 2 suhu awal sebesar 34 C pada tempat yang sama yaitu di
halte uin , dan suhu akhir penelitian sebesar 40 C . pada kelembapan awalnya 41 % dan
berkurang pada akhri penelitian menjadi 17 % . pata tekanan awal dan akhir nilainya
sama yaitu sebesar 743 mmHg .
Pada kloter 2 Arah Ciputat – Lb. Bulus untuk mobil sebesar 1375 dan motor
sebesar 5054 buah lebih sedikit dari kloter 1 . sama juga dengan arah sebaliknya yaitu lb.
Bulus – ciputat pada kloter 2 jumlahnya sedikit dari kloter 1 yaitu mobil sebesar 141 dan
motor sebesar 3430.
Data analisis kebisingan kloter 2 memiliki rata – rata sebesar 88,85 db dengan nilai
maksimal 101 db dan nilai minimalnya 81,7 db . kecepatan anginnya dari arah Lb. Bulus
– Ciputat sebesar 0,45 m/s se dangkan dari arah sebalinya ciputat – lb.bulus 0,4 m/s.
Penentuan partikulat dan NO2 udara ambient digunakan metode griees saltzman.
Data hasil pengamatan diatas, dapat diketahu kadar debu total di udara pada shift 1
sebesar 0,00026 μg/Nm3, dan pada shift 2 sebesar 0,0000142 μg/Nm3. Konsentrasi NO2
pada shift 1 yaitu -0,6 μg/Nm3 sedangkan pada shift 2 yaitu 0,0195 μg/Nm3. Konsentrasi
NO2 di depan halte UIN ini jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan
Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999, yaitu sebesar 400 μg / Nm3 dengan waktu
sampling selama 60 menit.
Penentuan kadar SO2 digunakan metode pararosanilin, dalam percobaan ini
ditentukan konsentrasi SO2 udara ambient. Untuk penentuan konsentrasi SO2dilakukan
factor pengenceran Dari data yang diperoleh praktikan dan setelah dilakukan perhitungan
(data dan perhitungan terlampir) diperoleh konsentrasi SO2 di depan Halte UIN Jakarta
pada kloter 1 yaitu 0,00467 µg/Nm3 dan pada kloter 2 yaitu 24,630 µg/Nm3. Hasil
analisa tersebut jika dibandingkan dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh
pemerintah lebih kecil dibandingkan dengan nilai ambang batas. Hal ini bearti bahwa
kadar SO2 diudara ambient sekitar kampus UIN Jakarta sedikt sekali. Nilai ambang
batas yang ditetapkan pemerintah yaitu 25 µg/Nm3.
Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan
manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan
kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber
alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang
ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh
bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak
merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang
berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar
pada sumbernya merupakan sumber pencemaran SO2, misalnya pembakaran arang,
minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SO2 yang kedua adalah dari proses-
proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja
dan sebagainya.
Pencemaran SO2 menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan
pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan Sox terhadap
manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi
tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa
individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang
berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami
penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.
Dari data yang diperoleh praktikan dan setelah dilakukan perhitungan (data dan
perhitungan terlampir) diperoleh konsentrasi NH3 di depan Halte UIN Jakarta yaitu -0.36
µg/ Nm3 pada shift 1 dan 349.032 µg/ Nm3 pada shift 2. Perbedaan yang mencolok pada
shift pertama dan kedua diakibatkan karena perbedaan cuaca dan jumlah kendaraan yang
melintas.
Berdasarkan hasil analisa tersebut jika dibandingkan dengan nilai ambang batas
yang ditetapkan oleh pemerintah lebih kecil dibandingkan dengan nilai ambang batas.
Hal ini bearti bahwa kadar NH3 diudara ambient sekitar kampus UIN Jakarta sedikit
sekali. Nilai ambang batas yang ditetapkan pemerintah yaitu 20 µg/Nm3.
Amoniak terdapat dalam atmosfer bahkan dalam kondisi tidak tercemar. Berbagai
sumber, antara lain : mikroorganisme, perombakkan limbah binatang, pengolahan
limbah, industry amoniak, dan dari system pendingin dengan bahan amoniak.
Konsentrasi yang tinggi dari amoniak dalam atmosfer secara umum menunjukkan adanya
pelepasan secara eksidental dari gas tersebut.
Sifat-sifat bahaya dari amoniak bagi kesehatan dalam efek jangka pendek (akut)
adalah iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan mata terjadi pada
400-700 ppm. Sedang pada 5000 ppm menimbulkan kematian. Kontak dengan mata
dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat
menyebabkan luka bakar (frostbite).
Sedangkan dalam efek jangka panjang (kronis) adalah menghirup uap asam pada
jangka panjang mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru. Amoniak
termasuk bahan teratogenik. Reaktivitas amoniak stabil pada suhu kamar, tetapi dapat
meledak oleh panas akibat kebakaran. Larut dalam air membentuk ammonium
hidroksida.
BAB V
KESIMPULAN
1. Kelembapan udara sebesar 37 % pada klorer pertama , dan kloter 2 sebesar 41 % awal
dan 17 % akhir
2. Nilai kebisingan rata2 sebesar 68,60 db pada kloter pertama dan pada kloter 2 sebesar
88,85 db
3. Kadar debu total di udara pada kloter 1 sebesar 0,00026 μg/Nm3 dan kloter 2 adalah
0,0000142 μg/Nm3
4. Konsentrasi NO2 kloter 1 adalah -0,6 μg/Nm3 dan kloter 2 adalah 0,0195 μg/Nm3
5. Konsentrasi SO2 pada kloter 1 yaitu 0,00467 µg/Nm3 dan kloter 2 yaitu 24 ,630
µg/Nm3
6. Konsentrasi NH3 pada kloter 1 adalah -0.36 µg/ Nm3, sedangkan kloter 2 adalah
349.032 µg/ Nm3
7. Parameter NH3, SO2, NO2 masih berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan Kepmen KLH No. 02/MENKLH/1988 dan Peraturan Pememrintah No.41 tahun 1999. Sehingga Kualitas Udara di Halte UIN Jakarta masih baik untuk kehidupan.
8. Penetapan Kadar NO2 , SO2 , dan NH3 berada dibawah MDL dari instrument.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar ( terjemahan oleh Adi Nugroho). Jakarta : UI Press
Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1986 Tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
http://www.cets-uii.org/BML/Udara/pp4199%20Penc%20udara/lampiran.html
(diakses tanggal 4 januari 2014 pukul 11.47 WIB)
http://jurnalingkungan.wordpress.com/sulfur/
(diakses tanggal 4 januari 2014 pukul 10.12 WIB)
http://pengen-tau.weebly.com/nitrogen-oksida.html
(diakses tanggal 4 januari 2014 pukul 11.15 WIB)
LAMPIRAN
Tabel 1. Data analisis Lapangan Sampling Udara Kloter 1
No Parameter
Vol.
Absorber
(mL)
Flowrate
(L/Menit)
Temperatur
(0C)
Tekanan
Udara
(mmHg)
Time
Sampling
(menit)
Kelembapan
Awa
lakhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
1 SOx 10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
2 NOx 10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
3 NH3 10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
4Total
Partikulat10 2 2 34 40 744 744,5 60 37 <20
Tabel 2. Data Noise (kebisingan) dan Kecepatan angin kloter 1
No. Noise No. Noise No. Noise No. Noise No. Noise
1 87.1 25 90,0 49 87,4 73 93,7 97 88,9
2 96,0 26 88,2 50 97,1 74 86,5 98 85,5
3 87.0 27 89,3 51 92,0 75 95,5 99 83,3
4 87,8 28 86,7 52 88,7 76 87,2 100 88,1
5 92,0 29 84,8 53 88,6 77 83,6 101 81,9
6 85,9 30 85,9 54 88,1 78 84,5 102 91,6
7 87,4 31 89,0 55 85,8 79 85,0 103 86,2
8 88,0 32 85,5 56 86,2 80 88,1 104 86,8
9 89,2 33 87,1 57 89,4 81 87,6 105 86,2
10 88,5 34 100,0 58 87,6 82 91,2 106 87,0
11 84,8 35 88,4 59 94,0 83 90,0 107 92,2
12 86,9 36 90,9 60 87,2 84 93,9 108 89,6
13 84,7 37 85,4 61 86,0 85 97,7 109 87,5
14 86,6 38 91,8 62 87,6 86 92,1 110 87,4
15 84,6 39 92,0 63 94,2 87 87,4 111 87,5
16 90,6 40 89,5 64 94,2 88 90,9 112 87,5
17 88,0 41 86,2 65 86,8 89 85,9 113 87,0
18 87,4 42 93,4 66 86,8 90 92,7 114 86,0
19 87,7 43 87,2 67 93,7 91 88,6 115 87,5
20 87,2 44 85,6 68 87,4 92 89,7 116 84,5
21 87,2 45 88,1 69 87,4 93 88,3 117 90,6
22 84,0 46 93,4 70 92,1 94 87,9 118 84,6
23 85,1 47 93,0 71 86,4 95 96,5 119 90,6
24 83,5 48 88,7 72 88,2 96 93,8 120 91,9
Nilai rata – rata kebisingan : 68,60 db Nilai maksimum kebisingan : 100 db
Kecepatan angin : 1,66 m/s Nilai minimal kebisingan : 81,9 db
Tabel 3. Data analisis Lapangan kebisingan Kloter 2
No. Noise No. Noise No. Noise No. Noise No. Noise
1 87,6 25 86,2 49 89,1 73 88,4 97 85,3
2 91,0 26 85,1 50 91,6 74 85,8 98 88,2
3 95,7 27 86,1 51 52,5 75 85,1 99 88,1
4 92,2 28 86,4 52 86,8 76 87,5 100 85,3
5 86,3 29 87,2 53 85,9 77 88,2 101 85,9
6 84,1 30 86,5 54 95,7 78 93,2 102 85,7
7 86,1 31 85,4 55 91,5 79 94,6 103 89,6
8 88,8 32 83,4 56 91,6 80 90,3 104 92,2
9 90,0 33 83,0 57 90,5 81 86,7 105 87,5
10 89,3 34 81,7 58 89,1 82 90,3 106 88,8
11 89,7 35 87,7 59 91,1 83 90,5 107 95,2
12 92,1 36 88,2 60 92,5 84 88,1 108 93,3
13 89,4 37 86,4 61 92,9 85 85,1 109 91,4
14 90,3 38 88,3 62 94,4 86 83,3 110 89,5
15 91,3 39 88,2 63 91,2 87 88,8 111 83,6
16 87,3 40 90,2 64 86,2 88 89,1 112 85,9
17 84,3 41 90,3 65 85,4 89 94,7 113 88,3
18 87,7 42 98,5 66 88,7 90 97,3 114 85,8
19 91,3 43 91,3 67 86,4 91 101,7 115 84,6
20 89,9 44 92,7 68 88,8 92 89,4 116 85,7
21 90,0 45 90,2 69 91,5 93 84,8 117 91,5
22 89,1 46 91,7 70 88,7 94 85,2 118 90,2
23 89,5 47 87,2 71 88,8 95 84,1 119 86,9
24 88,5 48 88,4 72 85,4 96 85,5 120 87,7
Rata – rata : 88,85 dB Maksimal : 101 db
Kecepatan angin : Minimal : 81,7 db
Tabel 4. Higro-Thermo-Barometer
Awal AkhirHygrometer 41% 17%
Thermometer 34oC 40oCBarometer 743 mmHg 743 mmHg
Jumlah kendaraan Kloter 1
- Arah Ciputat – Lb. Bulus :
• Mobil : 1375
• Motor : 5054
- Lb. Bulus – Ciputat :
• Mobil : 141
• Motor : 3430
Kecepatan Angin
- Lb. Bulus – Ciputat : 270 / 600 detik = 0,45 m / s
- Ciputat – Lb. Bulus : 240 / 600 detik = 0,4 m / s
Tabel 5. Data Filter Sampel dan Blanko Kloter 1
No Sampel UlanganBobot
(gram)
Bobot
Rata-rata (g)
1. Filter Blanko Awal (B1) 1 0,7918
0,79182 0,7918
3 0,7918
2. Filter Sampel Awal (W1) 1 0,7929
0,79292 0,7929
3 0,7929
3. Filter Blanko Akhir (B2) 1 0,7884
0,78842 0,7884
3 0,7884
4. Filter Sampel akhir (W2) 1 0,7886
0,78792 0,7875
3 0,7878
Tabel 6. Data Filter Sampel dan Blanko Kloter 2
No Sampel UlanganBobot
(gram)
Bobot
Rata-rata (g)
1. Filter Blanko Awal (B1) 1 0,7971
0,79712 0,7971
3 0,7971
2. Filter Sampel Awal (W1) 1 0,7907
0,79072 0,7907
3 0,7907
3. Filter Blanko Akhir (B2) 1 0,7954
0,79542 0,7954
3 0,7954
4. Filter Sampel akhir (W2) 1 0,7854 0,7854
2 0,7854
3 0,7854
Tabel 7. Konsentrasi NO2 di udara ambient kloter 1
Konsentrasi
Nitrit
Standar
mg/l
Absorbansi
StandarSampel ID
Jumlah NO2
Sampel (μg) = a
Konsentrasi
NO2 udara (μ
g/Nm3)
= C
0,000 0,009
0,100 0,073
0,500 0,180
1,000 0,296
2,000 0,601
Sampel 0,010 - 0,0568
Tabel 8. Konsentrasi No2 di udara ambient kloter 2
Konsentrasi
Nitrit
Standar
mg/l
Absorbansi
StandarSampel ID
Jumlah NO2
Sampel (μg)
= a
Konsentrasi
NO2 udara (μ
g/Nm3)
= C
0,000 0,000
0,100 0,453
0,300 >2
0,500 >2
1,000 >2
Sampel 0,010 0,0022
Tabel 9. Konsentrasi NH3 di udara ambien kloter 1
Konsentrasi Absorbansi
0 0.0003
2 0.3322
4 0.8210
10 1.4533
sample 0.0705
Tabel 10. Konsentrasi NH3 di udara ambien kloter 2
Konsentrasi Absorbansi
0 0.0003
2 0.3322
4 0.8210
10 1.4533
sample 0.0705
Kurva 1. Konsentrasi vs adsorbansi NO2 di udara Ambien kloter 1
0 0.5 1 1.5 2 2.50
0.10.20.30.40.50.60.7
f(x) = 0.285164917541229 x + 0.0264812593703148R² = 0.995358885519153
Kurva Konsentrasi&Absorbansi NO₂ Shift 1
Absorbansi StandarLinear (Absorbansi Standar)
Konsentrasi
Abso
rban
si
Kurva 2. Konsentrasi vs adsorbansi NO2 di udara Ambien kloter 2
0 2 4 6 8 10 120
2
4
6
8
10
12
f(x) = NaN x + NaNR² = 0 Kurva Konsentrasi&Absorbansi NO₂
Shift 2
Series1Linear (Series1)
Konsentrasi
Abso
rban
si
Perhitungan
1. Volume sampel uji udara yang diambil
Shift 1
V = F 1+F 2
2 x t x PaTa x
298760
= 2+2
2 x 60 x 744,25309,25 x
298760
= 113,06 L
Shift 2
V = F 1+F 2
2 x t x PaTa x
298760
= 2+2
2 x 60 x 743310 x
298760
= 112,76 L
2. Kadar debu total di udara
Shift 1
C (mg/m3 ) =(W 2 #̶ W 1) #̶ (B 2 #̶ #̶ B 1)
Vx1000
= (0,7879−0,7929 ) #̶ (0,7884−0,7918)
113,06x1000
= 0,00026 μg/Nm3
Shift 2
C (mg/m3 ) =(W 2 #̶ W 1) #̶ (B 2 #̶ #̶ B 1)
Vx1000
= (0,7874−0,7907 ) #̶ (0,7954−0,7971)
112,76x 1000
= 0,0000142 μg/Nm3
3. Konsentrasi NO2 di udara ambientShift 1
C = av
x 1000
= −0,0568113,06
x 1000
= -0,6 μg/Nm3
Shift 2
C = av
x 1000
= 0,0022112,76
x1000
= 0,0195 μg/Nm3
4. Konsentrasi SO2 di udara ambient
Shift 1
C =aV x
1025 x 1000
= 3,7347 X 1000
113,06 x 1025
= 373472826,5
= 0,00467 μg/Nm3
Shift 2
C =aV x
1025 x 1000
= 6,944 X 1000
112,769 x 1025
= 24,630 μg/Nm3
5. Konsentrasi NH3Shift 1
C = aV
×1000= 39.36112.769
× 1000=349.032µg/ Nm3
Shift 2
C = aV
×1000=−0.0407113.06
× 1000=−0.36µg/ Nm3