makalah plot erosi kelompok 5 shift b1

26
MAKALAH MK. TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR Pengukuran Erosi di Lapangan (Pengamatan Plot Erosi dan Parameter Klimatologi) Oleh: 1. Norman Fajar (240110090088) 2. Lauravista S.F (240110090096) 3. Ray Chandra (240110090103) 4. Adhi Karno W (240110090108) 5. Gina Yunitasari (240110090109) 6. Humam M.Z (240110090073) 7. Grafi Tungga A. (240110090138) JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Upload: ginayunitasari

Post on 28-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

MAKALAH

MK. TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR

Pengukuran Erosi di Lapangan

(Pengamatan Plot Erosi dan Parameter Klimatologi)

Oleh:

1. Norman Fajar (240110090088)

2. Lauravista S.F (240110090096)

3. Ray Chandra (240110090103)

4. Adhi Karno W (240110090108)

5. Gina Yunitasari (240110090109)

6. Humam M.Z (240110090073)

7. Grafi Tungga A. (240110090138)

JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

Page 2: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

BAB I

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan

partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep

pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk

hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi

tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses

penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau

gabungan keduanya.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di

kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna

lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan

perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik

dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman

pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan

vegetasi alaminya. Khususnya di lahan kering, peluang terjadinya erosi sangat

tinggi terutama oleh angin. Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan untuk

mengurangi dampak erosi tersebut.

Sebelum melakukan konservasi lahan, terlebih dahulu harus dilakukan

perhitungan erosi agar konservasi yang dilakukan tepat guna, efektif, dan efisien.

Oleh karena itu mahasiswa khususnya mahasiswa teknik pertanian perlu

melakukan perhitungan erosi di lahan dalam konteks ini adalah plot erosi yaitu

pengukuran erosi berbentuk pemodelan dari lahan yang sebenarnya.

Pengukuran di lapangan dilakukan dengan menggunakan sistem petak

(plot) dengan ukuran, kemiringan, panjang lereng dan jenis tanah tertentu

(diketahui). Ukuran petak yang standar mempunyai panjang 22 m (memanjang ke

arah kemiringan lahan), lebar 1,8 m, namun tetap dimungkinkan untuk membuat

petak dengan ukuran yang berbeda. Model ini jarang digunakan kerena

membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga waktu yang tepat yaitu pada saat

musim hujan. Akan tetapi,model ini memberikan data yang akurat karena

dilakukan pengukuran langsung dilapangan.

Page 3: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat memahami cara pengukuran erosi dengan menggunakan

metode petak percobaan.

2. Mahasiswa dapat memahami cara pengukuran erosi di lapangan.

3. Mahasiswa dapat menghitung data hujan, erosi dan limpasan. Serta

menyiapkan data sesuai format.

4. Mahasiswa dapat membuat grafik hubungan antara parameter sesuai tugas

dan dapat menganalisis sesuai teori dari pustaka.

5. Mahasiswa dapat memilih tanaman dan tindakan konservasi sehingga

menurunkan nilai harkat Indeks Bahaya Erosi dari tiap-tiap perlakuan.

1.3 Metodologi Pelaksanaan

1.3.1 Alat dan Bahan

1. Plot erosi beserta kelengakapan bak/ember

2. Pita ukur 3 m dan 50 m

3. Pengukur sudut kemiringan

4. Ombrometer

5. Pengukur waktu

6. Gelas ukur 1 liter sebagai pengukur volume curah hujan, air limpasan, dan

sedimen

7. Plastik 0,5 kg dan 5 kg sebagai tempat tanah tererosi

8. Oven

9. Cawan

10. Kanebo untuk mengeringakan ember dan menyerap air pada tanah yang

tererosi

1.3.2 Prosedur Pelaksanaan

1. Mahasiswa melakukan pengamatan durasi hujan dan ketinggian curah

hujan

2. Setelah hujan selesai, pengamatan dilakukan pada volume limpasan dan

sedimen yang terdapat pada bak/ember di outlet plot erosi.

A. Volume air limpasan / Va (cm3/ml)

Page 4: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Va diukur dari keseluruhan air dan sedimen yang tertampung di bak

(V1 ml) kemudian dikurangi dengan volume dariberat kering tanah (Vt).

Va = V1 - Vt

B. Berat kering tanah (gr)

Jumlah tanah tererosi didapat dari jumlah keseluruhan tanah yang

tertampung di bak plot erosi. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

1. Ambil keseluruhan tanah yang tertampung di plot erosi, kering anginkan

selama satu hari. Kemudian timbang. (Berat basah / A gram)

2. Ambil sampel dari A gram sebanyak 3 cawan (Berat sampel basah / B1,

B2, B3 gram)

3. Berat kering tanah tererosi

E = (A/B) x C

E = Berat kering tanah tererosi

A = Berat basah tanah tererosi

B = Berat sampel basah

C = Berat sampel kering

C. BD Tanah (gr/cm3)

1. Ambil seberat tanah kering mutlak missal beratnya adalah A gram

2. Masukkan ke dalam gelas ukur berisi air sehingga terbaca perubahan

volume air (V)

3. BD tanah = A/V (gr/cm3)

Page 5: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

BAB II

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menghitung Erosi di Lapangan

Dari berbagai macam cara dalam monitoring akan tingkat lajunya erosi,

maka ada dua cara pendekatan yang telah banyak dipergunakan di berbagai

negara dewasa ini ialah :

a. Dengan monitoring sediment transport yang melalui suatu titik

pengamatan pada pengeluaran dari suatu daerah pengaliran dan cara ini

relatif lebih mudah.

b. Mempelajari kejadian erosi itu sendiri, termasuk beberapa pengukuran

diatas permukaan tanah sendiri. Untuk mempekirakan besarnya erosi

dipakai formula Universal Soil Loss Equation.

Perhtiungan erosi di lapangan dapat dilakukan dengan metode petak kecil

yaitu suatu metode suatu metode yang menggunakan lahan sepanjang 22 m dan

lebar 2 m untuk tanaman semusim sedangkan untuk tanaman tahunan lebar petak

4 m dan panjang lereng 22 m. Ditentukan pula bahwa kemiringan lereng standar

yang digunakan untuk pengukuran erosi dengan petak kecil ini adalah 9%.

Prinsip dari metode petak kecil ini adalah bahwa sekeliling petak diberi

sekat yang maksudnya agar curah hujan yang jatuh di atas permukaan lahan tidak

terinfiltrasi secara horizontal ke kanan dan ke kiri petak; sementara di ujung petak

ditampung dengan penampung selebar petakan yang diberi nama kolektor drain.

Metode petak kecil ini menampung erosi dan limpasan hujan pada setiap kejadian

hujan yang menimbulkan erosi.

Pengukuran jumlah tanah tererosi adalah merupakan kumulatif dari jumlah

hari kejadian hujan yang menimbulkan erosi. Misalnya untuk tanaman jagung

dengan umur tanaman seratus hari maka dengan pengukuran di lapangan ini

didapatkan data jumlah tanah erosi seumur tanaman jagung. Pengukuran erosi

dengan macam ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar,

namun hasilnya akurat.

Page 6: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

2.2 Cara Pendugaan Erosi

Pendugaan erosi diperlukan untuk meramalkan besar erosi yang telah

dan/atau akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu.

Selain itu juga digunakan untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti

luas yang mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Menurut Rahim

(2000:55) pendekatan erosi dapat dilakukan dengan cara:

1) Pendekatan Laboratorium

Pendugaan erosi di laboratorium adalah dengan melakukan pengukuran erosi

tanah yang ditempatkan pada petak-petak kecil dan diberi perlakuan hujan buatan

(rainfall simulator). Tetapi perilaku erosi di laboratorium tidak sama dengan

keadaan alami di lapangan.

2) Pendekatan Lapangan

Pengukuran erosi yang dilakukan di lapangan adalah dengan menggunakan

sistem petak kecil maupun petak yang berukuran besar. Pendugaan dengan

menggunakan petak percobaan, pada dasarnya memang mendekati kondisi alami

yang sebenarnya. Namun cara ini membutuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang

tidak kecil. Selain itu juga untuk mengetahui laju dan jumlah erosi yang terjadi

pada berbagai jenis penggunaan lahan dan berbagai jenis penggunaan tanaman

pada berbagai jenis tanah dan topografi (kemiringan dan panjang lereng) juga

dibutuhkan biaya yang tinggi, tenaga kerja yang banyak, dan waktu yang relatif

lama.

3) Pendekatan Gabungan

Pendekatan ini dilakukan melalui interprestasi data dengan penginderaan jauh

(remote sensing images) misalnya foto udara dan citra satelit. Dengan metode ini

erosi bentang lahan pada areal yang luas dapat dilakukan dengan mudah dan

efektif. Metode ini dapat terlaksana dengan baik bila tersedia sarana dan prasarana

yang memadai terutama peralatan untuk pemrosesan citra (image processor) dan

juga alat untuk interpretasi potret udara meliputi stereoskop dari yang sederhana

sampai yang lebih canggih.

4) Pendekatan Permodelan

Pendekatan ini adalah dengan menggunakan pendekatan matematika, yang

dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978), rumus ini pertama kali

Page 7: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

dikembangkan dari kenyataan bahwa erosi adalah fungsi erosivitas dan

erodibilitas. Rumus ini dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah

(PUKT) atau Universal Soil-Loss Equation (USLE). Rumus ini digunakan di

suatu wilayah dimana curah hujan dan jenis tanahnya relatif sama sedangkan yang

beragam adalah faktor panjang lereng, kemiringan lereng, serta pengelolaan lahan

dan tanaman (L, S, P, C).

Rumus USLE tersebut adalah sebagai berikut (Wischmeir dan Smith, 1978

dalam Asdak, 2004: 355):

A = R K LS C P

Dimana :

A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan. Besarnya kehilangan tanah

atau erosi dalam hal ini hanya terbatas pada erosi kulit dan erosi alur. Tidak

termasuk erosi yang berasal dari tebing sungai dan juga tidak termasuk

sedimen yang terendapkan di bawah lahan-lahan dengan kemiringan besar.

R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu, umumnya

diwujudkan dalam bentuk indeks erosi rata-rata (El). Faktor R juga

merupakan angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan

yang dapat menyebabkan terjadinya erosi.

K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu, dan merupakan kehilangan

tanah per satuan luas untuk indeks erosivitas tertentu. Faktor K adalah indeks

erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-

partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan atau air

larian.

L = Faktor panjang lereng yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan

perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu

dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft.

S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan

merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk

tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk

kemiringan 9%.

C = Faktor pengelolaan (cara bercocok tanam) yang tidak mempunyai satuan dan

merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada

Page 8: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya kehilangan

tanah pada keadaan tilled continuous fallow.

P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan

dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah

pada kondisi usaha konservasi tanah ideal (misalnya, teknik penanaman

sejajar garis kontur, penanaman dengan teras, penanaman dalam larikan)

dengan besarnya kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus

terhadap garis kontur.

Nilai besaran erosi pada suatu lahan dapat dibagi 2 (dua) bagian yaitu:

1. Erosi Potensial

Erosi potensial adalah erosi yang pada dasarnya dititikberatkan pada

faktor-faktor yang diluar pengaruh aktivitas manusia seperti faktor-faktor diatas

ditambah dengan faktor yang sangat dipengaruhi oleh akyivitas manusia, seperti

kemiringan lahan dan jenis tanah . Rumusnya adalah:

A = R K LS C

2. Erosi Aktual

Erosi aktual adalah erosi yang dipengaruhi oleh vegetasi penutup lahan

dan praktek tata guna lahan. Rumusnya adalah:

A = R K LS C P

2.2.1 Faktor perhitungan USLE

Dari persamaan USLE tersebut maka besarnya erosi diperoleh dari

perhitungan faktor-faktor di bawah ini:

2.2.1.1 Faktor Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas adalah kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi. Untuk

menentukan faktor erosivitas dapat diukur dengan menggunakan rumus yang

dipakai oleh Soemarwoto 1991 berikut:

R = 0,41 x H 1.09

Keterangan:

R : Besarnya Erosivitas

H : Curah Hujan Tahunan

Page 9: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Indeks erosivitas hujan (R) yang digunakan adalah EI30 yang sangat

berkorelasi dengan erosi pada beberapa tempat di Jawa. EI30 merupakan

perkalian antara energi kinetik hujan (E) dengan intensitas hujan maksimum

selama 30 menit (Wischmeier et al., 1958).

Rumus penduga R atau EI30 menurut Lenvain, 1975 (dalam Bols, 1978)

adalah :

R = 2,34H1,98

R : curah hujan (dalam dm)

Rumus penduga R atau EI30 menurut Lenvain, (Asdak, 2007) adalah :

R = 2,21H1,98

R : curah hujan (dalam cm)

2.2.1.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) adalah besaran yang menunjukkan kemampuan

tanah dalam menahan daya pemecahan tanah oleh air hujan. Besarnya faktor

erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh struktur tanah, kandungan bahan

organik, tekstur tanah dan permeabilitas tanah.

Hujan yang sama pada tanah dengan nilai Erodibilitas (K) yang tinggi akan

lebih mudah tererosi dari pada tanah dengan indeks erodibilitas rendah. Untuk

penentuan erodibilitas tanah dengan kandungan debu dan pasir sangat halus > 70

% dihitung dengan rumus:

100 K = 1,292[2,1M1,14

(10-4

)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)]

Keterangan:

K = Indeks erodibilitas tanah

M = (% debu + pasir sangat halus) (100- % lempung)

a = Bahan organik (% C organik x 1.724)

b = Kode struktur tanah

c = Kode tingkat permeabilitas tanah.

Penilaian struktur dan permeabilitas tanah masing-masing menggunakan

tabel 1 dan 2 yaitu sebagai berikut :

Page 10: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Tabel 1. Penilaian struktur tanah

Tipe Strukur tanah Kode Penilaian

Granular sangat halus (very fine granular) 1

Granular halus (fine granular) 2

Granular sedang dan besar (medium, coarse granular) 3

Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platty, massif) 4

Sumber: Wischmeier et al., 1971

Tabel 2. Penilaian permeabilitas tanah

Kelas permeabilitas tanah Kode penilaian

Cepat (rapid) 1

Sedang sampai cepat (moderate to rapid) 2

Sedang (moderate) 3

Sedang sampai lambat (moderate to slow) 4

Lambat (slow) 5

Sangat lambat (very slow) 6

Sumber: Wichmeser et al. (1971)

Tabel 3. Prakiraan nilai K untuk beberapa jenis tanah

No Jenis Tanah Nilai K

1 Latosol (haplorthox) 0,09

2 Latosol merah (humox) 0,12

3 Latosol merah kuning (typic haplorthox) 0,26

4 Latosol coklat (typic tropodult) 0,31

5 Latosol (epiaquatic tropodult) 0,31

6 Regosol ((troporthents) 0,14

7 Regosol (oxic dystropept) 0,12 – 0,16

8 Regosol (typic entropept) 0,29

9 Gley humic (typic tropoquept) 0,13

10 Gley humic (trapoquept) 0,20

11 Gley humic (aquic entropept) 0,26

12 Lithosol (litic eutropept) 0,16

13 Lithosol (orthen) 0,29

Page 11: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

14 Grumosol (chromudert) 0,21

15 Hydromorf abu-abu (tropofluent) 0,20

16 Podsolik (tropudults) 0,16

17 Podsolik merah kuning (tropudults) 0,32

18 Mediteran (tropohumults) 0,10

19 Mediteran (tropaqualfs) 0,22

20 Mediteran (tropudalfs) 0,23

Sumber : Arsyad, 1989 dan Asdak, 1995

2.2.1.3 Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)

Dalam USLE faktor panjang dan kemiringan lereng digabung menjadi

satu. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan,

semakin curam suatu lereng persentase kemiringan semakin tinggi sehingga

makin cepat laju limpasan permukaan. Dengan singkatnya waktu infiltrasi, maka

volume limpasan semakin besar. Jadi dengan meningkatnya persentase

kemiringan, erosi yang terjadi juga semakin besar. Untuk menghitung nilai LS

digunakan rumus:

LS = 𝑳𝒂 𝒙(𝟏,𝟑𝟖 + 𝟎, 𝟗𝟔𝟓 𝒔 + 𝟎, 𝟏𝟑𝟖 𝒔𝟐)/𝟏𝟎𝟎

Keterangan:

Ls = Faktor panjang dan kemiringan lahan

L = Panjang lereng (m)

S = Kemiringan lereng (%)

Untuk karakteristik DAS, kemiringan lereng pada setiap satuan lahan perlu

diklasifikasikan, klasifikasi kemiringan lereng menurut Chay Asdak adalah

sebagai berikut:

Tabel 4. Nilai Kemiringan Lereng

No Kelas Lereng Nilai Klasifikasi

1 I 0 – 8 % Datar

2 II 8 – 15 % Landai

3 III 15 – 25 % Agak cuiram

4 IV 25 – 45 % Curam

5 V >45 % Sangat curam

Page 12: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Besarnya nila LS juga dapat diperoleh dengan menggunakan Nomograf

Faktor LS disajikan pada gambar berikut :

Gambar 1. Nomograf Faktor LS

2.2.1.4 Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Faktor C adalah faktor pengelolaan tanaman. Faktor pengelolaan tanaman

merupakan gabungan antara jenis tanaman, pengelolaan sisa-sisa tanaman, tingkat

kesuburan, dan waktu pengelolaan tanah. Adanya tanaman dapat menekan laju

limpasan permukaan dan erosi. Tanaman mampu mempengaruhi laju erosi karena:

1) adanya intersepsi air hujan oleh tajuk daun

2) adanya pengaruh terhadap limpasan permukaan.

3) adanya pengaruh terhadap sifat fisik tanah.

4) adanya peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi.

Dengan adanya tanaman menyebabkan air hujan yang jatuh tidak langsung

memukul massa tanah, tetapi terlebih dahulu ditangkap oleh tajuk daun tanaman.

Selanjutnya tidak semua air hujan tersebut diteruskan ke permukaan tanah karena

sebagian akan mengalami evaporasi. Kejadian ini akan mengurangi jumlah air

yang sampai ke permukaan tanah yang disebut hujan lolos tajuk. PUSLITTAN

telah melaksanakan penelitian-penelitian lapangan untuk menilai faktor C

beberapa jenis pertanaman. Nilai faktor C dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Page 13: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Tabel 5. Prakiraan Nilai C

No Macam Penggunaan Nilai Faktor

(C)

1. Tanah terbuka tanpa tanaman 1,000

2. Sawah 0,010

3. Tegalan tidak dispesifikan 0,700

4. Ubi kayu 0,800

5. Jagung 0,700

6. Kedelai 0,399

7. Kentang 0,400

8. Kacang Tanah 0,200

9. Padi 0,561

10. Tebu 0,200

11. Pisang 0,600

12. Akar wangi (sereh wangi) 0,400

13. Rumput bede (tahun pertama) 0,287

14. Rumput bede (tahun kedua) 0,002

15. Kopi dengan penutup tanah buruk 0,200

16. Talas 0,850

17. Kebun campuran

- Kerapatan tinggi 0,100

- Kerapatan sedang 0,200

- Kerapatan rendah 0,500

18. Perladangan 0,400

19. Hutan alam

- Seresah banyak 0,001

- Seresah sedikit 0,005

20. Hutan Produksi

- Tebang habis 0,500

- Tebang Pilih 0,200

21. Semak belukar/ padang rumput 0,300

Page 14: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

22. Ubi kayu + kedelai 0,181

23. Ubi kayu + kacang tanah 0,195

24. Padi – Sorgun 0,345

25. Padi – kedelai 0,417

26. Kacang tanah + gude 0,495

27. Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571

28. Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

29. Padi + mulsa jerami 4 ton/ ha 0,096

30. Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ ha 0,128

31. Kacang tanah + mulsa clotaria 3 ton/ ha 0,136

32. Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259

33. Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ ha 0,377

34. Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ ha 0,387

35. Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 0,079

36. Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357

37. Alang-alang murni subur 0,001

38. Karet * 0,200

39. Permukiman ** 0,500

Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973 – 1981) tidak dipublikasikan

*) Morgan, 1987 dalam Rahim, 2000

*) Setya Nugraha, 1997

Tabel 6. Nilai Faktor C untuk Berbagai Tanaman dan Pengelolaan Tanaman

No Macam Penggunaan Nilai Faktor

(C)

1. Hutan A atau semak belukar dengan luas

penutupan lahan >80% 0,001

2. Hutan B atau semak belukar dengan luas

penutupan lahan 50 – 80% 0,08

3. Lahan rumput 0,2

4. Perkebunan 0,3

5. Persawahan (luas areal > 80%) 0,001

Page 15: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

6. Persawahan (luas areal 50 – 80%) 0,04

7. Persawahan ( luas areal 20 – 50%) 0,07

8. Sawah tadah hujan 0,1

9. Lahan kering 0,5

10. Kebun campuran 0,25

11. Lahan gundul 1,0

12. Daerah longsoran 1,0

13. Jurang (cliff portion) 0,3

14. Perkampungan A (>80%) 0,4

15. Perkampungan B (50-80%) 0,35

16. Perkampungan C (20-50%) 0,3

17. Sungai A (river deposit area) 1,0

18. Sungai B (paddy used area) 0,02

19. Bangunan beton 0,0

Sumber : Kitahara (2002), M.J Kirby (2002), RP Stone (2004)

2.2.1.5 Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P)

Faktor P adalah faktor tindakan konservasi tanah. Faktor ini merupakan

bentuk usaha manusia untuk membatasi semaksimal mungkin pengaruh erosi

terhadap lahan.

Untuk penilaian faktor P di lapangan akan lebih mudah bila digabungkan

dengan faktor C, sebab kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat. Faktor-

faktor pada PUKT masing-masing telah tersedia pada banyak publikasi. Data

tersebut diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang banyak dilakukan di tanah air:

Tabel 7. Prakiraan Nilai P untuk Berbagai Tindakan Konservasi

No Tindakan Konservasi Tanah Nilai P

1. Teras Bangku1)

Konstruksi Baik 0,04

Konstruksi Sedang 0,15

Konstruksi Kurang Baik 0,35

Teras Tradisional 0,40

Page 16: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

2. Strip tanaman rumput bahia 0,40

3. Pengelolaan tanah dan penanaman menurut garis kontur

Kemiringan 0-8 % 0,50

Kemiringan 9-8 % 0,75

Kemiringan lebih dari 20 % 0,90

4. Tanpa tindakan konservasi 1,00

Sumber : Data pusat penelitian tanah (1973-1981 dalam Arsyad, 1989: 259)

Keterangan: 1)

Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar dan keadaan

talud teras

2.2.2 Nilai Toleransi Erosi atau Toleransi Soil Loss (TSL)

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan, adalah

perlu karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah

yang diusahakan untuk pertanian. Kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar

terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar

tanaman dan untuk menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman

sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal.

Nilai toleransi erosi atau Tolerable Soil Loss (TSL) adalah laju erosi yang

dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/hektar/tahun yang terbesar yang masih dapat

dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup

untuk pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya

produktivitas yang tinggi secara lestari.

Suatu tanah yang dalam, bertekstur sedang dengan permeabilitas sedang

dan memiliki lapisan bawah yang baik bagi pertumbuhan tanaman, memiliki nilai

TSL lebih besar daripada tanah dangkal. Faktor-faktor yang dipertimbangkan

dalam menetapkan nilai TSL adalah sebagai berikut :

a. Kedalaman tanah

b. Ciri-ciri fisik dan sifat tanah yang mempengaruhi perkembangan akar

c. Pencegahan terbentuknya erosi parit

d. Penyusutan kandungan bahan organik.

e. Kehilangan unsur hara

f. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.

Page 17: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Tabel 8 . Pedoman Penetapan Nilai TSL

No Sifat Tanah dan Substratum Nilai TSL

(ton/ha/th)

1. Tanah dangkal (<25 cm) di atas batuan 0

2. Tanah sangat dangkal (<25 cm) di atas bahan telah

melapuk (tidak terkonsolidasi) 4,8

3. Tanah dangkal (25-50 cm) di atas bahan telah melapuk 9,6

4. Tanah dengan kedalaman sedang (50-90 cm) di atas

bahan telah melapuk 14,4

5. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah

yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk 16,8

6. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah

berpermeabilitas sedang, di atas substrata yang telah

melapuk

19,2

7. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah

berpermeabilitas lambat, di atas substrata yang telah

melapuk

24,0

8. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah

permeable, di ata substrata yang telah melapuk 30,0

2.2.3 Indeks Bahaya Erosi

Indeks bahaya erosi dapat diprediksi dengan cara memperhatikan adanya

erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur ( rill erosion), dan erosi parit (

gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi Indeks bahaya erosi dilakukan

adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun.

Indeks bahaya erosi disajikan dalam tabel di bawah ini.

Berdasarkan penelitian Hardjowigeno (1987) dalam Arsyad (1989) dapat

ditetapkan besarnya nilai TSL maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah

2,5 mm pertahun, yaitu tanah yang dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang

permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami

pelapukan).

Page 18: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Indeks bahaya erosi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut

(Hammer, 1981) :

Tabel 9. Indeks Bahaya Erosi

No Indeks Bahaya Erosi Kategori

1. < 1,00 Rendah

2. 1,01 – 4,00 Sedang

3. 4,01 – 10,00 Tinggi

4. > 10,00 Sangat tinggi

Sumber : Hammer, 1991

Page 19: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

BAB III

3 HASIL

3.1 Hasil Pengamatan

Berikut merupakan tabel hasil perhitungan plot erosi yang berlokasi di

sekitar kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.

Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 23 April 2012 – 3 Juni 2012.

3.1.1 Perlakuan 1

Tabel 3.1 Pengamatan Plot Erosi

Informasi Plot Penelitian

Panjang (meter) 21,7

Lebar (meter) 2,27

Kemiringan (derajatdanpersen) 17,34odan 31,22 %

Mulsa (ton/ha dan kg/plot) 4 ton/ha atau 19,7 kg/plot

Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Plot Erosi dengan Mulsa 4 ton/ha

Page 20: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

3.1.2 Perlakuan 2

Tabel 3.3 Pengamatan Plot Erosi

Informasi Plot Penelitian

Panjang (meter) 21,16

Lebar (meter) 2,2

Kemiringan (derajatdanpersen) 17,340 atau 31,22 %

Mulsa (ton/ha dan kg/plot) 6 ton/ha atau 27,93 kg/plot

Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Plot Erosi dengan Mulsa 6 ton/ha

3.1.3 Perlakuan 3

Tabel 3.5 Pengamatan Plot Erosi

Informasi Plot Penelitian

Panjang (meter) 21,16

Lebar (meter) 2,27

Kemiringan (derajatdanpersen) 17,34odan 31,22 %

Mulsa (ton/ha dan kg/plot) -

Page 21: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Tabel 3.6 Hasil Pengamatan Plot Erosi Tanpa Mulsa

3.1.4 Perlakuan 4

Tabel 3.7 Pengamatan Plot Erosi

Informasi Plot Penelitian

Panjang (meter) 21,16

Lebar (meter) 2,2

Kemiringan (derajatdanpersen) 27 %

Mulsa (ton/ha dan kg/plot) 2 ton/ha atau 9,3 kg/plot

Tabel 3.8 Hasil Pengamatan Plot Erosi dengan Mulsa 2 ton/ha

Page 22: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

3.1.5 Grafik Hubungan

Grafik 1. Hubungan tinggi curah hujan dengan erosi

Grafik 2. Hubungan tinggi curah hujan dengan limpasan

y = 5.535x + 29.76R² = 0.013

0.0

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

600.0

2.0 6.9 7.9 8.6 10.8 13.9 14.2 18.3 19.3 20.4 27.4

Ero

si (

kg/h

a)

Tinggi curah hujan (mm)

4 ton/ha

6 ton/ha

0 ton/ha

2 ton/ha

y = 52.56x + 3368.R² = 0.026

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

20000.0

25000.0

30000.0

35000.0

40000.0

45000.0

2.0 6.9 7.9 8.6 10.8 13.9 14.2 18.3 19.3 20.4 27.4

Lim

pas

an (l

t/h

a)

Tinggi curah hujan (mm)

4 ton/ha

6 ton/ha

0 ton/ha

2 ton/ha

Page 23: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

3.2 Prosedur Analisis dan Pembahasan

Setelah melaksanakan perhitungan erosi dengan metode petak (plot erosi)

terdapat beberapa hal yang harus dibahas, seperti pelaksanaan prosedur,

kesesuaian data pengamatan dengan literatur, variabel yang mempengaruhi,

permasalahan yang terjadi, sampai pada hasil perhitungan bila dibandingkan

dengan teori.

Pada pelaksanaan prosedur, praktikan telah dibagi menjadi 4 kelompok

sesuai dengan banyaknya perlakuan. Setiap kelompok tersebut bertanggung jawab

terhadap masing-masing plot erosi. Tetapi pada perlakuan 2 terdapat data yang

kurang yaitu data limpasan pada tanggal 21 Mei 2012. Hal ini menyebabkan

grafik yang dihasilkan pun menjadi terputus.

Perhitungan erosi ini tidak jauh berbeda dengan resitasi mengenai

perhitungan erosi di lapangan. Perhitungan erosi yang bergantung pada volume

(Va), dan berat tanah basah, tanah kering (A dan B). Nilai erosi yang terlihat pada

praktikum ini dipengaruhi oleh iklim (curah hujan), tutupan lahan (mulsa), dan

faktor konservasi (kemiringan lahan).

Pengolahan data untuk memperoleh grafik cukup rumit, karena harus

mengurutkan data terlebih dahulu dari curah hujan terkecil sampai terbesar. Hal

ini dilakukan dengan harapan grafik yang dihasilkan mudah dibaca dan

dimengerti.

Menurut Suripin (2001), faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap

erosi tanah adalah hujan, temperatur dan suhu. Morgan (1963) menyimpulkan

bahwa rata-rata kehilangan tanah perkejadian hujan meningkat seiring dengan

meningkatnya intensitas hujan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tingginya

curah hujan berbanding lurus dengan besarnya erosi yang terjadi. Hal itu dapat

terlihat di dalam Grafik 1. Dimana fungsi yang dihasilkan adalah fungsi linear

meskipun nilai R2 ny sangat kecil yaitu 0,13. Nilai ini menunjukkan simpangan

yang terjadi dalam data. Semakin mendekati 1, semakin tinggi akurasi datanya.

Pada Grafik 2 juga terlihat bahwa trendline menunjukkan fungsi linear meskipun

nilainya hanya 0,26.

Apabila dilihat dari hasil pengamatan, terhadap besarnya erosi yang terjadi

sangat dipengaruhi oleh mulsa. Terlihat pada tabel, jumlah erosi terbesar terjadi

Page 24: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

pada plot tanpa mulsa yaitu 692 kg/ha. Diikuti oleh plot dengan mulsa 6 ton/ha

yaitu sebesar 662 kg/ha. Apabila diperbandingkan diperbandingkan dengan tabel

prakiraan nilai C oleh Morgan (1987), Rahim (2000), dan Setya (1997) yang

dirangkum oleh PUSLITTAN, jumlah jerami yang ideal yaitu berkisar pada angka

2 – 4 ton/ha. 2/ ton/ha untuk mulsa jerami, 3 ton/ha untukmulsa clotaria, dan 4

ton/ha untuk mulsa jagung.

Permasalahan yang muncul ketika melaksanakan perhitungan erosi

menggunakan petak adalah banyaknya gangguan dari alam, misalnya, saat

menimbang volume dan berat tanah, bisa saja terdapat hewan di sekitar plot yang

tidak sengaja masuk.

Pengolahan data yang banyak dapat menggunakan bantuan ms.excel.

Terdapat beberapa data yang harus diubah dulu formatnya agar dapat dihitung

menggunakan ms.excel. Hal ini cukup memperlambat pengerjaan.

Page 25: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

BAB III

4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melaksanakan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah erosi

adalah curah hujan.

2. Perhitungan erosi dapat dilaksanakan dengan metode petak dan metode

prakiraan.

3. Faktor C (tutupan lahan) dan P (konservasi oleh manusia) merupakan

faktor yang mampu direkayasa. Jika diolah dengan baik, maka jumlah

erosi pun dapat berkurang secara signifikan.

4. Plot yang memiliki jumlah erosi terbesar adalah plot tanpa mulsa. Hal

ini disebabkan oleh tanpa adanya tutupan lahan maka nilai C mendekati

1.

5. Jerami yang terlalu banyak tidak baik bagi lahan. Jumlah jerami yang

ideal berkisar antara 2 – 4 ton kg/ha

6. Metode petak lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama

dibandingkan dengan metode USLE

4.2 Saran

1. Praktikan terlebih dahulu harus memahami materi agar praktikum berjalan

sesuai prosedur.

2. Perhitungan volume, berat bsaha, dan berat kering hendaknya dilakukan

secara teliti agar data yang dihasilkan akurat.

3. Lebih sering mengecek plot erosi yang dibuat demi keakuratan data.

Page 26: MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

5 DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., dan S. Sutono. 2002. Teknologi pengendalian erosi lahan

berlereng. hlm.103-145 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering:

Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Bafdal, N., Amaru, K., Suryadi, E., & Ardiansah, I. (2012). Menghitung Curah

Hujan. In N. Bafdal, K. Amaru, E. Suryadi, & I. Ardiansah, Penuntun

Praktikum Teknik Pengawetan Tanah dan Air (pp. 01-02). Bandung:

Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, FTIP, Universitas

Padjadjaran.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.

Asdak, Chay., 1991, Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai, Gadjah

Mada University Press,004.