makalah perbedaan riba dengan bunga bank

27
BAB II PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN RIBA DAN PERBEDAANNYA DENGAN BUNGA BANK Riba dari segi istilah bahasa sama dengan “Ziyadah” artinya tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok (modal) secara bathil. 1 Riba dalam bahasa inggris disebut usury, yang intinya adalah pengambilan bunga atas pinjaman uang dengan berlebihan, sehingga cenderung mengarah kepada eksploitasi atau pemerasan. Lebih lanjut riba dalam Al-Quran diartikan sebagai setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan oleh syariah. Yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang, yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegimitasi adanya penambahan secara adil, seperti melalui transaksi jual beli, sewa-menyewa, atau bagi hasil.. Dalam transaksi jual beli, misalnya pihak pembeli wajib menyerahkan sejumlah uang sebagai harga barang/jasa, yang kemudian diimbangi oleh adanya kewajiban dari pihak penjual untuk menyerahkan barang atau jasa yang menjadi obyek perjanjian jual beli tersebut. 1 K Perwataatmadja dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta : Dana bhakti Wakaf,1992), hlm.10 1

Upload: heny-larasatii

Post on 01-Jun-2015

10.774 views

Category:

Education


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN RIBA DAN PERBEDAANNYA DENGAN BUNGA BANK

Riba dari segi istilah bahasa sama dengan “Ziyadah” artinya tambahan.

Sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok

(modal) secara bathil.1

Riba dalam bahasa inggris disebut usury, yang intinya adalah pengambilan

bunga atas pinjaman uang dengan berlebihan, sehingga cenderung mengarah kepada

eksploitasi atau pemerasan.

Lebih lanjut riba dalam Al-Quran diartikan sebagai setiap penambahan yang

diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan

oleh syariah. Yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang, yaitu transaksi

bisnis atau komersial yang melegimitasi adanya penambahan secara adil, seperti

melalui transaksi jual beli, sewa-menyewa, atau bagi hasil..

Dalam transaksi jual beli, misalnya pihak pembeli wajib menyerahkan

sejumlah uang sebagai harga barang/jasa, yang kemudian diimbangi oleh adanya

kewajiban dari pihak penjual untuk menyerahkan barang atau jasa yang menjadi

obyek perjanjian jual beli tersebut.

Kemudian ketika kita melihat pada transaksi simpan-pinjam dana secara

konvensional, terlihat bahwa adanya besaran presentase tertentu atas pinjaman pokok

menjadi keniscayaan. Dengan demikian pihak yang memberikan pinjaman akan

mendapatkan penghasilan yang pasti dengan berjalannya waktu, sedangkan pada

pihak peminjam besarnya keuntungan adalah tidak tentu. Hal inilah yang

menunjukkan adanya ketidakadilan dalam transaksi yang berbasis bunga (interest

based transaction).

Islam tidak mengenal prinsip time value of money yang berbasis pada bunga

layaknya transaksi ekonomi konvensional, karena dalam Islam tidak mungkin ada

keuntungan tanpa risiko dan atau mendapatkan hasil tanpa biaya. Islam melarang riba

dalam segala bentuk dan manifestasinya.2

1 K Perwataatmadja dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta : Dana bhakti Wakaf,1992), hlm.102 Abdul Ghofur Ansori, Perbankan syariah di Indonesia( Yogyakarta : UGM Press,2007) hlm.11-12

1

Page 2: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

PENGERTIAN BUNGA

Secara leksikal,bunga sebagai terjemahan dari interest. Diungkapkan dalam suatu

kamus dinyatakan,bahwa interest is a charge for a financial loan,usually a percentage of the

amount loaned. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang,yang biasanya di nyatakan

dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan. Pendapatan lain menyatakan “interest” yaitu

sejumlah uang yang dibayarkan atau dikalkulasi untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut

misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentase modal yang bersangkutpaut dengan

itu yang dinamakan suku bunga modal”.3

BUNGA BANK = RIBA ?

Jawaban terhadap persoalan sub pokok bahasan ini, akan lebih rinci apabila

dikembalikan kepada pandangan tentang adanya kesamaan antara praktik bunga dengan riba

yang diharamkan dalam Al Qur’an dan hadits kesamaan itu sulit dibantah, apalagi secara

nyata aplikasi sistem bunga pada perbankan lebih banyak dirasakan mudhorat nya daripada

manfaatnya. Kemudhoratan system bunga sehingga dikategorikan sebagai riba, antara lain

adalah :

1. Mengakumulasi dana untuk keuntungannya sendiri

2. Bunga adalah konsep biaya yang digeserkan kepada penanggung berikutnya

3. Menyalurkan hanya kepada mereka yang mampu

4. Penanggung terakhir adalah masyarakat

5. Memandulkan kebijakan stabilitas ekonomi dan investasi

6. Terjadi kesenjangan yang tidak akan ada habisnya

Praktek-praktek diatas tidak akan dapat berjalan apabila umat Islam tidak menjalankan secara

Istiqomah terhadap konsep bank bagi hasil atau bank syariah. Oleh karena itu, kehadiran

Bank syariah dalam percaturan perekonomian nasional amat menjadi penting. Dengan kata

lain, relevansi bank syariah dengan perekonomian Indonesia yang sedang membangun sangat

tinggi dan jauh lebih tinggi dari bank konvensional. Sehingga tumbuh dan berkembangnya

bank syariah di Indonesia, dalam rangka memperkecil terjadinya praktek riba, seharusnya

tidak semata-mata bersifat emosional tetapi lebih banyak bersifat rasional dan konsepsional

untuk membantu upaya pembangunan. Sebab dengan jumlah bank syariah yang cukup berarti

3 Muhammad, (Ed),Bank syariah analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Yogyakarta : Ekonisia,2006), hlm.28

2

Page 3: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

dan dioperasionalkan dengan baik akan mampu mendukung upaya pertumbuhan ekonomi

yang tinggi, pemerataan dan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta stabilitas ekonomi yang

mantap.4

RIBA ATAU BUNGA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Peraturan dasar ekonomi Islam melarang dipraktikannya riba bahkan harus diperangi

karena dianggap dosa besar, sumber kekacauan, tidak ada berkat dan membawa akibat yang

buruk, baik didunia maupun di akhirat. Karena itu, diantara fenomena keadilan yang paling

menonjol dalam prinsip ekonomi Islam adalah pengharaman terhadap riba dan sekaligus

memeranginya. Hal ini sebagaimana Firman Allah :

“hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba

(yang belum dipungut) . jika kamu termasuk orang-orang yang beriman. Maka jika kamu

tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RosulNya

akan memeerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok

hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (Q.S Al Baqarah : 278-279).

Nash Al Qur’an ini menunjukkan bahwa dasar pengharaman riba adalah melarang

perbuatan dzalim bagi masing-masing dari kedua belah pihak, maka tidak boleh mengdzalimi

dan tidak boleh didzalimi (Qordhowi 1997, 310) . perbuatan riba merupakan salah satu

perbuatan yang “mengundang“ azab Allah disuatu negri, sebagaimana yang telah

disampaikan Nabi SAW : “ Jika telah tampak disuatu negri perbuatan riba dan zina, maka

mereka telah menghalalkan datangnya azab Allah pada mereka “ ( H.R At-thabrani dan Al

Hakim dari Ibnu Abbas).

Bahkan secara tegas dalam Al Qur’an diterangkan bahwa berdirinya orang yang memakan

riba seperti orang yang kemasukan syaitan, sebagaimana firman Allah :

“orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

orang yang kemasukan syaitan lantaran ( tekanan ) penyakit gila. Keadaan mereka yang

demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) . sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba “

(Q.S Al Baqarah : 275)

4 Ibid, hlm. 50-51

3

Page 4: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

Ahli filsafat ekonomi di masa sekarang juga telah membicarakan resiko dan

bahayanya riba secara social, ekonomi, dan politik. Seperti yang dikatakan Lord King

(Qordhowi, 1997:311), pakar ekonomi Inggris yang terkenal bahwa :

“sesungguhnya masyarakat kita menapaki jalan hidup yang lurus jika dapat menurunkan

tingkat bunga sampai nol, yaitu menghapuskannnya sekali.”

Begitu pula halnya yang dijelaskan oleh para pemikir umat Islam seperti Ustad Al-

Maududi, Darras, Isa Abduh , Al-‘Arabi, Abi As-saud, Abuzarhah , As-Sidiqi, dll.

( Qordhowi, 1997 : 311). Dikalangan para ulama, semua sepakat bahwa riba diharamkan

dalam Islam. Namun, yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah bunga bank

konvensional yang berkembang dalam perekonomian sekarang ini (bahkan sebagai “urat

nadi” perekonomian) termasuk riba atau bukan. Kajian kontekstual atas riba dan bunga bank

(Masjhud, 1996:3), ulama tafsir berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa bunga bank

adalah riba dan haram, dan sebagian yang lain berpendapat bahwa bunga bank bukan riba,

dan halal. Dalam hal ini, Muhammadiyah (salah satu organisasi Islam di Indonesia)

menyadari bahwa system perbankan belum pernah ada di jaman awal Islam karena itu,

masalah bunga bank dianggap masalah “Ijtihadiyah” yang erat kaitannya dengan riba.

Muhammadiyah memiliki pandangan bahwa hakekat riba yang dilarang Al-Qur’an adalah

riba yang mengarah kepada pemerasan (dlulm) terhadap debitur. Hal ini terlihat dalam

konsideran putusan majlis tarjih tentang bunga bank (Rosyie, 1996 : 2-4) sebagai berikut :

“bahwa Nash-nash Al Qur’an dan Sunnah tentang haramnya riba terkesan adanya

‘illat’(sebab) terjadinya penghisapan (dlulm) oleh pihak yang kuat oleh pihak yang lemah. “

Lebih lanjut, Muhammadiyah berpendapat bahwa illat dlulm itu terdapat dalam bunga

bank milik swasta. Maka hukumnya sama saja dengan riba. Adapun bank milik negara, illat

nya belum meyakinkan, karena itu menurut Muhammadiyah hukum bunga bank milik

pemerintah adalah “ musytabihat”, tidak haram dan tidak juga halal secara mutlak.

Menurut kasman singodimedjo (wakil ketua lll PP Muhammadiyah periode 1971-

1974) terhadap putusan majlis tarjih tentang bunga bank, muhammadiyah sebenarnya sudah

membenarkan praktik bank konvensional (yang memakai sistem bunga). Dengan argumentasi

bahwa majlis tarjih menjelaskan bahwa :

4

Page 5: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

“ kecuali apabila ada satu kepentingan masyarakat ataupun kepentingan pribadi yang sesuai

dengan maksud dari tujuan agama Islam pada umumnya, maka tidak halangan perkara

musytabihat tersebut dikerjakan sesuai dengan kepentingan itu”.

Berdasarkan penjelasan diatas menurut kasman, Muhammadiyah sudah menyatakan

dengan sendirinya bahwa bunga bank milik negara yang semula musytabihat telah bergeser

menjadi halal. Kalaulah bunga bank milik negera adalah halal karena tidak terdapat illat

dlulm, maka bank milik swastapun, selama praktik operasionalnya tidak ada illat tersebut

dapat dinyatakan hukumnya halal (Rozie, 1996:4). Pendapat ini sejalan dengan pemikiran

Muhammad Hatta, Syafrudin Prawiranegara, dan A.Hasan (Masjhud, 1996:5).

Sementara itu, Mannan (1994:164-5) mengungkapkan bahwa beberapa orang Islam

terpelajar yang silau oleh pesona lahiriah peradapan eropa mengatakan bahwa yang dilarang

oleh Islam adalah riba bukan bunga. Mereka yang berpendapat bahwa bunga yang dibayarkan

pada pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak bertentangan dengan hukum Al

Qur’an , karena hukum ini hanya mengacu pada riba, yaitu pinjaman yang bukan untuk

produksi dimasa pra Islam.

Pendapat ini sejalan dengan Sir Sayyed yang telah menerjemahkan “riba” kedalam

bahasa Inggris (dengan usury, meminjamkan uang dengan bunga yang berlebihan atau tidak

sah) dan selanjutnya membedakan dari Interest (bunga). Lebih lanjut, dia berkata bahwa kata

usury menyatakan bentuk primitive peminjaman uang ketika uang dipinjamkan untuk

keperluan konsumsi. Memang kejam bahwa uang yang dipinjamkan kepada orang-orang

yang membutuhkannya untuk biaya hidup mereka sehari-hari, harus dijadikan sumber

keuntungan. Bunga, di pihak lain merupakan beban yang wajar untuk penggunaan uang

didalam proses produktif industri atau perdagangan. Peminjam menggunakan uang itu dan

memperoleh keuntungan, maka wajarlah baginya untuk memberikan sejumlah bunga kepada

si pemberi pinjaman, yang pinjamannya memungkinkan dia membuat keuntungan itu

(Mudunnasir, 1988:485).

Dalam persoalan perspektif mengenai riba yang terkait dengan penggunannya apakah

untuk produksi atau konsumsi, Mannan (1991:165) menegaskan :

Sesungguhnya perbedaan antara pinjaman produktif dan tidak produktif (konsumsi) adalah

perbedaan tingkat, bukan perbedaan jenis. Menyebut riba dengan nama bunga tidak akan

5

Page 6: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

mengubah sifatnya karena bunga adalah suatu tambahan modal yang dipinjam, karena itu ia

adalah riba,baik dalam jiwa maupun peraturan hukum Islam.

Sebetulnya tidak ada perbedaan antara bunga dan riba. Islam dengan tegas melarang semua

bentuk bunga betapapun hebat dan menyakinkan nama yang diberikan kepadanya.

Hal ini juga yang ditegaskan oleh Syaikh Mahmud Ahmad yang membantah Sir Sayyed dia

mengatakan didalam tangkisannya sebagai berikut :

Bahkan pada masa Nabi suci, orang-orang yahudi madinah meminjamkan uang tidak

hanya untuk keperluan konsumsi, tetapi juga untuk perdagangan. Begitu pula bank-bank

modern meminjamkan uang tidak hanya untuk tujuan-tujuan yang produktif, tetapi juga untuk

keperluan konsumsi. Sebenarnya perbedaan yang penting diantara perbankan modern dengan

perbedaan primitive adalah tingkat dan pengembangannya bukan jenisnya.

Kriteria atau batasan yang dimaksud dengan riba adalah dititik beratkan pada

penentuan sebelumnya, kelebihan yang diperileh dari modal dasar yang dihitungkan atau di

investasikan pada orang lain, sedikit atau banyak. Jadi, kelebihan dari modal dasar yang tidak

ditentukan sebelumnya atau berdasarkan untung dan rugi (produktif) tidak dikategorikan riba.

Tetapi yang dikategorikan riba adalah penentuan jumlah kelebihan yang harus diberikan atau

didapat tanpa mengindahkan apakah si peminjam itu untung atau rugi dalam usahanya.

Kalau kita menengok sejenak dari praktik bunga (tambahan) yang dilakukan oleh

bank-bank konvensional yang ada sekarang ini atau obligasi-obligasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan, kemudian kita konfirmasikan dengan definisi serta criteria riba tersebut diatas,

maka jelaslah bahwa bunga bank atau obligasi yang beredar merupakan bentuk dari praktik

ribawi, karena jumlah kelebihan telah ditentukan sebelumnya (yunus, 1993:17).

Hal ini sebagaimana yang dipahami dari sebagian ulama terdahulu (salafi) mengenai

riba jahiliyah ialah bahwa mereka meminjamkan uang yang pada awalnya tidak memakai riba

(tambahan) . Riba baru muncul bila jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan semula

telah berakhir, sementara peminjam belum juga melunasi hutangnya. Jadi, konsekuensinya,

orang yang menetapkan sejak awal bahwa pihaknya tidak akan member pinjaman, kecuali

pakai riba (bunga), berarti lebih bejat dan lebih haram lagi, ketimbang praktik yang terjadi

pada “Riba jahiliyah”(Qordhowi, 1990:58). Dan, sebelumnya qordhowi (1990:24)

mengungkapkan bahwa riba dalam al-quran adalah lawan dari 2 sistem : pertama, lawan

6

Page 7: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

shadaqah. Dalam hal ini berbentuk pinjaman bebas bunga (lowan) seperti firman Allah :

“Allah membinasakan riba dan menumbuhkan shadaqah.”

Kedua, lawan dari sitem jual beli. Dalam hal ini berbentuk musyarakah, mudharabah

dan murabahah dan jenis lainnya. Sebagaimana tertera dalam firman allah:” allah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’.

Jadi, siapa yang menagih bunga (riba) untuk keperluan gaya hidup (konsumtif) maka

penyelesaiannya dengan jalur “shadaqah” (pinjaman tanpa bunga). Sedangkan orang yang

mengenakan riba dalam urusan bisnis (produktif), maka jalan keluarnya adalah “jual beli”

dan berbagai praktik muamalat lainnya.

Oleh karena itu, pengembangan berbagai bentuk alternatif memecahkan persoalan

ekonomi ummat islam dewasa ini harus terus dilakukan, dan tentunya harapan ummat,

alternatif yang dikembangkan dapat memuaskan batin dari tuntutan syari’ah sekaligus

memuaskan dzahir dari tuntutan manajemen modern. 5

2. JENIS JENIS RIBA DAN BUNGA BANK

JENIS RIBA

Secara garis besar riba terbagi kepada dua bagian, yaitu : Riba hutang piutang dan Riba jual

beli. Riba hutang piutang terbagi lagi menjadi Riba Qard dan Riba Jahiliyah sedangkan Riba

jual beli terbagi menjadi Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah.

a. Riba Qard

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyariatkan terhadap yang berhutang

(Muqtaridh)

b. Riba Jahiliyah

Hutang yang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar

hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

c. Riba Fadhl

Pertukaran antara barang-barang sejenis dengan kadar/takaran yang berbeda dan barang yang

dipertukarkan termasuk dalam jenis “barang ribawi”

d. Riba Nasiah

5 Jamal Lulail Yunus, manajemen bank syariah mikro, (Malang : Malang Press, 2009), hlm. 26-35

7

Page 8: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang ribawi

lainnya.

Yang termasuk dalam barang ribawi menurut sebagian cendekiawan fiqh Islam,

diantaranya mazhab Syafi’I jenis barang ribawi, yaitu :

a. Mata uang emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk

lainnya.

b. Bahan makanan pokok, seperti : beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan

tambahan, seperti : sayur-sayuran, buah-buahan, dll.6

JENIS BUNGA BANK

a) Bunga Tetap (Fixed Interest)

Dalam sistem ini, tingkat suku bunga akan berubah selama periode tertentu sesuai

kesepakatan. Jika tingkat suku bunga pasar (market interest rate) berubah (naik atau turun),

bank akan tetap konsisten pada suku bunga yang telah ditetapkan. Lembaga pembiayaan yang

menerapkan sistem bunga tetap menetapkan jangka waktu kredit antara 1-5 tahun.

Lihat Modal Usaha dan Usaha Modal.

Keuntungan bagi anda adalah jika suku bunga pasar naik, anda tidak akan terbebani bunga

tambahan. Sebaliknya jika suku bunga pasar turun dan selisihnya lumayan besar, maka ada

baiknya anda mempertimbangkan untuk melakukan refinancing. anda mesti menyelesaikan

kredit lebih cepat dan mengganti dengan kontrak baru yang berbunga rendah (Pinjaman

Tunai).

b) Bunga Mengambang (Floating Interest)

Dalam sistem ini, tingkat suku bunga akan mengikuti naik-turunnya suku bunga pasar. Jika

suku bunga pasar naik, maka bunga kredit anda juga akan ikut naik, demikian pula

sebaliknya. Sistem bunga ini diterapkan untuk kredit jangka panjang, seperti kredit

kepemilikan rumah, modal kerja, usaha dan investasi.

c)  Bunga Flat (Flat Interest)

Pada sistem bunga flat, jumlah pembayaran pokok dan bunga kredit besarnya sama setiap

bulan. Bunga flat biasanya diperuntukkan untuk kredit jangka pendek. contoh, kredit mobil,

kredit motor dan kredit tanpa agunan. Lihat Pinjaman Cepat dan Usaha Pinjaman

d) Bunga Efektif (Effective Interest)

6 K. Perwataatmadja dan M. Syafi’I Antonio, Op.cit, hlm. 11

8

Page 9: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

Pada sistem ini, perhitungan beban bunga dihitung setiap akhir periode pembayaran angsuran

berdasarkan saldo pokok. Beban bunga akan semakin menurun setiap bulan karena pokok

utang juga berkurang seiring dengan cicilan.

Jangan membandingkan sistem bunga flat dengan efektif hanya dari angkanya saja. Bunga

flat 6% tidak sama dengan bunga efektif 6%. Besar bunga efektif biasanya 1,8-2 kali bunga

flat. jadi, bunga flat 6% sama dengan bunga efektif 10,8%-12%.

e) Bunga Anuitas (Anuity Interest)

Bunga anuitas boleh disetarakan dengan bunga efektif. Bedanya, ada rumus anuitas yang bisa

menetapkan besarnya cicilan sama secara terus-menerus sepanjang waktu kredit. jika tingkat

bunga berubah, angsuran akan menyesuaikan. Klik Modal Usaha dan Modal Pinjaman.

Dalam perhitungan anuitas, porsi bunga pada masa awal sangat besar sedangkan porsi

angsuran pokok sangat kecil. Mendekati berakhirnya masa kredit, keadaan akan menjadi

berbalik. porsi angsuran pokok akan sangat besar sedangkan porsi bunga menjadi lebih kecil.7

3. KONSEP “ RIBA “ DALAM AL QUR’AN DAN SUNNAH

Untuk memahami konsep riba dalam Al Qur’an dan Sunnah kita harus memahami

keadaan ekonomi jazirah Arabia dan sekitarnya pada waktu Rasulullah dan masa-masa

sebelumnya karena doktrin riba ditujukan kepada masyarakat ekonomi tersebut.

Jika dilihat dalam peta dunia maka kelihatan jelas letak jazirah Arabia berada di

tengah-tengah jalur perdagangan antara Eropa dan Afrika di satu pihak dengan India dan

Cina di pihak lain. Catatan sejarah menunjukkan pula bahwa bangsa Arab jauh sebelum

kerasulan Muhammad SAW adalah suatu bangsa yang sangat maju dalam perdagangan. Hal

ini seperti dilukiskan dan dijelaskan di dalam Al Qur’an surat Quraisy, dan buku-buku

sejarah dunia.

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam rangka menunjang arus

perdagangan yang begitu pesat mereka membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai

guna menunjang kegiatan produksi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila 2.500 tahun

sebelum Masehi usaha perbankan telah dikenal di Mesir Purba, Yunani kuno, dan Romawi

demikian juga 2.000 tahun sebelum Masehi di Mesopotamia ( sekarang masuk wilayah Irak )

sudah di perkenankan suatu perangkat pembiayaan yang menyerupai promes ( promesory

7 Irfan Ramadhan, “Macam-macam bunga yang ada pada Bank”, 3 Oktober 2011, (http://irfanramadhan4.wordpress.com/2011/10/03/macam-macam-bunga-yang-ada-pada-bank/), Diakses 7 Maret 2014

9

Page 10: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

note dewasa ini ) yang mana unsur bunga merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari

padanya. 500 tahun sebelum Masehi, Temple of Babilon mengenakan bunga sebesar 20%

setahun.8

4. DASAR HUKUM PELARANGAN RIBA DALAM ISLAM

Pelarangan terhadap riba dalam Islam, seperti pelarangan minuman keras, (khamr).

Yakni bahwa pelarangan terhadap riba berlangsung secara bertahap, sebagaimana larangan

bagi semua orang minum khamr. Hal ini dilatar belakangi oleh keadaan sebagian warga Arab

pada masa itu yang gemar menerapakan riba dalam setiap kegiatan transaksi yang

dilakukannya, sehingga akan menimbulkan anomi atau goncangan di masyarakat jika mereka

dikenakan larangan riba secara tegas dan tiba-tiba.

Adapun pelarangan riba dapat dikkkelompokkan menjadi empat tahap yang masing-

masing didasarkan pada ketentuan ayat Al-Quran. Keempat tahap pelarangan riba tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Tahap I ,menolak anggaran bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah

menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub

kepada AllahSWT, yaitu melalui Firman Allah dalam Surat ar-rum ayat (39), yang

artinya;.

“Dan,sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta

manusia,maka riba tersebut tidak akan menambah pada sisi Allah,Dan apa yang

kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan

Allah, ,maka (yang berbuat demekian) itulah orang-orang yang melipat gandakan

(pahalanya).”

2) Tahap II, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk,yang disertai pula dengan

ancaman yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Hal ini terdapat dalam

surat an-Nisa ayat (160-161).

“Maka,disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi,kami haramkan atas mereka

(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)dihalalkan bagi mereka,dan

karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,dan disebabkan

mereka memakan riba,padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya,dan

karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah

menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.

8 K. Perwataatmadja dan M. Syafi’I Antonio, Op.cit,hlm. 12-13

10

Page 11: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

3) Tahap III ,riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat

ganda. Hal ini dapat kita baca dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat (130).Artinya

sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu memakan riba dengan berlipat

ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan .”

4) Tahap IV, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan

yang diambil dari pinjaman. Hal ini terdapat dalam Al-Quran Surat al-Baqarah ayat

278-279,yang artinya adalah sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba

(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak

mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya

akan memerangimu. Dan,jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu

pokok hartamu,kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Dengan demikian tahap keempat adalah taphap final, yang benar-benar secara jelas

dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.

Larangan terhadap riba ini juga dijumpai dalam hadis nabi Muhammad SAW,ada

beberapa hadis yang memuat tentang larangan riba ini,antara lain adalah :

1) HR. Bukhari no.2034,Kitab al-Buyu

“Diriwayatkan oleh Abdurahman bin Abu Bakar bahwa ayahnya berkata,Rasulullah

SAW melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama

beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga

sebaliknya sesuai dengan keinginan kita.”

2) HR. Muslim no.2995,Kitab al-masaqqah

Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. Mengutuk orang yang menerima riba,orang yang

membayarnya,dan orang yang mencatatnya,dan dua orang saksinya,kemudian beliau

bersabda,”Mereka itu semuanya sama”.

3) Hadis yang merupakan amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzul-hijjah 10 H. Berupa

penekanan Rasulullah SAW terhadap riba,yang artinya :

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung

amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba . Oleh karena itu,utang akibat

riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hakmu. Kamu tidak akan

menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

11

Page 12: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

Ketiga hadist diatas secara tegas menunjukkan bahwa riba adalah haram, sehingga

konsekuensi yuridisnya jika dilakukan akan mendapatkan sanksi di akhirat kelak.9

5. PANDANGAN AL QUR’AN, HADITS, DAN PARA ULAMA MENGENAI

RIBA

Pada prinsipnya keuangan syariah didasarkan pada prinsip haramnya riba dan bunga.

Hal ini didasarkan atas ketegasan dari nash Alqur’an seperti dalam Surah Al Baqarah ayat

275. :

Artinya : “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba”

Dan beberapa hadits shahih, diantaranya :

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW. Bersabda : jauhilah olehmu tujuh perkara

yang membinasakan, maka ditanyakanlah hal tersebut kepada beliau, “ wahai Rasulullah

apa saja perkara-perkara itu ? Beliau menjawab :”berbuat syirik kepada Alah SWT,

(melakukan sihir, membunuh jiwa tanpa alasan yang benar, memakan harta anak yatim,

memakan riba, lari dari berkecamuknya peperangan, dan menuduh (berzina) terhadap

perempuan mukminat yang telah bersuami. (HR. Muslim dan Imam Malik)

Dalam pandangan jumhur ulama masa kini bunga hanyalah salah satu dari bentuk-bentuk

riba yang dilarang. Bunga pada prinsipnya adalah bentuk nyata dari riba nasiah. 10

Banyak pendapat dan tanggapan di kalangan para ulama dan ahli fiqh baik klasik

maupun kontemporer tentang apakah bunga bank sama dengan riba atau tidak. Berikut ini

akan disampaikan beberapa pendapat dan tanggapan yang menganggap bunga bank tidak

sama dengan riba. Di antara tanggapan tersebut adalah sebagaimana dikemukakan oleh para

ulam berikut:

Pendapat atau fatwa yang dikeluarkan oleh Imam Akbar Syekh Mahmut Syaltut

adalah “pinjaman berbunga dibolehkan bila sangat dibutuhkan.” Fatwa ini muncul tatkala

beliau ditanya tentang kredit yang yang berbunga dan kredit suatu negara dari negara lain

atau perorangan.

9 Abdul Ghofur Ansori, op.cit, hlm.12-1510 M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan, Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah, terjemahan Ikhwan Abidin Basri (Jakarta : Bumi Aksara,2008), hlm. 9

12

Page 13: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

Juga ditanya tentang saham dan surat-surat berharga. Jawaban terhadap pertanyaan

tersebut, adalh bahwa:

Ketika al-Qur’an mengharamkan orang-orang mukmin melakukan transaksi dengan riba,

yamg pengertiannya telah dibatasi oleh kebiasaan masa turunnya al-Qur’an, yaitu seseorang

berhutang keepad orang lain, kemudian setelah jatuh tempo, debitur mengatakn kepada

krediturnya: berikanlah perpajangan waktu kreditmu kepadaku, maka aku tambahi bunganya.

Lalu kedua orang itu melakukannya. Inilah yang dinamakan riba berganda-ganda. Kemudian

Allah melarang hal semacam ini di dalam Islam. Dan biasanya terjadinya riba semacam ini

antar si fakir dengan si kaya yang mmemenfaatkan kesempitan orang dengan tidak

memperdulikan sendi-sendi kasih sayang yang menjadi dasar pembangunan masyarakat

dalam Islam. Riba semacam ini oleh rasa kemanusiaan yang luhur tentu tidak dapat

dibenarkan. Saya berkeyakinan baaaaaahwa debitur yang berada dalam keadaan darurat dan

membutuhkan, maka ia terlepas dari dosa dari transaksi semacam ini, karena dia

melakukannya secara terpaksa atau dianggap terpaksa. …Orang yang dalam keadaan butuh

memperoleh pinjaman dengan bunga diperbolehkan bagi pribadi-pribadi yang mengalami

darurat.

Pendapat atau fatwa Syek Rasyid Ridla,bahwa beliau membenarkan kaum muslimin

mengambil hasil bunga dari penduduk negeri kafir. Lebih lanjut beliau berkata: Menurut

ketentuan asal syari’at harta penduduk negeri kafir Harbi boleh diambil oleh pihak yang

menguasainya dan mengalahkannya. Riba mengandung kedhaliman,sebagaimana firman

Allah dalam QS.Al-Baqarah 279. Sedangkan mendhalimi orang kafir Harbi tidak

haram,karena sebagai tindak balasan terhadap kedhalimannya. Sebab kedhaliman si kafir

Harbi membahayakan si muslim. Fatwa lain yang dilontarkan oleh Rasyid Ridla adalah

berkenaan dengan pinjaman uang untuk investasi. Sehubungan dengan itu setelah

mengadakan analisis terhadap ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang riba menyimpulkan

bahwa :

Tidak termasuk dalam pengertian riba,jika seseorang memberikan kepada orang lain harta

(uang ) untuk diinvestasikan sambil menetapkan kadar tertentu (persentase) baginya dari hasil

usaha tersebut. Karena transaksi ini menguntungkan bagi pengelola dan bagi pemilik

harta,sedangkan riba yang diharamkan merugikan salah seorang tanpa sebab,kecuali

keterpaksaannya,serta menguntungkan pihak lain tanpa usaha,kecuali melalui penganiayaan

dan ketamakan.

13

Page 14: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

Mustafa Ahmad az-Zarqa,seorang guru besar hukum Islam di Universitas Amman,

Yordania, mengemukakan pendapat yang sama denga Abdul Hamid Hakim,yaitu termasuk

riba fadl yang dibolehkan karena darurat dan bersifat sementara. Artinya, umat Islam harus

berupaya untuk mencari jalan kaluar dari sistem bank konvensional tersebut,dengan

mendirikan bank Islam,sehingga keraguan atau sikap setuju dengan bank konvensional dapat

dihilangkan

Dari beberapa pendapat ulama tersebut dapat diklasifikasikan pendapatnya tentang haram-

halalnya atau boleh tidaknya riba atau bunga bank,sebagai berikut:

1. Dalam keadaan-keadaan darurat bunga halal haramnya. Hanya bunga yang berlipat

ganda saja yang dilarang, adapun suku bunga yang “wajar” dan tidak mendholimi

diperkenankan.

2. Lembaga keuangan bank,demikian juga Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai

lembaga “hukum” tidak termasuk dalam territorial hukum taklif.

3. Hanya kredit yang bersifat konsumtif saja yang pengambilan bunganya

dilarang,adapun yang produktif tidak demikian.

4. Bunga diberikan sebagai ganti rugi atas hilangnya kesempatan untuk memperoleh

keuntugan dari pengelola tersebut.

5. Uang dapat dianggap sebagai komoditi sebagaimana barang-barang lainnya sehingga

dapat disewakan atau diambil upah atas penggunanya.

6. Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya

nilai uang atau daya beli uang itu.

7. Jumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang

sama pada suatu nanti,oleh karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi penurunan

nilai atau daya beli uang ini.

8. Bunga diberikan sebagai imbalan atas pengorbanan tidak atau berpantang

menggunakan pendapatan yang diperoleh.

Dari pendapat tersebut diatas, dapat dianalisis keberadaannya, sekaligus sebagai

tanggapan terhadap pendapat yang menganggap bunga tidak sama dengan riba, sebagai

berikut :

1. Pendapat 1 s/d 3 adalah pendapat para ulama atau umat Islam yang putus asa akan

kemungkinan dapat dioperasionalkannya secara murni Bank Syariah di Indonesia.

Oleh karena itu mereka khawatir apabila umat Islam menjauhi Bank keadaan ekonomi

14

Page 15: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

mereka tidak akan maju. Oleh karena itu perlu dicermati tentang : Darurat atau

dispensasi harus dinyatakan sesuai dengan syariat yaitu dengan metodologi Ushul

Fiqh seputar kadar darurat.

2. Berlipat ganda (dzalim) versus wajar. Perlu pemahaman tentang jiwa larangan riba

secara lengkap dan tahapan-tahapan pelarangan tersebut. Perlu juga dipelajari praktek

yang terjadi dalam system perbankan konvensional secara potensial dan secara nyata.

3. Lembaga hukum dan hukum taklif. Perlu dipelajari catatan sejarah tentang jangkauan

hukum taklif sebelum dan sesudah masa Rosulullah.

4. Pendapat poin 4 s/d 9 sebenarnya adalah pendapat para ahli ekonomi barat yang

belum sampai kepada mereka tentang berita bahwa imbalan bunga dapat diganti

dengan bagi hasil yang lebih adil.11

ALASAN PEMBENAR ADANYA BUNGA BANK

Konsep yang dipakai oleh bank mula-mula adalah konsep bunga (interest), dengan

berbagai alasan sebagai berikut :

1. Bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam (borrower) kepada si

pemberi pinjaman (lender) sebagai balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari

uang pinjaman tersebut. (adam Smith dan David Ricardo)

2. Bunga adalah harga yang dibayarkan sebagai imbalan atas tindakan pemberi pinjaman

yang sudah menahan diri untuk sementara tidak menggunakan uangnya. Tindakan ini

didefinisikan sebagai tindakan seseorang yang absen dari kegiatan produktif atau

kegiatan yang direncanakan akan mendapatkan hasil (abstinence theory of interest ).

(N. M Senior)

3. Berdasarkan pada productivity theory of interest menyebutkan bahwa produktivitas

sebagai suatu property yang terkandung dalam capital, dan produktivitas capital

tersebut dipengaruhi bunga .

Adapun dalam Islam sendiri terdapat tiga aliran atau pandangan tentang riba dan

larangan mengenai bunga bank, yaitu pandangan pragmatis, pandangan konservatif, dan

pandangan socio-ekonomis.

Ketiga aliran atau pandangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

11 Muhammad, (Ed), op.cit, hlm.42-44

15

Page 16: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

1. Menurut pandangan yang pragmatis, AL Qur’an melarang usury yang berlaku selama

10 era Islam, tetapi tidak melarang bunga (interest) dalam system keuangan modern.

Pendapat ini didasarkan pada Al Qur’an Surah Ali Imron ayat 130 yang melarang

penggandaan pinjaman melalui proses yang usurious ayat itu mengemukan :”hai orang-orang

yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu

kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Dengan demikian pandangan pragmatis membenarkan pembebanan bunga bank dianggap sah.

Yang dilarang secara hukum adalah pengenaan tambahan yang luar biasa tingginya karena

terdapat unsur eksploitasi. Lebih lanjut pandangan pragmatis membenarkan pembebanan

bunga bank justru untuk kepentingan pembangunan ekonomi negara-negara muslim

2. Pandangan konservatif, inti dari pandangan konservatif adalah mengartikan riba harus

diartikan baik sebagi bunga (interest) maupun usury. Setiap imbalan yang telah ditentukan

sebelumnya atas suatu pinjaman sebagai imbalan (return) untuk pembayaran tertunda atas

pinjaman adalah riba dan oleh karena itu dilarang oleh Islam.

Pandangan konservatif membedakan riba menjadi riba nasiyah dan riba fadhl. Riba nasiyah

terkait dengan tambahan bayaran yang dibebankan dalam transaksi pinjaman, sedangkan riba

fadhl bertalian dengan tambahan bayaran yang dibebankan dalam transaksi penjualan.

3. Pandangan socio-ekonomis melarang bunga bank dengan dalih yang bersifat socio-

ekonomis. Pendapat yang terpenting mengemukakan bahwa bunga mempunyai kecenderungan

pengumpulan kekayaan ditangan segelintir orang saja.

Lebih lanjut pandangan socio-ekonomis berpendapat bahwa prinsip keuangan Islam

mengharuskan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman menghadapi u atau dengan kata lain

keuntungan muncul bersama resiko dan pendapatan muncul bersama biaya.12

12 Abdul Ghofur Ansori, op.cit, hlm. 18-20

16

Page 17: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi dua macam saja, yaitu

riba nasi’ah’ dan riba fadil, sedangkan riba yad dan Ribaqardi termasuk ke dalam

riba nasi’ah dan riba fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah emas,perak, dan

makanan yang mengeyangkan atau yang berguna untuk yang mengenyangkan, misalnya

garam. Jual beli barang tersebut, kalau sama jenisnya seperti emas dan dengan emas, gadum

dengan gadum, diperlukan tiga syarat: (1) tunai, (2) serah terima, dan (3) sama

timbangannya. Kalau jenisnya berlianan, tetapi ‘ilat ribanya satu, seperti emas dengan perak,

boleh tidak sama tibangannya, tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis

dan ‘ilat ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijial bagaimana saja seperti

barang-barang yang lain; berarti tidak diperlukan suatu syarat dari yang tiga itu.

Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk dosa besar. Baik pemberi, penulis dan

dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan maksiat denganpemakan riba. Tidak boleh bagi

seorang Muslim mengokohkan transaksi riba. Dianjurkan (bahkan wajib) bagi kaum

Muslimin untuk mendirikan bank Islam sesuai dengan syari’at agama, dan menghindarkan

dari segala macam bentuk/praktek riba

17

Page 18: Makalah perbedaan riba dengan bunga bank

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta : UGM Press.

Chapra, M.umer dan Tariqullah Khan. 2008, Regulasi dan pengawasan Bank Syariah. Jakarta

: Bumi Aksara.

Hassan, A. 1967. Tarjamah Bulughul Maram jilid 2. Bandung : C.V Diponegoro.

Muhammad (ed). 2006. Bank Syariah edisi kedua. Yogyakarta : Ekonisia.

Perwataatmadja, Kaarnaen dan M. Syafi’I Antonio. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam .

Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf.

Ramadhan, Irfan. 2011. “Macam-macam bunga yang ada pada Bank”,

(http://irfanramadhan4.wordpress.com/2011/10/03/macam-macam-bunga-yang-ada-pada-bank/),

Diakses, 7 Maret 2014

Yunus, Jamal Luali. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang : UIN Malang Press.

18