makalah penyuluhan
TRANSCRIPT
MAKALAH PENYULUHAN
Penanganan Penangkapan Ikan
Agar Tidak Terjadi Overfishing
Oleh: Kelompok 4
Anggota:
1. Farizal Setya (115080)
2. Mufarika (115080113111007)
3. Siti Nur Asiyah (115080113111001)
4. Istien Rachmanti (115080)
5. Ilham Fauzi (115080)
6. Sella Eunike B (115080)
7. Debora Angelyta (115080)
8. Affroh Try Febri K. (115080300111011)
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
petunjuk dan kekuatan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas membuat
makalah Penyuluhan yang berjudul "Penanganan Penangkapan Ikan Agar
Tidak Terjadi Overfishing" ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
warisan ilmu yang paling berharga di dunia maupun akhirat.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Bapak Ismadi selaku dosen mata kuliah Penyuluhan atas
bimbingan dan arahannya dan juga kepada keluarga kami yang selalu memberikan
dukungan dan doanya serta teman-teman yang sudah memberikan bantuanya
dalam menyelesaikan makalah ini.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang kami
miliki, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati kami mengharapkan saran yang membangun agar makalah ini bermanfaat
bagi yang membacanya.
Yang terakhir, sebuah bangunan tak akan dapat berdiri tegak manakala tak
ada manusia yang membangunya. Selalu bersyukurlah pada setiap kenikmatan
yang telah diberikan Tuhan padamu.
Malang, 16 Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
1. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
2. PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
2.1 Pengertian Overfishing.................................................................................. 3
2.2 Penyebab Terjadinya Overfishing ................................................................ 2
2.3 Dampak Overfishing...................................................................................... 2
2.4 Konsep Pengatura Jumlah Tangkapan ......................................................... 4
2.5 Alternatif Pengelolaan Penangkapan ............................................................ 5
2.6 Implementasi Upaya Pengelolaan ................................................................. 6
3. PENUTUP ...................................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 7
3.2 Saran ............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 8
Halaman
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kelebihan tangkap (overfishing) memang merupakan dilema bagi
pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia. Di satu sisi produksi perikanan
terus menerus diupayakan meningkat, namun di sisi lain kelestarian sumberdaya
perikanan juga harus dijaga. Upaya pengelolaan yang dilakukan untuk menjamin
keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan antara lain melalui pembatasan
hasil tangkapan sehingga tidak melebihi potensi lestari.
Minimnya data-data dan informasi yang bersifat ilmiah dapat
menyebabkan ketidakakuratan dalam menentukan kebijakan pengelolaan
sumberdaya perikanan. Terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan yang sudah
menunjukkan kondisi overfishing, maka perlu disusun rencana pengelolaannya.
Oleh karena itu diperlukan kajian untuk mengetahui status perikanan saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan over fishing?
b. Hal apa yang menjadi penyebab terjadinya overfishing?
c. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan oleh overfishing terhadap
populas ikan?
d. Bagaimanakan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan agar tidak terjadi
overfishing?
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana masalah
over fishing yang terjadi di seluruh dunia terutama di Indonesia dan mengetahui
status perikanan yang terjadi di Indonesia agar segera diatasi.
2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Overfishing
Ikan adalah sumber daya yang bersifat dapat diperbaharui atau
memulihkan diri (renewable), tapi sumber daya alam ini bukannya bersifat tak
terbatas. Sumberdaya yang bersifat terbatas tetap harus dikelola dengan
berdasarkan pada kemampuan pulih secara alami agar tidak menyebabkan
eksploitasi berlebihan, (overexploitation), investasi berlebihan (overinvestment)
dan tenaga kerja berlebihan (overemployment).
Overexploitation dari sumberdaya ikan salah satunya disebabkan oleh
Overfishing. Overfishing seperti yang disebutkan dalam Wikipedia, merupakan
kegiatan penangkapan ikan yang mengurangi stock ikan di atas level yang
diperbolehkan. Overfishing dapat terjadi pada pada skala kolam hingga perairan
laut. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, terakhir dilaporkan bahwa produksi ikan
tangkap dunia mengalami penurunan.
Overfishing adalah kegiatan perikanan komersial dan non-komersial yang
mengurangi jumlah ikan melalui pengakapan ikan dewasa secara berlebihan
sehingga tidak ada lagi ikan dewasa yang tersisa untuk berkembang biak dan
memulihkan populasi. Overfishing melebihi carrying capacity dari suatu populasi
ikan (Ardianti, 2012).
2.2 Penyebab Terjadinya Overfishing
Menurut Noronhae, 2010 berdasarkan penyebab terjadinya, overfishing
dibagi menjadi 6 (enam) jenis, yaitu
a. Growth overfishing. Penangkapan Ikan sebelum mereka sempat tumbuh
mencapai ukuran
b. Recruitment overfishing. Penangkapan terhadap suatu stok ikan sedemikian
rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur.
c. Biological overfishing. Tingkat penangkapan ikan dalam suatu perikanan
tertentu melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MSY
(Maximum Sustainable Yield). Kombinasi dari growth overfishing dan
recruitment overfishing.
d. Economic overfishing. Tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan
melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghadilkan MEY, yang
dirumuskan sebagai perbedaan maksimum antara nilai kotor dari hasil
tangkapan dan seluruh biaya dari penangkapan.
e. Ecosystem overfishing. Suatu perubahan komposisi jenis dari suatu stok ikan
sebagai akibat dari upaya penangkapan yang berlebihan, dimana spesies target
menghilang dan tidak digantikan secara penuh oleh jenis “pengganti”.
f. Malthusian overfishing. Penangkapan ikan berlebihan yang disebabkan oleh
masuknya tenaga kerja yang tergusur dari berbagai aktifitas berbasis darat
(land-based activities) kedalam perikanan, pantai dalam jumlah yang
berlebihan yang berkompetisi dengan nelayan tradisional yang telah ada dan
yang cenderung menggunakan cara-cara penangkapan yang bersifat merusak.
2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Overfishing
Menurut Agus (2010), perubahan ekosistem laut karena beberapa hal.
Pertama, eksploitasi sumber daya laut, khususnya ikan yang secara berlebihan
(overfishing). Kemajuan IPTEK memungkinkan manusia untuk meningkatkan
hasil tangkapan secara luar biasa termasuk ikan kecil. Kedua, masuknya bahan-
bahan pencemar kelaut. Laut dijadikan pembuangan akhir bagi seluruh sampah
atau limbah oleh manusia. Limbah tersebut mengubah komponen fisik laut
(salinitas, kekeruhan, suhu) dan akhirnya menganggu keseimbangan ekosistem
laut dan mematikan sejumlah sepies. Ketiga, tekhnologi penangkapan yang
cenderung merusak masih diterapkan disejumlah wilayah misalnya penggunaan
baha peledak. Dampak yang ditimbulkan dari overfishing itu sendiri, diantaranya
adalah:
1. Berkurangnya populasi sejumlah spesies tertentu akibat ekploitasi berlebihan,
maupun pencemaran limbah, akibatnya hasil para nelayan berkurang.
2. Berubahnya komponen fisik laut seperti salinitas, kekeruhan, transparasi,
suhu air laut berdampaknya pada hilangnya sejumlah spesies, perubahan
perilaku sejumlah spesies, baik daam bermigrasi, berkembangbiak, mencari
makan dan lain-lain.
3. Hancurnya habitat akibat eksploitasi yang berlebihan.
2.4 Konsep Pengaturan Jumlah Tangkapan
Menurut Yudha, (2011) Pengaturan hasil tangkapan ini merupakan suatu
konsep praktis yang dapat digunakan untuk membatasi jumlah tangkapan agar
tidak melebihi nilai potensi lestari, sehingga tidak terjadi overfishing. Pendekatan
ini semata-mata hanya mempertimbangkan mortalitas akibat laju penangkapan
dan tidak memperhitungkan mortalitas alami ataupun faktor dinamika populasi
ikan tersebut karena tidak adanya hasil kajian yang mendukung. Pengaturan hasil
tangkapan ini disesuaikan dengan kelimpahan sumberdaya ikan setiap kuartal
sesuai dengan indeks hasil tangkapan. Untuk kehati-hatian dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan beberapa ahli menyarankan agar jumlah hasil tangkapan
dibatasi hanya 80% dari potensi lestari. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa
jika hasil tangkapan mendekati atau tepat berada pada titik potensi lestari maka
ada kecenderungan untuk melampaui nilai potensi lestari tersebut dan berakibat
pada kegagalan pengelolaannya.
Menurut Dahuri (2003) dalam Yudha (2011) dalam pemanfaatan
sumberdaya dapat pulih, seperti ikan, udang, laju pemanfaatannya tidak boleh
melebihi kemampuan pulih (potensi lestari) sumberdaya tersebut dalam periode
tertentu. Berdasarkan pedoman dari Direktorat Jenderal Perikanan yang mengacu
pada Code of Conduct for Responsible Fisheries tingkat penangkapan suatu stok
sumber daya tidak boleh melebihi 80% nilai potensi lestari. Selain itu, dalam
kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut, prinsip pendekatan berhati-hati perlu
dipertimbangkan, mengingat sifat-sifat sumberdaya laut yang sangat dinamis dan
rentan terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa alat
tangkap memiliki efektivitas yang tinggi dalam menangkap ikan, sehingga perlu
dilakukan pembatasan jumlah hasil tangkapan. Beberapa alat tangkap yang
memiliki efektivitas tinggi dalam menangkap cumi-cumi adalah bagan perahu dan
bagan tancap. Kedua jenis alat tangkap tersebut memiliki CPUE (catch per unit
effort) yang relatif tinggi dibandingkan alat tangkap lainnya.
Saat operasi penangkapan ikan, bagan menggunakan traktor cahaya yang
mampu menarik perhatian biota yang bersifat fototaksis positif. Jaring yang
digunakan untuk menangkap ikan adalah waring bagan yang memiliki mesh size
yang kecil, yaitu 2x2 mm. Beberapa alat tangkap yang menangkap ikan mampu
menghasilkan jumlah tangkapan yang relatif banyak, walaupun tidak sebanyak
bagan, seperti payang, dogol, purse seine, jaring insang hanyut, jaring insang
tetap, dan serok. Ada pula alat tangkap yang menangkap ikan dalam jumlah yang
sedikit, seperti pukat pantai, trammel net, jenis-jenis pancing, sero, dan
perangkap. Oleh karena itu pengaturan hasil tangkapan juga dikenakan pada alat
tangkap kelompok pertama; dan tidak perlu membatasi jumlah tangkapan pada
alat tangkap pada kelompok kedua.
2.5 Alternatif Pengelolaan Penangkapan
Alternatif Pengelolaan sumber daya ikan di perairan laut dapat dilakukan
dengan berbagai carayang digunakan untuk membatasi penangkapan agar tidak
terjadi overfishing .Menurut Effendi (2002) dalam Yudha (2011) setidaknya
terdapat lima alternatif pengelolaan, yaitu:
1) Penutupan musim penangkapan
Penutupan musim penangkapan dapat dilakukan setiap tahun atau pada
waktu-waktu tertentu. Penutupan musim penangkapan tahunan biasanya
ditujukan pada waktu musim pemijahan atau pembesaran anak-anak ikan.
Tujuannya agar jumlah induk ikan tidak berkurang dan tingkah lakunya pada
waktu pemijahan tidak terganggu, sehingga pemijahan dapat berhasil dengan
baik. Berhasil atau tidaknya pemijahan suatu stok atau populasi ikan akan
menentukan keadaan perikanan pada tahun-tahun berikutnya.
Penutupan musim penagkapan dapat pula ditujukan ke daerah daerah
penangkapan ikan yang keadaannya sudah over fished atau daerah perikanan
yang penangkapannya sudah berlebihan. Mengupayakan penangkapan ikan di
daerah yang kondisinya sudah sedikit jumlah ikannya justru akan menambah
kerugian secara ekonomi.
2) Penutupan daerah penangkapan
Penutupan daerah penangkapan ikan merupakan alternatif dari
penutupan musim penangkapan. Sebagai salah satu contoh adalah larangan
melakukan penangkapan ikan di daerah pemijahan atau pembesaran. Kebijakan
ini dapat juga dikenakan terhadap suatu daerah yang keadaan suatu stok
sumberdaya ikan sudah menipis akibat penangkapan oleh alat tangkap tertentu.
3) Pelarangan alat tangkap yang merusak
Cara-cara penangkapan ikan yang merusak, seperti penggunaan racun
dan bahan peledak (bom ikan) tidak diperkenankan. Pelarangan tersebut
sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah, tetapi masih banyak nelayan
yang melakukan penangkapan ikan dengan cara seperti itu. Penangkapan ikan
dengan menggunakan bagan dapat dikelompokkan dalam alternatif
pengelolaan ini. Bagan dengan ukuran mata jaring yang sangat kecil (2x2
mm) dan menggunakan pemikat cahaya akan menangkap anak-anak ikan
pelagis. Semakin banyak anak-anak ikan yang tertangkap akan berakibat pada
penurunan produksi perikanan di masa mendatang.
4) Perlindungan anak ikan
Hal ini dilakukan untuk melindungi anak-anak ikan ataupun ikan yang
belum dewasa. Caranya adalah dengan menerapkan aturan penggunaan alat
tangkap dengan ukuran mata jaring yang selektif untuk menangkap ikan yang
besar (dewasa). Dengan demikian ikan yang masih berukuran kecil tidak akan
tertangkap dan memiliki kesempatan untuk bertambah besar dan melakukan
regenerasi.
5) Sistem kuota
Untuk mempertahankan suatu daerah perikanan yang hampir over fihsed
dapat digunakan sistem kuota, yaitu bagian hasil perairan yang harus diambil
dalam jumlah tertentu untuk satu musim penangkapan. Apabila kuota hampir
tercapai pada akhir musim penangkapan, maka jumlah hasil tangkapan dapat
ditingkatkan hingga mencapai jumlah yang ditetapkan. Oleh karena itu
penggunaan sistem kuota ini harus disertai dengan kontrol yang seksama agar
tujuannya dapat tercapai.
2.6 Implementasi Upaya Pengelolaan
Terkait dengan upaya pengelolaan sumberdaya ikan di perairan laut secara
bijaksana maka, perlu dilakukan beberapa langkah sesuai dengan Undang-Undang
No.32 tahun 2004, antara lain:
1. Menyusun rencana pengelolaan perikanan yang memuat juridiksi, tujuan
pengelolaan, status sumberdaya, riset dan kajian stok, dan lain-lain, yang
berbasis masyarakat (community based management). Dalam investigasi
penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan sebaiknya dilakukan dengan
pendekatan partisipatif (Participatory Reseach Approach). Hasil yang
didapatkan sebelum difinalkan akan disosialisasikan kepada masyarakat dan
dibahas oleh seluruh pihak terkait (stakeholders). Pembahasan-pembahasan di
tingkat pengambil keputusan di daerah (kabupaten dan kecamatan pesisir) juga
perlu dilakukan terhadap konsepsi, strategi, dan skenario bagi penyusunan RPP
(Rencana Pengelolaan Perikanan) tersebut.
Menurut Mallawa (2006) kegiatan perencanaan partisipatif pengelolaan
sumberdaya ikan dapat menghasilkan model rencana pengelolaan berbasis
masyarakat (community based management). Nikijuluw (1994) dalam
Mallawa (2006) menjelaskan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat
merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam (termasuk
perikanan) yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan
masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya.
2. Menetapkan suatu peraturan daerah tentang pengelolaan perikanan yang
memuat :
Penentuan potensi dan alokasi sumberdaya ikan, serta jumlah yang
diperbolehkan ditangkap.
Ukuran panjang atau berat minimum ikan yang ditangkap.
Penentuan jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkap ikan yang
diperbolehkan.
Penentuan daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan.
Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan.
Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya cumi-cumi dan
habitatnya.
Dan lain-lain.
3. Rehabilitasi dan konservasi ekosistem pesisir yang menjadi daerah pemijahan,
asuhan, dan mencari makan bagi ikan dan sumberdaya ikan lainnya.
Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun merupakan habitat
berbagai jenis sumberdaya ikan yang perlu dilindungi untuk menyelamatkan
keanekaragaman hayati laut.
Dahuri (2003)dalam Yudha (2011) berpendapat ada empat kebijakan
utama yang perlu ditempuh untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati laut,
yaitu melalui penetapan daerah konservasi laut, pengelolaan dampak, prioritas
daerah konservasi, dan pendidikan serta partisipasi masyarakat. Kebijakan
yang diambil dalam rangka mempertahankan nilai daerah konservasi yang
telah ada adalah sebagai berikut:
a. Melengkapi penelitian.
b. Mengembangkan dan mengimplementasikan perencanaan pengelolaan.
c. Membuat dan menyimpan data base, termasuk informasi tentang berbagai
bentuk ancaman terhadap habitat.
d. Melakukan survey pendugaan dengan cepat terhadap daerah luar yang
memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi.
e. Mengendalikan eksploitasi di daerah sumberdaya alam.
f. Memperkuat peraturan lingkungan melalui peningkatan koordinasi dan
kerjasama antar instansi penegak hukum dan segenap stakeholders lainnya.
Selanjutnya Dahuri (2003) juga menjelaskan bahwa dalam pengelolaan
dampak pembangunan yang berpotensi mengancam keanekaragaman hayati
laut dapat dilakukan dengan cara:
a. Melakukan kajian AMDAL pada setiap kegiatan pembangunan yang
berpotensi merusak sumberdaya laut.
b. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati pesisir dan laut dalam
penetapan standar lingkungan di masa mendatang.
c. Mengembangkan metode untuk memitigasi atau merehabilitasi kerusakan
habitat pesisir.
d. Memperluas hak pengguna lokal terhadap sumberdaya alam.
e. Memberikan alternatif mata pencaharian kepada masyarakat yang tinggal di
sekitar pantai dalam pemanfaatan dan pemanenan sumberdaya laut secara
lestari.
f. Mendukung keberlanjutan praktek penggunaan sumberdaya secara
tradisional.
Penetapan daerah prioritas konservasi laut harus berdasarkan valuasi
keanekaragaman hayati, perluasan ancaman, baik oleh manusia maupun alam,
dan pendugaan nilai ekologi dan ekonomi di masa yang akan datang. Berbagai
upaya harus dilakukan dalam menentukan status stok di alam, yaitu melalui
studi yang sesuai dan berhubungan dengan kondisi habitat, bentuk ancaman,
serta nilai ekologi maupun ekonomi suatu organisme di masa yang akan
datang. Prioritas dan strategi pengelolaan harus mempertimbangkan tingkat
kelangkaan, ketergantungan, kejarangan, atau permintaan perlindungan dari
takson (Dahuri, 2003dalam Yudha, 2011).
4. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat Masyarakat nelayan,
terutama yang menangkap cumi-cumi dan sumberdaya ikan lainnya, sebagai
salah satu stakeholders penting harus dilibatkan dalam pengelolaan
sumberdaya tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan partisipasi mereka, sehingga rencana
pengelolaan yang telah disusun dapat diaplikasikan dengan optimal.
Menurut Dahuri (2003) dalam Yudha, 2011 beberapa upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:
a) Mengoptimalkan dan meningkatkan keefektifan kerjasama dan koordinasi
antara program pembangunan di pusat dan daerah.
b) Desiminasi manajemen informasi keanekaragaman hayati pesisir dan laut
dan isu yang berkaitan dengan publik.
c) Memperbaiki kualitas dan kuantitas pekerja yang terlibat dalam
pengelolaan keanekaragaman hayati pesisir dan laut melalui program
partisipasi.
d) Mempertimbangkan keterlibatan publik dalam perencanaan, impementasi,
dan pemantauan program keanekaragaman hayati pesisir dan laut.
e) Mendukung komunitas lokal/hak pengguna dan tanggung jawab yang
berkaitan dengan sumberdaya laut; menerapkan hukum yang ada dan
peraturan yang mendukung kesadaran serta partisipasi dalam program
keanekaragaman hayati laut.
f) Mengembangkan metode alternatif penangkapan ikan yang dapat
mengurangi dampak negatif yang mengancam keanekaragaman hayati dan
lingkungan laut.
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan diatas yaitu.
Overexploitation dari sumberdaya ikan salah satunya disebabkan oleh
Overfishing.
Overfishing melebihi carrying capacity dari suatu populasi ikan.
Penyebab terjadinya overfishing adalah Growth overfishing, Recruitment
overfishing, Biological overfishing, Economic overfishing, Ecosystem
overfishing, Malthusian overfishing.
Dampaknya yang terjadi akibat overfishing yaitu sejumlah spesies
berkurang dan habitat fisik laut juga rusak.
Pengaturan hasil tangkapan ini merupakan suatu konsep praktis yang dapat
digunakan untuk membatasi jumlah tangkapan agar tidak melebihi nilai
potensi lestari, sehingga tidak terjadi overfishing.
Alternatif Pengelolaan sumber daya ikan di perairan laut dapat dilakukan
dengan berbagai carayang digunakan untuk membatasi penangkapan agar
tidak terjadi overfishing.
Implementasi Pengolahan harus sesuai dengan Undang-Undang yang telah
ditetapkan.
3.2 Saran
Sudah banyaknya overfishing yang terjadi diseluruh dunia terutama juga
di Indonesia sebaiknya harus segera ditangani dan juga dilakukan penegasan
hukum yang tegas. Dalam Undang-Undang telah dicantumkan perintah untuk
mengatasi overfishing dan itu segera dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, 2010. Ekosistem. PLH: Jawa Barat.
Ardianti, Yuniar. 2012. Overfishing Di Kepulauan Seribu. Tugas
Norohae, Muhammad Desna. 2010. Penagkapan Ikan Berlebihan (Overfishing).
Tugas Prgram Pengembangan Kepemompinan Pride RARE.
Yudha, Indra Gumang. 2011. Kajian Potensi Dan Pemanfaatan Sumberdaya
Cumi-Cumi (Loligo spp) Dan Upaya Pengelolaannya Di Perairan Pesisir
Lampung. Jurnal Mitra Bahari. Universitas Lampung. Vol. 5 No.1,
Januari--April 2011