makalah penyuluhan hukum kpa jp

22
Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 1 dari 22 hal. MAKALAH KETUA PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT PADA ACARA PENYULUHAN HUKUM DI KEMENTERIAN PERTAHANAN R.I. HARI KAMIS,TANGGAL 22 MARET 2012 BERTEMPAT DI AULA KEJUANGAN GD. KAPTEN PIERE TENDEAN LT.9 JL. MERDEKA BARAT NO. 13-14 JAKARTA PENYELESAIAN SENGKETA KELUARGA MELALUI PENGADILAN AGAMA Oleh: Drs. H. Tata Sutayuga, S.H. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Kelas I A I. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Pusat VISI: "Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung". MISI: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan hukum 2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Peradilan Agama. 3. Mewujudkan manajemen peradilan agama yang modern. II. Kompetensi Absolut Peradilan Agama Pasca UU No. 3 Tahun 2006 A. Kewenangan Umum Perubahan-perubahan penting dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, antara lain tentang tugas pokok Pengadilan Agama sebagaimana muatan Pasal 49 yang secara tegas menentukan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan. b. Waris. c. Wasiat. d. Hibah.

Upload: fillian-pungki-manika

Post on 18-Dec-2014

134 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jika bermanfaat hubungi aku

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 1 dari 22 hal.

MAKALAH KETUA PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT PADA ACARA PENYULUHAN HUKUM DI

KEMENTERIAN PERTAHANAN R.I.

HARI KAMIS,TANGGAL 22 MARET 2012

BERTEMPAT DI AULA KEJUANGAN GD. KAPTEN PIERE TENDEAN LT.9

JL. MERDEKA BARAT NO. 13-14 JAKARTA

PENYELESAIAN SENGKETA KELUARGA MELALUI PENGADILAN AGAMA

Oleh:

Drs. H. Tata Sutayuga, S.H.

Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Kelas I A

I. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Pusat

VISI: "Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung".

MISI: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan hukum

2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Peradilan Agama.

3. Mewujudkan manajemen peradilan agama yang modern.

II. Kompetensi Absolut Peradilan Agama Pasca UU No. 3 Tahun 2006

A. Kewenangan Umum

Perubahan-perubahan penting dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

Tentang Perubahan Pertama Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama, antara lain tentang tugas pokok Pengadilan Agama

sebagaimana muatan Pasal 49 yang secara tegas menentukan bahwa “Pengadilan

Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan

perkara-perkara tertentu di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan. b. Waris. c. Wasiat. d. Hibah.

Page 2: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 2 dari 22 hal.

e. Wakaf. f. Zakat. g. Infak. h. shadaqah; dan i. ekonomi syari’ah.

Dalam penjelasan Pasal 49 huruf a bahwa yang dimaksud dengan

perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang

mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari‟at Islam, antara

lain:

1. Izin beristri lebih dari seorang. 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21

(duapuluh satu) tahun, dalam hal orang tua, wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.

3. Dispensasi kawin. 4. Pencegahan Perkawinan. 5. Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah. 6. Pembatalan perkawinan. 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri. 8. Perceraian karena talak. 9. Gugatan perceraian. 10. Penyelesaian harta bersama. 11. Mengenai penguasaan anak-anak. 12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana

yang seharusnya bertanggungjawab tidak mematuhinya. 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada

bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri. 14. Putusan tentang sah dan tidaknya seorang anak. 15. Penentuan pencabutan kekuasaan orangtua. 16. Pencabutan kekuasaan wali. 17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan

seorang wali dicabut. 18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup

umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya. 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di

bawah kekuasaannya. 20. Penetapan asal-usul seorang anak, dan penetapan pengangkatan anak

berdasarkan hukum Islam. Catatan: Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam diperlukan antara lain berdasar alasan: a. Adanya perbedaan pandangan antara hukum Islam dengan hukum

lainnya mengenai status anak angkat, dalam hubungannya dengan nasab, hak kewarisan, mahram, dan lainnya.

b. Keinginan yang sangat kuat di kalangan umat Islam dalam bidang

Page 3: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 3 dari 22 hal.

pengangkatan anak mendasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam. 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan

perkawinan campuran. 22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan "ekonomi syari’ah" dalam penjelasan Pasal

49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut adalah perbuatan atau

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari‟ah, antara lain meliputi:

a. bank syari‟ah. b. lembaga keuangan mikro syari‟ah. c. asuransi syari‟ah. d. reasuransi syari‟ah. e. reksadana syari‟ah. f. obligasi dan surat berharga berjangka menengah syari‟ah. g. sekuritas syari‟ah. h. pembiayaan syari‟ah. i. pegadaian syari‟ah. j. dana pensiun lembaga keuangan syari‟ah; dan k. bisnis syari‟ah.

Dalam Penjelasan Pasal 50 Ayat (2) menentukan bahwa ketentuan

memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan

sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang

diatur dalam Pasal 49 apabila obyek sengketa antara orang-orang yang beragama

Islam.

Tugas-tugas lain yang diberikan kepada Pengadilan Agama antara lain ialah:

1. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam

kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta {vide

Pasal 52 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989}.

2. Menyelesaikan permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan

(P3HP) di luar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang

dilakukan berdasarkan hukum Islam {Pasal 107 ayat (2) UU No. 7 Tahun

1989}.

3. Memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah

melihat atau menyaksikan (rukyat) hilal (awal bulan) Ramadhan dan

Syawwal tahun Hijriyah (vide Pasal 52A UU No. 3 Tahun 2006).

Page 4: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 4 dari 22 hal.

4. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,

pelayanan riset, dan pengawasan.

B. Kewenangan Khusus Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Pengadilan Agama Jakarta Pusat memiliki kewenangan khusus terkait

dengan kompetensi relatif yang diatur dalam:

Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989 yang menentukan “Apabila

Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka

permohonan diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang

daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau

kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat”.

Pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang menentukan bahwa "Jika

Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka

gugatan diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah

hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada

Pengadilan Agama Jakarta Pusat”.

Dan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor

084/KMA/SK/V/2011 Tentang Ijin Sidang Pengesahan Perkawinan (Itsbat

Nikah) Di Kantor Perwakilan Republik Indonesia, yang memutuskan

memberi ijin kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat untuk

melaksanakan sidang pengesahan perkawinan (itsbat nikah) di kantor

Perwakilan Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia yang

berdomisili di luar negeri.

III. Peran Peradilan Agama Pasca UU No. 7 Tahun 1989

Mengingat eksistensi, tugas, visi dan misi Pengadilan Agama yang strategis,

maka lembaga Peradilan Agama pasca UU No. 7 Tahun 1989 dalam negara hukum

Indonesia mempunyai peran yang sangat penting bagi masyarakat pencari

keadilan khususnya dan umat Islam Indonesia, secara ringkas dapat digambarkan

sebagai berikut:

Peranan yuridis formal. Peradilan Agama berperan sebagai pelaksana

penegak hukum Islam bagi umat Islam Indonesia dengan seadil-adilnya,

Page 5: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 5 dari 22 hal.

sesuai dengan asas personalitas keIslaman. Hukum Islam merupakan

bagian integral dari ajaran Islam. Memantapkan hukum Islam bagi umat

Islam Indonesia dan sekaligus memperluas keyakinan beragama bagi

masyarakat Indonesia. Dan memberikan edukasi melalui produk putusan.

Peradilan Agama berperan sebagai pelayanan hukum, dalam artian

memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan. Peradilan Agama

mempunyai peran dan fungsi yang sangat dominan dalam memberikan

solusi penyelesaian sengketa rumah tangga termasuk perkara perceraian

dan kewarisan dengan pertimbangan kemashlahatan.

Peradilan Agama juga sebagai pemberi informasi hukum Islam bagi umat

Islam yang dapat mengaksesnya melalui internet.

Berkaitan dengan hal itu, produk Pengadilan Agama (berupa putusan,

penetapan dan akta perdamaian) agar dapat diterima oleh masyarakat, maka

harus mencerminkan rasa keadilan dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang

hidup dalam masyarakat, dan mempunyai kepastian hukum serta bermanfaat

dengan pertimbangannya secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Dan putusannya

mengikat dan eksekutorial.

IV. Sumber Hukum Acara dan Hukum Terapan Peradilan Agama

A. Hukum Acara Peradilan Agama

Sumber hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum,

diberlakukan juga untuk lingkungan Peradilan Agama. Adapun peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan hukum Acara Peradilan Agama, antara

lain sebagai berikut:

1. HIR (Herzien Inlandsch Reglement) atau RIB (Reglemen Indonesia yang

diperbaharui) Staatsblad 1941 No. 44.

2. RBg (Rechtsreglement voor de Buiten gewesten) Stb. 1927 – 227

3. Rv (Reglement of de Burgelijke Rechts vordering) Staatblad 52 Tahun 1847

4. KUH Perdata (BW / Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).

5. UU No. 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan/Banding.

6. UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

7. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Page 6: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 6 dari 22 hal.

8. UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.

9. UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

10. UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

11. UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 7 Th 1989.

12. UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Th 1989.

13. UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

14. PP No. 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Perkawinan.

15. PP No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.

16. Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran

Kompilasi Hukum Islam (KHI).

17. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 01 Tahun 2008 Tentang

Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

18. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010 Tentang

Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

19. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 084/KMA/SK/V/2011 Tentang

Ijin Sidang Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) Di Kantor Perwakilan

Republik Indonesia.

20. Keputusan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama Dan Sekretaris

Mahkamah Agung RI Nomor 04/TUADA-AG/II/2011 dan Nomor

020/SEK/SK/II/2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran

Mahkamah Agung RI Nomor 10 Tahun 2010 Pedoman Pemberian Bantuan

Hukum Lampiran B.

21. Hasil Rakernas MARI.

22. Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama.

B. Hukum Terapan Peradilan Agama

Sedangkan Hukum Terapan/Hukum Materil Peradilan Agama, antara lain

sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria.

Page 7: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 7 dari 22 hal.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT).

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas

UU Nomor 7 Tahun 1989.

10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah

Negara (SBSN).

11. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

12. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 Tentang

Peradilan Syariat Islam.

13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974.

14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

15. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah

Milik.

16. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak.

17. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 Tentang Perusahaan Penerbit

Surat Berharga Syariah Negara.

18. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008 Tentang Pendirian

Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara Indonesia.

19. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi

Hukum Islam (KHI) Di Indonesia.

20. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun 2008 Tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

21. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

Page 8: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 8 dari 22 hal.

22. Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 1 Tahun 1978 Tentang

Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 Tentang Perkawafan Tanah

Milik.

23. Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987 tentang Wali Hakim.

24. Kepmenag Nomor 411 Tahun 2000 tentang Penetapan Jumlah Uang Iwadh

Dalam Rangkaian Shighat Taklik Bagi Umat Islam.

25. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK 08/2011 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK 08/2008 Tentang

Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel Di Pasar

Perdana Dalam Negeri.

26. Yurisprudensi.

27. Hasil Rakernas MARI.

28. Doktrin.

V. Prosedur dan Proses Penyelesaian Perkara

A. Prosedur Perkara Cerai Talak

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami) atau Kuasanya:

1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar‟iah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg. Jo. Pasal 66 UU No.

7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

b. Permohonan dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar‟iah tentang tatacara membuat surat permohonan

(Pasal 119 HIR, 143 R. Bg Jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah

diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

c. Surat permohonan dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita dan

petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada

perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.

2. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah:

a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat

(2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati

bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada

Page 9: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 9 dari 22 hal.

Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah hukumnya meliputi

tempat kediaman Pemohon {Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006}.

c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan

kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman Pemohon {Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006}.

d. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka

permohonan diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah

hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada

Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun

1989 telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

3. Permohonan tersebut memuat:

a. Nama, umur, agama, pekerjaan, dan tempat kediaman/alamat tempat

tinggal Pemohon dan Termohon.

b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).

c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta

bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau

sesudah ikrar talak diucapkan {Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989 yang

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006}.

5. Membayar biaya perkara {Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo. Pasal

89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006}.

Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal

237 HIR, 273 R.Bg. dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10

Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum).

Proses Penyelesaian Perkara Cerai Talak:

1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/

Mahkamah Syar‟iah.

2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah

untuk menghadiri sidang.

Page 10: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 10 dari 22 hal.

3. a. Tahapan Persidangan

1) Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan

kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal

82 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun

2006).

2) Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah

pihak agar terlebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA

No. 2 Tahun 2003).

3) Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan

dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab,

pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal

132a HIR/158 R.Bg.).

4) Pada saat penyampaian jawaban atau selambat-lambatnya sebelum

pembuktian, Termohon dapat mengajukan rekonvensi (gugat balik)

{Pasal 132b HIR/158 RBg, Buku II Edisi Revisi).

b. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah atas permohonan cerai talak

sebagai berikut:

1) Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan

banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah tersebut.

2) Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui

Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah tersebut.

3) Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan

baru.

4. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, maka:

a. Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah menentukan hari sidang penyaksian

ikrar talak.

b. Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah memanggil Pemohon dan Termohon

untuk melaksanakan ikrar talak.

c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang

penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak

Page 11: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 11 dari 22 hal.

didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan

perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama

(Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3

Tahun 2006).

5. Setelah ikrar talak diucapkan Panitera berkewajiban memberikan akta cerai

sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989 yang

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009).

B. Prosedur dan Proses Penyelesaian Perkara Cerai Gugat

Prosedur:

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (istri) atau Kuasanya:

1. a. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar‟iah (Pasal 118 HIR, 142 R. Bg. Jo. Pasal 73 UU

No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

b. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar‟iah tentang tatacara membuat surat gugatan

(Pasal 118 HIR, 142 R. Bg Jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah

diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009).

c. Surat gugatan dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum.

Jika tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan,

maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.

2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah:

a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat {Pasal 73 ayat

(1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006}.

b. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati

bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan

agama/mahkamah syar‟iah yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah

diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun

1974).

Page 12: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 12 dari 22 hal.

c. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan

kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun

1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50

Tahun 2009).

d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka

gugatan diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah

hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada

Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Tahun

1989 telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Th. 2009).

3. Gugatan tersebut memuat:

a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman/alamat tempat tinggal

Pemohon dan Termohon.

b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).

c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

4. Gugatan soal penguasaan/pengasuhan anak, nafkah anak, nafkah istri dan

harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau

sesudah putusan perceraian berkekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU

No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006).

5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R. Bg. Jo. Pasal

89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006),

bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal

237 HIR, 273 RBg). dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10

Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum).

6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan

panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah (Pasal 121, 124 dan 125 HIR/

145 R.Bg.).

C. Prosedur, Tatacara Dan Proses Penyelesaian Perkara

1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/

Mahkamah Syar‟iah.

Page 13: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 13 dari 22 hal.

2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah

Syar‟iah untuk menghadiri persidangan.

3. a. Tahapan Persidangan:

1) Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan

kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal

82 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun

2006).

2) Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah

pihak agar terlebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1)

PERMA No. 01 Tahun 2008).

3) Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan

dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab,

pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum

pembuktian) Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat

balik) (Pasal 132a HIR, 158 R.Bg).

4) Pada saat penyampaian jawaban atau selambat-lambatnya sebelum

pembuktian, Tergugat dapat mengajukan rekonvensi (gugat balik)

{Pasal 132b HIR/158 RBg, Buku II Edisi Revisi).

b. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah atas cerai gugat sebagai

berikut:

1) Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan

banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah tersebut.

2) Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui

Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah tersebut.

3) Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.

4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka Panitera

Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah memberikan akta cerai sebagai

surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

Tata Cara Dan Proses Perkara CT, CG Dan Perkara Lainnya:

Page 14: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 14 dari 22 hal.

1. Untuk perkara perceraian, Pemohon (suami) atau Penggugat (istri)

mengajukan permohonan atau gugatan secara tertulis atau lisan ke

Pengadilan Agama.

2. Untuk perkara lainnya, Pemohon atau Penggugat mengajukan

permohonan atau gugatan ke Pengadilan Agama.

3. Pengadilan Agama dapat membantu Pemohon atau Penggugat

merumuskan permohonan atau gugatan bagi yang tidak bisa baca/tulis.

4. Pemohon atau Penggugat pada saat pendftaran membawa fotokopi buku

kutipan akta nikah, fotokopi KTP, fotokopi akta kelahiran anak, dan lain-

lain.

5. Pemohon atau Penggugat membayar panjar biaya perkara.

6. Bagi Pemohon atau Penggugat yang tidak mampu (miskin) dapat beracara

secara cuma-cuma (prodeo), dengan melampirkan surat keterangan tidak

mampu (SKTM) dari Kelurahan setempat yang diketahui oleh Camat.

PROSES PERSIDANGAN

1. Setelah perkara didaftarkan, Pemohon atau Penggugat dan pihak

Termohon atau Tergugat serta Turut Tergugat menunggu surat panggilan

untuk menghadiri persidangan.

2. Tahapan Persidangan:

1. Upaya perdamaian, Mediasi.

2. Pembacaan permohonan atau gugatan

3. Jawaban Termohon atau Tergugat

4. Replik Pemohon atau Penggugat

5. Duplik Termohon atau Tergugat

6. Pembuktian (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat)

7. Kesimpulan (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat)

8. Musyawarah majelis

9. Pembacaan putusan/penetapan.

Page 15: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 15 dari 22 hal.

3. Setelah perkara diputus, pihak yang tidak puas atas putusan tersebut dapat

mengajukan upaya hukum (verzet, banding, dan peninjauan kembali)

selambat-lambatnya 14 hari sejak perkara diputus atau diberitahukan.

4. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara

permohonan talak, Pengadilan Agama:

1. Menetapkan hari sidang ikrar talak.

2. Memanggil Pemohon dan Termohon untuk menghadiri sidang ikrar talak;

3. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang ikrar

talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan

sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan

perceraian tidak dapat diajukan berdasarkan alasan hukum yang sama.

5. Setelah pelaksanaan sidang ikrar talak, maka dapat dikeluarkan akta cerai.

6. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara cerai

gugat, maka dapat dikeluarkan akta cerai.

7. Untuk perkara lainnya, setelah putusan mempunyai kekuatan hukum

tetap, maka para pihak yang berperkara dapat meminta salinan putusan.

8. Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa,

kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, maka pihak yang

menang dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama

yang memutus perkara tersebut.

UPAYA HUKUM

1. Terhadap putusan Pengadilan Agama para pihak yang berperkara dapat

mengajukan perlawanan dan/atau upaya hukum, yaitu dengan mengajukan

verzet, banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

2. Permohonan verset dan banding diajukan ke Pengadilan Agama selambat-

lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sehari setelah putusan

dibacakan atau diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang

pembacaan putusan.

3. Pihak yang mengajukan banding membayar biaya banding.

Page 16: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 16 dari 22 hal.

4. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding kepada pihak

Terbanding dan Turut Terbanding.

5. Pihak Pembanding membuat memori banding dan pihak Terbanding

mengajukan kontra memori banding.

6. Panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk memeriksa

berkas banding (inzage) di Pengadilan Agama.

7. Berkas perkara banding dikirim ke Pengadilan Tinggi selambat-lambatnya

satu bulan sejak pengajuan permohonan banding.

8. Panitera menyampaikan salinan putusan kepada para pihak yang

berperkara.

9. Apabila para pihak tidak menerima putusan banding, maka para pihak

dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, yang

prosedur dan tatacaranya hampir sama dengan prosedur dan tatacara

pengajuan banding.

10. Apabila putusan banding atau kasasi telah berkekuatan hukum tetap (BHT),

maka penyelesaiannya sama dengan penyelesaian putusan tingkat pertama

sebagaimana pada angka 5 sampai dengan 8 pada proses persidangan.

VI. Pedoman Dan Tatacara Perceraian Bagi Anggota TNI, POLRI dan

PNS di Pengadilan Agama

A. Peraturan Umum (Hukum Formil dan Hukum Materil):

UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975.

UU No. 7 Tahun 1989, UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Th. 2009.

HIR / RBg dan Rv.

Kompilasi Hukum Islam (KHI).

PERMA Nomor 01 Th. 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

B. Peraturan Khusus bagi Anggota TNI

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional

Indonesia.

Page 17: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 17 dari 22 hal.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 23 Tahun 2008 Tentang

Perkawinan, Perceraian Dan Rujuk Bagi Pegawai Di Lingkungan

Departemen Pertahanan.

Peraturan Panglima TNI Nomor: PERPANG/11/VII/2007 Tentang Tata cara

Pernikahan, Perceraian Dan Rujuk Bagi TNI.

C. Peraturan Khusus bagi Anggota POLRI

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 9 Tahun 2010 Tentang

Tatacara Pengajuan Perkawinan, Perceraian Dan Rujuk Bagi Pegawai

Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

D. Peraturan Khusus bagi PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan

Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor

48/SE/1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No. 45 Tahun 1990.

VII. Alasan-Alasan Mengajukan Gugatan Perceraian

Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, yang menentukan bahwa

perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan berikut ini:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

Page 18: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 18 dari 22 hal.

membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak. Yaitu sebagaimana tertera di buku nikah:

Apabila suami meninggalkan istrinya 2 (dua) tahun berturut-turut lamanya

tanpa alasan yang jelas.

Atau apabila suami tidak memberikan nafkah wajib/nafkah lahir kepada

istrinya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut lamanya.

Atau apabila suami melakukan kekejaman fisik/menyakiti jasmani istrinya.

Atau apabila suami tidak memberikan nafkah batin kepada istrinya selama

6 (enam) bulan berturut-turut lamanya.

Kemudian istrinya tidak rela atas perbuatan suaminya, dan mengadukan

halnya ke Pengadilan Agama, dan pengaduannya itu diterima oleh

Pengadilan, dan istri membayar uang iwadh sesuai ketentuan.

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan

dalam rumah tangga.

VIII. Penyebab Perceraian, antara lain:

Ekonomi.

Krisis akhlak.

Tidak tanggungjawab.

KDRT.

Dihukum (pidana).

Gangguan pihak ketiga.

Poligami tidak sehat.

Cacat biologis.

Tidak ada keharmonisan.

IX. Akibat Perceraian

1. Hak-hak istri akibat perceraian dapat ditentukan kepada 2 faktor:

Page 19: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 19 dari 22 hal.

a. Hak-hak istri, akibat perceraian atas kehendak istri:

Istri berhak mendapatkan hak asuh (hak hadhanah) atas

anak/anak-anaknya yang usianya belum mencapai tamyiz (12

tahun), sedangkan bagi anak yang sudah mumayyiz, berhak

memilih/dapat dihadirkan ke persidangan untuk didengar

keterangannya memilih ikut ibu atau ayahnya untuk mendapatkan

pengasuhan (hadhanah). (Pasal 105 dan 156 huruf a Kompilasi

Hukum Islam).

Istri berhak mendapatkan nafkah anak dari ayahnya jika

anak/anak-anak diasuh olenya sampai dengan anak/anak-anak

tersebut dewasa atau mandiri. (berusia 21 tahun apabila sehat fisik

dan mental atau telah menikah). (vide Pasal 149 huruf d Kompilasi

Hukum Islam).

Istri berhak mendapatkan ½ (seperdua) dari harta yang diperoleh

selama perkawinan (harta bersama). Dan suami juga dapat

menggugat tentang harta bawaan/harta pribadi yang dikuasai oleh

istrinya.

Istri dapat menuntut hak-hak tersebut bersama-sama dengan

gugatan cerai, atau dapat juga diajukan setelah terjadi perceraian.

b. Hak-hak istri akibat talak atas kehendak suami adalah:

Istri berhak mendapatkan mut’ah (kenang-kenangan dari mantan

suami berupa benda ataupun uang) kecuali apabila si istri belum

pernah digauli oleh suaminya. (qabla al-dukhul / belum tamkin

sempurna) berdasarkan fakta-fakta persidangan. (Pasal 149 huruf a

jo. Pasal 158 huruf b dan Pasal 159 Kompilasi Hukum Islam).

Istri dapat menuntut hak-hak tersebut dengan cara mengajukan

gugatan balik (gugatan rekonvensi) ketika proses pemeriksaan

perkara cerai berlangsung, atau dapat diajukan setelah terjadinya

perceraian.

Berdasarkan Pasal 149 huruf b jo. Pasal 158 Kompilasi Hukum

Islam, kewajiban suami kepada bekas isteri yang ditalak satu raj‟i,

Page 20: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 20 dari 22 hal.

istri dapat menggugat-balik tentang tuntutan biaya nafkah, biaya

kiswah (pakaian) dan biaya maskan (tempat tinggal) untuk

selama masa iddah 3 (tiga) bulan kedepan sesuai dengan

kemampuan suami/Tergugat rekonvensi, sesuai dengan

kelayakan/kepatutan berdasarkan „urf dan kebiasaan, Tergugat

rekonvensi sebagai mantan suami dapat dihukum untuk

membayarkannya kepada Penggugat rekonvensi (istri) untuk

selama masa iddah (3 bulan) kedepan selama Penggugat

rekonvensi/istri dalam kondisi tidak hamil. Dan juga dapat

menuntut nafkah lampau (madhiyah) yang tidak diberikan oleh

suami.

Istri berhak mendapatkan hak asuh anak/anak-anak yang usianya

belum mencapai usia mumayyiz (12 tahun), sedangkan bagi anak

yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

pengasuhan (hadhanah) dari ayah atau ibunya.

Istri berhak mendapatkan nafkah anak dari mantan suaminya jika

anak-anak diasuh olehnya hingga anak-anak tersebut

dewasa/mandiri.

Istri berhak mendapatkan ½ (seperdua) dari tanda yang diperoleh

selama perkawinan atau disebut dengan harta bersama. Dan istri

juga dapat menggugat balik tentang harta bawaan/harta pribadi

yang dikuasai oleh suaminya.

Secara yuridis formal ketentuan tentang harta bersama telah diatur dalam

pasal-pasal berikut ini:

UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama:

Penjelasan Pasal 49 Ayat (2) angka 10, Pasal 66 Ayat (4), Pasal 86 Ayat (1).

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

Pasal 29, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 Ayat (1) dan ayat (2, dan

Pasal 37.

PP Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 24 ayat (2).

Page 21: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 21 dari 22 hal.

Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Pasal 1 huruf f, Pasal 85, Pasal 86 Ayat

(1) dan Ayat (2), Pasal 87 ayat (1) dan (2), Pasal 88 sampai dengan Pasal

97, Pasal 136 ayat (2), Pasal 157.

KUH Perdata Pasal 119, Pasal 128-129 dan Pasal 139-154.

2. Bahwa salahsatu wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa dan

menyelesaikan sengketa dalam bidang perkawinan bagi umat Islam. Dalam

memeriksa perkara perceraian yang diajukan oleh suami, Pengadilan Agama

memberikan kesempatan bagi istri yang akan menuntut haknya yaitu dengan

mengajukan gugat balik (gugatan rekonvensi). Gugatan rekonvensi tersebut

akan diputus bersama-sama dengan putusan perceraian yang diajukan suami.

Dalam melaksanakan putusan tersebut, Pengadilan Agama Jakarta Pusat

menerapkan bahwa sebelum suami mengucapkan ikrar talak sebagai

pelaksanaan dari putusan cerai, maka Pengadilan Agama terlebih dahulu

memerintahkan suami untuk menyerahkan yang menjadi hak-hak istrinya

akibat perceraian, kecuali jika hak-hak istri sudah menyangkut harta, maka

Pengadilan Agama Jakarta Pusat akan melakukan eksekusi atas permohonan

istri. Jika perceraian atas kehendak istri, maka Pengadilan Agama dapat

menjalankan putusan melalui eksekusi dengan syarat harus ada permohonan

eksekusi dari pihak istri.

Dalam proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama, majelis hakim yang

memeriksa dan memutus perkara tersebut dapat menggunakan hak ex officio

(karena jabatannya) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak

istri tersebut.

IX. Alternatif Dispute Resolution ( ADR ) /Alternatif penyelesaian sengketa

Secara umum bentuk-bentuk penyelesaian sengketa, terdiri dari: Litigasi,

Arbitrase, Mediasi, dan Negosiasi. Alternatif Dispute Resolution ( ADR ) yang

dikenal adalah Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi/Perdamaian/Ishlah. Mediasi

adalah salahsatu penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat. Dan

sebelum mengajukan perkara ke Pengadilan Agama dianjurkan juga konsultasi ke

Badan Penasihatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4).

Page 22: Makalah Penyuluhan Hukum KPA JP

Penyelesaian Sengketa Keluarga Melalui Pengadilan Agama Hal. 22 dari 22 hal.

DAFTAR ISI

Halaman

I. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Pusat ---------------------- 1

II. Kompetensi Absolut Peradilan Agama -------------------------------- 1

A. Kewenangan Umum -------------------------------------------------- 1

B. Kewenangan Khusus ------------------------------------------------- 4

III. Peran Pengadilan Agama ----------------------------------------------- 4

IV. Sumber Hukum Acara Dan Hukum Terapan Peradilan Agama ----- 5

A. Hukum Acara Peradilan Agama -------------------------------------- 5

B. Hukum Terapan Peradilan Agama ----------------------------------- 6

V. Prosedur Dan Proses Penyelesaian Perkara ------------------------------- 8

A. Prosedur & Proses Penyelesaian Perkara Cerai Talak ---------------- 8

B. Prosedur & Proses Penyelesaian Perkara Cerai Gugat --------------- 11

C. Prosedur & Proses Penyelesaian Perkara Lainnya ---------------------- 13

VI. Pedoman Pengajuan Gugatan Perceraian bagi Anggota TNI, POLRI

dan PNS -------------------------------------------------------------------------- 16

VII. Alasan-Alasan Mengajukan Gugatan Perceraian ------------------------ 17

VIII. Penyebab Perceraian ------------------------------------------------------ 18

IX. Akibat Perceraian ------------------------------------------------------------ 19

X. Alternatif Dispute Resolution ( ADR ) -------------------------------------- 21