makalah pengolahan limbah.doc

17
I. PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Ikan merupakan sumberdaya yang mudah rusak (perishable) sehingga perlu dilakukan pengolahan yang bertujuan meningkatkan daya simpan serta nilai ekonomi. Proses pengolahan ikan tentu saja akan meninggalkan limbah padat berupa sisik, jeroan dan kepala ikan serta limbah cair berupa air sebagai media untuk mencuci bahan baku, peralatan dan perebusan bahan. Air yang telah terpakai pada akhirnya akan dibuang dan dialirkan ke badan sungai. Beberapa pengolah tradisional pada umumnya belum melakukan penanganan limah sebelum dibuang ke badan air termasuk sungai dan persawahan. Menurut Oktavia, dkk (2012) pengolah tradisional rajungan umumnya tidak melakukan penanganan limbah yang dihasilkan sebelum membuang hasil perebusan daging rajungan, sehingga terjadi pencemaran air dan menimbulkan bau khas rajungan yang tercium di area pengolahan rajungan. Dampak yang ditimbulkan karena pembuangan limbah termasuk limbah cair ke lingkungan sangat penting sehingga setiap industri pengolahan yang berskala besar maupun kecil harus mampu mengelola dan mengolah limbah. Oleh karena itu, teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah harus dikaji dan senantiasa dikembangkan agar limbah yang terbuang bersifat ramah lingkungan. Sebelum dibuang, air sisa pengolahan dan pencucian harus dikelola sesuai baku mutu agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Demikian juga dengan air limbah industri perikanan yang akan dimanfaatkan untuk bidang agrokomplek

Upload: izzy-el-fasha

Post on 24-Nov-2015

624 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN1.1 Latar belakang

Ikan merupakan sumberdaya yang mudah rusak (perishable) sehingga perlu dilakukan pengolahan yang bertujuan meningkatkan daya simpan serta nilai ekonomi. Proses pengolahan ikan tentu saja akan meninggalkan limbah padat berupa sisik, jeroan dan kepala ikan serta limbah cair berupa air sebagai media untuk mencuci bahan baku, peralatan dan perebusan bahan. Air yang telah terpakai pada akhirnya akan dibuang dan dialirkan ke badan sungai.

Beberapa pengolah tradisional pada umumnya belum melakukan penanganan limah sebelum dibuang ke badan air termasuk sungai dan persawahan. Menurut Oktavia, dkk (2012) pengolah tradisional rajungan umumnya tidak melakukan penanganan limbah yang dihasilkan sebelum membuang hasil perebusan daging rajungan, sehingga terjadi pencemaran air dan menimbulkan bau khas rajungan yang tercium di area pengolahan rajungan.

Dampak yang ditimbulkan karena pembuangan limbah termasuk limbah cair ke lingkungan sangat penting sehingga setiap industri pengolahan yang berskala besar maupun kecil harus mampu mengelola dan mengolah limbah. Oleh karena itu, teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah harus dikaji dan senantiasa dikembangkan agar limbah yang terbuang bersifat ramah lingkungan.

Sebelum dibuang, air sisa pengolahan dan pencucian harus dikelola sesuai baku mutu agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Demikian juga dengan air limbah industri perikanan yang akan dimanfaatkan untuk bidang agrokomplek (pertanian, perikanan, dan peternakan) juga akan melewati proses penanganan.

Limbah cair umumnya mengandung padatan tersuspensi yg berasal dari sisa-sisa daging serutan, darah dan lendir sebagai sumber protein (N). Selain itu , limbah cair juga mengandung protein dan mineral tinggi (N & P. Ca) sehingga sangat layak dimanfaatkan sebagai sumber hara untuk tanaman/tumbuhan pada lahan pertanian terpadu. Kandungan limbah yang bermanfaat tersebut akan terbuang sia-sia jika tidak dimanfaatkan secara maksimal sehingga perlu dilakukan pemanfaatan limbah terutama pada bidang agrokomplek (pertanian, perikana, dan peternakan).

1.2 Tujuana. Mengetahui pemanfaatan limbah cair industri perikanan di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan) di Indonesia dan mancanegara.

b. Mengetahui teknologi pemanfaatan limbah cair industri perikanan di bidang agrokompleks (pertanian, perikanan, dan peternakan) di Indonesia dan mancanegara.

1.3 Outputa. Mahasiswa dapat mengetahui pemanfaatan limbah cair industri perikanan pada bidang agrokomplek di Indonesia dan mancanegara

b. Mahasiswa dapat mengetahui teknologi pemanfaatan limbah cair indutri perikanan di Indonesia dan mancanegara1.4 OutcomeMahasiswa dapat menerapkan teknologi dan pemanfaatan limbah cair industri perikanan di bidang agrokompleks II. TINJAUAN PUSTAKA

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi domestik (rumah tangga) maupun industri, yang lebih dikenal sebagai sampah, dan kehadirannya tidak dikehendaki lingkungan karena dapat merugikan bagi kehidupan sekitar. Limbah perikanan merupakan hasil buangan yang diperoleh dari kegiatan perikanan. Ada berbagai macam limbah perikanan, salah satunya adalah limbah cair. Menurut Fitria (2008), Limbah cair (liquid waste) dapat didefinisikan sebagai suatu limbah hasil kegiatan yang secara fisik berbentuk cair, kandungannya didominasi oleh air beserta bahan-bahan kontaminan lainnya atau didominasi oleh bahan cair lain (bukan air), seperti: minyak, oli bekas, residu senyawa-senyawa kimia dan sebagainya. Menurut Ginting (2007), limbah cair dijumpai pada industri yang menggunakan air dalam proses produksinya, mulai dari pra pengelolaan bahan baku, seperti pencucian, sebagai bahan penolong, sampai pada produksi akhir menghasilkan limbah cair. Limbah cair perikanan diperoleh dari air sisa proses produksi seperti sisa pencucian ikan, sisa perebusan, darah, lendir, maupun air sisa budidaya. Menurut River et al., (1998) jumlah debit air limbah pada efluen umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor.

Limbah cair perikanan mengandung bermacam-macam bahan organik, seperti protein dan lemak. Bagian terbesar kontribusi beban organik pada limbah perikanan berasal dari industri pengalengan dengan beban COD 37,56 kg/m3, disusul oleh industri pengolahan fillet ikan salmon yang menghasilkan beban limbah 1,46 kg COD/m3. Kemudian industri krustasea dengan beban COD yang kecil. Perbandingan beban organik yang disumbangkan oleh industri pengalengan, pemfiletan salmon dan krustasea adalah 74,3%, 21,6% dan 4,1%. Beban pencemaran limbah industri perikanan dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tingginya jumlah BOD dan COD ini akan menurunkan kadar oksigen di perairan. Selain itu, menurut Oktavia et al. (2012), lemak yang terbuang di perairan dapat menutupi permukaan badan air sehingga mengganggu proses transfer oksigen ke air. Hal ini sangat berpengaruh pada biota-biota air yang hidup di perairan tersebut. Biota-biota air tersebut akan mengalami kematian akibat kekurangan oksigen. Hal-hal tersebut dapat dihindari dengan cara melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah cair industri perikanan sebelum limbah tersebut dilepaskan ke lingkungan sekitar. Selain melakukan penanganan, limbah cair juga dapat dimanfaatkan mengingat kandungan nutrient yang tinggi pada limbah tersebut. Menurut Dasyanto (1995). Pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengolahan secara fisika, kimia, biologi, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengolahan Fisik

Pengolahan ini terutama ditujukan untuk air limbah yang tidak larut (bersifat tersuspensi), atau dengan kata lain buangan cair yang mengandung padatan, sehingga menggunakan metode ini untuk pimisahan. Pada umumnya sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah mengendap atau bahan-bahan yang mengapung mudah disisihkan terlebih dahulu. Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahanbahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses berikutnya (Tjokrokusumo, 1995)b. Pengolahan Kimia

Pengolahan secara kimia adalah proses pengolahan yang menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar dalam air limbah. Proses ini menggunakan reaksi kimia untuk mengubah air limbah yang berbahaya menjadi kurang berbahaya. Proses yang termasuk dalam pengolahan secara kimia adalah netralisasi, presipitasi, khlorinasi, koagulasi dan flokulasi. Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa phospor dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Pengolahan secara kimia dapat memperoleh efisiensi yang tinggi akan tetapi biaya menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia (Tjokrokusumo, 1995).c. Pengolahan Biologi

Pengolahan air limbah secara biologis, antara lain bertujuan untuk menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan bantuan mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas guna menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara ini juga dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai jenis media filter seperti pasir dan antrasit. Pada penggunaan sistem saringan anaerobik, media filter ditempatkan dalam suatu bak atau tangki dan air limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas (Laksmi dan Rahayu, 1993).

Ada 5 tahap yang di perlukan dalam pengolahan air limbah. yaitu:

a. Pengolahan Awal (Pretreatment) : Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah 3.b. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment): pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.

c. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment): tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yg tak dapat dihilangkan dgn proses fisik. Peralatan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.

d. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment): Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation. pada proses ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.

e. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment): Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.III. PEMBAHASAN3.1 Pemanfaatan Air Rebusan Ikan Menjadi Petis

Petis merupakan produk mirip kecap, tetapi umumnya lebih kental. Petis dibuat dari pemekatan air rebusan ikan dalam pembuatan pindang atau pembuatan ebi. Petis merupakan bahan makanan yang umumnya digunakan sebagai perangsang makanan (bumbu masak) yang sedap, bergizi, dan mempunyai nilai yang lebih tinggi (Anonim, 2012). Biasanya petis dikonsumsi sebagai bumbu sambal pada rujak buah / sayur, sebagai teman makan tahu atau juga untuk bumbu tambahan pada nasi goreng.

Pembuatan petis merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan limbah produk-produk hasil laut baik itu limbah ikan, udang maupun kupang. Pembuatannya sebenarnya sangatlah sederhana karena memang tidak membutuhkan alat dan keahlian khusus. Hanya saja perlu ketelatenan dalam pembuatannya, karena jika memproduksi dalam kapasitas banyak membutuhkan waktu yang cukup lama.Bahan yang diperlukan dalam pembuatan petis dari air sisa rebusan yaitu air sisa rebusan hasil pemindangan ikan atau ebi, gula merah, dan garam. Alat yang digunakan untuk pembuatan petis pun sangat sederhana dan mudah untuk diperoleh, yaitu wajan, alat pengaduk, panci, kompor, dan kemasan untuk petis. Cara pembuatan petis dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

(Iswati, 2010)3.2 Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Sebagai Pupuk Organik

Pupuk organik adalah sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang

berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Simanungkalit dkk.,2006). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Anonim,2014).1. Pupuk organik dengan bantuan EM4

Limbah cair yang berasal industri perikanan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Menurut Dwicaksono et al. (2014) limbah cair industri perikanan tidak dapat dimanfaatkan langsung sebagai pupuk cair karena kandungan bahan organiknya berupa lemak dan protein tidak dapat diserap langsung oleh tanaman. Perlu adanya penguraian kandungan organik dalam limbah cair tersebut dengan tujuan memecah senyawa komplek menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana sehingga tanaman lebih mudah menyerap nutrisi yang terkandung dalam pupuk cair organik tersebut. Lebih jauh Dwicakksono et al (2014) mnyatakan bahwa pembuatan pupuk organik dapat ditambahkan aktivator berupa EM4 (effective microorganisms).

Produk EM4 Pertanian merupakan produk bakteri fermentasi bahan organik tanah yang dapat menyuburkan tanah dan menyehatkan tanah. EM4 terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang di kemas dalam medium cair (EM4 Indonesia, 2013). EM terdiri dari kultur campuran dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Menurut (Higa et al,. 1995 dalam Dwicaksono,2014 Effective microorganisms (EM) mengandung spesies terpilih dari mikroorganisme utamanya yang bersifat fermentasi, yaitu bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), Jamur fermentasi (Saccharomyces sp), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), dan Actinomycetes. Effective microorganisms (EM4) digunakan sebagai bioaktivator enzim untuk perombakan material organik pada proses fermentasi dalam pembuatan pupuk organik cair.

2. Pembuatan pupuk nitrogen dengan lumpur aktifa. Air limbah mula-mula dilewatkan pada saringan kasar (screen) untuk memisahkan sampah berukuran besar, kemudian dipompa menuju bak pengendap/penampung awal untuk mengendapkan padatan tersuspensi (suspended solid) sekitar 30-40 %. Padatan tersuspensi yang terendapkan akan dibuang ke bak pengering lumpur. Bak pengendap/penampung ini yang juga dilengkapi alat pengatur debit aliran.

b. Air limpahan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus udara (O2) dengan sebuah blower sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan polutan organik yang ada dalam air limbah, berkembangbiak, hingga terbentuk biomassa aktif berwarna kelabu/coklat kehitaman yang disebut lumpur aktif. Didalam bak aerasi ini unjuk kerja lumpur aktif dilaksanakan.

c. Dari bak aerasi, air beserta kelebihan lumpur aktif dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini sebagian lumpur aktif diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sementara sebagian lumpur lagi akan alirkan menuju bak pengering lumpur setelah dilakukan disinfeksi terlebih dahulu untuk kedibuang/dibakar. Pembuangan lumpur ini bertujuan untuk menjaga kestabilan jumlah lumpur aktif.

d. Air limpahan dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor (berupa cairan/tablet) untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum/mengalami proses pengolahan selanjutnya.

Limbah cair perikanan pada pemupukan skala kecil dapat langsung digunakan sebagai pupuk sedangkan limbah cair perikanan yang digunakan untuk pemupukan skala besar sebaiknya menggunakan limbah cair yang sudah diolah dengan lumpur aktif karena pemupukan dengan limbah yang segar atau tidak diolah akan menimbulkan bau busuk apalagi dalam skala besar akibat tejadinya penguraian bahan organik yang terdapat dalam limbah cair. Pemupukan dengan limbah yang diolah dengan lumpur aktif tidak menimbulkan bau karena proses penguraian bahan organik tejadi di dalam reaktor. Selain itu, unsur hara yang terdapat dalam limbah cair yang diolah dengan lumpur aktif terdapat dalam bentuk senyawa yang langsung bisa diserap tanaman (Irma, 2008).

Limbah cair perikanan yang diolah menjadi pupuk dapat menyuplai nitrogen untuk tanaman bayam sesuai dengan penelitian Irma (2008). Bayam dapat memanfaatkan sebagian besar kandungan hara yang terdapat pada limbah segar yang diketahui mengandung unsur hara yang cukup tinggi terutama unsur nitrogen. 3.3 gfjasgdjSDGsfjasvdhfIV. KESIMPULAN DAN SARANAnonim. 2012. Pembuatan Terasi dan Petis. http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Terasi%20dan%20petis.pdf. Diakses pada 15 Maret 2014Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Cv Yrama Widya. Bandung. 222 hal.

Gambar 1 . Proses Perebusan Ikan, Contoh Sumber Limbah Cair dari Industri Perikanan

Gambar 1 . Proses Pencucian Ikan, Contoh Sumber Limbah Cair dari Industri Perikanan

Gambar . Contoh Petis dari Air Sisa Rebusan Ikan

Air hasil rebusan ikan direbus hingga mengental

Ditambahkan garam dan gula merah secukupnya sambil diaduk

Adonan yang sudah siap dituang ke dalam baskom

Ditunggu hingga dingin

Petis ke dalam kemasan. Apabila hendak dipasarkan, pilik kemasan yang menarik