makalah pbl blok 9

Upload: aquinasmichi

Post on 14-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

qwertyu

TRANSCRIPT

Struktur dan Peranan Lambung dalam Sistem PencernaanCicilia Desynta

102013400Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510Telp. 021-56942061, Fax. [email protected] pencernaan sering disebut sebagai sistem digestivus. Sistem ini terdiri dari saluran pencernaan (traktus gastro-intestinalis), yaitu dimulai dari mulut, faring, esophagus, lambung,

usus halus, usus besar, sampai ke rectum-anus. Fungsi utama system pencernaan (system alimenter) adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient (setelah memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan yang dipakai penting sebagai sumber energy yang kemudian digunakan oleh sel dalam menghasilkan ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung energy, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan sumber bahan untuk perbaikan, pembaharuan, dan penambahan jaringan tubuh.

Untuk mempertahankan homeostasis, molekul-molekul nutrien yang sudah habis terpakai untuk menghasilkan energi harus secara terus menerus diganti oleh nutrien baru yang kaya-energi. Sistem pencernaan berperan dalam homeostasis dengan memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan eksternal ke lingkungan internal. Tindakan makan tidak secara otomatis menyebabkan molekul organik yang terdapat di makanan tersedia bagi sel untuk digunakan sebagai sumber bahan bakar atau sebagai bahan pembangun. Mula-mula makanan harus dicerna atau diuraikan menjadi molekul-molekul kecil-ringkas yang dapat diserap dari saluran pencernaan ke dalam sistem sirkulasi untuk didistribusikan ke sel-sel. Dalam keadaan normal, sekitar 95% dari makanan yang masuk tersedia untuk digunakan oleh tubuh.

Struktur Anatomi LambungLambung adalah rongga seperti kantung berbentuk J yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Lambung merupakan bagian yang paling lebar dari saluran pencernaan.1 Pada posisi berbaring, lambung terletak di region hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis. Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica dan umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Lambung mempunyai peritoneum visceral yang meliputi permukaan anterior dan posterior. Kedua lapisan tersebut dari curvature minor ke arah hepar membentuk ligamentum hepatogastrica yang merupakan bagian dari omentum minus. Ke bawah kedua lapisan pada curvature major berhubungan dengan omentum gastrolienalis dan mesocolon transversum, membentuk omentum majus.2

Gambar 1. Struktur dan Bagian pada Lambung1Lambung mempunyai dua lubang (ostium cardiacum dan pylorus), dua lengkungan (curvature major dan minor) dan dua permukaan (fascies anterior dan posterior). Lambung terdiri dari lima bagian, yaitu cardia, fundus, corpus, pars pyloric dan pylorus. Cardia merupakan tempat masuknya esophagus ke dalam lambung.2,3 Fundus gastricus yang berbentuk kubah merupakan nagian lambung yang berada di atas kiri dari ostium cardiacum. Antara fundus dan pars abdominalis esophagei terdapat sudut tajam, disebut incisura cardiac. Corpus gastricum yang merupakan bagian utama, terletak kurang lebih vertical antara fundus dan incisura angularis beralih menjadi pars pylorica. Curvature minor yang merupakan batas kanan lambung terbentang dari cardiac sampai pylorus. Curvature major yang lebih besar terbentang dari incisura cardiac terus ke fundus dan pinggir kiri lambung sampai pylorus. Pada curvature minor di batas antara corpus dengan pars pyloric terbentuk sudut yang disebut incisura angularis. Pars pylorica terdiri dari antrum pyloricum yang lebar disebelah proximalis dan canalis pyloricus yang lebih sempit disebelah distalis yang berakhir pada pylorus. Pylorus merupakan daerah terdapatnya penyempitan berupa sphincter yang umumnya berada dalam keadaan kontraksi tonik. Sphincter pylorus mempunyai otot sircularis tebal (musculus sphincter pylorus) yang mengatur aliran isi lambung ke duodenum.4Gaster berhubungan dengan sejumlah alat, yaitu hepar diatas, kanan, dan depan, diaphragm diatas, limpa ke arah kiri, pankreas, ginjal dan glandula suprenalis kiri dibelakang, kebawah dengan colon dan omentum majus, serta dengan dinding depan abdomen dan thorax ke depan. Gaster mempunyai permukaan anterior dan posterior yang bertemu pada curvature major dan minor. Fascies anterior diliputi oleh peritoneum visceralis dari cavum pertonei dan berhubungan dengan lobus kiri hepar, diaphragm, iga-iga dan dinding depan abdomen. Hubungan dengan costae dan dinding depan abdomen tergambar pada apa yang disebut lapang lambung (magenfeld), yaitu hubungan lambung langsung dengan dinding depan thorax dan dinding depan abdomen. Batas-batas lapang lambung adalah pada hepar disebelah kanan, diaphragma dan paru-paru kiri disebelah atas, limpa disebelah kiri dan mesocolon transversum dibawah. Bagian lapang lambung yang berada dibelakang iga yang disebut ruang traube dengan batas-batasnya di medial pada pinggir kiri sternum, diatas pada garis dari rawan iga ke-6 ke pinggir bawah tulang rawan iga ke-9 pada medioclavicularis, dan dibawah pada arcus costarum.5Facies posterior diliputi peritoneum visceral dari bursa omentalis yang tepat berada dibelakang lambung. Hubungan fascies posterior dengan bursa omentalis dan sejumlah alat membentuk palungan lambung, lekukan yang terbentuk oleh bursa omentalis, bersama diaphragma, lien dan glandula suprarenalis kiri kearah atas, serta bagian atas ren kiri, corpus dan cauda pankreas, dan mesocolon transversum kearah bawah. Fundus lambung terletak pada kubah diaphragma.1,4

Gambar 2. Vaskularisasi pada Lambung3Lambung mendapat darah dari cabang-cabang arteria celiaca, yaitu arteriae gastrica simistra et dextra, gastro-omentalis ( epiploica) dextra et sinistra, dan gestricae breves. A. gastrica sinistra yang merupakan cabang langsung dari a. celiac berjalan ke esophagus dan turun kembali ke curvature minor. A. gastroomentalis dextra merupakan cabang dari a. gastroduodenalis (yang merupakan cabang dari a. hepatica communis). A. gastroomentalis sinistra dan a. gastricae breves merupakan cabang dari a. Lienalis. Vena gastrica dextra dan sinistra mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta hepatis, sedang v. gastroomentalis kiri dan venae gastricae breves masuk ke vena lienalis, sedang v. gastroomentalis kanan masuk ke v. mesenterica superior terus ke v. porta hepatica.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang-cabang n. vagus, sedang yang dari sistem

simpatis berasal dari plexus celiacus. Serabut-serabut eferen dari sistem simpatis berasal dari segmen thoracal 6-9.2,5Struktur Lambung Secara MikroskopisPada tunika mukosa gaster terdapat gastric pits atau foveola gastica. Epitel pada tunika ini ialah epitel toraks tanpa sel goblet. Dinding gaster sangat berlipat disebut rugae yang terdiri dari lapisan otot tebal. Gaster memiliki tiga bagian yaitu kardia, fundus dan pylorus. Masng-masing bagian ini memiliki kelenjar dengan ciri khas tertentu. Kelenjar pada kardia dan pilorus memiliki sifat yang hampir mirip yaitu tersusun dari tubulosa kompleks yang mensekresikan mukus. Kelenjar pilorus relatif pendek, simpleks dan tubulosanya bercabang. Mukus dari kelenjar ini berfungsi melindungi lambung dari autodigestion akibat sekresi enzim proteolitik yang cenderung asam. Sedangkan kelenjar pada fundus memiliki bagian leher, corpus dan fundus. 6

Gambar 3. Struktur Lambung Secara Mikroskopis7Secara mikroskopis dinding lambung terdapat tiga lapisan jaringan mukosa, submukosa, dan jaringan muskularis beserta modifikasinya. Jaringan muskularis eksterna terletak pada bagian fundus dan badan lambung mengandung lapisan otot melintang tambahan. Membrane mukosa di dalam yang membentuk lipatan-lipatan longitudinal yang menonjol sehingga memungkinkan peregangan dinding lambung. Lambung proksimal (corpus) mengandung banyak komplemen lambung sel parietalis, sumber asam klorida (HCL) dan faktor intrinsik serta sel principalis sumber utama pepsinogen. Jenis sel tambahan mencakup sel epitel permukaan , yang mensekresi mucus dan bikarbonat ke dalam lumen lambung.6 Muskularis eksterna pada bagian fundus dan badan lambung yang mengandung lapisan otot melintang (oblik) tambahan. Lapisan otot ini membantu ke efektifan pencampuran dan penghancuran isi lambung.7Mekanisme Kerja LambungLambung (ventrikulus atau gaster) adalah ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak dia antara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan

perbedaan anatomis, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di korpus dan fundus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Di antara regio-regio tersebut juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa. Bagian akhir lambung adalah sfingter pilorus, yang berfungsi sebagai sawar antara lambung dan duodenum, bagian atas usus halus. Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Makanan yang dikonsumsi hanya beberapa menit memerlukan waktu beberapa jam untuk dicerna dan diserap. Karena usus halus adalah tempat utama pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya sedikit demi sedikit ke duodenum dengan kecepatan yang tidak melebihi kapasitas usus. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein.2

Akhirnya, melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang dikenal sebagai kimus (chyme).8Terdapat empat aspek motilitas lambung yaitu pengisian lambung (gastric filling), penyimpanan lambung (gastric storage), pencampuran lambung (gastric mixing), dan pengosongan lambung (gastric emptying). Jika kosong, lambung memiliki kapasitas volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang sehingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika makan. Akomodasi perubahan volume lambung hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat plastisitas otot polos lambung dan relaksasi reseptif lambung pada saat ia terisi. Plastisitas mengacu pada kemampauan otot polos mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot. Namun, peregangan yang melebihi batas tertentu akan memicu kontraksi yang dapat menutupi perilaku plastisitas yang pasif tersebut. Peregangan dalam tingkat tertentu menyebabkan depolarisasi sel-sel pemacu, sehingga sel-sel tersebut mendekati potensial istirahat yang membuat potensial gelombang lambat mampu mencapai ambang dan mencetuskan aktivitas kontraktil.2,5,8Sifat dasar otot polos tersebut diperkuat oleh relaksasi reseptif lambung saat ia terisi. Interior

lambung membentuk lipatan-lipatan dalam yang dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-lipatan tersebut mengecil dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksasi reseptif. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Apabila lebih dari 1 liter makanan yang masuk, lambung akan sangat teregang dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh saraf vagus.9

Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di fundus lambung. Sel-sel tersebut menghasilkan gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik itu, yaitu irama listrik dasar atau BER (basal electrical rhythm) lambung berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada tingkat eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami potensial aksi, yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal sebagai gelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dengan kecepatan yang sesuai dengan BER, yaitu tiga kali per menit.2Setelah dimulai, gelombang peristaltik meneyebar ke seluruh fundus dan korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan opleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal. Karena di fundus dan korpus gerakan mencampur terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari esofagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan. Kontraksi peristaltik lambung yang kuat di antrum merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalam keadaan normal menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya, tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu kecil untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong oleh kontraksi peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang dapat ditampung oleh antrum, hanya beberapa mililiter isi antrum yang terdorong ke duodenum oleh setiap gelombang peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sfingter pylorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tiba-tiba berhenti pada sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.2,5 Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sfingter pilorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum. Dengan sedikit menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi otot polos lambung, faktor lambung dan duodenum mempengaruhi eksitabilitas otot, yang pada gilirannya menentukan tingkat aktivitas peristaltik antrum. Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktivitas peristaltik di antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung.

Faktor yang Mempercepat Pengosongan Lambung Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan otot polos serta melalui keterlibatan pleksus intrinsik, saraf vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cair kental merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.8 Faktor yang Menghambat Pengosongan LambungWalaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru. Empat faktor duodenum terpenting yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah lemak,

asam, hipertonisitas, dan peregangan. Adanya satu atau lebih rangsangan tersebut di duodenum mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai, kemudian memicu respons saraf atau hormon untuk mengerem motilitas lambung dan memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan eksitabilitas otot polos lambung. Respons saraf diperantarai oleh pleksus intrinsik (refleks pendek) dan saraf otonom (saraf panjang). Secara kolektif, refleks-refleks tersebut disebut refleks enterogastrik. Respons hormon melibatkan pengeluaran dari mukosa duodenum beberapa hormon yang secara kolektif disebut enterogastron. Hormon-hormon itu diangkut oleh darah ke lambung, tempat mereka menghambat kontraksi antrum untuk mengurangi pengosongan lambung. Tiga dari enterogastron tersebut adalah sekretin, kolesistokinin, dan peptida inhibitorik lambung.9 Lemak dicerna dan diserap lebih lambat dibandingkan dengan nutrien lain. Selain itu, pencernaan dan penyerapan lemak hanya berlangsung di dalam lumen usus halus. Oleh karena itu, apabila di duodenum sudah teradpat lemak, pengosongan isi lambung yang berlemak lebih lanjut ke duodenum ditunda sampai usus halus selesai mengolah lemak yang ada di sana. Pada kenyataannya, lemak adalah perangsang terkuat untuk menghambat motilitas lambung. Karena lambung mengeluarkan asam hidroklorik (HCl), kimus yang sangat asam dikeluarkan ke duodenum, tempat kimus mengalami netralisasi oleh natrium bikarbonat (NaHCO3) yang disekresikan ke dalam lumen duodenum oleh pankreas. Asam yang tidak dinetralkan akan mengiritasi mukosa duodenum dan menyebabkan inaktivasi enzim-enzim pencernaan pankreas yang disekresikan ke dalam lumen duodenum. Dengan demikian, asam yang tidak dinetralkan di duodenum menghambat pengosongan isi lambung yang asam lebih lanjut sampai proses netralisasi selesai.2Pada pencernaan protein dan kanji di lumen duodenum, dibebaskan sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila penyerapan molekul-molekul ini tidak seimbang dengan kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat, molekul-molekul dalam jumlah besar tersebut tetap berada dalam kimus dan meningkatkan osmolaritas isi duodenum. Osmolaritas bergantung pada jumlah molekul yang ada, bukan pada ukurannya, dan satu molekul protein dapat dipecah menjadi beberapa ratus molekul asam amino, yang masing-masing memiliki aktivitas osmotik yang sama dengan molekul protein semula. Hal yang sama juga berlaku untuk molekul kanji (karbohidrat). Karena air dapat berdifusi bebas menembusi dinding duodenum, air memasuki lumen duodenum dari plasma jika osmolaritas duodenum meningkat. Air dalam jumlah besar yang masuk ke dalam usus halus dari plasma menyebabkan usus teregang, dan terjadi gangguan sirkulasi karena volume plasma menurun. Untuk mencegah efek tersebut, pengosongan lambung secara refleks dihambat jika osmolaritas isi duodenum mulai meningkat. Dengan demikian, jumlah makanan yang memasuki duodenum untuk pencernaan lebih lanjut menjadi partikel-partikel yang lebih kecil tetapi aktif secara osmotis tersebut berkurang sampai proses penyerapan dapat mengimbangi proses pencernaan. Hal ini disebut hipertonisitas.2,9

Kimus yang terlalu banyak terdapat di duodenum akan menyebabkan duodenum teregang

menghambat pengosongan isi lambung lebih lanjut, sehingga duodenum mendapat kesempatan untuk menangani kelebihan volume kimus yang sudah dikandungnya sebelum menerima tambahan kimus dari lambung. Setelah makanan yang masuk dikosongkan dari lambung, tidak ada lagi faktor lambung yang meningkatkan eksitabilitas lambung, sehingga kontraksi peristaltik perlahan-lahan dan lambung untuk sementara beristirahat. Namun, bersamaan dengan perasaan lapar sebelum jadwal makan berikutnya, kontraksi peristaltik kembali aktif, melakukan gerakan ke antrum yang hampir kosong. Bangkitnya kembali motilitas lambung ini tampaknya diperantarai oleh aktivitas parasimpatis, mungkin diaktifkan oleh hipotalamus sebagai respons terhadap penurunan pemakaian glukosa hipotalamus sewaktu jadwal makan berikutnya mulai mendekat. Seseorang mungkin merasa lapar sewaktu kontraksi peristaltik berlangsung, tetapi kontraksi itu sendiri bukan penyebab rasa lapar. Rasa lapar dan peningkatan aktivtas peristaltik tersebut dipicu secara simultan oleh penurunan jumlah glukosa yang dimetabolisasi oleh otak.

Sekresi Getah Lambung

Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggungjawab untuk sekresi getah lambung terletak di mukosa lambung, yang dibagi menjadi dua bagian terpisah, yaitu mukosa oksintik yang melapisi fundus dan korpus, dan daerah kelenjar pilorik atau DKP (pyloric gland area atau PGA) yang melapisi antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantung lambung (g!stric pits), yaatu invagin!si qtau kantung dalam di permukaan luminal labung,5Di dindijg kantung-kantung mu+osa oksintik terdapat tiga jenis sel sekretorik. Pintu masuk atau leher kantung lambung dilapisi oleh sel leher muksa (mucous neck cell), yanc Mensekresikan mukus yang encer. Bagian kantu.g yang lebih dalam dilapisi Oleh sel-sel utama (chief cells), yang mengeluarkan prekursor enzim qepsinogen, dan sel parietal (oksintik) yang0mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Sel-sel parietal tebletak di dinding luar kantung limbung dan tidak berkontak dengan lumen kantung. Walaupun terpisah dari lumen kantung laebunc0olah sel-sel"utama, sel-sel parietal m%nyalurkan sekresi HCl mereka ke dalam lumen melalui saluran-sal}ran halus, atau kanalikulus, yang berjalan di antara sel-sEl utama. Di entara kantung-kantung lambune, mUkosa lambung tilapsi oleh epitel!parmukaan- yang mengeluarkanmukus kental alkalis $an membentuk lapisan sepebal bebesapa milimeter men5tupi pesm5kaan mukosa. Sel-sel leher mukosa cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau bermigrasi ke bawah bagian kantung yang lebih dalam untuk berdiferensiasi menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap sekitar tiga hari. Kantung-kantung lambung pada DKP terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen. Berbeda dengan mukosa oksintik, tidak ada asam yang disekresikan di DKP. Yang lebih penting, sel-sel endokrin di DKP mengeluarkan hormon gastrin ke dalam darah. Dengan demikian, sekresi terpenting getah lambung yang dihasilkan oleh korpus dan fundus adalah HCl, pepsinogen, mukus, dan faktor intrinsik, yang dikeluarkan ke dalam lumen lambung. Di pihak lain, produk terpenting DKP adalah hormon gastrin yang dikeluarkan ke dalam darah.8Sekresi Asam Hidroklorida (HCl)Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambufg, yang kemudiannya mengalikannya ke dalaM lumen lambung. pH isi lumen turun sampai 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-)secara aktyf di4ransportasikan oleh pompa yangbgrbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar dengan konsentrasi H+ di dalam lumen mencapai 3 sampai 4 juta Kali lebih besar daripadqkonseotrasinya dalam darah. Karena untuk memindahkan H+ melawan gradien konsentrasi yanc sedemikian besar diperlukan banyak efergi, sel-se| parietal memiliki banyak miokondria.

Klnrida juga disekresikan secarc actif, tetapi melasan gradiun konsenprasi yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar 1,5 kali. Ion H/ yang disekresikn tIdak dipidahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-prowes metabolisme di dalam sel parietal. Apabina sebuah H disekresikin, netralitas inferior sel dipertahankan oleh"pembentukan H+ baru dari asqm`karbonat (H2CO3) untuk menggantikanH+ yang kemuar tersebut. Sel-sel parietal memiliki canyac enzim arbonat anhidrcse (ca), Dengan adanya ca, H2O mudah berikatan dengAn CO2, yang diproduksi oleh sel parietal melaLui proses-proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi aNtari H2O dengal CO2 menghasilkan H2CO3, yang secara paRSial terurai menjcdk H+ dan HCO3- : @2O + CO2 2CO3 H+ + HCO3-. Io H yang dihaslkan ini enggantikan H+ yang disekresikan. HCO3- yag terbentuk dipindahkan ke dala plasma oleh pembqwa yang wama dengan yang mengingkut Cl- dari plasma ke dalam lumen lamb}ng. Pergeseran klorida ini mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekzesi HSl. Ualaupun sebenaRnya HCl tidak mencerna apapun dan tiDak muplak dIperlukan begi fungs saluran pencernaan, jat ini melakukan beberapa fungsi 9ang"membantu pencernaan. hCl mengaktifkan prekursor"enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin, membatu penguraian serat otot tan jaringan ikat sehingga pirtmkel makanan yang ber}kuran resar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil, bersama lis/zim saliva, mematican seragian besar }ikroorganisme yang masuk bersama makanan.8,9 Sekrdsi Ppsinogen

Konstituen pencernaan utama pada get`( lambung adalah p%psinogen, suatu molekul enzim inaktif yang di{intesis dAn dikemas oeh kompleks Golgi dan retikulum endoplasma sel utama. Pmpsinogen di3impan di sitoplasma sel utama di dalam vesikl sekretorik yang dikenal sebagai granula zimogen, dan dari sana pepsinogen dikeluarkan`mdlalui proses eksositosis bila ada stimulasi yang sesuai. Pada saat disekresikan dalam lumen lamb5ng, molekul pepsinogen mengalami penguraian0oleh HCl menjadi enzim bentuk aktif, pepsin. SeTelah verbentuk, pepsin bejerja padi molekul pepsynogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsinoggn. MekanismE semacam itu, yakni terdapat bentuk aktif suatu enzim mengaktifkAn molekul enzim yang sama, disebut sebagai proses otokatalitik.

Petsin memulai pencernaan proTein dengan memecah ikatan peptida tevtentu di protein wntuk mmnghasilkan fragmen-fragmen peptide (ranuai pendek asam amino). Enzim ini bekerjaaling efektif pada lingkungin asam. Karenc dapat meaerna protein, pe`sin harus$disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif, sehingga zat ini tidak mencerna sendiri sel-sel tgmpat ia terbentuk.(Omeh karena itu, pepsin dipertahankan dalam bentuk inqktif pepsinogen saipai zat tersebut men#apai lumen lambung, te}pat ia di!ktifkan oleh HCl.2

SekrEsi Mukus

Permuk!an mukosa lambung dilindungi oleh selapis!mukus, yang berasal dari sel epitel pe2mukaan dan sel leher }ukosa. Mukus ini berfungsi sebagai!sawar protektif meneataSi bebepapa bentuk cedera terhAdap mukosa lambung. Karmnasifat lubrikasinya, mukus melindungm mukosalambung dari cedera meknis. Mukus membanTu melindungi dinding lalbung dari pencernan sendiri karena pepsin dihambat apabila berkontAk dengan lapisan mukus yang membungkuS dinding lamcung. Karena bersifat alkalis, mukus juga membantu melindungi lembunG dari cedera asam dengan mentralisqsi HCl yang terdaqat di dekat mukosa lambung. SekrEsi Faktor Intsinsik

FaKtor intrinsik, suatu produk sekretorik sel parietal selain HCl, penting dalam penyerapan vitamin B12, yang hanya dapat diserap ji+a(berikatan dengan faktor tersebut. Penyerapan vita-in B

B12 dilaksanakan oleh meKa~isme transportasi khusus(di bagian akhir ileum.0Vitamin B12 esensial entuk pembentukan eritrosit (sel darah merah) yang normal. Apaila t)dak terdapat faktor intrinsik, vipamin B12 tidak dapat diserar, sehingga rroduksi eritrosit terganggu. !nemia pernisiosa.5

Seoresi gastrin MSel-sel endokrin khusus, sel G,!yang terletak di LKP lambung, mensekresian gastrin0ke dalam darah(apabila mendapat rangsangan yang sesuai. Setelah diangkut dalam darah kembali ke mukosa oksintik, gastrin mezangsang sel utaia dan sel parietal, sehingga terjadi eningkatan$sekresi getah lambung yang sangat asam. Gastrin juga bers)fat trofik (mendorong pertumbuhan) mukosa lambung dan usus halus, Sehingga keduanya dapat mempertahankan kemampuan sekresy mereka.

Fase sekresi lambung

Kecepatan Sekresi lambung dapat eipengaruhm oleh vakdor%fqktor yang timbul sebelum mencapaY lamun (fase segalik), faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di da|am lambung (fase lambung), da. faktor-faktor di duOdenum setela makanan meninggalkan lambung (fase usus).8 Nase sefalik

Fase sefalik mengacu pcda peningkatan sekresi HCl dal pepsinogen yang terjadi secara feedfmrwa2d sebagai respons terhadap rangsangan yang bekerja pada kepala (rongga mulut `an fabing). BerpIkir mengenai, mencicipi, menunyah, membaui, dan menelan makanan meningkatkan smkresi lambung melalui aktivitas saraf vagus dengan dua cara. Pertama, stimulasi pleksus intrinsik oleh vagus mendorong sekresi HCl dan pepsinogen oleh sel sekretorik. Kedua, stimulsi DKP oleh vagus menyebabkan pengeluaran gastrin, yang kemudian semakin meningkatkan sekresi HCl dan pepsinogen.Fase Lambung

Fase lambung terjadi sewaktu makanan sudah ada di dalam lambung. Rangsangan yang bekerja pada lambung, yaitu protein, peregangan, kafein, atau alkohol, meningkatkan sekresi lambung melalui jalur-jalur eferen yang saling tumpang tindih. Sebagai contoh, keberadaan protein di lambung, yang merupakan stimulus terkuat, memulai refleks pendek lokal di pleksus saraf intrinsik untuk merangsang sel sekretorik. Selain itu, protein memulai refleks panjang, sehingga serat saraf vagus ekstrinsik ke lambung diaktifkan. Aktivitas vagus lebih lanjut meningkatkan stimulasi saraf intrinsik pada sel-sel sekretorik dan memicu pengeluaran gastrin. Protein juga secara langsung merangsang pengeluaran gastrin. Gastrin, pada gilirannya, adalah perangsang kuat bagi sekresi HCl dan pepsinogen lebih lanjut. Melalui jalu-jalur yang sinergistik dan tumpang tindih tersebut, protein menginduksi sekresi getah lambung yang sangat asam dan kaya-pepsin, yng melanjutkan pencernaan protein yang yang pertama kali dimulai oleh proses tersebut.

Apabila lambung teregang oleh makanan kaya-protein yang perlu dicerna, respons sekretorik

ini sesuai. Kafein, dan dengan tingkat yang lebih rendah, alkohol juga merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam, walaupun tidak ada makanan. Asam yang tidak perlu ini dapat mengiritasi dinding lambung dan duodenum. Karena itu, pengidap tukak atau hiperasiditas lambung harus menghindari minuman berkafein atau beralkohol.

Fase usus

Fase usus memiliki komponen eksitatorik dan inhibitorik. Untuk tingkat yang terbatas,keberadaan produk-produk pencernaan protein di duodenum merangsang sekresi lambung lebih lanjut dengan memicu pengeluaran gastrin usus yang dibawa oleh darah ke lambung. Produk tersebut adalah komponen eksitatorik fase usus sekresi lambung. Namun, komponen inhibitorik fase usus sekresi lambung lebih dominan dibandingkan dengan komponen eksitatorik. Komponen inhibitorik penting dalam membantu menghentikan aliran getah lambung sewaktu kimus mulai mengalir ke usus halus.

Ketika makanan secara bertahap berpindah ke dalam duodenum, rangsangan utama bagi meningkatkan sekresi lambung yaitu adanya protein di duodenum menghilang. Setelah makanan meninggalkan lambung dan getah lambung menumpuk sampai menyebabkan pH lambung turun sangat rendah, sekresi lambung dihambat karena tingginya konsentrasi H+ langsung menghambat DKP mengeluarkan gastrin. Karena sekresi gastrin menurun, rangsangan paling kuat untuk sekresi lambung juga berkurang. Rangsangan yanng sama dengan yang menghambat motilitas lambung (lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan duodenum yang disebabkan oleh pengosongan lambung) juga menghambat sekresi lambung. Refleks enterogastron menekan sel-sel sekretorik lambung sementara secara bersamaan mereka juga mengurangi eksitabilitas sel otot polos lambung. Respons inhibitorik itu adalah komponen inhibitorik pada fase usus lambung.

Enzim pada Pencernaan

Enzim pencernaan sudah mulai bekerja dari saat makanan masuk ke dalam mulut sampai makanan masuk ke dalam lambung, usus halus dan usus besar. Enzim berguna untuk memecah makanan menjadi bagian yang lebih kecil. Bagian yang lebih kecil inilah yang akan diserap melalui dinding usus. Secara umum enzim memiliki sifat bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya.10 Terdapat tiga hormon pencernaan yang utama adalah gastrin dari mukosa lambung serta sekretin dan koleisitokinin dari mukosa duodenum. Masing-masing hormon ini melakukan banyak fungsi yang saling berkaitan, yaitu gastrin dibebaskan terutama sebagai respons terhadap adanya produk protein di lambung, dan efeknya adalah meningkatkan pencernaan protein, pergerakan bahan melalui saluran cerna, dan pemeliharaan integritas mukosa lambung dan usus halus. Sekretin dibebaskan terutama sebagai respon terhadap keberadaan asam di duodenum serta memilihara integritas pankreas eksokrin. Kolesitokinin terutama dibebaskan sebagai respons terhadap adanya produk lemak di duodenum, dan efeknya mengoptimalkan kondisi untuk perncernaan lemak dan nutrien lain serta untuk mempertahankan integritas pankreas eksokrin.11

Saat berada di lambung, kimus akan berhadapan dengan suasana yang asam. Hal ini disebabkan oleh karena adanya sekresi asam klorida dari sel parietal sebagai respon terhadap eksistensi kimus. Tingkat keasaman yang tinggi ini sebenarnya juga berfungsi pada denaturasi dari polipeptida yaitu dengan jalan menguraikan struktur tersier dengan memotong ikatan hidrogen didalamnya. Selain itu tingkat keasaman yang tinggi bersama lisozim dari saliva dapat menghancurkan sebagian besar mikroorganisme yang masuk ke gastro-intestinal track. Selain sel parietal, terdapat pula sel chief dan sel leher mukus pada dinding mukosa lambung. Sel chief berfungsi untuk menghasilkan pepsinogen, suatu zymogen yang bila aktif akan memecah protein menjadi proteosa dan pepton. Pepsinogen ini menjadi aktif dengan bantuan asam klorida yang dihasilkan sel parietal tadi. Pepsin ini spesifik bekerja dengan memutuskan ikatan peptida pada asam amino aromatik ataupun asam amino dikarboksilat. Renin merupakan suatu enzim yang hanya terdapat pada lambung bayi. Renin berfungsi menggumpalkan kasein yang ada pada susu sehingga tidak mengalir dengan cepat keluar dari lambung. Kasein susu yang berkontak dengan kalsium pada renin akan bereaksi membentuk kalsium parakaseinat yang bila berkontak dengan pepsin dapat pecah kembali. Pada lambung juga ditemukan lipase. Lipase berfungsi untuk menghidrolisis tri-gliaserol rantai pendek dan rantai sedang. Namun fungsi lipolitiknya pada lambung tidak terjadi karena pH optimalnya 7,5 tidak sesuai dengan pH lambung.10,11

KesimpulanSesuai skenario, seorang perempuan usia 19 tahun yang mengalami nyeri pada ulu hatinya karena sering terlambat makan terjadi karena asam lambung yang meningkat yang dapat mengiritasi dinding mukosa dari lambungnya. Selain itu, dalam keadaan rasa lapar gerakan peristaltic tetap terjadi meskipun tidak ada kimus sehingga juga dapat mengiritasi dinding lambung perempuan tersebut.Daftar Pustaka

1. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006:101-9

2. Pearce, Evelyn. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia; 2009.

3. Urban, Fischer. Sobotta; Atlas of human anatomy. Edisi ke-15. Jerman: Elsevier; 2011.4. Oman K. Biologi. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama; 2009.h.106-8.5. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC; 2003.h.266-76. Fawcett, Bloom. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktern ECG; 2009.h.255-97.7. Junqueira, C.Luiz, Carneiro Jose. Histologi dasar. Edisi ke-10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h. 151-134,200-181.8. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. 9. Hall, C. Guyton. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-12. Singapura: Saunders Elsevier; 2014.h.583-639.10. Lehninger. Dasar-dasar biokimia. Jakarta: Erlangga; 2006.h.223-31.

11. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010: 116-28.