makalah pbl blok 24 - abses mammae sinistra.doc

Upload: roykedona-lisa-trixie

Post on 05-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Abses Mammae SinistraRoykedona Lisa TriksiMahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Pendahuluan Pada saat ini penyakit peradangan payudara sangat merajala rela pada kalangan wanita khususnya pada wanita yang baru pertama kali hamil. Penyakit yang menyerang payudara ternyata tak hanya kanker payudara saja. Ada penyakit lain yang tak kalah berbahayanya yaitu abses mammae. Abses mammae ini biasanya diderita oleh ibu yang baru melahirkan dan menyusui. Radang ini terjadi karena si ibu tidak menyusui atau puting payudaranya lecet karena menyusui. Kondisi ini bisa terjadi pada satu atau kedua payudara sekaligus. Abses mammae merupakan istilah medis untuk peradangan payudara. Abses ini biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami abses mammae pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Abses mammae merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah untuk kambuh. Peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya berkisar di antara 40-50 persen. Sesuai dengan skenario, seorang perempuan 28 tahun dengan payudara kiri dirasa membengkak, terasa sakit disertai demam sejak 1 minggu yang lalu. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang abses mammae mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.

Alamat korespondensi: Roykedona Lisa Triksi (102011207)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email : [email protected] yaitu suatu proses wawancara dua arah antara dokter dengan pasiennya untuk mendapatkan informasi mengenai keluhan yang membuatnya datang ke dokter. Anamnesis bisa dilakukan secara autoanamnesis (langsung) ataupun alloanamnesis (tidak langsung). Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat. Penyakit pada payudara bisa menimbulkan keluhan benjolan nyeri, ruam, sekret dari puting, atau gejala sistemik (misalnya demam pada abses payudara atau penurunan berat badan dan nyeri punggung pada kanker payudara metastatik). 1Anamnesis yang bisa ditanyakan: 1a. Keluhan Utama: Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan payudara kiri yang membengkak dan terasa nyeri.b. Riwayat penyakit sekarang: Kita menanyakan keluhan di payudara dan sekitar ketiak. Ada tidaknya benjolan di payudara, apakah membesar atau tidak dan bila membesar bagaimana kecepatan tumbuhnya serta adakah rasa sakit di ketiak. Rasa sakit nyeri atau berhubungan dengan menstruasi. Cairan keluar dari puting, berdarah atau tidak. Puting retraksi, meninggi, atau melipat. Perubahan kulit di payudara, borok atau ulserasi.c. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien dan keluarganya; apakah klien dahulu pernah menderita sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas tinggi. Apakah sebelumnya pernah melakukan biopsi atau operasi, mamografi, radioterapi, atau mamoterapi payudara , apakah sekarang mengkonsusmsi obat-obatan, hormon, termasuk pil KB dan sudah berapa lama.d. Riwayat reproduksi: kapan haid terakhir, usia menarche, frekuensi dan lama menstruasi, teratur atau tidak. Jumlah kehamilan, anak laki-laki atau perempuan, riwayat abortus. Riwayat menyusui, lamanya menyusui. Usia menopause, sudah berapa lama menopause. Cara KB yang dipakai, apakah pil KB / injeksi / IUD / kondom / cara sistem kalender.e. Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti klien saat ini atau sehubungan dengan penyakit kanker lain (Ca ovarium, Ca rekti, sarkoma jaringan lunak).PemeriksaanDiagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium). 1. Pemeriksaan FisikDari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan keterangan yang menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-tanda vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Sangat penting pada saat pemeriksaan supaya penderita dalam keadaan senyaman mungkin, kita jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, tangan pemeriksa dan kamar dalam keadaan hangat dengan kamar periksa mempunyai pennerangan yang cukup. Bila dokter pria, saat melakukan pemeriksaan sebaiknya ditemani paramedis wanita.2a. Inspeksi: penderita diminta untuk membuka pakaian sampai pingang. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi penderita duduk menghadap dokter dengan kedua lengan penderita di samping tubuh dan di pinggang. Perhatikan apakah kedua payudara simetris, bentuk dan kontur. Dilihat adakah nodul pada kulit, lokasi, warna dan jumlahnya. Adakah perubahan warna, luka atau borok. Adakah pembengkakan pada kulit atau kulit yang tertarik (dimpling). Adakah nipple discharge atau keluar cairan dari papilla mammae. Axila juga diinspeksi untuk melihat ada tidaknya pembengkakan akibat pembesaran limfonodi karena tumor atau karena infeksi, ditandai dengan adanya perubahan warna kemerahan.2b. Palpasi: Prosedur yang direkomendasikan yaitu pemeriksaan dimulai dari lateral atas dari tiap payudara, melingkar searah jarum jam ke arah dalam sampai ketengah, dilakukan dengan tekanan yang ringan. Bila pemeriksa mencurigai adanya discharge dari puting, maka cara untuk menemukannya adalah dengan melakukan pijatan pada payudara ke arah puting secara lembut. Dengan demikian bila ada discharge akan dapat diketahui dan dari duktus mana discharge tersebut berasal. Bila ditemukan suatu discharge yang hemoragis maka perlu dilakukan pemeriksaan sitologis dengan menampungnya pada preparat dan difiksasi.2

gambar 1. Palpasi payudaraPemeriksaan PenunjangPada penderita abses biasanya dianjurkan untuk melakukan 3 pemeriksaan, yaitu:1) Pemeriksaan darah:- Peningkatan jumlah sel darah putih. 2) Mammografi: pemeriksaan payudara menggunakan sinar X yang dapat memperlihatkan kelainan pada payudara dalam bentuk terkecil yaitu mikrokalsifikasi. Mikrokalsifikasi adalah deposit-deposit kecil kalsium dalam jaringan payudara yang terlihat sebagai titik-titik kecil putih di sekitar jaringan payudara. Mikrokalsifikasi yang dicurigai sebagai tanda kanker adalah titik-titik yang sangat kecil, dan berkumpul dalam suatu kelompok (cluster). Massa yang tampak pada mammogram dapat disebabkan oleh kanker atau bukan kanker, tetapi untuk memastikan biasanya dilakukan biopsi. Massa yang tampak dapat berupa massa padat atau kistik (berongga dan berisi cairan).33) USG payudara: pemeriksaan payudara menggunakan gelombang suara. USG dapat membedakan benjolan berupa tumor padat atau kista. USG biasa digunakan untuk mengevaluasi masalah payudara yang tampak pada mammogram dan lebih direkomendasikan pada wanita usia muda (di bawah 30 tahun). Pemeriksaan USG saja tanpa mammografi tidak direkomendasikan untuk deteksi kanker payudara. Tetapi dengan kombinasi USG dan mammografi, kelainan pada payudara dapat ditentukan dengan lebih akurat. USG saat ini cukup banyak dilakukan karena tidak bersifat invasif dan tidak semahal pemeriksaan lainnya. Tetapi, efektifitas pemeriksaan USG sangat tergantung dari pengalaman dan keahlian operator.Ternyata untuk melakukan USG ataupun Mamografi tidak dapat dilakukan kapan saja, karena waktu yang tepat untuk melakukan USG dan Mamografi adalah :3 Sebaiknya dilakukan dalam keadaan sedang tidak menstruasi Bagi wanita usia reproduksi sebaiknya dilakukan pada hari 1 -14 dari siklus haid atau 2 minggu sebelum haid yang akan datang, Jangan melakukan mamografi 1 minggu sebelum haid karena pada saat ini payudara agak bengkak dan kadang-kadang ada rasa sakit Bagi wanita usai nonproduktif (menopause) dapat dilakukan kapan sajaMemang tidak ada persyaratan khusus sebelum melakukan pemeriksaan tapi ada hal yang harus dipersiapkan yaitu, Jangan menggunakan deodorant, bedak badan atau lotion pada payudara dan ketiak satu hari sebelum dilakukan pemeriksaan dan hingga pemeriksaan.

Gambar 2. Hasil USG Abses Mammae

Gambar 3. MammografiDiagnosisProses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untuk menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenis penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).4I. Differential DiagnosisDifferential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:

a. Mastitis SinistraMastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis purpuralis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. 3Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan.3Selain pembesaran berat, precursor tanda dan gejala mastitis biasanya tidak ada sebelum akhir minggu pertama pasca partum. Setelah masa itu, wanita mungkin mengalami gejala-gejala berikut: Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi menyusu. Gejala seperti flu : nyeri otot, sakit kepala, keputihan. Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara. Tanda dan gejala actual mastitis meliputi : Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40oC. Peningkatan kecepatan nadi, menggigil, malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras, kemerahan dengan batas jelas. Biasanya hanya satu payudara, terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asi. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak. 3

Gambar 4. Area Mastitis gambar 5. Mastitis

I. Working DiagnosisWorking Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dan hasil dari pemeriksaan fisik serta penunjang, dapat ditarik kesimpulan kalau pasien tersebut menderita abses mammae sinistra.Abses payudara adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.5

Gambar 6. Abses MamaeEtiologiInfeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah. Abses payudara bisa terjadi disekitar puting, bisa juga diseluruh payudara.6EpidemiologiAbses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.7PatofisiologiLuka atau lesi pada puting menyebabkan terjadinya peradangan sehingga organisme masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi) mengakibatkan pengeluaran susu terhambat padahal produksi susu normal. Akibatnya terjadi penyumbatan duktus dan bentuk abses. Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan. Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.3Manifestasi klinik Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya : 31. Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan).2. Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.3. Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.4. Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)5. Gatal-gatal6. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena.PenatalaksanaanAdapun penanganan untuk abses diantaranya adalah :5a) Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikelaurkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.b) Suatu abses tidak memliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotic biasanya sia-sia. Antibiotic bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotic juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.c) Dapat diberikan parasetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan.d) Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15 20 menit, 4 kali/hari.e) Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena untuk mencegah pembengkakan payudara.Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya asetaminofen atau ibuprofen) karena kedua obat tersebut aman diberikan untuk ibu menyusui dan bayinya.Pencegahan1. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui.2. Setelah menyusui, puting susu diolesi kembali dengan ASI dan biarkan kering dengan sendirinya (dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D) 3. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara 4. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan 5. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya 6. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting susu. 7. Minum banyak cairan 8. Menjaga kebersihan puting susu 9. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui

Komplikasi Cacat payudara Mengalami kesulitan dalam pemberian ASI Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk sepsis Nyeri payudara yang kronis Pembentukan jaringan parut pada jaringan payudara

PrognosisPasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Namun pada abses mammae, kekambuhan sering ditemukan.

KesimpulanHipotesis diterima. Wanita berusia 28 tahun tersebut menderita abses mammae. Diagnosis ditentukan dengan dilihat dari gejala klinis pasien dimana terdapat peradangan pada payudara. Abses mammae merupakan mastitis yang tidak mendapat penanganan yang baik sehingga terjadi abses. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah komplikasi buruk terjadinya abses pada payudara. Dengan pengobatan yang baik, prognosisnya juga akan baik.

Daftar Pustaka1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 34.2. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta: EGC; 2004.h. 177-88.3. Morgan G, Hamilton C. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2009.h. 238-41.4. Nelson WE, Behrman ER, Kliegman R, Arvin MA. Nelson ilmu kesehatan anak. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2012.h.1658-63, 1455-8.5. Bahiyatum. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakarta: EGC; 2009.h. 29-38.6. Taber BZ. Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2007.h. 98-103.7. Benson RC, Pernol ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2009.h. 488-90.

7