makalah pbl 20

35
Sindroma Uremia Ecausa Gagal Ginjal Kronik Pendahuluan Ginjal merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi vital bagi manusia. Ginjal merupakan organ ekskresi yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Pada manusia normal, terdapat sepasang ginjal yang terletak dibelakang perut, atau abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc fitrat glomerular per menitnya. Laju glomerular inilah yang sering dipakai untuk melakukan tes terhdap fungsi ginjal. Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih 1

Upload: sean-dawson

Post on 24-Oct-2015

99 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Sindroma Uremia Ecausa Gagal Ginjal Kronik

PendahuluanGinjal merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi vital bagi manusia. Ginjal

merupakan organ ekskresi yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal

berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air

dalam bentuk urin. Pada manusia normal, terdapat sepasang ginjal yang terletak dibelakang

perut, atau abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan

limpa.

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat

sekitar 150 gram. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2

liter per menit, menghasilkan 125 cc fitrat glomerular per menitnya. Laju glomerular inilah yang

sering dipakai untuk melakukan tes terhdap fungsi ginjal.

Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan

pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium

dan kalium didalam darah atau produksi urine.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau

terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih

sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

Skenario

Tn T, 60 tahun, datang diantar keluarganya dengan keluhan sesak nafas memberat sejak 6

jam yang lalu. Keluarga mengatakan pasien mulai merasa sesak sejak 2 hari lalu. Muntah 4x, 1

hari lalu. Pasien saat ini tampak bingung. Riwayat kencing manis dan darah tinggi diketahui

sejak 25 tahun lalu, tidak teratur minum obat. Kaki pasien juga dirasa bengkak sejak 3 hari lalu.

PF: TB: 170cm, BB:70kg, keadaan umum:tampak sakit berat, TD: 140/90 mmHg,

N:90x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 37,2 C,

1

thorak: cor: BJI-II murni regular, pulmo : SN ves Rh -/-, Wh -/- , abdomen: bising usus (+)

normal, nyeri tekan (-), ekstremitas: edema -/-.

Lab: Hb: 8g/dL, L: 7900 /uL, T: 334.000/uL, Ht:26%, Kreatinin serum: 4,2, Ureum serum:

79, GDS: 210mg/dL,

Isi

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mendapatkan diagnosa yang tepat adalah

melakukan anamnesa kepada pasien

A. Anamnesis.1

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat

dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang

tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis.

Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam

medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri.

Jika kita mencurigai adanya sesak, muntah, udem serta riwayat hipertensi dan diabetes

sejak 25 tahun lalu yang merupakan gejala klinis pada penyakit ginjal kronik terutama pada

pasien usia lanjut, hendaklah kita lakukan anamnesis dengan baik. Diantaranya kita dapat

melakukan anamnesis sebagai berikut.

a. Identitas pasien (Nama, Usia, Pekerjaan, dll).

b. Keluhan Utama

Sesak Nafas: sejak kapan? Apa disertai dengan nyeri pada dada? Apa ada

batuk? Kambuhnya kapan? (pagi/siang/malam).

Muntah

Adakah keluhan lain? Seperti bengkak di mata atau bagian tubuh lain?

c. Riwayat penyakit sekarang

Selain rasa nyeri pada dada, apa ada nyeri dibagian lain? Seperti nyeri di perut?

Adakah nyeri di punggung anda? Tempat, onset, sifat, penjalaran, dan gejala

penyerta.

2

Adakah kesulitan saat berkemih? Seperti rasa nyeri (dysuria) atau

ketidakpuasaan berkemih?

Sejak kapan? Berapa kali berkemih dalam satu hari?

Apakah sering terbangun saat malam untuk berkemih (nokturia)? Apakah sering

merasa saat ingin ke toilet, dan melakukannya segera? (urgensi).

Saat berkemih, adakah warna merah pada urin?

Apakah disertai dengan kolik?

Sudah minum obat belum?

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pernah seperti ini sebelumnya?

Apakah anda punya penyakit darah tinggi/hipertensi? Sejak kapan?

Apakah sebelumnya bapak punya gangguan pada ginjal? Seperti sulit

berkemih? Sejak kapan?

Apakah anda punya penyakit diabetes sebelumnya? Sejak kapan?

Apakah dulu sampai pernah dirawat dirumah sakit?

e. Riwayat penyakit Keluarga

Apakah ada keluarga yang mengalami masalah yang sama? Apakah ada

kelainan familial yang diwariskan (penyakit ginjal polikistik, kanker kandung

kemih)?

f. Riwayat penyakit sosial

Apakah anda merokok? Berapa batang sehari? Sudah berapa lama merokok?

Apakah anda minum alkohol? Berapa banyak anda minum alkohol dalam

seminggu?

Sebelumnya apa anda bekerja dengan zat pewarna, kimia atau industri karet?

g. Tinjauan sistem organ.1,2

Apakah beberapa hari ini, anda merasa sakit atau muntah? Apakah ada darah

pada muntahan anda?

Bagaimana nafsu makan anda? Adakah kringat malam? Adakah demam baru-

baru ini?

3

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa. Lakukan

pengamatan berupa : keadaan umum; pemeriksaan kesadaran (sadar, apatis, somnolen); tanda

kegawatdaruratan berupa sesak napas, muntah, udem kaki, anemis; serta tidak lupa juga untuk

memeriksa tanda – tanda vital terlebih dahulu seperti suhu tubuhnya, tekanan darah, frekuensi

napas, serta berat badannya lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Sebelum melakukan

pemeriksaan fisik, tanyakan bersedia atau tidak. Pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi, palpasi,

perkusi, auskultasi.

Inspeksi

Dilihar dari keadaan umum atau tingkat kesadaran pasien. Apakah ada udem pada wajah

atau ekstremitas. Kemudian lihat pada bagian dada dan abdomennya, warna kulit, adakah

lesi?

Lihat bagian thoraks, bentuk thoraks anterior maupun posterior, lihat/perhatikan

pergerakan dadanya saat statis dan dinamis (saat bernafas), lihat keadaan sela iganya

(apakah mencekung/retraksi atau mencembung atau normal).

Lihat bagian abdomennya, bentuk abdomennya (datar,membuncit), simetris atau tidak.

Lihat warna kulit, adakah lesi, adakah jenis bekas lesi. Adakah benjolan pada perut,

adakah pulsasi ataupun peristaltik yang terlihat pada dinding abdomen.

Palpasi

Untuk menentukan adanya pembesaran ginjal dengan Metode bimanual, menekan secara

bersamaan dengan tangan posterior dan anterior saat pasien inspirasi. Serta dengan

melakukan pemeriksaan balotement, menghentakkan ginjal dengan tangan posterior dan

merasakan pantulan ginjal pada pantulan anterior saat pasien inspirasi.

Perkusi

Melakukan pemeriksaan nyeri ketuk CVA (costovertebra angle) kanan kiri dengan

meletakkan tangan kiri diatas CVA sebagai alas lalu ketuk dengan menggunakan tangan

kanan yang dikepalkan diatas tangan kiri tersebut.

Auskultasi.1,2

4

Dilakukan di masing-masing kuadran serta CVA untuk mendengarkan ada tidaknya

bising/peristaltik usus, maupun Bruit.

Lesi katup jantung meningkatkan kecurigaangomerulonefritis yang terkait dengan

endokarditis infektif. Bruit perifer atau tidak terabanya nadi perifer menandakan penyakit

vaskular dan pasien yang seperti ini beresiko mengalami stenosis arteri renalis, yang

dapat menimbulkan bruit arteri renalis.

C. Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis

analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urine.

Evaluasi Fungsi Ginjal

Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum

dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresioleh ginjal. Kreatinin

adalah hasil perombakan keratin, semacam senyawa berisin i t rogen yang te ru tama ada

da lam o to t

Pemeriksaan Radiologis.

USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal,

misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto polos abdomen.

Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke

arah gagal ginjal kronik.

Biopsi Ginjal.3,4

Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringanginjal

lalu dianalisa. Biopsi ginjal diperlukan bila pasien direncanakan untuk   program

transplantasi ginjal.

5

D. Diagnosis

Working Diagnosis

D1. Gagal ginjal kronik derajat 4.3,5

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara

bertahap Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan

lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada

kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat

lamban dan menunggu beberapa tahun.

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi

renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah). Penyakit ini sering terjadi tanpa disadari oleh pasien.

Gambaran klinis gagal ginjal kronik meliputi a) sesuai dengan penyakit yang mendasari

seperti diabetes melitus. Infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi,

lupus eritematosus sistemik, dll. B) sindroma uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,

mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,

perikarditis, kejang-kejang, sampai koma. C) gejala komplikasinya antara lain hipertensi,

anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, klorida)

Kalsifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockkcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 - umur) X berat badan *

72 X kreatinin plasma (mg/dl)

(pada wanita dikalikan 0,85)

= (140 – 60) X 70 = 18,5

72 X 4,2

6

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Derajat Penjelasan LFG

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

Gagal ginjal

90

60 – 89

30 – 59

15 – 29

<15

Differential Diagnosis

D2. Gagal Ginjal Akut.3

Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin

serum >= 0.3 mg/dl, presentasi kenaikan kreatinin serum >= 50% (1.5 x kenaikan dari nilai

dasar) atau pengurangan produksi urin(oliguria yang tercatat <= 0.5 ml/kg/jam dalam waktu

lebih dari 6 jam).

Criteria di atas memasukan baik nilai absolute maupun nilai presentasi dari perubahan

kreatinin untuk menampung variasi yang berkaitan dengan umur, gender, indeks masa tubuh dan

mengurangi kebutuhan untuk pengukuran nilai basal kreatinin serum dan hanya diperlukan 2 kali

pengukuran dalam 48 jam. Produksi air seni dimasukan sebagai criteria karena mempunyai

prediktif dan mudah diukur. Criteria di atas harus memperhatikan adanya obstruksi saluran

kemih dan sebab-sebab oliguria lain yang reversibel. Criteria diatas diterapkan berkaitan dengan

gejala klinik dan pasien sudah mendapat cairan yang cukup. Perjalanan GGA dapat:

1. Sembuh sempurna

2. Penurunan faal ginjal sesuai dengan tahap-tahap GGK (CKD tahap1-4)

3. Eksaserbasi berupa naik turunnya progresivitas GGK tahap 1-4

4. Kerusakan tetap dari ginjal (GGK tahap 5)

7

Diagnosis

Pemeriksaan fisik dan penunjang adalah untuk membedakan GGA pre-renal, renal dan

post-renal. Dalam menegakan diagnosis gangguan ginjal akut perlu diperiksa:

1. Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti ditujukan untuk mencari

sebab gangguan ginjal akut seperti misalnya operasi kardiovaskuler, riwayat infeksi

(infeksi kulit, tenggorokan, saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

2. Membedakan gangguan ginjal akut (GGA) dan gangguan ginjal kronis (GGK) misalnya

anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukan gagal ginjal kronis

3. Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal yaitu kadar

ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada pasien yang dirawat selalu diperiksa

asupan dan keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan adanya kehilangan atau

kelebihan cairan tubuh. Pada gangguan ginjal akut yang berat dengan berkurangnya

fungsi ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema

bahkan sampai terjadi kelebihan air yang berat atau edem paru. Ekskresi asam yang

berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan kompensasi pernapasan

kussumaul. Umumnya manifestasi GGA lebih didominasi oleh faktor-faktor presipitasi

atau penyakit utamanya.

4. Penilai pasien GGA

a. Kadar kreatinin serum. Pada gangguan ginjal akut faal ginjal dinilai dengan

memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin. Kadar serum kreatinin tidak dapat

mengukur secara cepat laju filtrasi glomerulus karena tergantung dari produksi

(otot), distribusi dalam cairan tubuh dan ekskresi oleh ginjal.

b. Kadar cystatin C serum. Walaupun belum diakui secara umum nilai serum

cystatin C dapat menjadi indicator GGA tahap awal yang cukup dapat dipercaya

c. Volum urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik

untuk GGA, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah.

Walaupun demikian, volum urin pada GGA bisa bermacam-macam. GGA pre-

renal biasanya hampir selalu disertai oliguria (< 400 ml/hari) walaupun kadang-

kadang tidak dijumpai oliguria. GGA post renal dan GGA renal dapat ditandai

baik oleh anuria maupun poliuria.

8

d. Kelainan analisis urin

e. Petanda biologis (biomarkers). Syarat petanda biologis GGA adalah mampu

dideteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai dengan kemudahan teknik

pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan untuk secepatnya mendiagnosis

GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal

yang rusak, seperti interleukin 18, enzim tubular, N-asetil-b-glukosamidase,

alamine aminopeptidase, kidney injury molecule I. dalam satu penelitian pada

anak-anak pasca bedah jantung terbuka gelatinase-asociated-lipocalin (NGAL)

terbukti dapat dideteksi 2 jam setelah pembedahan, 24 jam lebih awal dari

kenaikan kadar kreatinin. Dalam masa akan datang, kemungkinan diperlukan

kombinasi dari petanda biologis.

Gambaran klinis GGA.6

GGA dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, antara lain:

A. GGA pre-renal.

Penyebab GGA prerenal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan karena

hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA prerenal integritas

jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila faktor

penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka

akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemik. Keadaan ini

dapat timbul sebagai akibat bermacam-macam penyakit. Pada kondisi ini, fungsi otoregulasi

ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi

intrarenal. Dalam keadaan normal, aliran darah ginjal dan LFG relative konstan, diatur oleh

mekanisme yag disebut otoregulasi,. GGA prerenal karena hipovolemia, penurunan volum

efektif intravaskuler seperti pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan

hemodinamik intrarenal seperti pada pemakaian antiinflamasi non-steroid, obat yang

menghambat angiotensin dan pada tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor

kardiovaskuler yang selanjutnya mengaktivasi system saraf simpatis, system rennin-

angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endotelin-1 (ET-1), yang

9

merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta

perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan

aliran darah ginjal dan LFG dengan vasodilatasi arteriol aferen yang dipengaruhi oleh

refleks miogenik serta prostagladin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol

aferen yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II (A-II) dan ET-I. mekanisme ini

bertujuan untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat

(tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka

mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu, dimana arteriol aferen mengalam

vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan peningkatan reabsorpsi Na+ dan air.

Keadaan ini disebut prerenal atau GGA fungsional dimana, belum terjadi kerusakan

strukturan dari ginjal. Penanganan terhadap penyebab hipoperfusi ini akan memperbaiki

homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginajl bisa dipengaruhi

beberapa obat sepert ACE/ARB, NSAID, terutama pada pasien di atas 60 tahun dengan

kadar serum kreatinin mg/dL sehingga dapat terjadi GGA prerenal. Proses ini lebih mudah

terjadi pada kondisi hiponatermi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu

diingat bahwa pada pasien usia lanjut dpaat timbul keadaan yang merupakan risiko GGA

prerenal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal

polikistik dan nefrosklerosis internal.

B. GGA renal.

GGA renal yang disebabkan oleh kelainan vaskuler seperti vaskulitis, hipertensi

maligna, glomerulusnefritis akut. Nekrosis tubular akut dapat disebabkan oleh berbagai

sebab seperti penyakit tropic, gigitan ular, trauma (bencana alam, peperangan), toksin

lingkungan dan zat nefrotoxic. Di rumah sakit (35-50% di ICU) NTA terutama karena

sepsis. Selain itu pasca operasi dapat terjadi NTA pada 20-25% hal ini disebabkan adanya

penyakit sepeti hipertensi, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus,

ikterus dan usia lanjut, jenis operasi yang berat seperti transplantasi hati, transplantasi

jantung. Dari golongan zat-zat nefrotoxic perlu dipikirkan nefropati karena zat radiokontras,

obat-obatan sepeti anti jamur, antivirus dan antineoplastik. Meluasnya pemakaian narkoba

juga meningkatkan kemungkinan NTA. Kelainan yang terjadi pada NTA melibatkan

komponen vaskuler dan tubuler misalnya:

10

Kelainan vaskuler. Pada NTA terjadi: 1) Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol aferen

glomerulus yang menyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap substansi-subtansi

vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi; 2) Terjadi peningkatan stress oksidatif yang

menyebabkan kerusakan endotel vaskuler ginjal, yang mengakibatkna pegikatan A-II dan

Et-I serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan NO yang berasal dari endothelial NO

systhase. 3) Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekronis faktor (TNF) dan

interleukin-18 (IL18), yang selanjutnya akan meningkatan ekspresi dari interselular adhesion

molecule-I (ICAM-I) dan P-selectin dari sel endotel, sehingga terjadi peningkatan

perlengketan dari sel-sel radang, terutama sel neutrofil. Keadaan ini akan menyebabkan

peningkatan radikal bebas oksigen. keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama

menyebabkan vasokonstriksi intrasel yang akan menyebabkan penurunan LFG.

Kelainan tubuler. Pada NTA terjadi: 1) Peningkatan Ca2+ intrasel yang menyebabkan

calpain, systolic phospolipase A2, serta kerusakan actin yang akan menyebebkan

cistoskeleton. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan basolateral Na+/K-ATPase yang

selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorpsi Na+ di tubulus proksimal sehingga terjadi

peningkatan pelepasan NaCl ke macula densa. Hal tersebut mengakibatkan umpan balik

tubuloglomerular; 2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO systhase, caspase dan

mettaloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis adan

apoptosis sel; 3) Obstruksi tubulus. Mikrovilli tubulus proksimal yang terlepas bersama

debris seluler akan membentuk substrat yang akan menyumbat tubulus. Di tubulus, dalam

hal ini pada thick ascending limb diproduksi Tamm-Horsfall Protein (THP) yang

disekresikan ke dalam tubulus ke dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi

bentuk polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adsanya Na+ yang

konsentrasinya meningkat pada tubulus distal. Gel polimetrik THP bersama sel epitel tubuli

ayng terlepas, baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptotic, microvili dan matrix

ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silinder yang menyebabkan obstruksi

tubulus ginjal; 4) Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan

intratubuler masuk kedalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara

bersama-sama akan menyebabkan penurunan LFG. Diduga juga proses iskmeia dan paparan

bahan/obat nefrotoxic dapat merusak glomerulus secara langsung. Pada NTA terdapat

kerusakan glomerulus dan juga tubulus. Kerusakan tubulus dikenal juga dengan nama

11

nekrosis tubular akut (NTA). Tahap NTA adalah tahap inisiasi, tahap kerusakan yang

berlanjut dan tahap penyembuhan. Dari tahap inisiasi ke tahap keruskaan yang berlanjut

terdapat hipoksia dan inflamasi yang sangat Nampak pada kortikomedular junction. Proses

inflamasi memegang peranan penting pada patofisiologi dari GGA yang terjadi karena

iskemia. Sel endotel, lekosit dan sel T berperan penting dari saat awal sampai saat reperfusi.

C. GGA postrenal.

GGA postrenal adalah 10% dari keseluruhan GGA. GGA postrenal karena obstruksi

intrarenal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal karena deposisi Kristal (urat, oksalat,

sulfonamide) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal terjadi pada pelvis

ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada

pelvis dan retoperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,

hipertrofi/keganasan prostat) dan uretra (striktura). GGA postrenal terjadi bila obstruksi akut

terjadi pada uretra, buli-buli, ureter bilateral dan obstruksi pada ureter unilateral dimana

ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut, terjadi

peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini karena

prostaglandin-E2. Pada fase kedua setelah 1,5-2 jam terjadi penurunan aliran darah ginjal di

bawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 ( TxA2) dan A-II. Tekanan pelvis ginjal

tetap meningkat tapi setelah 5 jam mulai meningkat. Fase ketiga atau fase kronik ditandai

oleh aliran darah ginjal yang makin menurun atau penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal

dalam beberapa minggi. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan

setelah 2 minggu tinggi 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator

inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan menyebabkan febriosis interstitial ginjal.

D. Epidemiologi.3

Di Amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap

tahunnya. Di negara-negara berkembang diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk

pertahun.

12

E. Etiologi.3

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)

pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis

(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas,

akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus.

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan

glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti

diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari

pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan

terapi pengganti ginjal seperti dialysis.

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.

Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga

pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang

air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama

tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa

darahnya.

13

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg,

atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi

menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.

F. Patofisiologi.3

Patofisisologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. seperti Diabetes Melitus, dimana akan terjadi hiperglikemia (kadar glukosa

melebihi batas normal) dalam pembuluh darah, sehingga akan terjadi hiperperfusi dan

hiperfiltrasi yang mengakibatkan dilatasi arteri afferen ke glomerulus karena kelebihan

tampungan glukosa. Akibatnya tekanan di glomerulus akan meningkat. Seiring dengan

berjalannya tingkat keparahan penyakit maka glomerulus akan rusak. Hal tsb menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR).

Hiperurisemia juga dapat menjadi faktor risiko dimana terdapat kelebihan kadar asam

urat di darah misalnya pada penderita arthritis Gout. Asam urat ini akan meningkatkan

konsentrasi plasma darah yang difiltrasi ginjal dan mengendap di lumen tubulus, akibatnya

semakin lama akan terjadi penyumbatan, peningkatan tekanan intrarenal, dan akhirnya aliran

darah yang terfiltrasi (GFR) turun serta menimbulkan reaksi inflamasi.

Ada juga faktor risiko hipertensi atau tekanan darah tinggi dimana pembuluh darah dapat

mengalami kerusakan sehingga terjadi penurunan aliran darah untuk difiltrasi glomerulus. Hal ini

akan menyebabkan jatuhnya laju filtrasi (GFR). GFR turun menyebabkan oliguria bahkan anuria.

tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktual dan fungsional nefron yang masih

tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktf seperti sitokin dan

growth factor . hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh pengingkatan

tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya

diikuti dengan penurunan nefron yang progresif. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin

angotensin aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis dan progresifitas tersebut.

14

Pada stadium yang paling dini dimana LFG masih normal atau meningkat, kemudian

perlahan namun pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang dtandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih

belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan

kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,

nonturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Sampai pada

LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan tanda dan gejala uremia yang nyata seperti anemia,

peningkatan tekanan darah, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena

infeksi. Juga akan terjadi gangguan keseimabangan air dan gangguan keseimabnagn elektrolit.

Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal

G. Manifestasi klinis.6

Keparahan tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis bergantung pada bagian dan tingkat

kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasinya dapat bermacam-

macam yaitu :

A.    Manifestasi kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencangkup hipertensi (akibat retensi

cairan dan natrium dari aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron), gagal jantuing

kongestiv, edema pulmoner (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan

pericardial oleh toksin uremik). Gejala dermatologi yang sering terjadi menyangkut rasa gatal

yang parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea dikulit, saat ini jarang

terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.

B.     Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan menyangkut anoreksia, mual, muntah dan

cegukan.

C.     Perubahan neuromuscular mencangkup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu

berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.

15

D.    Manifestasi kelainan kulit pada penderita gagal ginjal kronis

1.      Perubahan kulit secara umum

1.1. Kulit kering (xerosis)

Gagal ginjal dapat menyebabkan perubahan pada kelenjar keringat dan kelenjar minyak

yang menyebabkan kulit menjadi kering. Kondisi kulit kering ini dapat juga disebabkan dari

perubahan metabolisme vitamin A pada gagal ginjal kronik, yang saling berkaitan dengan

perubahan volume cairan dari pasien yang menjalani dialisis. Kulit kering akan menyebabkan

infeksi dan apabila terluka akan membuat proses penyembuhannya menjadi lebih lambat.

Selain itu kulit kering dapat juga menjadi penyebab gatal – gatal (pruritus).

1.2. Perubahan warna kulit

Perubahan yang terjadi pada kulit yaitu kulit berwarna pucat akibat anemia dan seringkali

memperlihatkan warna kuning keabu-abuan karena penimbunan karotenoid dan pigmen urine

(terutama urokrom) pada dermis. Pigmen urokrom yang biasanya pada ginjal yang sehat

dapat dibuang namun pada penderita gagal ginjal kronik dan terminal menumpuk pada kulit

sehingga kulit penderita menjadi kuning keabu-abuan.

1.3. Perubahan rambut

Rambut kepala menjadi menipis, mudah rapuh dan berubah warna.

1.4. Perubahan kuku

Kuku menjadi tipis, rapuh, bergerigi, memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan

berselang-seling. Perubahan pada kuku ini merupakan ciri khas kehilangan protein kronik,

biasanya didapatkan pada pasien dengan kadar serum albumin rendah dan akan menghilang

apabila kadar serum kembali normal (garis Muehrcke). Perubahan kuku lainnya adalah ujud

kuku half-and-half, yaitu warna kuku bagian proksimal putih (50 persen) dan bagian distal

berwarna merah muda (50 persen) dengan batas yang tegas. Bentuk kuku Terry (Terry’s

nails) adalah istilah ujud kuku yang digunakan dimana hanya 20 persen bagian distal kuku

yang normal (berwarna merah muda).

16

2.      Pruritus

Pruritus (rasa gatal) dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang membuat penderitanya

mempunyai keinginan untuk menggaruk. Mekanisme dasar pruritus belum dipahami

sepenuhnya, teori terakhir meliputi hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalent-ion,

histamine, sensitisasi alergi, proliferasi (hiperplasi) dari sel mast di kulit, anemia defisiensi

besi, peningkatan vitamin A, xerosis, polineuropati peripheral dan berubahnya sistem saraf,

keterlibatan sistem opioid, sitokin, serum asam empedu, nitrat oksida atau beberapa

kombinasi ini. Beberapa penulis mengemukakan bahwa meningkatnya magnesium dalam

serum, fosfor dan kalsium telah terlibat pada uremic pruritus yang merupakan peranan

penting penyebab pruritus.

3.      Kalsifikasi (calcification)

Kalsifikasi metastatik pada kulit penderita gagal ginjal kronik merupakan hasil dari

hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Peningkatan level hormon paratiroid (PTH) yang

abnormal dapat memicu timbunan kristal kalsium pirofosfat yang terdapat di dermis, lemak

subkutaneus atau dinding arterial. Adakalanya pengapuran pembuluh darah dapat terjadi

trombosis akut, dalam hal ini akan terjadi suatu sindrom yang disebut calciphylaxis.

Trombosis akut yang terjadi diproduksi oleh symmetrical livedo reticularis, kemudian akan

terjadi iskemia dan dengan cepat dapat menjadi hemoragik dan mengalami ulserasi.

4.      Bullous Dermatosis

4.1. Porphyria cutanea tarda (PCT)

Porphyria cutanea tarda disebabkan oleh kekurangan enzim uroporphyrinogen

decarboxylase (UROD). Ketika aktivitas UROD menurun, porphyrin menjadi berlebihan

produksinya. Porphyrin kemudian terakumulasi di hati dan disebarkan dalam plasma menuju

ke berbagai organ. Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, hemodialisa

dapat memudahkan untuk terjadinya penimbunan porphyrin di dalam kulit yang

bermanifestasi di kulit sebagai fotosensitivitas dan bula subepidermal. Gambaran paling

umum dari PCT adalah kerapuhan kulit dari paparan sinar matahari setelah terkena trauma

mekanik, dapat menjadi erosi atau bula, biasanya pada tangan dan lengan bawah dan dapat

juga terjadi pada wajah dan kaki. Hipertrichosis juga sering terdapat di atas temporal dan

17

area wajah tetapi dapat juga meliputi tangan dan kaki. Perubahan warna meliputi melasma

seperti hiperpigmentasi pada wajah.

4.2. Pseudoporphyria

Kondisi ini seringkali tidak dapat dibedakan dari PCT yang ditandai kerapuhan kulit dan

formasi blister (lepuh) pada kulit yang terpapar sinar matahari. Akan tetapi, kejadian

hipertrichosis sedikit ditemukan, dan tingkat plasma porphyrin pada umumnya normal.

Pseudoporphyria dapat juga terjadi pada beberapa pasien yang mendapatkan pengobatan

dengan tetrasiklin, nabumetone, nitroglyserin, asam nalidixic, furosemide, dan fenitoin.

5. Acquired Perforating Dermatoses

Perforating disorders terdiri dari perubahan elemen particular dari jaringan konektif

(contoh, jaringan kolagen atau elastin), dimana terjadi penekanan dari papillary dermis

dengan eliminasi transepitelial. Manifestasi klinisnya adalah timbul papul-papul

hiperkeratotik dalam bentuk papul-papul dome-shaped (berbentuk kubah) dengan pusat yang

keratotik pada tubuh dan ekstremitas bagian ekstensor, seringkali pada distribusi yang linear

(garis lurus).

6. Nephrogenic Fibrosing Dermopathy

Nephrogenic fibrosing dermopathy (NFD) adalah penyakit yang baru-baru ini diuraikan,

penyakit ini menyerupai scleromyxedema. Manifestasi klinisnya adalah kulit pasien secara

progresif akan menjadi eritematous, terjadi sclerotic dermal plaques pada tangan dan kaki,

dengan sedikit manifestasi terjadi pada kepala dan leher. Histopatologi dari NFD menyerupai

scleromyedema, dengan adanya proliferasi fibroblas di dermis dan septa pada subkutaneus

yang dihubungkan dengan peningkatan kolagen septal dan dermal serta musin.

H. Komplikasi.6

Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain:

Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic, kata bolisme dan masukan

diit berlebih

Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung

18

Hipertensi, Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin

angioaldosteron

Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, pendarahan

gasstrointestina akibat iritasi

Penyakit tulang, Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme

vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium

I. Penatalaksanaan.3

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya,

Tabel 2. Rencana Tata Laksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajatnya.3

Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Dilakukan sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal

tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan

pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi

spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi

terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Sangat penting untuk memantau/ melihat kecepatan penurunan LFG pada penyakit

ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed faetors) yang

dapat memperburak keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi

19

traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas

penyakit dasarnya.

Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi

glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik, hipertensi berat, gangguan

elektrolit (hipokalemia). Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini

adalah Pembatasan Asupan Protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada

LFG < 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak

selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6 - 0,8/kg.bb/hari, yang 0,35 - 0,50 gr di antaranya

merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35

kkal/kgBB/hari, Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien.

Tabel 3. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik.3

Terapi farmakologis

Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memperkecil risiko

gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan nefron. Beberapa

obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin

Converting Enzym/ ACE inhibitor).

Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler

adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia,

20

pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan

dan gangguan keseimbangan elektrolit.

Pencegahan dan Terapi terhadap komplikasi

Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi Penyakit ginjal kronik

mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat

penurunan fungsi ginjal yang terjadi.

Terapi penggantian ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,

peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

J. Prognosis.7

Prognosis dari penyakit ginjal kronik, tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi dan

penanganan dini, serta penyakit penyebab. Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya,

hasilnya akan lebih baik.

Beberapa jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes pada

ginjal dapat dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada kebanyakan kasus,

penyakit ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik.

Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung, dapat terjadi

sebelum maupun sesudah gagal ginjal. Pasien gagal ginjal tanpa upaya dialisis akan berakhir

dengan kematian.

Penyebab kematian pada gagal ginjal kronik, terbesar adalah karena komplikasi jantung

(45%), akibat infeksi (15%), komplikasi uremia pada otak (6%), dan keganasan (4%).

21

Kesimpulan

Tn T, 60 tahun, sesak nafas memberat sejak 6 jam yang lalu. sejak 2 hari lalu. Muntah 4x,

1 hari lalu. Pasien saat ini tampak bingung. Riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak 25

tahun lalu, tidak teratur minum obat. Kaki pasien juga dirasa bengkak sejak 3 hari lalu. Karena

menderita gagal ginjal kronik

22

Daftar pustaka

1. Sudiono janti. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta: EGC; 2009.

2. Behrman, kliegman, arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi-15. Jakarta: EGC; 2000.

3. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid Ke-I.

Jakarta: Interna Publishing; 2009.

4. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 45-7.

5. Cowin J. Buku saku patofisiologi edisi III. Jakarta: EGC; 2009.h. 729-30.

6. Sacher RA, Mcpherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Ed 6.

Jakarta: EGC; 2002.h. 453-60.

7. Suwitra K. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Panyakit Dalam FK UI: Jakarta.

-

23