makalah nanopartikel
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
National Science Foundation (NSF) memprediksi bahwa pada
tahun 2015, skala ekonomi nanomedicine mencapai 1 trilyun dollar AS.
Berbagai negara berlomba lomba untuk menangkap peluang ini melalui
kegiatan penelitian dan pengembangan. Dilaporkan bahwa saat ini telah
dikembangkan ratusan jenis bahan untuk keperluan kesehatan di seluruh
dunia dengan memanfaatkan nanoteknologi.
Nanomedicine merupakan aplikasi nanoteknologi di bidang
kesehatan. anoteknologi adalah desain, karakterisasi, sintesis dan aplikasi
struktur, device, dan sistem yang dikontrol pada skala nanometer untuk
menghasilkan sifat atau karakter yang baru.
Konsep nanoteknologi pertama kali dikemukakan oleh fisikawan
Richard Feynman, dia menggambarkan dunia pada level molekul,
diantaranya di wilayah tersebut gaya gravitasi kurang berperan
dibandingkan dengan tegangan permukaan dan gaya Van Der Waals.
1
BAB II
ISI
Perkembangan Nanomedicine
Medical Imaging
Medical imaging adalah teknik atau proses untuk mendapatkan
gambar tubuh khususnya gambar dalam tubuh untuk keperluan medis.
Medical imaging dilakukan diantaranya untuk mengetahui bentuk dan
fungsi organ tubuh, sebaran zat tertentu dan perubahan metabolisme di
dalam tubuh. Saat ini telah dimanfaatkan untuk keperluan ini adalah
positron emission tomography (PET), magnetic resonance imaging (MRI),
ultrasound tomography, nuclear medicine dan computed tomography
(CT). Salah satu tema penting di dalam pengembangan medical imaging
adalah pengembangan contrast agent untuk meningkatkan cakupan dan
kualitas hasil yang didapatkan. Di bidang ini, perkembangan disain
molekul menjanjikan peluang inovasi yang luas. Pada tahun 1970an,
Tatsui Ido dari Brookhaven National Laboratory untuk pertama kali
memperkenalkan senyawa analog glukosa berupa 2-fluoro-2-deoxy-D-
glucose (FDG) yang ke dalamnya diikatkan radioisotop fluor-18 (18F-
FDG). Fluor-18 adalah radioisotop pemancar positron dengan waktu
paruh 110 menit. Pada bulan Agustus 1976 untuk pertama kalinya 18F-
FDG diujicobakan kepada dua orang relawan untuk mendapatkan
gambaran otak manusia berdasarkan metabolisme glukosa. Ketika itu
2
pencitraan masih menggunakan nuclear scanner biasa, belum
menggunakan kamera PET.
Saat ini, seiring dengan kemajuan kamera PET memanfaatkan
coincidence detection, 18F-FDG telah menjadi andalan medical imaging di
beberapa negara untuk mendeteksi kanker secara dini. Deteksi yang
didasarkan pada metabolisme glukosa pada sel kanker ini dapat
mengetahui kanker pada tahap awal, saat metabolisme sel kanker baru
dimulai. Tingkat malignancy (kecepatan pertumbuhan) kanker pun dapat
diketahui dari PET menggunakan 18F-FDG. Medical imaging
menggunakan PET menjanjikan masa depan yang luas. Berbagai macam
metabolisme tubuh dan kelainan di dalamnya diharapkan dapat diperoleh
gambarannya menggunaan kamera PET. Saat ini, selain 18F-FDG, ada
beberapa senyawa dengan biodinamika tertentu terus dikembangkan
untuk memperluas cakupan medical imaging menggunakan PET.
Misalnya, senyawa bertanda 18F-Fluoromisonidazole (18FMISO) untuk
hypoxic tissue visualization dan 11C-flumazenil untuk mendapatkan
sebaran benzodiazepine receptor di dalam tubuh.
Drug Delivery
Salah satu tantangan besar dalam pengobatan adalah bagaimana
cara mengirimkan bahan aktif menuju sasaran secara efektif, tidak
menyebar ke wilayah atau bagian tubuh yang tidak diinginkan.
Penyebaran ini dapat mengakibatkan efek samping pada organ atau
bagian tubuh bukan sasaran. Selain itu, penyebaran ini juga merupakan
3
pemborosan dalam penggunaan bahan aktif, utamanya bahan aktif yang
sulit didapatkan. Ada estimasi bahwa pemborosan akibat penyebaran obat
ke bagian yang tidak perlu ini mencapai 65 milyar dollar AS per tahun.
Pengembangan nanoteknologi diharapkan dapat membuka
peluang inovasi pada drug delivery system. Beberapa inovasi yang
menjanjikan telah berhasil dilahirkan. Misalnya, saat ini sedang
dikembangkan senyawa dan partikel pada ukuran nanometer berbasis
polimer, baik polimer alam, polimer buatan atau kombinasi keduanya.
Termasuk di dalam polimer alam adalah peptida dan antibodi. Reaksi
spesifik peptida dengan reseptornya atau antibodi dengan antigen telah
dimanfaatkan untuk pengembangan drug delivery system. Radiopeptida
111In-DTPA-octreotide yang dikenal dengan nama OctreoScan telah
disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food
and Drug Adminsitrasion, FDA) untuk terapi kanker. Sebagian besar sel
kanker menghasilkan reseptor somatostatin. Namun sayang, somatostatin
yang merupakan salah satu jenis peptida alam ini memiliki umur biologi
yang pendek (2 menit), dalam waktu singkat dia akan dihancurkan oleh
peptidase. Dari penelitian tentang peptida berhasil dikembangkan
beberapa jenis peptida yang memiliki sifat mirip dengan somatostatin
namun tidak dihancurkan oleh tubuh dalam waktu singkat. Peptida peptida
ini dinamakan analog somatostatin. Peptida octreotide merupakan salah
satu peptida analog somatostatin. Peptida ini tersusun dari 8 buah asam
amino yang di dalamnya memiliki disulphide bridge seperti somatostatin.
4
Peptida ini akan bergabung secara spesifik pada reseptor somatostatin
yang banyak dihasilkan oleh beberapa jenis sel kanker. Oleh karenanya,
radiopeptida ini akan bergerak di dalam tubuh dan menempel pada
reseptor somatostatin yang ada di sel kanker. Setelah menempel di sel
kanker, radioisotop indium-111 yang ditempelkan pada senyawa tersebut
melepaskan radiasi pengion yang mematikan sel kanker tersebut.
Dalam rangka pengembangan drug delivery system, Tim peneliti
dari Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST) yang
dikomandani oleh Nobuhiko Yui mengembangkan sebuah molekul unik
yang diberi nama polyrotaxane. Polyrotaxane merupakan salah satu jenis
polimer buatan yang terdiri dari sumbu, gugus melingkar yang dapat berisi
muatan senyawa aktif dan gugus pengunci. Jika molekul tersebut telah
sampai di organ atau bagian tubuh tujuan, ujung sumbu yang merupakan
gugus pengunci dipecah oleh senyawa atau enzim tertentu, sehingga
seluruh muatannya terlepas dan jatuh di tempat yang diharapkan.
Nanoteknologi juga membuka peluang pada implantable delivery
system. Sistem implantasi ini lebih baik dari pada sistem injeksi yang ada
selama ini. Pada sistem injeksi ada yang dinamakan first-order kinetics.
Konsentrasi senyawa aktif di dalam darah naik secara cepat dan setelah
itu menurun secara eksponensial. Pola seperti ini memiliki kelemahan
berupa tingginya konsentrasi pada saat awal yang dapat memberikan efek
samping dan menurun di bawah konsentrasi minimal dalam waktu singkat.
Implantable delivery system menawarkan solusi untuk kedua masalah ini.
5
Pada sistem ini, pelepasan senyawa aktif dapat dilakukan secara
perlahan sehingga konsentrasi senyawa aktif dapat dipertahankan dalam
waktu lebih lama. Sebuah perusahaan bernama Sivida’s BioSilicon
mengembangkan material dengan struktur nano yang menyerupai
kantong berbasis silikon. Kantong tersebut dapat digunakan untuk
menyimpang senyawa aktif yang akan dilepaskan secara perlahan seiring
dengan larutnya gugus yang mengandung silikon.
Radioimmunotherapy
Beberapa saat yang lalu, sediaan radiofarmaka untuk penanganan
kanker melalui metode baru yang dinamakan radioimmunotherapy mulai
disetujui penggunaanya oleh FDA. Persetujuan ini diperoleh setelah
melewati masa penelitian dan pengembangan selama lebih dari 10 tahun.
Radioimmunotherapy adalah metode penanganan kanker dengan
memanfaatkan kombinasi antara terapi radiasi dan immunotherapy. Terapi
radiasi adalah terapi dengan memanfaatkan efek ionisasi dari radiasi
sehingga dapat mematikan sel yang dikenainya. Sedangkan
immunotherapy adalah terapi dengan memanfaatkan mekanisme sistem
kekebalan tubuh. Ada 3 jenis immunotherapy, yaitu immune cell therapy,
vaccine therapy dan antibody therapy. Pada radioimmunotherapy
digunakan immunotherapy jenis terakhir, yaitu memanfaatkan reaksi
spesifik antigen antibodi di dalam sel kanker. Radioisotop diikatkan pada
antibodi untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam tubuh untuk membunuh
sel-sel kanker tersebut. Antibodi tersebut hanya akan terikat pada sel sel
6
kanker karena keberadan antigennya sehingga tidak menyebar ke seluruh
tubuh.
Pada Maret 2002 sebuah sediaan radiofarmaka yang diberi nama
Zevalini yang merupakan antibodi bertanda radioisotop ittrium-90 telah
disetujui oleh FDA untuk digunakan untuk menangani kanker, utamanya
limfoma (kanker kelenjar getah bening). Persetujuan ini membuka babak
baru pada penanganan kanker. Menyusul setelahnya, radiofarmaka
Bexxar yang ditandai dengan radioisotop iodium-131 disetujui
penggunaannya pada bulan Juni 2003. Limfoma terjadi karena
pertumbuhan sel secara tidak terkendali pada lymphocyte.
Selama ini, penyakit ini ditangani dengan kemoterapi, yaitu
membunuh sel kanker dengan zat kimia. Namun, zat kimia tersebut dapat
menyebar ke seluruh tubuh sehingga memberikan efek samping,
utamanya pada bagian tubuh yang mengalami pembelahan sel secara
cepat. Penanganan ini memberikan pula dampak kepada pasien berupa
mual, muntah, nyeri dan lesu. Selain itu, penanganan ini dapat
menyebabkan kerontokan rambut. Metode radioimmunotherapy
menjanjikan solusi terhadap masalah masalah efek samping tersebut. Hal
ini dikarenakan antibodi pembawa radioisotop “si pembunuh sel” tidak
menyebar ke seluruh tubuh, namun terakumulasi di sekitar sel kanker
karena antibodi tersebut bereaksi secara spesifik dengan antigennya. Sel
limfoma telah diketahui menghasilkan antigen yang dinamakan CD20.
Antigen CD20 ini memiliki peran penting dalam proses pembelahan dan
7
diferensisasi sel. Antigen CD20 ini hanya dihasilkan oleh sel-sel limfoma,
sehingga sel sel lain tidak terganggu kinerjanya. Penanganan dengan
anti-CD20 tidak meningkatkan resiko terhadap infeksi dan tidak
mengganggu populasi sel karena sel yang rusak atau mati dapat segera
diganti. Selain itu, antigen ini berada di membran sel sehingga mudah
dijangkau oleh anti-CD20. Peningkatan skala ekonomi nanomedicine
dalam waktu dekat telah terlihat di depan mata. Lembaga litbang swasta
dan pemerintah di berbagai negara telah berpacu untuk menangkap
peluang tersebut. Pemerintah perlu memperhatikan perkembangan
nanomedicine ini dalam menentukan arah litbang nasional di bidang
kesehatan untuk mengoptimalkan sumber daya litbang yang terbatas
NANOPARTIKEL
Nanometer itu adalah satuan ukuran satu per sejuta millimeter atau
satu per semiliar meter. Ibaratnya lebar ukuran rambut yang dibelah
memanjang menjadi 100.000 jurai. Atau lebih jelas lagi, ibarat sebutir pasir
dibandingkan dengan luas lapangan sepak bola. Tetapi bia lapangan
sepakbola itu sendiri ibaratnya hanya seluas satu millimeter persegi.
Penggunaan nanopartikel
1. Terapi kanker
Perkembangan nanoteknologi diharapkan memacu pengembangan
metode baru dalam terapi. Misalnya, ada beberapa bentuk terapi baru
dapat dimungkinkan dengan pemanfaatan nanopartikel. Sebuah tim
peneliti dari Rice University berhasil melakukan ujicoba penanganan
8
kanker menggunakan nanopartikel berukuran sekitar 120 nm untuk
membunuh sel kanker.
Nanopartikel tersebut berupa partikel emas yang dibungkus oleh
peptida atau antibodi pada permukaannya. Setelah dimasukkan ke
dalam tubuh, peptida atau antibodi tersebut akan membawa partikel
emas menempel pada sel kanker.
Partikel emas dipanaskan menggunakan sinar infra merah dari luar
tubuh untuk membunuh sel kanker didekatnya. Metode ini telah
berhasil diujicobakan pada binatang. Metode ini hanya dapat dilakukan
jika partikel emas berukuran sangat kecil sehingga dapat bergerak
dengan mudah bersama sama dengan cairan tubuh, mengikuti
biodinamika peptida atau antibodi. Perkembangan nanoteknologi telah
dikembangkan pula untuk menawarkan zat zat berbahaya di dalam
darah.
2. Cat rambut
Para Senator Romawi tua yang rambutnya sudah mulai beruban
memakai cat rambut dengan campuran kristal nanopartikel timah hitam
berukuran 5 nanometer sehingga rambut mereka disulap menjadi
hitam legam. Nanopartikel tersebut ternyata meresap sampai ke dalam
rambut dan bukan hanya sekedar polesan di atas permukaan rambut
saja.
9
3. Obat jerawat
Memakai campuran nanopartikel dari zat yang namanya chitosan.
Chitosan ini adalah sediaan polisakarida yang berasal dari cangkang
dan kulit keras dari hewan air jenis crustaceae seperti kepiting dan
udang. Mereka juga menemukan bahwa campuran tersebut bersifat
antibakteri dan sekaligus dapat menjadi sarana untuk membawa zat-
zat antioksidan kolagen, yang secara bersama-sama sangat efektif
untuk mengobati jerawat.
4. Pencegah kotoran
Dipergunakan pencegah kotor pada pakaian dimana pada
permukaan direkatkan bulu-bulu dengan ukuran nano sehingga mirip
permukaan daun talas. Polimer ukuran nano mulai dari 10 nm hingga
100 nm dipergunakan untuk cat tembok luar, perekat, pelapis kertas,
pelapis kain, juga kosmetik sebagau penahan sinar UV.
5. Penahan cahaya matahari
Karena ukuran yang kecil sehingga mudah didespersikan dan
mengabsurb sinar UV. Penggunaan penahan cahaya ini sangat luas di
Australia hingga menguasai pasar 60%.
6. Nanopartikel alumunium dipergunakan untuk campuran propelan
(bahan bakar) dapat mempercepat pembakaran hingga dua kali lipat.
7. Nano tembaga dicampurkan minyak pelumas untuk mencegah
keausan mesin. Nano kalsium dan posfat komposit dipergunakan
sebagai tulang sintetis sebagai pengganti tulang manusia
10
8. Pengobatan HIV sebulan sekali
Para peneliti berupaya memasukkan molekul obat HIV dalam
partikel polimer yang sangat kecil yang mengeluarkan obat secara
perlahan waktu disuntikkan. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan
terapi HIV: ART suntikan yang dapat kita pakai sebulan
sekali.Perusahaan dan obat yang paling jauh menjalani penelitian ini
adalah Tibotec/Johnson and Johnson dengan rilpivirine (TMC278),
obat golongan NNRTI yang masih belum disetujui. Rilpivirine dipilih
karena bentuk tabletnya mempunyai masa paruh yang lama dan
bioavailabilitas yang tinggi, yang berarti dosis sehari sekali hanya 25
mg (dibandingkan dengan 600mg untuk protease inhibitor (PI)
darunavir produksi Tibotec).Dr. Gerben van t’Klooster
mempresentasikan temuan ini dalam Conference on Retroviruses and
Opportunistic Infections (CROI) ke-15 di Boston.Tibotec membentuk
TMC278 sebagai penyangah partikel kecil yang dikeluarkan secara
perlahan. Mereka tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana
partikel ini dibuat, kecuali mengatakan bahwa pembuatannya
melibatkan apa yang disebut teknologi NanoCrystal. Partikel ini kurang
lebih berdiameter 200 nanometer (nm, seperlimaribu milimeter), yang
sebanding dengan ukuran virus HIV (120nm).Kemudian dalam
beberapa percobaan, penyanggah ini didosiskan sebagai suntikan di
bawah kulit atau dalam otot pada tikus (dengan dosis 20 mg per kg)
dan pada anjing (dengan dosis sampai 300 mg per hari).Suntikan
11
tunggal dari satu bentuk tertentu kemudian diberikan secara suntikan
di bawah kulit atau dalam otot pada relawan yang HIV-negatif dengan
dosis obat 200, 400 dan 600 mg. Rilpivirine dikeluarkan secara
perlahan, memberi tingkat obat yang tertahan dan dapat diukur selama
dua bulan pada tikus dan selama enam bulan pada manusia. Dalam
penelitian terhadap hewan, suntikan di bawah kulit memberi tingkat
obat yang tertahan lebih lama dibandingkan dengan suntikan dalam
otot. Tetapi tidak ada perbedaan pada manusia. Ini adalah sesuatu
yang baik karena relawan pada penelitian ini mengalami efek samping
yang cukup tinggi – benjolan yang keras (indurasi), nyeri dan
pembengkakan pada tempat suntikan yang terjadi pada suntikan di
bawah kulit namun tidak terjadi pada suntikan dalam otot.Gerben van
t’Klooster mengatakan bahwa konsentrasi obat paling tinggi tercapai
kurang lebih tiga jam setelah suntikan. Tingkat dalam tubuh setelah
satu dosis menurun ke tingkat IC90 efektif yang terendah dengan
konsentrasi rilpivirine 94ng/ml (nanogram per milliliter) dalam beberapa
hari. Tetapi uji coba pada anjing menunjukkan bahwa dengan dosis
berulang mencapai tingkat obat ‘yang stabil’ dalam tubuh. Van
t’Klooster menunjukkan model PK yang masih berupa teori ini
menunjukkan bahwa setelah tingkat stabil ini tercapai, suntikan secara
bulanan kemungkinan cukup untuk memastikan konsentrasi rilpivirine
tidak turun di bawah batas IC90.Van t’Klooster mengatakan langkah
selanjutnya adalah untuk memekatkan rilpivirine dalam nanopartikel
12
secara lebih efisien sehingga volume yang disuntikkan dapat dikurangi.
Dia menambahkan: “Saya berharap saya meyakinkan Anda terhadap
kemungkinan munculnya pemberian dosis antiretroviral (ART) yang
benar-benar dilakukan dengan jangka waktu yang lama pada
rangkaian profilaksis dan terapeutik,” memberi isyarat bahwa Tibotec
juga tertarik dengan bentuk suntikan yang dikeluarkan secara perlahan
ini untuk dipakai sebagai profilaksis prapajanan (PrPP) atau dalam
mikrobisida.Dia mengatakan bahwa Tibotec secara giat mencari
molekul untuk dipasangkan dengan rilpivirine sehingga terapi
kombinasi yang sungguh-sungguh dapat disuntikkan tersebut dapat
ditemukan. Dia mengatakan bahwa obat semacam darunavir
memerlukan dosis harian yang terlalu besar untuk memungkinkannya
dijadikan sebagai formulasi suntikan yang dikeluarkan secara
perlahan, karena volume suntikan yang besar tidak dapat
ditahan.Tetapi kelompok lain yang berpusat di Universitas Creighton di
Omaha, Nebraska, berhasil menciptakan nanopartikel yang
mengandung lopinavir, ritonavir dan efavirenz yang dapat dikeluarkan
secara perlahan. Sejauh ini mereka hanya melakukan uji coba
terhadap unsur pengeluaran obat dari partikel dengan menahannya
dalam medium di piring laboratorium. Tingkat obat terbanyak yang
dapat dicapai dalam medium ini tercapai dalam enam hari, tetapi pada
hari ke-30 konsentrasi obat dalam medium tersebut masih ada, lebih
dari 30mg/ml obat bahkan dengan perubahan medium secara rutin,.
13
Mereka juga melakukan uji coba untuk menunjukkan bahwa
nanopartikel mudah diserap oleh makrofag yang diambil dari monosit
manusia, sejenis sel sistem kekebalan.Dua buah poster lain
menggambarkan secara rinci cara memakai nanopartikel. Dalam uji
coba lain di Universitas Creighton, ilmuwan berhasil memasukkan
indinavir ke dalam nanopartikel kemudian mengambil makrofag yang
diambil dari sumsum tulang belakang (bone-marrow-derived
macrophag/BMM), sejenis sel sistem kekebalan lain, untuk
menyerapnya. Kemudian obat ini disuntikkan pada tikus yang pernah
mempunyai ensefalitis terkait HIV. BMM secara luar biasa mampu
berpindah menuju otak tempat sel dirusak karena peradangan terkait
HIV. Sebaliknya BMM tidak ditemukan di bagian otak yang tidak
meradang. Model ini memberi cara yang luar biasa dan sangat tepat
untuk membidik obat yang biasanya tidak mampu menembus sawar
darah-otak secara efisien, mencapai bagian otak yang paling
membutuhkan obat tersebut.Terakhir, tim dari Universitas North
Carolina mengaitkan CCR5 inhibitor yang biasanya tidak aktif pada
nanopartikel emas, dengan demikian kegiatan anti-HIV dapat
diaktifkan kembali. Tujuan untuk melakukan ini adalah untuk
menciptakan molekul kompleks obat-emas yang besar yang dapat
berperan sebagai dan berinteraksi dengan protein virus yang besar,
dan pada akhirnya mengembangkan mekanisme untuk memasukkan
unsur ke dalam ruang sel yang terbukti sulit dibidik dengan obat
14
molekul kecil. Sebuah contoh termasuk faktor kemampuan virus untuk
menulari (viral infectivity factor/vif), protein HIV tambahan yang selama
bertahun-tahun merupakan target yang menggiurkan untuk mengantar
obat HIV tetapi selama ini terhindar dari obat penghambat.DAFTAR
PUSTAKAhttp//www.unair.co.idhttp//www.Sentra Teknologi
Polimer.comhttp//www.Inside Technology Review.com
http//www.Royal Society of Chemistry.com
http//www.PhysOrg.comhttp//www.yayasan spritia.com
15