makalah lattap 1 ak 29

17
LATIHAN PEMANTAPAN I ANGGOTA KHUSUS XXIX KMPA PLANTAGAMA BIOTA LAUT ZONA INTERTIDAL DAN PEMANFAATANNYA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PANTAI SEPANJANG, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Disusun oleh: 1. Bani Afnidar Hidayah (447/XXIX/PGM/13) 2. Risjaad Gibran Lazuardi (448/XXIX/PGM/13) 3. Syatori (449/XXIX/PGM/13) 4. Aning Setyo Bentari nvjnrjgrjgurgurgirigurgurg KELUARGA MAHASISWA PECINTA ALAM PLANTAGAMA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

Upload: gibranov

Post on 25-Nov-2015

99 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah ini merupakan dokumentasi sekaligus laporan kegiatan Lattap 1 AK 29 di pantai Sepanjang pada 3 Maret 2013.

TRANSCRIPT

  • LATIHAN PEMANTAPAN I

    ANGGOTA KHUSUS XXIX KMPA PLANTAGAMA

    BIOTA LAUT ZONA INTERTIDAL DAN PEMANFAATANNYA DALAM

    KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PANTAI SEPANJANG, GUNUNG KIDUL,

    YOGYAKARTA

    Disusun oleh:

    1. Bani Afnidar Hidayah (447/XXIX/PGM/13)

    2. Risjaad Gibran Lazuardi (448/XXIX/PGM/13)

    3. Syatori (449/XXIX/PGM/13)

    4. Aning Setyo Bentari nvjnrjgrjgurgurgirigurgurg

    KELUARGA MAHASISWA PECINTA ALAM PLANTAGAMA

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2014

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    LAPORAN LATIHAN PEMANTAPAN 1

    ANGGOTA KHUSUS XXIX KMPA PLANTAGAMA

    BIOTA LAUT ZONA INTERTIDAL DAN PEMANFAATANNYA DALAM

    KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PANTAI SEPANJANG, GUNUNG KIDUL,

    YOGYAKARTA

    Disusun oleh :

    1. Bani Afnidar Hidayah (447/XXIX/PGM/13)

    2. Risjaad Gibran Lazuardi (448/XXIX/PGM/13)

    3. Syatori (449/XXIX/PGM/13)

    4. Aning Setyo Bentari nvjnrjgrjgurgurgirigurgurg

    Telah disahkan oleh :

    Instruktur Pembimbing Lattap 1 AK XXIX KMPA PLANTAGAMA

    Tanggal : ..

    Sandhi Raditya

    NAK. 439/XXVII/PGM/10

    Mengetahui,

    Ketua Bidang Diklatgiat

    KMPA PLANTAGAMA

    Edi Pramono

    NAK. 444/XXVIII/PGM/11

    Ketua Umum

    KMPA PLANTAGAMA

    Sandhi Raditya

    NAK. 439/XXVII/PGM/10

  • iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .. i

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

    I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

    B. Tujuan ...................................................................................................... 1

    C. Manfaat .................................................................................................... 1

    II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2

    III. METODE PELAKSANAAN .......................................................................... 5

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN . 6

    DAFTAR PUSTAKA .... 12

    LAMPIRAN .. 13

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Indonesia merupakan negara kepulauan atau maritim yang memiliki banyak pulau

    yaitu mencapai 17.508 pulau dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah

    Kanada yaitu 81.209 km. Nontji (2002) mengemukakan sekitar 60 % wilayah Indonesia

    merupakan laut sehingga tak dapat dipungkiri apabila negara kita

    mempunyai keanekaragaman hayati laut yang melimpah dan umumnya tidak dimiliki oleh

    negara lain di dunia.

    Pantai memiliki kekayaan laut beraneka ragam yang bisa dimanfaatkan dan

    dikembangkan serta dapat mendatangkan keuntungan bagi daerah disekitarnya antara lain

    pasir besi, bahan galian, rumput laut, siput, kepiting, bulu babi, dan lain-lain. Selain sebagai

    sumber mata pencaharian, pantai juga memiliki banyak biota laut dengan berbagai manfaat.

    Manfaat biota laut zona intertidal menarik karena mudah didapatkan oleh masyarakat pesisir

    sekitar pantai. Pemanfaatan biota laut zona intertidal juga belum familiar di kalangan

    masyarakat umum. Latihan Pemantapan I ini diharapkan mampu memberikan dan

    menyebarkan banyak informasi bagi masyarakat luas.

    B. TUJUAN

    1. Menginventaris biota laut yang ada di zona intertidal Pantai Sepanjang, Wonosari,

    Gunung Kidul, Yogyakarta.

    2. Mengetahui manfaat biota laut dalam kehidupan masyarakat di Pantai Sepanjang dan

    masyarakat luas.

    C. MANFAAT

    1. Menambah wawasan tentang spesies-spesies yang ada di zona intertidal Pantai

    Sepanjang, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.

    2. Membuka kesadaran tentang betapa pentingnya menjaga keseimbangan alam agar

    spesies yang dimanfaatkan tetap terjaga kelestariannya.

  • 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian Kawasan Intertidal

    Nybakken (1988) menyatakan bahwa zona intertidal (pasang-surut) merupakan daerah

    terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia atau pinggiran yang sempit sekali

    dan hanya beberapa meter luasnya. Zona intertidal terletak di antara air tinggi dan air rendah.

    Zona ini merupakan bagian laut yang mungkin paling banyak dikenal dan dipelajari karena

    sangat mudah dicapai manusia. Penelitian di zona intertidal dapat dilaksanakan secara

    langsung selama periode air surut terhadap organisme perairan, tanpa memerlukan peralatan

    khusus. Zona intertidal telah diamati dan dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman prasejarah.

    Gambar 1. Pembagian Zonasi Laut

    Daerah yang terletak diantara daratan dan lautan yang masih dipengaruhi oleh air

    pasang dikenal sebagai pantai laut (seashore). Pada beberapa tempat, lereng pantainya

    mempunyai bentuk landai (continental shelf dan continental slope) dan disini terdapat jarak

    yang besar antara tanda tanda air pasang tertinggi (offshore area) dan air pasang terendah

    (pelagic zone). Pada daerah pantai yang terdiri dari pasir atau kerikil yang bersih, mempunyai

    pengecualian karena daerah pasang surutnya (intertidal) dapat mendukung berbagai jenis

    organisme untuk hidup (Hutabarat dan Steward, 2008).

    Nybakken (1988) menambahkan susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang

    dijumpai di zona intertidal sebagian disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama

  • 3

    waktu tertentu dalam setahun, dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang

    lebih besar di udara daripada di air. Selain itu, adanya faktor-faktor seperti substrat yang

    berbeda-beda (pasir, batu, dan lumpur) menyebabkan perbedaan fauna dan struktur komunitas

    di daerah intertidal sama seperti lingkungan air tawar. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    antara lain sebagai berikut:

    1. Pasang surut

    Pasang surut merupakan naik turunnya permukaan air laut secara periodik selama

    interval waktu tertentu. Pasang-surut merupakan faktor lingkungan paling penting yang

    mempengaruhi kehidupan di zona intertidal dan bagian-bagian pantai akan kehilangan

    pengaruhnya. Penyebab terjadinya pasang surut berhubungan dengan interaksi tenaga

    penggerak pasang surut, matahari, bulan, rotasi bumi dan geomorfologi samudra.

    2. Suhu

    Suhu mempengaruhi zona intertidal selama harian/musiman. Kisaran suhu biasanya

    berada pada nilai 27-28 oC.

    3. Salinitas

    Perubahan salinitas mempengaruhi organisme intertidal saat pasang surut. Saat pasang

    dan air menggenang, salinitas turun. Salinitas tinggi jika terjadi penguapan saat siang hari.

    4. Gelombang

    Gelombang merupakan parameter utama dalam proses erosi atau sedimentasi.

    Besarnya erosi tergantung pada besarnya energi yang dihempaskan oleh gelombang.

    Gelombang/ombak dibagi dua macam yaitu ombak terjun dan ombak landai.

    Ombak terjun biasanya terlihat di pantai yang lautnya terjal. Ombak ini menggulung

    tinggi kemudian jatuh dengan bunyi yang keras dan bergemuruh. Ombak landai terbentuk di

    pantai yang dasar lautnya landau sehingga bergulung ke pantai agak jauh sebelum pecah.

    B. Ekologi Daerah Intertidal

    Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang dijumpai di zona intertidal

    sebagian disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama waktu tertentu dalam setahun.

    Kebanyakan faktor menunjukkan kisaran yang lebih besar di udara daripada di air. Secara

    umum daerah intertidal sangat dipengaruhi oleh pola pasang dan surutnya air laut, sehingga

    dapat dibagi menjadi tiga zona. Zona pertama merupakan daerah di atas pasang tertinggi dari

    garis laut yang hanya mendapatkan siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak

  • 4

    yang menerpa daerah tersebut backshore (supratidal). Zona kedua merupakan batas antara

    surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal). Zona ketiga adalah

    batas bawah dari surut terendah garis permukaan laut (subtidal).

    Adanya perubahan kondisi pasang dan kondisi surut air laut dan akibat aktivitas

    ombak di pantai menyebabkan kondisi fisik pantai akan selalu berubah baik secara temporal

    maupun secara spasial. Perubahan secara temporal membuat kondisi fisik pantai akan berbeda

    dalam rentang waktu jam, hari, bulan maupun tahun. Perubahan secara spasial membuat

    kondisi fisik dapat berubah-ubah pada berbagai tempat sekalipun jaraknya cukup berdekatan.

    C. Biota pada zona intertidal

    Biota laut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok hewan dan tumbuhan.

    Romimohtarto dan Juwana (1999) menyatakan bahwa biota laut secara umum dibagi menjadi

    tiga berdasarkan cara atau sifat hidupnya, meliputi:

    1. Planktonik

    Biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak mengikuti arus. Jenis ini

    umumnya ditemukan di kolom permukaan air. Plankton terbagi menjadi dua yaitu

    fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti alga biru dan doniflegellata, dan zooplankton

    (plankton hewan) misalnya lucifer, udang rebon, ostracoda dan cladocera.

    2. Nektonik

    Biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus (terdiri dari hewan saja).

    Contohnya adalah ikan, ubur-ubur, cumi-cumi, dan lain-lain.

    3. Bentik

    Biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan maupun hewan. Bentik

    dibagi menjadi tiga macam yaitu 1) menempel (sponge, teritip, tiram, dan lainnya); 2)

    merayap (kepiting, udang, karang, dan lain-lain); dan 3) meliang (cacing, karang, dan lain-

    lain). Biota laut sangat banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

    kelompok (takson). Kelompok hewan meliputi ikan, mollusca, crustacea, koral,

    echinodermata, dan sponge. Sedangkan dari kelompok tumbuhan antara lain alga (rumput

    laut), lamun (seagrass) dan bakau (mangrove).

  • 5

    III. METODE PELAKSANAAN

    Latihan Pemantapan I AK 29 dengan judul Biota Laut Zona Intertidal dan

    Pemanfaatannya dalam Kehidupan Masyarakat di Pantai Sepanjang, Gunung Kidul,

    Yogyakarta dilaksanakan di sepanjang Pantai Sepanjang, Gunung Kidul, Wonosari,

    Yogyakarta tanggal 3 Maret 2013. Alat-alat yang digunakan antara lain toples, kertas label,

    pinset, sarung tangan, jaring kecil, dan kamera. Pengamatan biota laut dilakukan dalam tiga

    zona. Setiap zona berjarak 10 meter yang dimulai dari bibir pantai ke arah laut lepas. Batasan

    antar zona ditandai dengan tali rafia dan patok. Biota laut yang ditemukan diambil kemudian

    didokumentasi. Tidak ada metode khusus dalam inventarisasi biota laut ini. Gambar zona

    pengamatan sebagai berikut:

    Bibir Pantai

    Gambar 3. Skema zonasi pengamatan Lattap 1 AK-29

    Zona 1

    Zona 2

    Zona 3

    10 m

    10 m

    10 m

  • 6

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. HASIL PENGAMATAN

    Tabel 1. Daftar tumbuhan laut yang diperoleh

    Kategori Jenis Jumlah (koloni)

    Total Zona 1 Zona 2 Zona 3

    Tumbuhan

    Enteromorpha sp. 10 15 - 25

    Euchema denticulatum 8 10 - 18

    Padina sp. 6 15 8 29

    Ulfa sp. - - 20 20

    Total 24 45 28 77

    Tabel 2. Daftar hewan laut yang diperoleh

    B. PEMBAHASAN

    1. Inventarisasi Biota Laut

    Latihan Pemantapan I yang dilakukan AK 29 adalah menginventaris biota laut apa

    saja yang ada di Pantai Sepanjang, Wonosari, Gunung Kidul dan manfaat biota laut tersebut

    dalam kehidupan masyarakat pantai. Tidak ada metode khusus dalam penginventaris biota

    laut ini. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 10.00 karena mendekati waktu surut air

    laut. Setelah surut kemudian dipasang patok dan tali rafia untuk membuat daerah-daerah

    penanda seberapa banyak biota laut yang ada di Pantai Sepanjang.

    Berdasarkan hasil pengamatan zona pantai didapatkan hasil yaitu pada zona 1 yaitu

    zona dari bibir pantai (10 meter) ditemukan biota laut jenis tumbuhan yaitu rumput laut jenis

    Enteromorpha sp. (lumut berwarna hijau), Padina sp.(lumut berwarna coklat), Euchema

    denticulatum (lumut berwarna coklat kemerahan). Selain itu ditemukan juga Ophiuroidea sp.

    (bintang ular) sebanyak 3 ekor, Nereis virens (kelabang laut) dengan jumlah 1 ekor, kelomang

    Kategori Jenis Jumlah (individu)

    Total Zona 1 Zona 2 Zona 3

    Hewan

    Bintang ular 3 10 3 16

    Bulu babi - 15 50 65

    Cnydaria 1 - - 1

    Kepiting karang 10 13 16 39

    Kelomang 10 - - 10

    Total 24 38 69 131

  • 7

    laut sebanyak 10 ekor, dan kepiting karang sebanyak 10 ekor. Kemiripan kepiting laut dan

    kelomang dengan bebatuan di pantai menjadi kendala selama pelaksanaan Lattap 1 sehingga

    perlu kejelian dalam pengamatan.

    Pada zona 2 yang ditemukan yaitu rumput laut, kepiting karang, bintang ular, dan bulu

    babi dengan jumlah yang lebih banyak daripada zona 1. Hal ini bisa terjadi karena zona ini

    tidak terlalu dekat dengan bibir pantai dan mendapat sinar matajari yang cukup untuk

    memperbanyak populasinya. Sementara pada zona 3, rumput laut jenis Ulva sp. mendominasi

    bagian pantai, namun bintang ular sedikit ditemui. Hal ini disebabkan karena tidak adanya

    pasir di sekitar karang dan perbedaan warna karang yang jauh dari bibir pantai.

    Dari hasil pengamatan, habitat biota - biota yang laut yang ada umumnya terbagi

    berdasarkan tiap - tiap zonasi, sebagai contoh bintang ular atau Ophiuroidea sp. umumnya

    banyak terdapat di zona 2 dan bulu babi yang banyak terdapat di zona 3. Hal tersebut

    menunjukan bahwa kebutuhan tiap - tiap spesies berbeda karena mereka cenderung menetap

    dan mendominasi dalam satu wilayah zona dikarenakan mereka mendapat makanan kesukaan

    yang lebih banyak pada zona tertentu.

    2. Deskripsi dan Manfaat Biota Laut

    a. Bulu Babi

    Bulu babi berbentuk telur bulat dan dikelilingi duri. Bulu babi terdapat pada gugusan

    karang, celah karang, dan bebatuan. Hewan ini merupakan hewan nokturnal omnivora

    biasanya memakan alga dan koral dan dapat ditemukan di dekat pantai. Beberapa spesies

    mempunyai gonad yang enak dimakan.

    Gambar 4. Bulu babi (http://1.bp.blogspot.com)

  • 8

    Pada umumnya jenis bulu babi yang di pantai mempunyai duri yang mudah patah dan

    dapat menusuk kulit manusia. Pada saat tertusuk akan terasa sakit dengan rasa terbakar,

    kemudian diikuti dengan sakit pada otot sekitar, kemerahan, dan bengkak. Sebaiknya tidak

    memegang bulu babi secara langsung. Bulu babi pada umumnya dimanfaatkan untuk diambil

    gonadnya sebagai bahan konsumsi karena gonadnya selain cukup enak juga mengandung

    protein tinggi. Selain itu cangkang dari bulu babi juga diminati sebagai barang perhiasan.

    Sedangkan organ dari sisa pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang dan organ dalam

    (jeroan) dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk .

    b. Ophiuroidea

    Tubuhnya memiliki lima lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa

    digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular. Oleh karena itu hewan jenis ini sering disebut

    bintang ular laut. Mulut dan madreporitnya terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak

    mempunyai anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara

    dimuntahkan melalui mulutnya. Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya

    bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir; sangat

    aktif di malam hari. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan organisme lain

    (sampah). Manfaat spesies ini bagi lingkungan adalah spesies ini turut membantu

    membersihkan laut karena memakan jasad renik beberapa organisme lain namun manfaat bagi

    masyarakat sekitar belum diketahui karena belum diketahui bagaimana cara mengolah spesies

    ini untuk dikonsumsi.

    Gambar 5. Bintang ular (Dokumentasi Lattap 1 AK-29)

  • 9

    3. Hubungan Pantai dengan Kehidupan Masyarakat Pesisir

    a. Masyarakat pesisir dan mata pencahariannya

    Secara umum menurut Moran (1982) masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir

    pantai terdiri atas kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupannya

    secara langsung atau tidak langsung dari sumber daya pantai/laut dan kelompok masyarakat

    yang sama sekali tidak tergantung dari sumber daya yang ada di laut/pantai. Sebagai contoh

    untuk kelompok yang terakhir adalah kelompok masyarakat yang tinggal di desa pantai (Desa

    Sungai Rawa di Kabupaten Siak-Propinsi Riau), yang melakukan penangkapan ikan di

    kawasan Danau Pulau Besar dan Danau Bawah yang terdapat di hulu Sungai Rawa.

    Pada kelompok yang menggantungkan sumber penghidupannya dari sumber daya

    laut/pantai, berdasarkan lokasi kegiatannya, dapat dibedakan dua kelompok yaitu kelompok

    nelayan yang melakukan kegiatan di laut lepas (off-shore) dan di laut dengan jarak relatif

    dekat dari pantai (in-shore) atau di kawasan pantai itu sendiri (daratan). Berdasarkan

    kegiatannya, dapat dibedakan antara kelompok yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

    (fish capture) dan yang melakukan usaha budidaya (marine/fish culture) (Moran, 1982).

    Kelompok nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas, dapat

    melakukannya secara berpindah-pindah pada berbagai lokasi tergantung dari musim dan

    keberadaan/migrasi ikan. Nelayan yang tinggal di pantai di Sulawesi Selatan, misalnya

    melakukan penangkapan ikan di Perairan Masalembo, Selat antara Kalimantan dan Sulawesi,

    atau bahkan ke perairan di perbatasan antara Indonesia dan Australia. Nelayan di pantai-

    pantai Pulau jawa, melakukan penangkapan ikan di Laut Jawa atau kawasan lain di Indonesia

    Timur. Kelompok nelayan yang melakukan kegiatan di sekitar pantai, biasanya tidak

    melakukan migrasi yang intensif seperti nelayan laut lepas. Sumberdaya yang ada di sekitar

    pantai menjadi sumber penghidupan yang utama. Migrasi yang dilakukan biasanya dengan

    berpindah tempat tinggal dari suatu pantai ke pantai lain dengan tetap melakukan kegiatan

    penangkapan ikan di sekitar pantai (Bennet, 1996).

    Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok nelayan/masyarakat seperti ini, misalnya

    adalah penangkapan ikan di sekitar pantai dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang

    tidak terlalu canggih seperti jaring dengan ukuran kecil atau kail atau menggunakan jaring

    yang ditarik dari tepi pantai seperti di Pantai Timur Pangandaran. Contoh lain adalah

    kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupan dengan melakukan

    penangkapan/pengumpulan nener bandeng untuk dijual kepada para pemilik tambak seperti

  • 10

    yang dilakukan oleh penduduk Pulau Kapoposang dan daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan

    atau di provinsi lainnya; penangkap udang di sekitar hutan mangrove seperti yang dilakukan

    oleh beberapa transmigran di Kecamatan Wasile-Halmahera Tengah; penangkap ikan di

    kawasan terumbu karang seperti di kawasan terumbu karang Taka Bone Rate atau Bunaken;

    pengumpul kerang-kerangan di sekitar Pantai Teluk Jakarta; penangkap ikan dengan

    menggunakan bagan tancap atau terapung yang umumnya dilakukan oleh nelayan Bugis di

    berbagai kawasan pantai di Indonesia seperti di Teluk Jakarta atau di Teluk Wasile-

    Halmahera Tengah; penangkap ikan/udang dengan menggunakan perangkap bubu yang

    dipasang di tepi-tepi pantai (memanfaatkan pasang surut) di berbagai daerah di Indonesia; dan

    penangkap ikan yang memanfaatkan rumpon (rompong) di Sulawesi Selatan (Rambo,1996).

    Termasuk ke dalam kelompok masyarakat yang memanfaatkan sumber daya sekitar

    pantai atau di daratan adalah kelompok-kelompok masyarakat/nelayan yang mengembangkan

    usaha budidaya seperti budidaya rumput laut di Cilaut Eureun, Kabupaten Garut, kelompok

    pembuat garam di pantai-pantai kawasan Cirebon atau Madura, atau usaha budidaya

    perikanan tambak yang secara tradisional banyak dilakukan oleh masyarakat nelayan di tepi

    pantai (Hawley, 1986).

    b. Masyarakat pesisir Pantai Sepanjang

    Sebagian besar mata pencaharian masyarakat pesisir Pantai Sepanjang adalah bertani.

    Hal ini dapat dilihat dari lahan di sekitar Pantai Sepanjang berupa lahan pertanian. Lahan

    pertanian langsung dapat dilihat pengunjung pantai karena berada sekitar 100 meter dari

    kawasan Pantai Sepanjang. Lahan pertanian sendiri merupakan lahan dengan kebutuhan air

    yang cukup tinggi. Selama ini, masyarakat setempat hanyan mengandalkan air yang

    bersumber dari hujan untuk pengairan lahan pertanian mereka. Harapan masyarakat

    Sepanjang adalah adanya saluran irigasi dan system pengairan yang bagus untuk mendukung

    mata pencaharian utama mereka.

    Bantuan dari pemerintah yang pernah mereka dapatkan berupa beras, pupuk, benih,

    dan jagung. Bantuan (subsidi) tersebut dirasakan kurang sesuai dan tidak mampu mencukupi

    kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mereka berjualan arang dengan satu karungnya

    dihargai Rp 50.000 serta mengais nafkah dari pekerjaan sampingan lain. Pekerjaan sampingan

    masyarakat pesisir Pantai Sepanjang adalah berjualan biota laut yang sudah diolah dengan

    cara mereka sendiri, beberapa dijadikan sebagai makanan/keripik, yaitu Ulva sp. Adapun

    produk lain yaitu hiasan rumah dari biota laut yang sudah mati.

  • 11

    Sementara menurut Pak Subiyo selaku penduduk setempat mengatakan bahwa Pantai

    Sepanjang adalah tempat yang paling banyak digunakan sebagai tempat riset dan sering

    menjamu mahasiswa yang melakukan riset. Adanya mahasiswa yang melakukan riset di

    pantai ini memberikan efek positif bagi warga. Pengetahuan warga tentang pantai dan

    keanekaragaman biota laut di daerah pantai (zona intertidal) bertambah dan mulai tergerak

    untuk memanfaatkannya. Misalnya rumput laut dan bulu babi yang sebelumnya dianggap

    sebagai sampah, sekarang masyarakat mulai memanfaatkannya untuk dikonsumsi. Rumput

    laut yang bervariasi dimanfaatkan penduduk untuk dibuat pecel, peyek, dan ombo.

    Pemanfaatan sumber daya alam yang berada di lingkungan sekitar memang baik jika

    tetap dalam batas daya dukung sumber daya alam tersebut. Tidak adanya pembatasan dalam

    pemanfaatan biota laut oleh masyarakat sekitar menyebabkan kondisi perairan Pantai Sepanjang

    beserta biota yang hidup didalamnya menjadi terganggu. Bagi masyarakat di sekitar Pantai

    Sepanjang, biota laut dianggap penting karena khasiat dan manfaatnya.

    Pak Mardi dan Bu Surati sebagai masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Pantai

    Sepanjang menuturkan dulunya Pantai Sepanjang memiliki banyak jenis biota laut seperti

    ikan oleng-oleng, ikan mece (umang-umang tanpa kepala), kelabang laut, salangan (bintang

    ular), kepiting canggin, pengko, kringkel, dan laut. Kini menjadi sedikit karena warga di

    pesisir pantai memanfaatkan untuk dikonsumsi sehingga populasi yang ada semakin sedikit

    keberadaannya. Ibrahim (2009) menjelaskan perilaku masyarakat dipengaruhi sikap dan

    kebiasaan, sikap merupakan faktor kunci yang menentukan manifestasi perilaku masyarakat

    dalam pelestarian jenis biota laut. Dalam hal ini, sikap dan kebiasaan masyarakat di Pantai

    Sepanjang belum dapat diketahui dengan jelas karena memerlukan suatu kajian dalam kurun

    waktu yang lama.

  • 12

    DAFTAR PUSTAKA

    Bennet, J. W. 1996. Human Ecology as Human Behavior. Transaction Publishers, New

    Brunswick, New Jersey.

    Hawley, A. H. 1986. Human Ecology a Theoretical Essay. The University of Chicago,

    Chicago.

    Hutabarat, S. dan M. E. Steward. 2008. Pengantar Oceanografi. UI-Press, Jakarta.

    Moran, E. F. 1982. Human Adaptability: An Introduction to Ecological Anthropology.

    Westview Press Inc., Boulder, Colorado.

    Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan, Jakarta.

    Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. PT Gramedia, Jakarta.

    Prajitno, A. 2009. Biologi Laut. Universitas Brawijaya, Malang.

    Rambo, A. T. 1996. Human Ecology Research by Social Scientist on Tropical

    Agroecosystem. Dalam A. T. Rambo dan P. E. Sajise, An Introduction to Human

    Ecology Reserach on Agricultural Systems in Southeast Asia. University of the

    Philippines, Los Banos.

    Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 1999. Biota Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Laut.

    Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.

  • 13

    LAMPIRAN

    Lokasi Lattap 1 AK-29; Pantai Sepanjang,

    Wonosari, Gunungkidul

    Kenampakan dasar perairan zona intertidal

    Pantai Sepanjang

    Bulu babi

    Kepiting karang

    Kelabang laut

    Bintang ular

  • 14

    Rumput laut Ulva sp.

    Rumput laut Enteromorpha sp.