makalah lattap 1 ak 29
DESCRIPTION
Makalah ini merupakan dokumentasi sekaligus laporan kegiatan Lattap 1 AK 29 di pantai Sepanjang pada 3 Maret 2013.TRANSCRIPT
-
LATIHAN PEMANTAPAN I
ANGGOTA KHUSUS XXIX KMPA PLANTAGAMA
BIOTA LAUT ZONA INTERTIDAL DAN PEMANFAATANNYA DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PANTAI SEPANJANG, GUNUNG KIDUL,
YOGYAKARTA
Disusun oleh:
1. Bani Afnidar Hidayah (447/XXIX/PGM/13)
2. Risjaad Gibran Lazuardi (448/XXIX/PGM/13)
3. Syatori (449/XXIX/PGM/13)
4. Aning Setyo Bentari nvjnrjgrjgurgurgirigurgurg
KELUARGA MAHASISWA PECINTA ALAM PLANTAGAMA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN LATIHAN PEMANTAPAN 1
ANGGOTA KHUSUS XXIX KMPA PLANTAGAMA
BIOTA LAUT ZONA INTERTIDAL DAN PEMANFAATANNYA DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT DI PANTAI SEPANJANG, GUNUNG KIDUL,
YOGYAKARTA
Disusun oleh :
1. Bani Afnidar Hidayah (447/XXIX/PGM/13)
2. Risjaad Gibran Lazuardi (448/XXIX/PGM/13)
3. Syatori (449/XXIX/PGM/13)
4. Aning Setyo Bentari nvjnrjgrjgurgurgirigurgurg
Telah disahkan oleh :
Instruktur Pembimbing Lattap 1 AK XXIX KMPA PLANTAGAMA
Tanggal : ..
Sandhi Raditya
NAK. 439/XXVII/PGM/10
Mengetahui,
Ketua Bidang Diklatgiat
KMPA PLANTAGAMA
Edi Pramono
NAK. 444/XXVIII/PGM/11
Ketua Umum
KMPA PLANTAGAMA
Sandhi Raditya
NAK. 439/XXVII/PGM/10
-
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................... 1
C. Manfaat .................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
III. METODE PELAKSANAAN .......................................................................... 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN . 6
DAFTAR PUSTAKA .... 12
LAMPIRAN .. 13
-
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan atau maritim yang memiliki banyak pulau
yaitu mencapai 17.508 pulau dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah
Kanada yaitu 81.209 km. Nontji (2002) mengemukakan sekitar 60 % wilayah Indonesia
merupakan laut sehingga tak dapat dipungkiri apabila negara kita
mempunyai keanekaragaman hayati laut yang melimpah dan umumnya tidak dimiliki oleh
negara lain di dunia.
Pantai memiliki kekayaan laut beraneka ragam yang bisa dimanfaatkan dan
dikembangkan serta dapat mendatangkan keuntungan bagi daerah disekitarnya antara lain
pasir besi, bahan galian, rumput laut, siput, kepiting, bulu babi, dan lain-lain. Selain sebagai
sumber mata pencaharian, pantai juga memiliki banyak biota laut dengan berbagai manfaat.
Manfaat biota laut zona intertidal menarik karena mudah didapatkan oleh masyarakat pesisir
sekitar pantai. Pemanfaatan biota laut zona intertidal juga belum familiar di kalangan
masyarakat umum. Latihan Pemantapan I ini diharapkan mampu memberikan dan
menyebarkan banyak informasi bagi masyarakat luas.
B. TUJUAN
1. Menginventaris biota laut yang ada di zona intertidal Pantai Sepanjang, Wonosari,
Gunung Kidul, Yogyakarta.
2. Mengetahui manfaat biota laut dalam kehidupan masyarakat di Pantai Sepanjang dan
masyarakat luas.
C. MANFAAT
1. Menambah wawasan tentang spesies-spesies yang ada di zona intertidal Pantai
Sepanjang, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
2. Membuka kesadaran tentang betapa pentingnya menjaga keseimbangan alam agar
spesies yang dimanfaatkan tetap terjaga kelestariannya.
-
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kawasan Intertidal
Nybakken (1988) menyatakan bahwa zona intertidal (pasang-surut) merupakan daerah
terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia atau pinggiran yang sempit sekali
dan hanya beberapa meter luasnya. Zona intertidal terletak di antara air tinggi dan air rendah.
Zona ini merupakan bagian laut yang mungkin paling banyak dikenal dan dipelajari karena
sangat mudah dicapai manusia. Penelitian di zona intertidal dapat dilaksanakan secara
langsung selama periode air surut terhadap organisme perairan, tanpa memerlukan peralatan
khusus. Zona intertidal telah diamati dan dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman prasejarah.
Gambar 1. Pembagian Zonasi Laut
Daerah yang terletak diantara daratan dan lautan yang masih dipengaruhi oleh air
pasang dikenal sebagai pantai laut (seashore). Pada beberapa tempat, lereng pantainya
mempunyai bentuk landai (continental shelf dan continental slope) dan disini terdapat jarak
yang besar antara tanda tanda air pasang tertinggi (offshore area) dan air pasang terendah
(pelagic zone). Pada daerah pantai yang terdiri dari pasir atau kerikil yang bersih, mempunyai
pengecualian karena daerah pasang surutnya (intertidal) dapat mendukung berbagai jenis
organisme untuk hidup (Hutabarat dan Steward, 2008).
Nybakken (1988) menambahkan susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang
dijumpai di zona intertidal sebagian disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama
-
3
waktu tertentu dalam setahun, dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang
lebih besar di udara daripada di air. Selain itu, adanya faktor-faktor seperti substrat yang
berbeda-beda (pasir, batu, dan lumpur) menyebabkan perbedaan fauna dan struktur komunitas
di daerah intertidal sama seperti lingkungan air tawar. Faktor-faktor yang mempengaruhi
antara lain sebagai berikut:
1. Pasang surut
Pasang surut merupakan naik turunnya permukaan air laut secara periodik selama
interval waktu tertentu. Pasang-surut merupakan faktor lingkungan paling penting yang
mempengaruhi kehidupan di zona intertidal dan bagian-bagian pantai akan kehilangan
pengaruhnya. Penyebab terjadinya pasang surut berhubungan dengan interaksi tenaga
penggerak pasang surut, matahari, bulan, rotasi bumi dan geomorfologi samudra.
2. Suhu
Suhu mempengaruhi zona intertidal selama harian/musiman. Kisaran suhu biasanya
berada pada nilai 27-28 oC.
3. Salinitas
Perubahan salinitas mempengaruhi organisme intertidal saat pasang surut. Saat pasang
dan air menggenang, salinitas turun. Salinitas tinggi jika terjadi penguapan saat siang hari.
4. Gelombang
Gelombang merupakan parameter utama dalam proses erosi atau sedimentasi.
Besarnya erosi tergantung pada besarnya energi yang dihempaskan oleh gelombang.
Gelombang/ombak dibagi dua macam yaitu ombak terjun dan ombak landai.
Ombak terjun biasanya terlihat di pantai yang lautnya terjal. Ombak ini menggulung
tinggi kemudian jatuh dengan bunyi yang keras dan bergemuruh. Ombak landai terbentuk di
pantai yang dasar lautnya landau sehingga bergulung ke pantai agak jauh sebelum pecah.
B. Ekologi Daerah Intertidal
Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang dijumpai di zona intertidal
sebagian disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama waktu tertentu dalam setahun.
Kebanyakan faktor menunjukkan kisaran yang lebih besar di udara daripada di air. Secara
umum daerah intertidal sangat dipengaruhi oleh pola pasang dan surutnya air laut, sehingga
dapat dibagi menjadi tiga zona. Zona pertama merupakan daerah di atas pasang tertinggi dari
garis laut yang hanya mendapatkan siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak
-
4
yang menerpa daerah tersebut backshore (supratidal). Zona kedua merupakan batas antara
surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal). Zona ketiga adalah
batas bawah dari surut terendah garis permukaan laut (subtidal).
Adanya perubahan kondisi pasang dan kondisi surut air laut dan akibat aktivitas
ombak di pantai menyebabkan kondisi fisik pantai akan selalu berubah baik secara temporal
maupun secara spasial. Perubahan secara temporal membuat kondisi fisik pantai akan berbeda
dalam rentang waktu jam, hari, bulan maupun tahun. Perubahan secara spasial membuat
kondisi fisik dapat berubah-ubah pada berbagai tempat sekalipun jaraknya cukup berdekatan.
C. Biota pada zona intertidal
Biota laut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok hewan dan tumbuhan.
Romimohtarto dan Juwana (1999) menyatakan bahwa biota laut secara umum dibagi menjadi
tiga berdasarkan cara atau sifat hidupnya, meliputi:
1. Planktonik
Biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak mengikuti arus. Jenis ini
umumnya ditemukan di kolom permukaan air. Plankton terbagi menjadi dua yaitu
fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti alga biru dan doniflegellata, dan zooplankton
(plankton hewan) misalnya lucifer, udang rebon, ostracoda dan cladocera.
2. Nektonik
Biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus (terdiri dari hewan saja).
Contohnya adalah ikan, ubur-ubur, cumi-cumi, dan lain-lain.
3. Bentik
Biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan maupun hewan. Bentik
dibagi menjadi tiga macam yaitu 1) menempel (sponge, teritip, tiram, dan lainnya); 2)
merayap (kepiting, udang, karang, dan lain-lain); dan 3) meliang (cacing, karang, dan lain-
lain). Biota laut sangat banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kelompok (takson). Kelompok hewan meliputi ikan, mollusca, crustacea, koral,
echinodermata, dan sponge. Sedangkan dari kelompok tumbuhan antara lain alga (rumput
laut), lamun (seagrass) dan bakau (mangrove).
-
5
III. METODE PELAKSANAAN
Latihan Pemantapan I AK 29 dengan judul Biota Laut Zona Intertidal dan
Pemanfaatannya dalam Kehidupan Masyarakat di Pantai Sepanjang, Gunung Kidul,
Yogyakarta dilaksanakan di sepanjang Pantai Sepanjang, Gunung Kidul, Wonosari,
Yogyakarta tanggal 3 Maret 2013. Alat-alat yang digunakan antara lain toples, kertas label,
pinset, sarung tangan, jaring kecil, dan kamera. Pengamatan biota laut dilakukan dalam tiga
zona. Setiap zona berjarak 10 meter yang dimulai dari bibir pantai ke arah laut lepas. Batasan
antar zona ditandai dengan tali rafia dan patok. Biota laut yang ditemukan diambil kemudian
didokumentasi. Tidak ada metode khusus dalam inventarisasi biota laut ini. Gambar zona
pengamatan sebagai berikut:
Bibir Pantai
Gambar 3. Skema zonasi pengamatan Lattap 1 AK-29
Zona 1
Zona 2
Zona 3
10 m
10 m
10 m
-
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Daftar tumbuhan laut yang diperoleh
Kategori Jenis Jumlah (koloni)
Total Zona 1 Zona 2 Zona 3
Tumbuhan
Enteromorpha sp. 10 15 - 25
Euchema denticulatum 8 10 - 18
Padina sp. 6 15 8 29
Ulfa sp. - - 20 20
Total 24 45 28 77
Tabel 2. Daftar hewan laut yang diperoleh
B. PEMBAHASAN
1. Inventarisasi Biota Laut
Latihan Pemantapan I yang dilakukan AK 29 adalah menginventaris biota laut apa
saja yang ada di Pantai Sepanjang, Wonosari, Gunung Kidul dan manfaat biota laut tersebut
dalam kehidupan masyarakat pantai. Tidak ada metode khusus dalam penginventaris biota
laut ini. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 10.00 karena mendekati waktu surut air
laut. Setelah surut kemudian dipasang patok dan tali rafia untuk membuat daerah-daerah
penanda seberapa banyak biota laut yang ada di Pantai Sepanjang.
Berdasarkan hasil pengamatan zona pantai didapatkan hasil yaitu pada zona 1 yaitu
zona dari bibir pantai (10 meter) ditemukan biota laut jenis tumbuhan yaitu rumput laut jenis
Enteromorpha sp. (lumut berwarna hijau), Padina sp.(lumut berwarna coklat), Euchema
denticulatum (lumut berwarna coklat kemerahan). Selain itu ditemukan juga Ophiuroidea sp.
(bintang ular) sebanyak 3 ekor, Nereis virens (kelabang laut) dengan jumlah 1 ekor, kelomang
Kategori Jenis Jumlah (individu)
Total Zona 1 Zona 2 Zona 3
Hewan
Bintang ular 3 10 3 16
Bulu babi - 15 50 65
Cnydaria 1 - - 1
Kepiting karang 10 13 16 39
Kelomang 10 - - 10
Total 24 38 69 131
-
7
laut sebanyak 10 ekor, dan kepiting karang sebanyak 10 ekor. Kemiripan kepiting laut dan
kelomang dengan bebatuan di pantai menjadi kendala selama pelaksanaan Lattap 1 sehingga
perlu kejelian dalam pengamatan.
Pada zona 2 yang ditemukan yaitu rumput laut, kepiting karang, bintang ular, dan bulu
babi dengan jumlah yang lebih banyak daripada zona 1. Hal ini bisa terjadi karena zona ini
tidak terlalu dekat dengan bibir pantai dan mendapat sinar matajari yang cukup untuk
memperbanyak populasinya. Sementara pada zona 3, rumput laut jenis Ulva sp. mendominasi
bagian pantai, namun bintang ular sedikit ditemui. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
pasir di sekitar karang dan perbedaan warna karang yang jauh dari bibir pantai.
Dari hasil pengamatan, habitat biota - biota yang laut yang ada umumnya terbagi
berdasarkan tiap - tiap zonasi, sebagai contoh bintang ular atau Ophiuroidea sp. umumnya
banyak terdapat di zona 2 dan bulu babi yang banyak terdapat di zona 3. Hal tersebut
menunjukan bahwa kebutuhan tiap - tiap spesies berbeda karena mereka cenderung menetap
dan mendominasi dalam satu wilayah zona dikarenakan mereka mendapat makanan kesukaan
yang lebih banyak pada zona tertentu.
2. Deskripsi dan Manfaat Biota Laut
a. Bulu Babi
Bulu babi berbentuk telur bulat dan dikelilingi duri. Bulu babi terdapat pada gugusan
karang, celah karang, dan bebatuan. Hewan ini merupakan hewan nokturnal omnivora
biasanya memakan alga dan koral dan dapat ditemukan di dekat pantai. Beberapa spesies
mempunyai gonad yang enak dimakan.
Gambar 4. Bulu babi (http://1.bp.blogspot.com)
-
8
Pada umumnya jenis bulu babi yang di pantai mempunyai duri yang mudah patah dan
dapat menusuk kulit manusia. Pada saat tertusuk akan terasa sakit dengan rasa terbakar,
kemudian diikuti dengan sakit pada otot sekitar, kemerahan, dan bengkak. Sebaiknya tidak
memegang bulu babi secara langsung. Bulu babi pada umumnya dimanfaatkan untuk diambil
gonadnya sebagai bahan konsumsi karena gonadnya selain cukup enak juga mengandung
protein tinggi. Selain itu cangkang dari bulu babi juga diminati sebagai barang perhiasan.
Sedangkan organ dari sisa pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang dan organ dalam
(jeroan) dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk .
b. Ophiuroidea
Tubuhnya memiliki lima lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa
digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular. Oleh karena itu hewan jenis ini sering disebut
bintang ular laut. Mulut dan madreporitnya terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak
mempunyai anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara
dimuntahkan melalui mulutnya. Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya
bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir; sangat
aktif di malam hari. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan organisme lain
(sampah). Manfaat spesies ini bagi lingkungan adalah spesies ini turut membantu
membersihkan laut karena memakan jasad renik beberapa organisme lain namun manfaat bagi
masyarakat sekitar belum diketahui karena belum diketahui bagaimana cara mengolah spesies
ini untuk dikonsumsi.
Gambar 5. Bintang ular (Dokumentasi Lattap 1 AK-29)
-
9
3. Hubungan Pantai dengan Kehidupan Masyarakat Pesisir
a. Masyarakat pesisir dan mata pencahariannya
Secara umum menurut Moran (1982) masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir
pantai terdiri atas kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupannya
secara langsung atau tidak langsung dari sumber daya pantai/laut dan kelompok masyarakat
yang sama sekali tidak tergantung dari sumber daya yang ada di laut/pantai. Sebagai contoh
untuk kelompok yang terakhir adalah kelompok masyarakat yang tinggal di desa pantai (Desa
Sungai Rawa di Kabupaten Siak-Propinsi Riau), yang melakukan penangkapan ikan di
kawasan Danau Pulau Besar dan Danau Bawah yang terdapat di hulu Sungai Rawa.
Pada kelompok yang menggantungkan sumber penghidupannya dari sumber daya
laut/pantai, berdasarkan lokasi kegiatannya, dapat dibedakan dua kelompok yaitu kelompok
nelayan yang melakukan kegiatan di laut lepas (off-shore) dan di laut dengan jarak relatif
dekat dari pantai (in-shore) atau di kawasan pantai itu sendiri (daratan). Berdasarkan
kegiatannya, dapat dibedakan antara kelompok yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
(fish capture) dan yang melakukan usaha budidaya (marine/fish culture) (Moran, 1982).
Kelompok nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas, dapat
melakukannya secara berpindah-pindah pada berbagai lokasi tergantung dari musim dan
keberadaan/migrasi ikan. Nelayan yang tinggal di pantai di Sulawesi Selatan, misalnya
melakukan penangkapan ikan di Perairan Masalembo, Selat antara Kalimantan dan Sulawesi,
atau bahkan ke perairan di perbatasan antara Indonesia dan Australia. Nelayan di pantai-
pantai Pulau jawa, melakukan penangkapan ikan di Laut Jawa atau kawasan lain di Indonesia
Timur. Kelompok nelayan yang melakukan kegiatan di sekitar pantai, biasanya tidak
melakukan migrasi yang intensif seperti nelayan laut lepas. Sumberdaya yang ada di sekitar
pantai menjadi sumber penghidupan yang utama. Migrasi yang dilakukan biasanya dengan
berpindah tempat tinggal dari suatu pantai ke pantai lain dengan tetap melakukan kegiatan
penangkapan ikan di sekitar pantai (Bennet, 1996).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok nelayan/masyarakat seperti ini, misalnya
adalah penangkapan ikan di sekitar pantai dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang
tidak terlalu canggih seperti jaring dengan ukuran kecil atau kail atau menggunakan jaring
yang ditarik dari tepi pantai seperti di Pantai Timur Pangandaran. Contoh lain adalah
kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupan dengan melakukan
penangkapan/pengumpulan nener bandeng untuk dijual kepada para pemilik tambak seperti
-
10
yang dilakukan oleh penduduk Pulau Kapoposang dan daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan
atau di provinsi lainnya; penangkap udang di sekitar hutan mangrove seperti yang dilakukan
oleh beberapa transmigran di Kecamatan Wasile-Halmahera Tengah; penangkap ikan di
kawasan terumbu karang seperti di kawasan terumbu karang Taka Bone Rate atau Bunaken;
pengumpul kerang-kerangan di sekitar Pantai Teluk Jakarta; penangkap ikan dengan
menggunakan bagan tancap atau terapung yang umumnya dilakukan oleh nelayan Bugis di
berbagai kawasan pantai di Indonesia seperti di Teluk Jakarta atau di Teluk Wasile-
Halmahera Tengah; penangkap ikan/udang dengan menggunakan perangkap bubu yang
dipasang di tepi-tepi pantai (memanfaatkan pasang surut) di berbagai daerah di Indonesia; dan
penangkap ikan yang memanfaatkan rumpon (rompong) di Sulawesi Selatan (Rambo,1996).
Termasuk ke dalam kelompok masyarakat yang memanfaatkan sumber daya sekitar
pantai atau di daratan adalah kelompok-kelompok masyarakat/nelayan yang mengembangkan
usaha budidaya seperti budidaya rumput laut di Cilaut Eureun, Kabupaten Garut, kelompok
pembuat garam di pantai-pantai kawasan Cirebon atau Madura, atau usaha budidaya
perikanan tambak yang secara tradisional banyak dilakukan oleh masyarakat nelayan di tepi
pantai (Hawley, 1986).
b. Masyarakat pesisir Pantai Sepanjang
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat pesisir Pantai Sepanjang adalah bertani.
Hal ini dapat dilihat dari lahan di sekitar Pantai Sepanjang berupa lahan pertanian. Lahan
pertanian langsung dapat dilihat pengunjung pantai karena berada sekitar 100 meter dari
kawasan Pantai Sepanjang. Lahan pertanian sendiri merupakan lahan dengan kebutuhan air
yang cukup tinggi. Selama ini, masyarakat setempat hanyan mengandalkan air yang
bersumber dari hujan untuk pengairan lahan pertanian mereka. Harapan masyarakat
Sepanjang adalah adanya saluran irigasi dan system pengairan yang bagus untuk mendukung
mata pencaharian utama mereka.
Bantuan dari pemerintah yang pernah mereka dapatkan berupa beras, pupuk, benih,
dan jagung. Bantuan (subsidi) tersebut dirasakan kurang sesuai dan tidak mampu mencukupi
kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mereka berjualan arang dengan satu karungnya
dihargai Rp 50.000 serta mengais nafkah dari pekerjaan sampingan lain. Pekerjaan sampingan
masyarakat pesisir Pantai Sepanjang adalah berjualan biota laut yang sudah diolah dengan
cara mereka sendiri, beberapa dijadikan sebagai makanan/keripik, yaitu Ulva sp. Adapun
produk lain yaitu hiasan rumah dari biota laut yang sudah mati.
-
11
Sementara menurut Pak Subiyo selaku penduduk setempat mengatakan bahwa Pantai
Sepanjang adalah tempat yang paling banyak digunakan sebagai tempat riset dan sering
menjamu mahasiswa yang melakukan riset. Adanya mahasiswa yang melakukan riset di
pantai ini memberikan efek positif bagi warga. Pengetahuan warga tentang pantai dan
keanekaragaman biota laut di daerah pantai (zona intertidal) bertambah dan mulai tergerak
untuk memanfaatkannya. Misalnya rumput laut dan bulu babi yang sebelumnya dianggap
sebagai sampah, sekarang masyarakat mulai memanfaatkannya untuk dikonsumsi. Rumput
laut yang bervariasi dimanfaatkan penduduk untuk dibuat pecel, peyek, dan ombo.
Pemanfaatan sumber daya alam yang berada di lingkungan sekitar memang baik jika
tetap dalam batas daya dukung sumber daya alam tersebut. Tidak adanya pembatasan dalam
pemanfaatan biota laut oleh masyarakat sekitar menyebabkan kondisi perairan Pantai Sepanjang
beserta biota yang hidup didalamnya menjadi terganggu. Bagi masyarakat di sekitar Pantai
Sepanjang, biota laut dianggap penting karena khasiat dan manfaatnya.
Pak Mardi dan Bu Surati sebagai masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Pantai
Sepanjang menuturkan dulunya Pantai Sepanjang memiliki banyak jenis biota laut seperti
ikan oleng-oleng, ikan mece (umang-umang tanpa kepala), kelabang laut, salangan (bintang
ular), kepiting canggin, pengko, kringkel, dan laut. Kini menjadi sedikit karena warga di
pesisir pantai memanfaatkan untuk dikonsumsi sehingga populasi yang ada semakin sedikit
keberadaannya. Ibrahim (2009) menjelaskan perilaku masyarakat dipengaruhi sikap dan
kebiasaan, sikap merupakan faktor kunci yang menentukan manifestasi perilaku masyarakat
dalam pelestarian jenis biota laut. Dalam hal ini, sikap dan kebiasaan masyarakat di Pantai
Sepanjang belum dapat diketahui dengan jelas karena memerlukan suatu kajian dalam kurun
waktu yang lama.
-
12
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, J. W. 1996. Human Ecology as Human Behavior. Transaction Publishers, New
Brunswick, New Jersey.
Hawley, A. H. 1986. Human Ecology a Theoretical Essay. The University of Chicago,
Chicago.
Hutabarat, S. dan M. E. Steward. 2008. Pengantar Oceanografi. UI-Press, Jakarta.
Moran, E. F. 1982. Human Adaptability: An Introduction to Ecological Anthropology.
Westview Press Inc., Boulder, Colorado.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. PT Gramedia, Jakarta.
Prajitno, A. 2009. Biologi Laut. Universitas Brawijaya, Malang.
Rambo, A. T. 1996. Human Ecology Research by Social Scientist on Tropical
Agroecosystem. Dalam A. T. Rambo dan P. E. Sajise, An Introduction to Human
Ecology Reserach on Agricultural Systems in Southeast Asia. University of the
Philippines, Los Banos.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 1999. Biota Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Laut.
Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.
-
13
LAMPIRAN
Lokasi Lattap 1 AK-29; Pantai Sepanjang,
Wonosari, Gunungkidul
Kenampakan dasar perairan zona intertidal
Pantai Sepanjang
Bulu babi
Kepiting karang
Kelabang laut
Bintang ular
-
14
Rumput laut Ulva sp.
Rumput laut Enteromorpha sp.