makalah kp1 new concept

Upload: adrihumam

Post on 12-Jul-2015

278 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Insentif Pajak Daerah dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009

Disusun Oleh: Adri Humam 0806395945 Dita Melina Permana 0806396134 Medha Andika Prabowo 0806396336 Rizky Afdillah 0806396462 Yosseane Widia Kristi 0806396600

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Pajak

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Depok 2011

Bab I PENDAHULUAN Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah jo UU No. 33 tahun 2004, pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Penyerahan berbagai kewenangan tersebut berdampak pada pembiayaan pemerintah daerah. Untuk itu diperlukan penyerahan dan pengalihan pembiayaan dari pemerintah pusat kepada daerah guna membiayai kewenangan yang diserahkan pemerintah pusat. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 Tahun 1999 jo UU No. 33 Tahun 2004 penyerahan sumber pembiayaan tersebut terhimpun dalam sumber pembiayaan yang berasal dari dana perimbangan yang mencakup bagian daerah dalam penerimaan PBB, BPHTB, penerimaan sumber daya alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi khusus. Selain dana perimbangan, sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah pendapatan asli daerah, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan daerah yang sah. Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa dampak-dampak tertentu bagi daerah untuk menjalankan kewenangannya itu. Salah satunya adalah bahwa daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi kewenangannya. Berkaitan dengan hal

tersebut, Koswara (2005) menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaran pemerntahan daerahnya. Kemampuan pendanaan merupakan satu bagian penting untuk menilai secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Tanpa adanya dana yang cukup maka tidak mungkin daerah mampu menyelenggarakan tugas dan kewajiban serta segala kewenangan yang melekat untuk mengatur rumah tangganya sendiri. dapat diberikan Berbicara mengenai kemandirian daerah dalam instrumen untuk fiskal untuk mengelola keuangannya guna melaksanakan otonomi daerah, pemerintah daerah menggunakan wewenang meningkatkan daerah dengan penerimaannya. Dalam UU No. 28 tahun 2009 mengenai PDRD, daerah memungut pajak-pajak peraturan daerahnya masing-masing. UU PDRD no. 28 tahun 2009 telah memberikan perluasan basis pajak kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah. Hal ini membuktikan telah dilaksanakannya desentralisasi fiskal dengan memberikan wewenang pemajakan bagi pemerintah daerah. Desentralisasi fiskal bertujuan untuk membuat daerah dapat mandiri membiayai pemerintahannya. Dengan begitu, daerah dapat membangun perekonomiannya secara mandiri. Kewenangan dalam desentralisasi fiskal juga memberikan pemerintah daerah hak untuk membuat kebijakan dalam bidang perpajakan untuk membuat fasilitas perpajakan daerah. Fasilitas pajak ini atau insentif pajak diberikan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam pemerintahan dimana penerimaan pajak harus dikorbankan. Pemberian fasilitas pajak tidak akan merugikan pemerintah daerah apabila dibuat secara tepat. Pemberian fasilitasfasilitas perpajakan daerah ini diatur oleh UU No. 28 tahun 2009 dan daerah diberikan wewenang penuh dalam hal pemberian pembebasan maupun pengurangan yang menyangkut pemungutan pajak daerah.

Fasilitas

dibidang

perpajakan ini

berguna untuk

membangun

kehidupan ekonomi, sosial maupun budaya di daerah. Hal ini juga bertujuan untuk mendorong pemberian pelayanan publik yang baik dari pemerintah daerah kepada masyarakatnya.

Bab II PEMABAHASAN A. Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Definisi Insentif pajak menurut Suandy adalah suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan kepada investor luar negeri untuk aktifitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu.1 Insentif pajak merupakan suatu instrumen dari sistem perpajakan yang dapat dipergunakan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Dalam lingkup Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Insentif pajak digunakan untuk menarik investor atau mendorong kegiatan produksi sehingga dapat memajukan perekonomian negara. Insentif pajak dapat juga disebut sebagai fasilitas di bidang perpajakan, seperti contohnya Tax Holiday dalam PPh yang merupakan pembebasan PPh bagi investor yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Tujuan dari pemberian insentif pajak secara tidak langsung adalah untuk mengorbankan penerimaan pajak oleh pemerintah untuk mencapai tujuan lain, yang biasanya berhubungan dengan bidang ekonomi negara. Seperti penjelasan sebelumnya bagaimana insentif pajak diterapkan pada PPh dan PPN dengan tujuan untuk menarik1

Suandy, Erly. Perencanaan Pajak, (Jakarta: Salemba Empat, 2003) hal. 18.

investor dan untun mendorong kegiatan produksi negara yang secara tidak langsung dilakukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi negara. Hal ini merupakan tugas dari pemerintah pusat untuk membangun perekonomian secara makro dengan menggunakan instrumen fiskal yakni pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Berkaitan dengan pemerintah pusat membuat insentif pajak untuk mendorong perekonomian negara, pemerintah daerah juga diberikan wewenang oleh pemerintah pusat untuk memberikan insentif pajak dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Hal tersebut diatur dalam UU PDRD No. 28 Tahun 2009 dalam pasal 95 ayat (4) huruf (a), dimana Peraturan Daerah tentang Pajak dapat juga mengatur ketentuan mengenai pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya. Sedangkan untuk retribusi daerah diatur dalam pasal 156 ayat (4) huruf (b), dimana Peraturan Daerah tentang Retribusi dapat juga mengatur ketentuan mengenai pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok Retribusi dan/atau sanksinya. 2 Pengaturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam UU PDRD Nomor 28 Tahun 2009, dimana pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah masing-masing daerah. Pengertian mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dijelaskan dalam UU PDRD tersebut. Dimana, berdasarkan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 1 angka 10 nomor 28 tahun 2009, Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pengertian retribusi, sebagaimana tercantum dalam UU PDRD Pasal 1 angka 64 Nomor 28 tahun 2009, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

2

Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 tahun 2009

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pengertian dari pajak daerah dan retribusi daerah yang mengacu dari UU PDRD pada dasarnya sama dengan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam memungut pajak, pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan masingmasing. Akan tetapi, pemerintah pusat memiliki tujuan yang lebih makro yaitu kepentingan negara yang membuat segala bentuk kebijakan yang harus dibuat untuk harus mencakup dampaknya terhadap dapat pembangunan menjadi daerah negara. yang Sedangkan mandiri pemerintah dengan daerah, memiliki tujuan yang lebih mikro yaitu bagaimana daerah tersebut membiayai penyelenggaraan pemerintahannya sendiri dan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada rakyatnya dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Perbedaan tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat perbedaan dalam memutuskan kebijakan, khususnya dalam hal pemberian insentif pajak. Pemerintah daerah dalam memberikan insentif atau fasilitas dalam pajak biasanya berbentuk pembebasan atau pengurangan atas instansi-instansi yang berhubungan dengan tujuan sosial. Hal ini dilakukan dalam rangka pemberian pelayanan yang baik dan meningkatkan pemberian public goods kepada warganya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam UU PDRD Nomor 28 Tahun 2009, dan pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah masing-masing daerah. Dalam hal ini, pemerintah pusat mengatur batas-batas kewenangan pemerintah daerah dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah. B. Jenis Pajak Daerah Jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam UU PDRD No. 28 tahun 2009 dalam pasal 2. Pengaturan mengenai jenis pajak

daerah ini terus mengalami perubahan dalam tiap amandemen undang-undangnya. Secara signifikan, peluasan basis pajak dilakukan di setiap perubahan peraturannya. Hal ini berarti bahwa daerah diberikan lebih banyak sumber penerimaan dalam rangka pelaksanaan otonomi daetah. Dalam UU yang baru disebutkan jenis-jenis pajak dan retribusi daerah, diantaranya: Jenis Pajak provinsi terdiri atas: 1. Pajak Kendaraan Bermotor; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Air Permukaan; dan 5. Pajak Rokok. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7. Pajak Parkir; 8. Pajak Air Tanah; 9. Pajak Sarang Burung Walet; 10. dan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. C. Insentif Pajak Daerah dalam UU PDRD No. 28 Tahun 2009 Pada pembahasan mengenai insentif pajak daerah di makalah ini tidak akan membahas mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, karena akan merupakan batasan pembahasan penulis. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai pembebasan pajak daerah yang diatur oleh UU PDRD No. 28 tahun 2009. Berikut akan bahas per-masing-masing Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

pajak mengenai pengertian, objek pajak, subjek pajak serta fasilitas pembebasan yang diatur dalam UU PDRD no. 28 tahun 2009.1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Dimana pengertian Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. Objek dari Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor. Sedangkan yang menjadi Subjek Pajak Kendaraaan Bermotor adalah Orang pribadi dan Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a) kereta api; b) Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara; c) Kendaraan timbal balik Bermotor dan yang dimiliki dan/atau dikuasai yang kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas lembaga-lembaga internasional memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan d) objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Objek yang dikecualikan dari pengenaan PKB ini merupakan pembebasan yang diatur untuk mendapatkan fasilitas PKB. Pembebasan PKB ini dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan serta penyediaan transportasi publik yaitu kereta. Dimana, kereta api merupakan public goods yang dikelola oleh

pemerintah untuk melayani masyarakat. Hal lain yang mejadi insentif dalam lingkup PKB adalah pengurangan tarif bagi Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pengurangan tarif ini dimaksudkan karena kendaraan-kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dimiliki oleh instansi-instansi yang mempunyai fungsi sosial di daerah, maka dari itu diberikan fasilitas.2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

Bea

Balik

Nama

Kendaraan

Bermotor

adalah

pajak

atas

penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Sedangkan yang menjadi Subjek Pajak Kendaraaan Bermotor adalah Orang pribadi dan Badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor. Dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah: a) kereta api; b) kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. c) Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan d) objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Sama halnya dengan PKB, BBNKB memiliki pembebasan pajak yang serupa yakni dalam hal penyelenggaraan

pemerintahan serta penyediaan transportasi publik yaitu kereta api. Akan tetapi untuk BBNKB tidak ada pengurangan tarif layaknya PKB dalam hal kendaraan-kendaraan yang memiliki kaitan dengan fungsi sosial pada masyarakat.3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor. Objek Pajak Bahan untuk Bakar Kendaraan Bermotor adalah bahan Bahan bakar Bakar yang Kendaraan Bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan kendaraan bermotor, termasuk digunakan untuk kendaraan di air. Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Untuk PBBKB, tidak diatur mengenai pembebasan maupun pengurangan pajaknya. Hal ini berkaitan dengan isu kelangkaan barang yang dikenakan pajak, sehingga bagi siapapun yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor wajib dikenakan pajaknya. 4. Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan. Subjek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan. Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah: a) pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan

perikanan rakyat, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan; dan b) pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Pembebasan diberlakukan profit. dalam pengenaan pajak air permukaan untuk rakyat atas penggunaan untuk yang dan berdasarkan pertanian

memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak berorientasi Meskipun perikanan merupakan mata pencaharian yang mencari profit, akan tetapi hal ini dilakukan juga dengan tujuan untuk mendorong ekonomi rakyat di daerah. Sehingga dapat dilihat bahwa insentif pajak daerah juga dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi rakyat. 5. Pajak Rokok Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana dimaksud meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok. Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Mengenai pajak rokok adalah pajak baru yang penerapannya masih baru akan dilakukan di tahun 2014. 6. Pajak Hotel Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga,

hiburan dan persewaan ruangan di hotel yang disewakan oleh pihak hotel. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Pelayanan yang diberikan hotel yang tidak termasuk objek Pajak Hotel adalah : a) jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; b) jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya; c) jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan; d) jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan e) jasa umum. Pengecualian objek pajak hotel yang disebutkan di atas diberikan atas pelayanan-pelayanan yang berhubungan dengan kegiatan sosial dalam rangka pemberian pendidikan, fasilitas kesehatan bagi dll. masyarakat untuk memperoleh biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh

Pengecualian juga diberikan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan serta atas penyewaan apartemen, kondominium juga dikecualiakan. Mengenai jasa sewa apartemen dikecualiakan karena atas jasa tersebut dikenakan PPN, sehingga tidak lagi menjadi objek pajak daerah. 7. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran. Pelayanan

yang

disediakan

Restoran

meliputi

pelayanan

penjualan

makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran. Tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Hal ini menjadi ketetapan dari daerah masing-masing untuk menetapkan besarnya batasan tertentu dalam hal pemberian fasilitas. Batasan ini dapat menjadi instrumen bagi pemerintah daerah untuk merangsang perekonomian daerahnya. 8. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan. Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan dengan Peraturan Daerah. Selayaknya pajak restoran, pemerintah daerah diberikan wewenang sepenuhnya untuk menetukan fasilitas yang akan diberikan dalam pajak hiburan. Sehingga fasilitas ini dapat menjadi instrumen bagi pemerintah daerah untuk merangsang perekonomian daerahnya. 9. Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Objek Pajak Reklame adalah semua

penyelenggaraan Reklame. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame. Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah: a) penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya; b) label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya; c) nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut; d) Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan e) penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Penyelenggaraan reklame yang dikecualikan dari pengenaan pajak reklame adalah penyelenggaraan yang berhubungan dengan pe-label-an usaha ataupun produk, sehingga dapat membedakan produk satu dengan yang lainnya. Selain itu penyelenggaraan reklame juga dikecualikan dari pemasangan rekalme di media-media elektronik dikarenakan hal ini sudah dikenakan PPN sehingga tidak lagi dikenakan pajak daerah. 10. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan adalah:

a) penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b) penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik; c) penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan d) penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Fasilitas pembebasan yang diberikan dalam pajak penerangan jalan diberlakukan atas penggunaan yang memiliki tujuan non profit maupun untuk penyelenggaraan pemerintahan. 11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara. Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi: asbes; batu tulis; batu setengah permata;batu kapur; batu apung; batu permata; bentonit; dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin; leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit; dan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam

dan Batuan. Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah: a) kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas; b) kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial; dan c) pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Fasilitas pembebasan yang diberikan dalam Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan diberlakukan atas penggunaan yang memiliki tujuan non profit maupun untuk penyelenggaraan pemerintahan. 12. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Tidak termasuk objek pajak parkir adalah: a) penyelenggaraan tempat Pemerintah Daerah; b) penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri; Parkir oleh Pemerintah dan

c) penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; dan d) penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Fasilitas pembebasan yang diberikan dalam Pajak parkir diberlakukan atas penggunaan yang memiliki tujuan non profit maupun untuk penyelenggaraan pemerintahan serta diberikan kepada 13. perusahaan Pajak Air Tanah yang memberikan fasilitas kepada karyawannya. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah: a) pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan b) pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Sama halnya dengan Pembebasan dalam pengenaan pajak air permukaan, pada pajak air tanah diberlakukan atas penggunaan yang berdasarkan untuk memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak berorientasi profit. Meskipun untuk perikanan dan pertanian rakyat merupakan mata pencaharian yang mencari profit, akan tetapi hal ini dilakukan juga dengan tujuan untuk mendorong ekonomi rakyat di daerah. Sehingga dapat dilihat bahwa insentif pajak daerah juga dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi rakyat. 14. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Objek Walet adalah pengambilan dan/atau Pajak Sarang Burung Sarang pengusahaan

Burung Walet. Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a) pengambilan Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); b) kegiatan Daerah. Meskipun merupakan jenis pajak daerah yang baru, pajak burung walet dikenakan karena memiliki potensi yang besar sebagai sumber pendapatan daerah. Sehingga dalam pengaturannya dibuat jelas bagaimana pajak ini dikenakan serta di buat pengecualiannya. Sebagaimana disebutkan bahwa yang dikecualikan dalam pengenaan pajak sarang burung walet adalah selama pengambilan tersebut telah dikenakan PNPB. Karena tidak ingin membebankan pengusaha dengan mengenakan dua kali pembayaran apabila dikenakan, sehinga dapat berdampak lesunya kegiatan ekonomi dibidang ini. Fasilitas atau pembebasan pajak dalam lingkup pajak daerah dapat dilihat bahwa hampir keseluruhan diberikan untuk instansi-instansi yang memberikan fungsi sosial atau dalam rangka penyelenggarakan pemerintahan di daerah. Dari ke-14 jenis pajak yang telah dijabarkan di atas, keseluruhannya memberikan kewenangan pada masingmasing daerah untuk mengatur mengenai pembebasan pajak apabila diperlukan. Hal ini didukung dengan bunyi pasal 95 ayat (4) huruf (a) pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan

yang

mengatur

mengenai

wewenang

pemerintah

daerah

untuk

menetapkan pembebasan atau pengurangan pajak dalam peraturan daerahnya. UU PDRD yang dibuat oleh pemerintah pusat hanya memberikan gambaran serta batasan bagi pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah mengenai pemungutan pajak daerah.D. Contoh Penerapan Insentif Pajak daerah di beberapa daerah 1. Fasilitas Atau Insentif Dalam Pajak Parkir

Contoh nyata pemberian fasilitas atau insentif dalam pajak parkir yaitu terjadi di daerah pontianak. Pemerintah kota Pontianak memberikan insentif kepada mega mal, berupa potongan pajak hingga 50 % dalam 4 tahun dan 20% dalam 2 tahun berikutnya. Dalam pelaksanaannya memang penentuan pajak parkir ini telah dibebankan oleh daerah sebagai bentuk desentralisasi fiskal. Dan pemerintah kota Pontianak memberkan insentif ini dalam rangka kepentingan investasi. Mega mal di kota Pontianak merupakan mal besar dan memiliki andil investasi yang besar di Pontianak oleh karena itu kemudahan yang diberikan oleh kota Pontianak diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang besar di kota pontianak.2. Fasilitas Atau Insentif Dalam Pajak Kendaraan Bermotor

Insentif

pajak

dilakukan

tidak

hanya

untuk

merangsang

pertumbuhan investasi maupun tujuan sosial, akan tetapi dapat juga digunakan sebagai instrumen meningkatkan pendapatan daerah. Sebagai contohnya, di Samarinda dalam Perda No 7 / 2011 memberikan keringanan PKB kepada wajib pajak yang membayar enam bulan sebelum jatuh tempo masa pajak. Semua ini merupakan upaya meningkatkan kepedulian wajib pajak untuk tertib membayar pajak. Para wajib pajak akan mendapat insentif jika membayar pajak sebelum jatuh tempo masa pajak, sehingga diharapkan memotivasi mereka untuk tertib membayar pajak. Perda ini merupakan meningkatkan pendapatan terobosan daerah Pemprov Kaltim untuk pungutan PKB. melalui

Keringanan membayar pajak ini hingga pajak. 17 Desember 2011

berlaku sejak 17 September masyarakat pun Kaltim yang

bagi

membayar PKB enam bulan lebih awal sebelum jatuh tempo masa Keringanan yang diberikan bervariasi.Mulai pembebasan pokok PKB 10% bagi pemilik kendaraan yang melunasi enam bulan sebelum jatuh tempo, pembebasan pokok PKB 8% bagi pemilik kendaraan yang melunasi lima bulan sebelum jatuh tempo, pembebasan pokok PKB 6% bagi pemilik yang melunasi empat bulan sebelum jatuh tempo, pembebasan pokok PKB 4% bagi yang melunasi tiga bulan sebelum jatuh tempo, dan pembebasan pokok PKB 2% bagi yang melunasi dua bulan sebelum jatuh tempo.3. Fasilitas Atau Insentif Dalam Pajak Hotel

Pemkot Yogyakarta memberikan insentif kepada para pengusaha dan investor yang akan mendirikan usaha baru pada tahun 2009 di Kota Yogyakarta. Insentif ini diberikan dalam bentuk keringanan besaran pajak dan tahapan waktu pembayaran pajak. Pemberian insentif ini merupakan salah satu solusi untuk menghadapi krisis global yang berdampak pada pelaku bisnis di Kota Yogyakarta. Pemkot berupaya mengurangi dampak krisis keuangan global dengan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, dengan pemberian insentif kepada investor. Kebijakan mengenai hal ini telah dituangkan dalam Peraturan Walikota (Perwal) No 3 Tahun 2009 tentang pemberian insentif terhadap investasi pada 2009 di Kota Yogyakarta. Insentif yang diberikan meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Retribusi Izin Mendirikan Bangun Bangunan (IMBB), Retribusi Izin Gangguan dan Retribusi Izin Usaha Kepariwisataan. Sementara Titik Sulastri menjelaskan, keringanan pajak yang diberikan kepada investor yang mendirikan usaha baru, besarannya bermacam-macam. Untuk Pajak Hotel misalnya, ada pengurangan pajak hingga 90% bagi pelaku usaha perhotelan mulai mikro hingga yang besar

selama 3 bulan pertama. Kemudian 3 bulan berikutnya 50% dan 6 bulan lagi ada potongan 25%.

Bab III PENUTUP Dalam sejarah kepemerintahan daerah di Indonesia, pemungutan pajak daerah terbukti berjalan seiring dengan sejauh mana daerah diberi kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengatur dirinya. Pola pemberian kemampuan keuangan, baik yang tercakup dalam topik

alokasi keuangan antar tingkatan pemerintahan maupun pemberian kemampuan bagi daerah untuk secara langsung menerima penerimaan (komponen PAD, dimana termasuk di dalamnya pajak daerah), sangat terkait erat dengan kewenangan yang dimiliki dan dijalankan daerah dalam rangka status otonom yang diembannya. Politik desentralisasi, dimana tercakup di dalamnya desentralisasi fiskal, yang dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia dapat dilihat sebagai suatu pendulum yang bergerak sesuai dengan irama politik yang dimainkan oleh penguasa (pemerintah pusat) dan tuntutan daerah. Kebijakan insentif pajak yang dilakukan oleh pemerintah daerah pada dasarnya dilakukan untuk membangun daerahnya menjadi daerah yang dapat melaksanakan otonomi daerahnya. Kebijakan insentif pajak bertujuan untuk meningkatkan perekonomian, penerimaan, maupun investasi di daerah. Pada dasarnya tujuan ini tidaklah berbeda dengan insentif pajak yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal pemberian insentif dibidang PPh, PPN maupun pajak pusat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Edi Hartono, Muhammad. Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Dalam Hubungannya dengan Iklim Investasi Bagi Perusahaan Penanaman

Modal Asing di Sektor Industri Tekstil. Program Pascasarjana FISIP UI, 2007. Redaksi. Insentif bagi Wajib Pajak Hotel dan Restoran

(www.korantempo.com). Diunduh pada tanggal 15 Desember 2011 pukul 20.18 WIB. Redaksi. Pemprov Lakukan Terobosan Diunduh Baru pada Pungut tanggal PKB 15

(www.diskominfo.kaltimprov.go.id). Desember 2011 pukul 19.00 WIB.

Redaksi. Potongan Pajak Parkir Mega Mall 35 Persen, DPRD Minta Hapus Potongan Pajak (www.indowarta.com). Diunduh pada tanggal 15 Desember 2011 pukul 18.15 WIB. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah Suandy, Erly. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat, 2003 Sudjarwoko. Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi Dki Jakarta. Program Studi Magistes Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2010.