makalah kelompok 9 ppis - diskursus islam dan nasionalisme

25
UNIVERSITAS INDONESIA Pemikiran Politik Islam Dinamika Diskursus Islam dan Nasionalisme: Hubungan Islam dan Nasionalisme Pada Masa Pra Kemerdekaan di Indonesia (1926-1944) Oleh Dzaki Yudi Ananda 1206274071 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program S1 Ilmu Politik Paralel

Upload: ananda-putra

Post on 22-Jun-2015

98 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Makalah Kelompok 9 PPISDiskursus Islam dan Nasionalisme Bangsa

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

UNIVERSITAS INDONESIA

Pemikiran Politik Islam

Dinamika Diskursus Islam dan Nasionalisme: Hubungan Islam dan Nasionalisme Pada Masa Pra Kemerdekaan di Indonesia (1926-1944)

Oleh

Dzaki Yudi Ananda 1206274071

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program S1 Ilmu Politik Paralel

Depok, 2013

Page 2: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Dinamika Diskursus Islam dan Nasionalisme: Hubungan Islam dan Nasionalisme Pada Masa Pra Kemerdekaan di Indonesia (1926-1944)

Oleh: Dzaki Yudi Ananda (1206274071)

ABSTRAK

Islam dan Nasionalisme memiliki pengaruh dalam pergerakan Indonesia menuju kemerdekaan pada interval tahun 1926-1944. Terjadi hubungan tarik menarik antara golongan Islam dan golongan Nasionalis yang tidak jarang mengakibatkan pergesekan antar keduanya. Tetapi usaha-usaha penjajah untuk memisahkan keduanya tidak cukup untuk menyurutkan semangat kedua pihak untuk mendapatkan kemerdekaan. Makalah ini akan membahas bagaimana pasang-surut hubungan antara golongan Islam dan Nasionalis serta pemikiran M. Natsir yang meleburkan pemikiran dua golongan tersebut.

Kata Kunci: Islam, Nasionalisme, Sekuler, Pergerakan

PENDAHULUAN

1. Kata Pengantar

Bagaimana Islam memandang sebuah konsep nasionalisme? Kita perlu

memahami beberapa pemikiran dari para Tokoh seperti seorang al-Maududi, tokoh

Islam Pakistan (1903-1979), misalnya, berbeda pendapat dengan tokoh pendiri IM

(Ikhwan al-Muslimin), Hasan al-Bana (1906-1949). Al-Bana dalam risalah al-

mu'tamar al-khamisnya, misalnya mengatakan, "Relasi antara Islam dan

Nasionalisme tidak selalu bersifat tadhadhud atau kontradiktif. Menjadi muslim yang

baik tidak selalu berarti antinasionalisme." Kalaupun kita panjangkan, maka menjadi

sekularis juga tidak selalu berarti menjadi nasionalis tulen. Berbeda dengan al-

Maududi yang menolak kehadiran nasionalisme dalam pemikiran Islam, karena ia

dianggap produk barat dan hanya membuat pecah-belah umat Islam.

Page 3: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Di Indonesia sendiri, pertentangan antara konsep nasionalisme dan Islam

merupakan permasalahan yang sudah ada sejak masa pergerakan menuju

kemerdekaan. Pada tahun 1912, berdiri organisasi Sarekat Islam yang mengawali

berkumpulnya orang-orang di luar suku jawa. Organisasi nasional sebelumnya, Budi

Utomo, hanya menjangkau kaum tradisional Jawa. Organisasi Islam dapat

menjangkau semua kalangan dan semua suku yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu,

organisasi Islam merupakan tanda dimulainya pergerakan nasional untuk

memperjuangkan kemerdekaan atas kolonial. Hubungan tarik-menarik antara Islam

dan Nasionalisme terjadi untuk menentukan dasar negara Indonesia selama masa

pergerakan. Selanjutnya dalam pembahasan makalah ini akan dijelaskan bagaimana

wacana Islam terhadap konsep nasionalisme, khususnya selama masa pergerakan

menuju kemerdekaan Indonesia.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pandangan Islam terhadap Nasionalisme?

2. Bagaimana hubungan antara Islam dan Nasionalisme selama masa pra

kemerdekaan di Indonesia?

3. Siapa tokoh Islam-Nasionalis pada masa pergerakan di Indonesia?

3. Batasan Masalah

Makalah ini lebih terhadap pandangan Islam terhadap Nasionalisme dan

hubungan keduanya pada zaman pergerakan Indonesia menuju kemerdekaan (1926-

1944)

4. Kerangka Konsep

1. Wacana Islam Tentang Nasionalisme

Secara harfiah, Islam dan Nasionalisme memiliki hubungan antara satu dan

lainnya. Pemikir-pemikir Islam kontemporer memiliki pandangan masing-masing

terhadap ide-ide Nasionalisme. Antara lain Tahtawi (1801-1873), Luthfi al-Sayyid,

Page 4: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

dan pemikir-pemikir modernis fundamentalis yang pro dan kontra terhadap wacana

Nasionalisme.

2. Islam dan Nasionalisme pada masa pergerakan

Islam memiliki pengaruh yang besar pada zaman pergerakan menuju

kemerdekaan. Hal ini disebabkan karena banyak tokoh-tokoh Islam yang menggagas

terbebasnya Indonesia dari kolonialisme dan imperialisme.

3. M. Natsir sebagai tokoh Islam-Nasionalis

M. Natsir merupakan tokoh yang yang sangat mewakili antara Islam dan

Nasionalisme. Konsep-konsep Islam yang diajarkan Natsir untuk melawan

kolonialisme, merupakan cikal-bakal lahirnya rasa Nasionalisme.

PEMBAHASAN

1. Bersikap Moderat

Nasionalisme dengan pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan

negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial

atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,

integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa (KBBI, cet. 1999) bukan hanya tidak

bertentangan, tapi juga bagian tak terpisahkan dari Islam. Artinya, kita bisa menjadi

muslim taat, ditambah menjadi seorang nasionalis sejati. Hizbut Tahrir merupakan

golongan yang tidak sependapat dengan hal ini. Adapun keberatan Hizbut Tahrir dan

yang sependapat dengannya, bisa dibantah dengan:

1. Nasionalisme tidak bertentangan dengan konsep persatuan umat dan tidak

menghalangi kesatuan akidah. Batas geografis tidak sepenuhnya negatif.

Solidaritas umat tetap bisa dibangun, apalagi kita sekarang berada di era

globalisasi. Solidaritas Uni Eropa bisa menjadi contoh kita. Pokok soal

kemunduran peradaban umat Islam bukan pada tidak adanya khilafah, tapi

Page 5: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

pada kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan kurangnya solidaritas umat.

Islam punya nilai yang sifatnya global dan tanpa batas, seperti dalam akidah

dan ibadah.

2. Nasionalisme yang mengarah kepada fanatisme kesukuan, tentu kita setuju

menolaknya. Tapi tidak selamanya nasionalisme selalu berwajah fanatisme

dan perpecahan antarsuku. Sejarah membuktikan bahwa nasionalisme punya

saat-saat membebaskan dan mencerahkan. Nasionalisme di Barat pada abad

18 M adalah revolusi perlawanan rakyat atas hegemoni kaum aristokrat dan

anti dominasi gereja. Di negara terjajah, nasionalisme bercorak

antiimperialisme dan penjajahan asing.

3. Kita setuju penolakan Maududi atas paham nasionalisme dalam konteks

perseteruan Mesir/Arab-Turki yang lebih merupakan perseteruan Arab-non

Arab. Tapi menggenalisir nasionalisme menjadi sepenuhnya negatif adalah

kekeliruan. Karena alasan yang telah disebut pada poin tiga.

2. Nasionalisme dalam Sudut Pandang Islam

Selain agama, kewarganegaraan dalam hal ini nasionalisme merupakan sebuah

identitas kebangsaan. Kaum muslim sejak dahulu mengakui adanya kebangsaan yang

hidup dalam komunitas agama Islam. Hingga akhir abad ke-19, kebangsaan tidak

pernah dipakai untuk identitas kewarganegaraan. Walaupun Iran secara de Facto

adalah negara-bangsa, Syiah tetap menjadi identitas kewarganegaraan. Ide tentang

negara-bangsa mempengaruhi pemikiran politik Islam seiring masuknya ide-ide

pemikiran Eropa. Penulis-penulis Turki dan Mesir mempropagandakan cinta tanah air

adalah sebuah kebaikan, ide-ide ini merupakan cikal bakal terciptanya nasionalisme

di kalangan pemikir-pemikir politik Islam.

Tahtawi (1801-1873) berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kesamaan

tanah air dan bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama antara satu dan lainnya.

Page 6: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Pendapat ini memiliki kesamaan dengan ajaran Islam bahwa semua manusia adalah

sama dan memiliki hak kewajiban antara satu dan lainnya. Selain Tahtawi, Lutfi al-

Sayyid (1872-1963) mengaitkan ide-ide universalisme dengan imperialisme Islam.

Al-Sayyid mengaitkan pemikiran universalisme yang intinya “tanah Islam adalah

tanah air seluruh muslim”, dengan imperialisme Islam yakni Utsmani (Turki).

Menurutnya gagasan itu sudah harus digantikan dengan gagasan baru, yaitu “dengan

satu kepercayaan yang sesuai dengan ambisi setiap Negara Timur yang mempunyai

tanah air tertentu, yaitu rasa nasionalisme (wathaniyyah)”. 1

Namun banyak pemikir modernis yang berpendapat bahwa nasionalisme memiliki

potensi untuk memecah belah dan tidak cocok dengan universalisme Islam. Rasa

nasionalisme dianggap hanya dapat memunculkan semangat masing-masing bangsa

yang ada di imperialisme utsmani. Bahkan lebih keras lagi, kaum fundamentalis

menganggap nasionalisme adalah hasil dari zaman jahiliyyah dan merupakan setan

rasis, fanatisme nasional. Hal ini berdasarkan dari pandangan kaum fundamentalis

bahwa dahulunya di jazirah Arab terdiri dari kabilah-kabilah yang menganggap

kabilah mereka adalah yang terbaik, sehingga muncul niatan untuk menghancurkan

kabilah lainnya dan menimbulkan perang. Sejauh kebangsaan menjadi satu-satunya

pilihan sebagai penentu jatidiri keagamaan dan kewarganegaraan, sangat kecil

kemungkinan munculnya pandangan kebangsaan dan nonsektarian di dunia Islam.2

3. Hubungan yang Terjalin Antara Islam dan Nasionalisme di Indonesia

Pra Kemerdekaan

Gerakan dan Pertentangan golongan Nasionalis dan Islam Selama Masa

Menuju Kemerdekaan, 1926 – 1930.

Munculnya beberapa gerakan dan pertentangan antara kaum Nasionalis dan

Islam dilatarbelakangi pada masa pertama sebelum kemerdekaan 1926 hingga 1930.

1 Black, Anthony. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi hal. 6202 Piscatori, James P. Islam in a World of Nation States. Cambridge: Cambridge University Press.

Page 7: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Gerakan-gerakan kemerdekaan antara kaum nasionalis dengan Islam pada dasarnya

dilatarbelakangi dengan hubungan yang sangat baik antara Soekarno dengan

Cokroaminoto, yang dimana pada saat itu Cokroaminoto masih memimpin Sarekat

Islam. Hal ini juga dilatarbelakangi dengan kemunculan berbagai organisasi yang

juga memiliki berbagai macam pondasi atau landasan yang melatarbelakangi

organisasi tersebut. Sebagai contoh Jong Java yang pada saat itu keluar golongan

Islam dari Jong Islamieten Bond dikarenakan Jong Java tidak bersedia menerima

Islam sebagai dasarnya, Sarekat Islam dimana organisasi berlandaskan Islam dengan

jumlah massa yang sangat banyak, dan sebagainya.

Gerakan nasionalis pertama muncul dari pada masa kepemimpinan Soekarno

itu sendiri. Pada 1927 Soekarno mendirikan sebuah partai, yaitu Partai Nasionalisme

Indonesia, yang pada 1928 kemudian diubah menjadi Partai Nasional Indonesia.

Dengan sangat jelas bahwa partai ini berlandaskan nasionalisme Indonesia yang

sangat kental, tidak Islam, Komunis, maupun Tradisonal Jawa yang menjadi landasan

organisasi lain. Terkait dengan agama, sikap PNI cenderung netral. Terbentuk sebuah

federasi dengan nama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia

sebagai buah perundingan antara berbagai partai dan orgaisasi di Indonesia pada

Desember 1927. Federasi ini beranggotakan PNI, Sarekat Islam, dan Budi Utomo.

Dalam jajaran pemimpin-pemimpin termuka, PNI menduduki kursi-kursi dewan

pengurus Federasi.3 Federasi ini dengan latar belakang untuk melakukan mufakat atu

musyawarah dalam mengambil berbagai keputusan. Disamping itu, PNI juga menolak

keras terhadap kepemimpinan Belanda. Mereka mengajak seluruh masyarakat untuk

menolak bahkan untuk menjatuhkan pemerintahan Belanda. Peran Soekarno yang

kuat dan mengayomi ini membuat hati para masyarakat kecil membara dan berapi-

api, dimana masyarakat berbondong-bondong untuk mendaftarkan dirinya sebagai

anggota PNI.

Hingga pada 29 Desember 1929, pemerintahan Belanda mengambil keputusan

untuk menangkap dan menahan para jajaran pemimpin PNI. Dari sini muncul lah

3 Pipitseputra. Beberapa Aspek dari Sejarah Indonesia (Surabaya : Arnoldus Ende-Flores). Hal. 252

Page 8: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

berbagai macam permasalahan internal. Secara garis besar permasalahan ini

disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan aliran, yakni antara pandangan kaum

Islam dengan Nasionalis. Dari sini mulai terlihat jelas berbagai campur tangan Islam

dalam perbedaan sudut pandang dengan kaum nasionalis. Perbedaan tersebut

diantaranya dimana pihak Sarekat Islam menuntut agar pemerintah tidak ikut

mengambil peran dalam mengurus permasalahan-permasalahan yang ada, karena

menurut mereka, mereka dapat mengurusnya sendiri dengan hukum-hukum Islam.

Sedangkan kaum nasionalis berupaya agar pemerintah mengambil peran penting

terhadap kejadian-kejadian atau konflik moril yang terjadi di kalangan Islam. Lalu

pihak Sarekat Islam tidak begitu setuju dengan berdirinya Bank Indonesia, karena

Islam tidak mengizinkan umatnya untuk membungakan uang. Kemarahan gelanggang

Islam berkobar ketika kaum nasionalis menuduh golongan Islam merugikan negara

berjuta-juta rupiah dengan kebiasaan naik haji. Hingga pada akhirnya, tepatnya pada

Desember 1930, Sarekat Islam keluar dari barisan federasi PPPKI. Hingga pada

saatnya, terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan muda dan golongan tua.

Golongan muda Islam disini menyatakan harapan agar di negeri ini, agama Islam

mendapatkan prioritas, yang dimana golongan lain lebih condong persoalan agama

tidak dibahas.

Pada masa ini banyak terjadi pertentangan antara kalangan Islam yang tetap

mempertahankan azas Islam sebagai penggalang persatuan nasional, dan kalangan

kebudayaan yang berdiri sendiri. Jong Islamiesten Bond disini berdiri sendiri dan

tidak bersedia meleburkan diri. Mereka menyatakan bahwa Islam sangat berguna

dalam menggalang persatuan di Indonesia. Mereka bersedia meleburkan diri di dalam

satu fusi jika mereka menyatakan satu tanah air, bangsa dan bahasa jika azas dari cita-

cita tersebut adalah Islam.

Federasi Nasionalis (Gapi) dan Federasi Islam (MIAI) pada 1935-1941.

Pada masa ini Partai Sarekat Islam terus mengalami beberapa permasalahan,

terutama dalam hal perpecahan. Permasalahan yang pertama terkait karena terjadi

Page 9: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

kesalahpahaman, atau perbedaan pandangan dan pola pikir. Pada saat itu H. Agus

Salim menghendaki untuk mengadakan kerjasama dengan Belanda, dikarenakan guna

memperlancar hubungan dengan Belanda karena aktivitas politik selama ini yang

dilakukan selalu dihalangi oleh Belanda. Hingga pada akhirnya ia dikeluarkan dari

Partai Sarekat Islam Indonesia karena mendapatkan banyak tentangan dari golongan-

golongan yang tidak menyetujui politiknya. Terjadi beberapa sistem perombakan atau

pergantian anggota pada masa 1933 hingga 1938.

Terjadi beberapa gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa partai

maupun organisasi. Salah satu diantaranya adalah gerakan pemberontakan Darul

Islam di Jawa Barat terhadap RI. Pihak-pihak yang tergabung dalam gerakan ini

adalah kelompok-kelompok yang keluar dari PSII pada 1940 dikarenakan mereka

condong untuk membentuk pemerintahan teokrasi Islam. Gerakan mereka kemudian

mulai menyentuh tanah Aceh yang menentang dua macam saingan mereka,

diantaranya adalah Muhammadiyah dan Uleebalang. Namun dikarenakan mereka

yakin bahwa perpecahan akan sangat merugikan bangsa, kalangan-kalangan tersebut

membentuk kerja sama yang kuat, hingga pada akhirnya pada tahun 1937 terbentuk

Majisil Islamil A’laa Indonesia atau MIAI. Anggota-anggotanya terdiri dari

Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan partai politik PSII. MIAI tidak bergerak

dalam bidang politik, melainkan untuk menjaga keluhuran ajaran Islam.

Pada 1939 dibentuk federasi lain yaitu Gabungan Politik Indonesia, atau Gapi,

yang beranggotakan Parindra, Gerindo dan PSII. Gapi bergerak dibidang politik tapi

tidak mengarah terhadap Indonesia merdeka, melainkan untuk menghimpun semua

partai politik untuk menggalang saling kerjasama. Golongan Islam masih tetap

memberikan kritik dimana diberlakukannya hukum adat sebagai hukum resmi. Maka

dari itu Gapi disini mengusul pemerintahan Belanda untuk membentuk parlemen

sendiri. Dikarenakan MIAI bergerak diluar bidang politik, setelah suatu rapat-kilat

diputuskan bahwa MIAI mendukung aksi berparlemen tersebut asalkan berdasarkan

azas Islam. Permohonan berparlemen tersebut pada akhirnya ditolak mentah-mentah

oleh Belanda. Usaha Gapi tidak hanya sampai disitu saja, Gapi mengeluarkan

Page 10: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

memorandum agar Belanda dan Indonesia membentuk negara persekutuan, disini

MIAI menyatakan setuju dengan syarat kepala negara dan 2/3 jumlah mentri nya

beragama Islam. Namun dikarenakan PSII merasa tidak krasan lagi dikalangan Gapi,

pada Desember 1941, PSII keluar dari Gapi dan tetap di barisan MIAI dan berusaha

mengungguli Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.4 Pada saat Jepang datang

menyerbu Indonesia, terbagi menjadi dua golongan. Golongan nasionalis terpisah

dengan golongan Islam, diantaranya terdapat Gapi sebagai golongan nasionalis,

terpisah dengan MIAI sebagai golongan Islam. Masing-masing mereka berdiri

sendiri-sendiri, satu dengan yang lain terpisah sama sekali.

Golongan Nasionalis dan Golongan Islam di bawah Kekuasaan Jepang, 1942 –

1944.

Sesuai dengan ramalan Jayabaya, akan terjadi perang Pasifik yang

memecahkan keadaan. Hingga kemudian “bangsa kulit kuning” dari Utara akan

datang sebagai penyelamat untuk mengusir penjajah, dalam ramalan itu dinyatakan

bahwa mereka datang tidak untuk waktu yang lama, melainkan hanya seumur jagung.

Hingga pada akhirnya Jepang datang dan berhasil dengan mudahnya mengalahkan

Belanda. Tindakan utama yang dilakukan Jepang untuk memikat rakyat Indonesia

adalah dengan Gerakan 3A : Jepang sinar Asia, Jepang Pembebas Asia, dan Jepang

pemimpin Asia. Dalam gerakan ini Jepang melakukan kerjasama dengan partai-partai

yang tergabung dalam Gapi. Hingga pada akhirnya partai-partai yang tergabung

dalam Gapi dibubarkan pada tanggal 20 Maret 1942 dengan sebuah dekrit. Begitu

juga dengan Persiapan Persatuan Ummat Islam.

Jepang nyatanya tidak begitu percaya terhadap MIAI, mereka lebih senang

berurusan dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Hingga pada akhirnya

MIAI dibubarkan pada 1943 Oktober. Setelah PSII digeser dan MIAI dibubarkan,

Jepang membentuk federasi baru bagi organisasi-organisasi Islam, yaitu Majelis

Syuro Muslimin Indonesia atau yang disingkat Masyumi pada 23 November 1943.

Anggota-anggota nya terdiri atas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Tindakan-4 ibid, hal. 270.

Page 11: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

tindakan politik juga dilakukan diluar Jawa, yaitu Aceh. Disini Jepang melakukan

pendekatan dengan para kepala adat, para Uleebalang dan himpunan para ulama.

Disini Jepang memasuki para Uleebalang kedalam bidang pemerintahan, yang

dimana selama ini diduduki oleh kekuasaan Belanda. Namun golongan ulama

menuntut lebih, dimana mereka menuntut akan sistem teokrasi. Dilain sisi para

Uleebalang menghendaki untuk mengembalikannya kedudukan mereka sebagai

golongan pemimpin. Dengan demikian timbul persaingan kuat antara kedua golongan

tersebut.

Dalam masa pemerintahan Jepang, golongan Islam mendapatkan izin dari

pihak Jepang untuk membentuk barisan dikalangan mereka sendiri. Hingga pada 4

Desember 1944, Masyumi membuat sebuah barisan bersenjata, yaitu Hizbullah yang

artinya barisan Tentara Allah. Barisan ini ditugaskan untuk membela agama dan

ummat Islam di Indonesia. Barisan ini dipimpin langsung oleh Masyumi. Hasil

kebijakan Jepang adalah bahwa hubungan antara pemimpin golongan Islam dan

nasionalis berubah. Semula menempati kedudukan dibawah kekuasaan adat, maka

dibawah kekuasaan Jepang para pemimpin Islam berada di kedudukan yang sama

dengan para golongan nasionalis. Usaha-usaha pihak Jepang untuk menempatkan

kedua golongan ini yang sejak dahulu bersaingan ini, dengan kehadiran bangsa

Jepang dapat berlangsung lama di Indonesisa, gagal sama sekali. Golongan nasionalis

dan Islam tidak bersedia mengorbankan cita-cita mereka mencapai kemerdekaan,

sekedar guna mengadakan pertengkaran di dalam gelanggang sendiri, untuk merebut

supremasi.5

Islam dan Kaum Nasionalis Sekuler.

Kata sekuler itu sendiri berasal dari bahasa latin secularis yang berarti tidak

termasuk dengan lingkungan gereja, tidak rohanian, tidak berurusan dengan agama,

atau dengan hal-hal kerohanian. Sekulerisme dapat dijelaskan dengan usaha

mewujudkan lingkungan pengetahuan yang otonom, yang bersih dari dalil-dalil

supranatural, dan kepercayaan. Sedangkan kaum nasionalis, walaupun banyak 5 Ibid, hal. 279.

Page 12: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

diantaranya dibesarkan dalam lingkungan dan pengaruh Islam, namun mereka

mempunyai prinsip yang pertama nasionalis baru. Sedangkan untuk prinsip Islam,

menurut mereka kemerdekaan harus dicapai hanya atas dasar nasionalisme dan

seperti yang dikatakan oleh Soekarno bahwa rakyat tidak bisa menantikan bantuan

dari sebuah kapal terbang dari Moskwa atau seorang khalifah dari Instambul. 6

Maka dari itu diungkapkan bahwa, menurut kaum nasionalis sekuler, Islam

tidak memberikan basis yang cukup bagi persatuan semua warga bangsa Indonesia,

entah itu Muslim, Kristen, Hindu, dan sebagainya, untuk menghadapi penjajahan

Belanda. Kaum nasionalis sekuler memang dapat menerima kedudukan Islam dalam

kehidupan pribadi individu, tapi tidak dalam kegiatan-kegiatan politik.7

4. Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir

Mohammad Natsir adalah salah satu tokoh Islam Indonesia terkemuka di abad

ke XX. Sosoknya tidak saja dikenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga oleh

masyarakat dunia, lebih khusus lagi di dunia Islam. Sepanjang hidupnya, Natsir aktif

terlibat dalam pelbagai gerakan, baik yang bersifat sosial, politik, keilmuan, maupun

keagamaan. Khususnya dalam bidang politik-keagamaan, Natsir sudah mulai aktif

sejak masa remaja. Keberhasilan karir politiknya di antaranya ditandai dengan

terpilihnya Natsir menjadi Ketua Umum Partai Masjumi, anggota KNIP, anggota

Parlemen dan Konstituante, Menteri Penerangan, dan Perdana Menteri Republik

Indonesia. Dalam gerakan keagamaan, Natsir juga mencatat prestasi yang luar biasa.

Pada tingkat nasional, misalnya, Natsir memegang pelbagai jabatan penting dalam

organisasi-organisasi keagamaan. Dia juga adalah pendiri dan sekaligus ketua Dewan

Dakwah Islamiyah Indonesia yang dipegang sampai akhir hayatnya. Sementara pada

tingkat internasional, Natsir pernah memegang jabatan sebagai anggota Majlis Ta’sisi

Rabithah al-Alam al-Islami yang berkedudukan di Saudi Arabia, dan sampai akhir

hayatnya memegang jabatan sebagai Wakil Presiden Mu’tamar al-Alam al-Islami

6 Rosihan Anwar. Jatuh Bangun Pergerakan Islam di Indonesia (Jakarta : PT. Kartika Tama). Hal. 84.7 Ibid, Hal. 85

Page 13: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

yang berkedudukan di Pakistan. Semua ini hanyalah sedikit dari sekian banyak

prestasi yang diukir oleh Natsir semasa hidupnya.8

Mohammad Natsir adalah seorang tenaga sejarah yang mengikuti perjuangan

ummat Islam sejak jayanya, sebagai Ketua Umum partai politik Masyumi sebagai

Perdana Menteri RI, mengusahakan kedudukan yang memimpin untuk ummat Islam

pada masa penjajahan Belanda hingga masa penjajahan Jepang, diperlukannya sosok

pejuang yang berwajah dua. Dalam hal ini Natsir adalah sesosok pejuang yang

sedemikian. Dimana ia memiliki sosok yang formal sebagai pejabat ataupun informal

sebagai pejuang secara diam-diam. Sebagai pejabat, ia secara diam-diam membantu

dan melatih gerakan-kerakan kekuatan perjuangan demi merubah keadaan pada

waktu kedepan.9

Natsir menggariskan bahwa program kebijaksanaan terhadap sasaran

operasional Dakwah difokuskan terhadap tiga lingkungan, diantaranya Masjid,

Pesantren, dan Kampus10. Masjid yang diharapkan agar dapat membentuk jamaah

yang senantiasa siap berbakti kepada Allah dan membina jamaah yang diwarnai

dengan nilai-nilai Islami. Melalui pesantren maka dapat tumbuh potensi-potensi

ulama-ulama muda yang menyediakan diri untuk membina jiwa dan rohani ummat,

sesuai dengan ajaran yang diungkapkan Al-Quran dan Sunnah. Berikut melalui para

kiyai setempat, hubungan dengan pesantren-pesantren ini senantiasa ditingkatkan,

terutama melalui organisasi kerjasama pesantren yang sudah banyak tumbuh di

berbagai wilayah Indonesia. Melalui berbagai kampus, pemuda-pemuda intelektual

dimatangkan kembali melalui persiapan ilmiahnya. Pemuda-pemuda yang akan

memegang pimpinan masyarakat di zaman depan itu perlu dibina rohaniahnya. Selain

itu inisiatif para mahasiswa di bawah bimbingan pimpinan perguruan tinggi masing-

masing, dipikirkan pula sarana-sarana yang akan mendukung pelaksanaan cita-cita

tersebut.

8 http://yusril.ihzamahendra.com/2008/03/16/activism-and-intellectualism-the-biography-of-mohammad-natsir/ diakses 2 Desember 2013 pukul 21.179 Moch. Lukman Fatahullah Rais, Mohammad Syah Agusdin, dkk. Mohammad Natsir Pemandu Ummat. (Jakarta : PT. Bulan Bintang). Hal. 3610 Ibid, hal. 16.

Page 14: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Dalam pemikiran Mohammad Natsir tidak terlepas antara agama dan

kemerdekaan berpikir dan hubungan antara agama dan bangsa. Terkait dengan

hubungan antara agama dan kemerdekaan berpikir, Natsir berpikir berlandaskan

junjungan Nabi Muhammad SAW yang penting ialah menghargai akal manusia dan

memperlindunginya daripada tindasan-tindasan yang mungkin dilakukan orang atas

nikmat Tuhan yang tak ternilai itu.11 Disini diungkapkan bahwa dalam Islam, akal

mendapatkan tempat yang mulia, dimana akal tidak ditindas maupun dibatasi.

Melainkan akal dipergunakan dan diberi jalan dan kemudahan untuk kemanfaatan

manusia itu sendiri. Menurut Natsir bahwa dengan akal yang merdeka, maysarakat

Indonesia dapat mencela, mengkritik dan bahkan mengejek-ejek orang lain. Dilain

sisi ia berpendapat bahwa akal yang merdeka diibaratkan sebagai api gemerlap yang

menuntun kita ke terang benderang. Sedangkan agama, datang sebagai penuntun arah

akal kita, agar tidak mengalir ke arah yang tidak jelas atau berbelok.

KESIMPULAN

Nasionalisme dengan pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan

negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial

atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,

integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa dan tidak dapat dipisahkan dari Islam.

Selain agama, kewarganegaraan dalam hal ini nasionalisme merupakan sebuah

identitas kebangsaan. Terdapat pro dan kontra terhadap nasionalisme dalam konteks

pemikiran politik Islam. Kalangan yang mendukung berpendapat bahwa Islam

merupakan pemicu terhadap lahirnya persatuan yang terjadi di Negara Timur.

Kalangan yang menolak berpendapat bahwa Nasionalisme hanya akan mengkotak-

kotakkan manusia ke dalam semangat kebangsaan yang terlalu tinggi.

Munculnya beberapa gerakan dan pertentangan antara kaum Nasionalis dan

Islam dilatarbelakangi pada masa pertama sebelum kemerdekaan 1926 hingga 1930.

11 Tarmizi Taher, Anwar Harjono, dkk. Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir. (Jakarta : Pustaka Firdaus). Hal. 23.

Page 15: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Gerakan-gerakan kemerdekaan antara kaum nasionalis dengan Islam pada dasarnya

dilatarbelakangi dengan hubungan yang sangat baik antara Soekarno dengan

Cokroaminoto diikuti dengan lahirnya organisasi-organisasi yang membawa

semangat kemerdekaan. Selanjutnya terjadi beberapa kali perpecahan antara kaum

Islamis dan kaum Nasionalis. Banyak ketidaksepahaman antara kedua pihak baik dari

segi pemikiran ataupun dari praktek politiknya. Dibawah kekuasaan Jepang para

pemimpin Islam berada di kedudukan yang sama dengan para golongan nasionalis,

sehingga semakin memanaskan hubungan antara dua pihak. Lebih jauh lagi menurut

kaum nasionalis sekuler, Islam tidak memberikan basis yang cukup bagi persatuan

semua warga bangsa Indonesia. Namun, walaupun hubungan antara Islam dan

Nasionalis sengaja dipanaskan oleh Jepang, kedua pihak tidak mengorbankan cita-

cita akan kemerdekaan dan mengutamakan kebanggaan masing-masing golongan.

M. Natsir adalah salah satu tokoh yang dapat menyatukan dan memadukan

dua pemikiran Islamis dan Nasionalis, baik selama masa pergerakan maupun setelah

masa kemerdekaan. Natsir dianggap dapat merepresentasikan dengan baik dua

golongan yang terlibat perpecahan pada zaman pergerakan ini. Dalam pemikiran

Mohammad Natsir tidak terlepas antara agama dan kemerdekaan berpikir dan

hubungan antara agama dan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Makalah Kelompok 9 PPIS - Diskursus Islam Dan Nasionalisme

Anwar, Rosihan. 1971. Jatuh Bangun Pergerakan Islam di Indonesia. Jakarta : PT Kartika Tama.

Arfani, Riza Noer. 1996. Demokrasi Indonesia Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Black, Anthony. 2006. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi

Esposto, John L., dan John O. Voll. 1996. Demokrasi Di Negara-Negara Muslim : Problem dan Prospek. Washington : Oxford University Press Inc.

Pipitseputra. 1973. Beberapa Aspek Dari Sejarah Indonesia. Flores : Percetakan Arnoldus.

Rais, Moch. Lukman Fatahullah, Mohammad Syah Agusdin, dkk. 1989. Mohammad Natsir Pemandu Ummat. Jakarta : PT. Bulan Bintang.

Siradj, Said Aqiel. 1999. Islam Kebangsaan Fiqih Demokratik Kaum Santri. Jakarta: Fatma Press

Taher, Tarmizi, Anwar Harjono, dkk. 1996. Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir. Jakarta : Pustaka Firdaus.

Vatikiotis, P.J.. 1991. Islam and The State. London : Routledge 11 New Fetter Lane.

http://m.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/telaah/allsub/251/islam-dan-

nasionalisme.html diakses 25 November 2013 pukul 20.31

http://yusril.ihzamahendra.com/2008/03/16/activism-and-intellectualism-the-biography-of-

mohammad-natsir/ diakses 2 Desember 2013 pukul 21.17