makalah imun denny.docx
TRANSCRIPT
SITOKIN DAN KEMOKIN
SERTA REAKSI HIPERSENSITIVITAS
DISUSUN OLEH
DENNY
11.01.034
Diajukan Sebagai Tugas Porto Folio
Dalam Rangkaian Mata Kuliah
IMUNOLOGI
Semester Akhir 2012/2013
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga saya dapat menyelasaikan makalah
tentang Imunologi ini. Adapun makalah ini membahas tentang “ SITOKIN DAN
KEMOKIN SERTA REAKSI HIPERSENSITIVITAS”.
Makalah ini dibuat untuk dengan tujuan mengembangkan pengetahuan dan
wawasan kita serta untuk mengetahui tentang pengertian, jenis, dan fungsi sitokin
dan kemokin serta reaksi hipersensitivitas serta mengetahui bagaimana dan seperti
apa mekanisme dari sitokin, kemokin dan reaksi hipersensitivitas ini, selain itu
banyak hal yang kita ketahui dari Materi ini.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen dan teman-teman
yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini maupun penyusunan
makalah ini hingga selesai. Sangat disadari bahwa makalah ini tak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan dari para pembaca demi perbaikan makalah ini
untuk selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin….
Makassar, 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
A. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
B. SITOKIN DAN KEMOKIN
1. PENGERTIAN ................................................................................................... 7
2. JENIS DAN FUNGSI ........................................................................................ 10
C. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
1. PENGERTIAN ................................................................................................... 29
2. JENIS-JENIS REAKSI HIPERSENSITIVITAS ......................................... 30
D. KESIMPULAN ............................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
3
A. PENDAHULUAN
Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem
imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan
pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin
seperti : malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun,
hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi,
dan fisiologis komponen-komponen sistem imun. Imunologi juga di katakan sebagai
suatu bidang ilmu yang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis ,
membahas masalah antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi berperantara sel terutama
yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit, reaksi biologik yang bersifat
hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. imunitas dapat bersifat alami atau nonspesifik
(natural/innate) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). imunitas dapat
bersifat alami atau nonspesifik (natural/innate) dan didapat atau spesifik
(adaptive/acquired) Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk
melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang
menyebabkan penyakit. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik,
seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau
infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh
retrovirus HIV.
Respon imun adalah munculnya resistensi (imunitas) terhadap zat asing
(misalnya penyebab infeksi). Ini di dapat berperanatara antibodi (humoral),
berperanatara sel (seluler) atau keduanya. Respon Imun dapat ditingkatkan dengan
4
konsumsi zat gizi, seperti vitamin dan mineral secara berimbang. Tidak kurang dan
tidak lebih. Vitamin dan mineral dapat meningkatkan respon imun yang mampu
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Iris menambahkan, vitamin
yang sudah diteliti mampu meningkatkan respon imun yaitu vitamin A, B6, B12, C,
D, E, dan asam folat. Sedangkan mineral untuk meningkatkan daya tahan tubuh
adalah seng, selenium, temaga, dan besi.
Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
dapat di timbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.Sistem imun tubuh
manusia terdiri dari imunitas alami atau system imunnon spesifik dan imunitas
adaptif atau system imun spesifik.
Sistem imun non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik.Sistem imun
non-spesifik telah berfungsi sejak lahir, merupakan tentara terdepan dalam sistem
imun, meliputi level fisik yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level
larut seperti pada asam lambung atau enzim.
Sistem imun spesifik ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T
yang terdiri dari sel T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed
hypersensitivity. Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun berada dalam
kondisi optimal adalah dengan asupan gizi yang baik dan seimbang. Kedua sistem
imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi secara humoral, seluler, dan
sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan rumit.
Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida yang
memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan
dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol
perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam
5
organ limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok “messenger intrasel” yang
berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga
berperan penting dalam atraksi leukosit dengan menginduksi produksi kemokin,
yang kita kenal sebagai mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin
menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon
inflamasi. Contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri
yaitu :Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a). Keduanya
merupakan polipeptida berbobot molekul kecil yang memiliki efek yang luas dalam
berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi, dan
hematopoiesis.
Sedangkan Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi
berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu sensiitifnya respon imun (merusak,
menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan
oleh sistem kekebalan normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I,
namun berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi,
hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV.
Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi
hipersensitivitas.
6
B. SITOKIN DAN KEMOKIN
1. PENGERTIAN
Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida yang
memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan
dalam menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol
perkembangan, differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam
organ limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok “messenger intrasel” yang
berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga
berperan penting dalam atraksi leukosit dengan menginduksi produksi kemokin,
yang kita kenal sebagai mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin
menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon
inflamasi. Contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri
yaitu :Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a). Keduanya
merupakan polipeptida berbobot molekul kecil yang memiliki efek yang luas dalam
berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi, dan
hematopoiesis.
Sitokin (Yunani cyto-: sel, dan -kinos: gerakan) adalah salah satu dari sejumlah
zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem imun yang membawa sinyal lokal
antara sel, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. sitokin merupakan
kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam komunikasi selular.
sitokin berupa protein, peptida, atau glikoprotein. Istilah sitokin meliputi keluarga
besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara luas di seluruh
tubuh oleh beragam sel asal embriologis.
Pada dasarnya, istilah sitokin telah digunakan untuk merujuk kepada agen
imunomodulasi (interleukin, interferon, dll). Konflik data yang ada tentang apa yang
7
disebut sitokin dan apa yang disebut hormon. Anatomis dan perbedaan struktural
antara sitokin dan hormon klasik memudar seperti yang kita belajar lebih banyak
tentang masing-masing. hormon protein Classic beredar di nanomolar (10)
konsentrasi yang biasanya bervariasi oleh kurang dari satu urutan besarnya.
Sebaliknya, beberapa sitokin (seperti IL-6) beredar di picomolar (10) konsentrasi
yang dapat meningkat hingga 1.000 kali lipat selama trauma atau infeksi.
Distribusi luas sumber selular untuk sitokin mungkin fitur yang membedakan
mereka dari hormon. Hampir semua sel berinti, tapi terutama endo/sel epitel dan
makrofag (banyak dekat permukaan dengan lingkungan eksternal) adalah produsen
IL-1, IL-6, dan TNF- . Sebaliknya, hormon seperti insulin, yang disekresikan dariα
kelenjar diskrit (misalnya, pankreas). Pada tahun 2008, istilah saat ini mengacu
pada sitokin sebagai imunomodulasi agen. Namun, penelitian lebih banyak
diperlukan di daerah ini mendefinisikan sitokin dan hormon.
8
Gambar 1. cytokine signaling pada respons imun (Oberholzer et al., 2000)
Kemokin adalah keluarga sitokin kecil, atau protein disekresikan oleh sel.
Nama mereka berasal dari kemampuan mereka untuk menginduksi kemotaksis
diarahkan dalam sel responsif di dekatnya, mereka adalah sitokin chemotactic.
Protein diklasifikasikan sebagai kemokin sesuai dengan karakteristik
struktural bersama seperti ukuran kecil (mereka semua sekitar 8-10 kiloDaltons
dalam ukuran), dan adanya residu sistein empat di lokasi konservasi yang
merupakan kunci untuk membentuk 3-dimensi bentuknya. Namun, protein ini
secara historis telah dikenal dengan beberapa nama lain termasuk keluarga
SIS''sitokin'',''SIG keluarga sitokin'',''SCY keluarga sitokin'',''faktor-4 trombosit
superfamili'' atau''intercrines''.
Beberapa kemokin dianggap pro-inflamasi dan dapat diinduksi selama respon
imun untuk merekrut sel-sel sistem kekebalan tubuh ke situs infeksi, sementara
yang lain dianggap homeostatik dan terlibat dalam mengendalikan migrasi sel
selama proses normal pemeliharaan jaringan atau pengembangan .
Kemokin ditemukan di semua vertebrata, beberapa virus dan beberapa
bakteri, tetapi tidak telah dijelaskan untuk invertebrata lain.
9
Protein ini menimbulkan dampak biologis mereka dengan berinteraksi
dengan G protein reseptor terkait transmembran disebut reseptor kemokin, yang
selektif ditemukan pada permukaan sel target mereka.
2. JENIS DAN FUNGSI
Sitokin dibagi dalam sitokin imunologi yaitu tipe 1 (IFN- , TGF- ), dan tipe 2γ β
(IL-4, IL-10, IL- 13), yang mendukung respon antibodi. Fokus utama yang menarik
adalah bahwa sitokin dalam salah satu dari dua-set sub cenderung untuk
menghambat dampak yang timbul dari pada yang lain. Disregulasi kecenderungan
ini masih dalam studi intensif atas peran yang mungkin dalam patogenesis gangguan
autoimun. Beberapa sitokin inflamasi diinduksi oleh stres oksidan. Fakta bahwa
sitokin, sendiri memicu pelepasan sitokin lainnya dan menyebabkan stres oksidan
juga meningkat, membuat mereka penting dalam inflamasi kronis. Disregulasi
sitokin-sitokin baru-baru ini telah dibagi menjadi dua kelompok yaitu ada bersifat
memacu dan menghambat. Bersifat memacu yaitu sesuai dengan populasi sel yang
fungsi mereka mempromosikan: sel T helper 1 atau 2. Kategori kedua sitokin
memiliki peran dalam pencegahan berlebihan tanggapan kekebalan pro-inflamasi,
termasuk IL-4, IL-10 dan TGF- (untuk beberapa nama). Sitokin merupakan sinyalβ
penting yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh untuk dapat mengaktifkan kerja sel yang
lain, sehingga jenis dari sitokin yang disekresikan oleh sel akan memberikan efek
pada sel targetnya. Beberapa penyakit autoimun ditandai dengan perubahan
komposisi Th1 vs Th2 dan keseimbangan IL-12/TNF- vs IL-10. Pada beberapaα
penyakit seperti RA, MS, DM tipe 1, penyakit tiroid autoimun, dan Crohn’s,
keseimbangan bergeser menuju Th1 (IL-12 & TNF- ), sedangkan aktifitas Th2 (IL-α
10) berkurang. Pada SLE berkaitan dengan pergeseran ke Th2 (IL-10), sedangkan
produksi IL-12 dan TNF- oleh Th1 sangat kurang. pada gambar berikut iniα
10
menjelaskan pada penyakit DM tipe 1 yang diperantarai oleh sitokin yang dihasilkan
sampai terjadinya kerusakan sel-sel beta pakreas.
Klasifikasi Sel Sitokin
Sitokin adalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin (sitokin yang
dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin
dengan aktivitas kemotaktik), dan interleukin (sitokin yang dihasilkan oleh satu
leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya). Sitokin berdasarkan jenis sel penghasil
utamanya, terbagi atas monokin dan limfokin.
Makrofag sebagai sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell / APC),
mengekspresikan peptida protein Mayor Histocompatibility Complex (MHC) klas II
pada permukaan sel dan berikatan dengan reseptor sel T (Tcr), sel T helper.
Makrofag mensekresi Interleukin (IL)-1 , IL-6, IL-8, IL-12, dan TNF- .β α
Pada sel T terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok sel Th1 memproduksi
Interleukin-2 (IL-2), Interferon- (IFN- ) dan Limfotoksin (LT). Kelompok sel Th2γ γ
memproduksi beberapa interleukin yaitu IL-4, IL-5, IL-6, IL-10.
Klasifikasi Struktural
Homologi struktural telah mampu membedakan antara sebagian sitokin yang
tidak menunjukkan tingkat redundansi sehingga mereka dapat diklasifikasikan
menjadi empat jenis:
Keempat famili -helix bundelα sitokin Anggota memiliki struktur tiga dimensi
dengan empat bundel -heliks.α Famili ini dibagi menjadi tiga sub-keluarga
subfamily IL-2
1. subfamili interferon (IFN)
2. subfamili IL-10
11
Yang pertama dari ketiga subfamili adalah yang terbesar. Hal itu berisi
beberapa non-imunologi sitokin termasuk eritropoietin (EPO) dan thrombopoietin
(TPO). Juga, empat bundel -helix sitokin dapat dikelompokkan menjadi sitokinα
rantai panjang dan rantai pendek.
Famili IL-1 yang primer termasuk IL-1 and IL-18
Famili IL-17 , yang belum sepenuhnya ditandai, meskipun sitokin anggota
memiliki efek khusus dalam mempromosikan proliferasi T-sel yang menyebabkan
efek sitotoksik
Klasifikasi Fungsional
Sebuah klasifikasi yang terbukti lebih berguna dalam praktek klinis dan
eksperimental adalah pembagian sitokin imunologi ke orang-orang yang
meningkatkan respon imun seluler yaitu tipe 1 (IFN- , TGF- , dll), dan tipe 2 (IL-4,γ β
IL-10, IL -13, dll) adalah yang mendukung respon antibodi.
Fokus utama yang menarik adalah bahwa sitokin dalam salah satu dari dua
sub-set cenderung untuk menghambat dampak yang timbul dari lainnya. Disregulasi
dari kecenderungan ini berperan dalam patogenesis gangguan autoimun.
Beberapa Sitokin inflamasi diinduksi oleh stres oksidan. Fakta bahwa sitokin
sendiri memicu pelepasan sitokin lainnya dan juga menyebabkan stres oksidan
meningkat membuat sitokin berperan penting dalam peradangan proses kronis.
Reseptor Sitokin
Reseptor sitokin telah banyak menyita perhatian para ahli dibandingkan
dengan sitokin itu sendiri, sebagian karena karakteristiknya yang luar biasa, dan
sebagian karena defisiensi reseptor sitokin secara langsung berkaitan dengan
melemahnya immunodefisiensi.
12
Dalam hal ini, dan juga karena redundansi dan pleiomorpishm sitokin, pada
kenyataannya merupakan konsekuensi dari reseptor homolog sitokin, banyak para
ahli berfikir bahwa klasifikasi reseptor akan lebih berguna secara klinis dan
eksperimental. Sitokin bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-
reseptor membran spesifik. Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor
tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan struktur dan
aktivitasnya.
Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi yang
dimiliki.
Reseptor sitokin tipe 1 ( Haemopoitin Growth Factor family )
Anggota-anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino
domain. Contoh, IL-2 reseptor memiliki rantai – (umumnya untuk beberapaγ
sitokin lain) yang kurang sehingga secara langsung bertanggung jawab atas x-
linked Severe Combined Immunodeficiency (X-SCID). X-SCID menyebabkan
hilangnya aktivitas kelompok sitokin ini.
Reseptor sitokin tipe 2 ( Interferon )
Anggota-anggotanya adalah reseptor-reseptor terutama untuk interferon.
Reseptor-reseptor kelompok interferon memiliki sistein residu (tetapi tidak
rangkain Trp-Ser-X-Trp-Ser) dan mencakup reseptor-reseptor untuk IFN ,α
IFN , IFN .β γ
Reseptor sitokin tipe 3 ( Tumor Necrosis Factor family )
Anggota-anggotanya berbagi sistein-ekstraseluler yang umumnya banyak
mengikat domain, dan termasuk beberapa non-sitokin lain seperti CD40,
CD27, dan CD30, selain yang diberi nama (TNF).
13
Reseptor kemokin
Reseptor kemokin mempunyai tujuh transmembran heliks dan berinteraksi
dengan G protein. Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan
RANTES. 1 Reseptor kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein
untuk HIV (CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.
Immunoglobulin (Ig) superfamili
Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel dan
jaringan dalam tubuh vertebrata, dan berbagi struktural homologi dengan
immunoglobulin (antibodi), sel molekul adhesi, dan bahkan beberapa sitokin.
Contoh, IL-1 reseptor.2
Reseptor TGF beta 7
Anggotanya dari transformasi faktor pertumbuhan beta superfamili, yang
tergolong kelompok ini, meliputi TGF- 1, TGF- 2, TGF- 3.2β β β
Reseptor sitokin bisa keduanya merupakan membran berbatas dan larut.
Reseptor sitokin yang larut umumnya secara ekstrim sebagai pengatur fungsi
sitokin.2 Aktivitas sitokin bisa dihambat oleh antagonisnya, yaitu molekul
yang mengikat sitokin atau reseptornya. Selama berlangsungnya respon imun,
fragmen-fragmen membran reseptor terbuka dan bersaing untuk mengikat
sitokin.
Tabel 1. Tipe-tipe reseptor Sitokin
Tipe Reseptor sitokin
Contoh Struktur Mekanisme
Reseptor tipe 1 Reseptor tipe 1 interleukin
Reseptor eritropoietin Reseptor GM-CSF d. Reseptor faktor
interleukin Reseptor G-CSF Reseptor prolakin
Tergantung pada motif ekstraseluler-asam amino domain mereka. Yang dihubungkan sampai Janus Kinase (JAK) family dari tirosin kinase
JAK phosphory late dan mengaktifkan protein-protein pada lintasan transduksi sinyalnya.
14
Reseptor faktor penghambat leukemia
Reseptor tipe 2 Reseptor tipe 2 interleukin Reseptor interferon / α β Reseptor gamma interferon
Imunoglobin superfamili
Reseptor interleukin-1 CSF 1 C Reseptor ReseptorInterleukin 18
Berbagi homologi struktural dengan imunoglobin-imunoglobin (antibodi), sel molekul-molekul adhesi dan bahkan berapa sitokin.
Reseptor tumor nekrosis faktor family
CD27 CD30 CD40 CD120 Reseptor Lymphotoxin
beta
Sistein-kaya akan ekstraseluler mengikat domain
Reseptor kemokin Reseptor interleukin 8 CCR1 CXCR4 Reseptor MCAF Reseptor NAP-2
Tujuh transmembran heliks
G protein-berpasangan
Reseptor TGF beta Reseptor TGF beta 1 Reseptor TGF beta 2
Interleukin-1 adalah sebutan bagi beberapa polipeptida sitokina IL-1 , IL-1ßα
dan IL-1Ra, yang memainkan peran penting dalam regulasi sistem kekebalan
dan respon peradangan. IL-1 dan IL-1ß masing-masing memiliki berkasα
genetik IL1A, dan IL1B,pada kromosom 2 deret yang sama yaitu 2q14, dan
merupakan sitokina pleiotropik hasil sekresi monosit dan makrofaga berupa
prohormon, sebagai respon saat sel mengalami cedera, oleh karena itu
menginduksi apoptosis. Interleukin-1 (IL-1) merupakan keluarga dari
polipeptida dengan berbagai kegiatan biologis. Setidaknya dua produk gen
yang berbeda telah dikloning, ada mungkin lebih. Keluarga IL-1 manusia
memainkan peran penting dalam patogenesis banyak penyakit dan fungsi
sebagai mediator kunci dari respon host terhadap tantangan infeksi, inflamasi,
dan imunologi yang berbeda. IL-1 Recombinant mouse (pI 5) dan
15
recombinant human (pI 7) yang digunakan untuk mengkonfirmasi beberapa
sifat biologis IL-1” s tetapi penyelidikan yang cukup besar diperlukan sebelum
kegiatan tertentu (unit biologis per miligram protein) ditetapkan untuk setiap
bentuk IL-1 human. Beberapa kegiatan IL-1 biologis seperti induksi hati fase
akut sintesis protein telah dibuktikan dalam invertebrata dalam evolusi
limfosit. IL-1 adalah sangat inflamasi dan meningkatkan konsentrasi metabolit
asam arakidonat, terutama prostaglandin E2, di otak, otot, kondrosit, dan
fibroblas sinovial. Sintesis leukotrien juga terlibat dalam mekanisme kerja
pada jaringan tertentu. Kloning dan ekspresi gen IL-1 human akan
memperluas pemahaman kita tentang IL-1 dalam berbagai penyakit melalui
sistem deteksi peningkatan dan penggunaan probe cDNA, pengembangan
antagonis IL-1, serta penggunaan IL-1 sebagai immunomodulator, saat ini
sedang dipertimbangkan. Beberapa pakar menganggap bahwa defisiensi
genetik IL1A berperan dalam reumatoid artritis dan Alzheimer. IL-1ß
merupakan sitokina yang diiris oleh ICE, dan berperan di dalam aktivitas
selular seperti proliferasi, diferensiasi dan apoptosis. Induksi COX-2 pada
sitokina ini di dalam sistem saraf pusat ditemukan sebagai penyebab
hipersensitivitas yang memberikan rasa sakit. Dari percobaan yang dilakukan
terhadap manusia dan hewan, ada peranan yang kuat dari IL-1 sebagai
mediator stimulasi hilangnya tulang pada penyakit periodontal. IL-1 adalah
mediator utama terhadap respon inflamasi yang dihasilkan oleh banyak sel
yang berbeda, termasuk makrofag, sel-sel endotel, sel-sel B, fibroblas, sel-sel
epitel, astrocytes, dan osteoblas. IL-1 dihasilkan sebagai respon terhadap
mikroorganisme, bakteri toksin, komponen komplemen atau injuri jaringan.
Salah satu aksi terpenting dari IL-1 adalah kemampuannya untuk
16
menginduksi sitokin lain, dan IL-1 muncul sebagai bagian jaringan sitokin
dengan sifat self-regulating dan self-suppressing Pada awalnya IL-1
ditemukan sebagai faktor yang bisa menginduksi terjadinya demam, sebagai
pengontrol limfosit, meningkatkan jumlah sel-sel sumsum tulang dan
menyebabkan degenerasi komposisi tulang. Sekitar tahun 1984-1985, IL-1
ditemukan oleh para ahli bahwa sebenarnya terdiri dari dua protein yang
terpisah, sekarang disebut dengan IL-1 dan IL-1 . IL-1 dan IL-1α β α β
merupakan pro-inflamatori sitokin yang terlibat dalam pertahanan imun
melawan infeksi. IL-1 dan IL-1 keduanya dihasilkan oleh makrofag,α β
monosit, dan sel-sel dendrit. Mereka dibentuk sebagai bagian penting
terhadap respon inflamasi tubuh melawan infeksi. Sitokin-sitokin ini
meningkatkan ekspresi faktor-faktor adhesi pada sel-sel endotel untuk
memungkinkan transmigrasinya leukosit-leukosit, sel-sel yang melawan
patogen, ke tempat infeksi dan berkumpul di pusat pengatur suhu
hipotalamus, dan menyebabkan peningkatan suhu tubuh atau demam. Dengan
demikian IL-1 disebut endogenous pyrogen. IL-1 juga penting dalam
pengaturan hematopoesis IL-1 diketahui menstimulasi fibroblas untuk
menghasilkan kolagenase. IL-1 dikenal paling berpotensi menginduksi proses
demineralisasi tulang dan sinergis dengan tumor necrosis factor dalamα
menstimulasi resorpsi tulang terutama dalam mengubah matriks jaringan
ikat. Kadar IL-1 diketahui meningkat pada gingiva periodontitis dewasa
dibandingkan dengan individu yang secara klinis sehat atau mengalami
gingivitis ringan. IL-1 juga meningkat pada periodontitis aktif dibandingkan
dengan inflamasi yang stabil.
17
Interleukin-2, IL-2 (T Cell Growth Factor, TCGF, lymphokine) adalah sejenis
sitokina yang disebut hormon leukositotropik,yang berperan sebagai stimulan
dalam proliferasi sel B dan sel T.IL-2 ditelisik mempunyai fungsi yang serupa
dengan IL-15.IL-2 berperan dalam apoptosis sel T yang teraktivasi bukan oleh
antigen, hal ini penting untuk mencegah autoimunitas, sedangkan IL-15
berperan dalam pemeliharaan sel T memori.
Interleukin-3, IL-3 (multi colony stimulating factor, MULTI-CSF, MCGF,
MGC79398, MGC79399 adalah sebuah hormon berjenis sitokina dari kelompok
interleukin yang mempunyai potensi untuk memicu proliferasi beragam sel
hematopoietik menjadi sel progenitor mieloid, termasuk memicu proliferasi
beragam sel mieloid seperti eritrosit, megakariosit, granulosit, monosit dan sel
dendritik. IL-3 berperan dalam pelbagai aktivitas selular, seperti
perkembangan sel, diferensiasi sel dan apoptosis, serta memiliki potensi
neurotropik. Umumnya IL-3 disekresi oleh sel T yang teraktivasi sebagai
respon imunitas untuk menstimulasi lebih banyak sel T dari sumsum tulang.
Interleukin-4, IL-4 (BSF1, BCGF1, BCGF-1, MGC79402) adalah sitokina
pleiotropik yang disekresi oleh sel T yang telah teraktivasi menjadi sel TH2,
bersama-sama dengan IL-5 dan IL-13.IL-4 berperan dominan dalam sistem
kekebalan dan merupakan faktor yang penting dalam perkembangan
hipersensitivitas,dengan fungsi selular yang banyak tumpang-tindih dengan
IL-13.
Interleukin-5, IL-5 (eosinophil colony-stimulating factor, EDF, TRF) adalah
sitokina sekresi sel TH yang berperan dalam perkembangan dan diferensiasi
sel B dan eosinofil. Peningkatan rasio IL-5 dilaporkan terkait dengan asma dan
18
sindrom hipereosinofilik, seperti eosinofilia. Tingginya rasio IL-5 juga
ditemukan pada penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto.
Interleukin-6 (Interleukin 6, Interferon beta-2, IFNB2, B cell differentiation
factor, B cell stimulatory factor 2, BSF2, Hepatocyte stimulatory factor, HSF,
Hybridoma growth factor, HGF, IL-6) adalah sitokina yang disekresi dari
jaringan tubuh ke dalam plasma darah, terutama pada fase infeksi akut atau
kronis, dan menginduksi respon peradangan transkriptis melalui pencerap IL-
6 RA, menginduksi maturasi sel B.dan pencerap gp130 IL-6 merupakan
sitokin pleiotropik yang diproduksi oleh banyak tipe sel seperti monosit,
fibroblas, sel-sel endotel, dan limfosit T dan B. IL-6 tidak diekspresikan secara
terus-menerus, melainkan banyak diinduksi dan diproduksi sebagai respon
terhadap sejumlah rangsangan inflamatori seperti IL-1, TNF- , produk-α
produk bakteri, dan infeksi virus. Sitokin ini mempunyai fungsi yang berbeda,
meliputi differensiasi dan/atau aktivasi makrofag dan sel-sel T, sel-sel
pertumbuhan dan differensiasi sel-sel B, stimulasi hematopoesis dan
differensiasi neural.
Interleukin-8, IL 8 adalah hormon golongan kemokina berupa polipeptida
dengan massa sekitar 8-10 kDa yang digunakan untuk proses dasar,
pengikatan heparin, peradangan dan perbaikan jaringan. Ciri khas IL-8
terdapat pada dua residu sisteina dekat N-terminus yang disekat oleh sebuah
asam amino. Tidak seperti sitokina umumnya, IL-8 bukan merupakan
glikoprotein. IL-8 diproduksi oleh berbagai macam sel, termasuk monosit,
neutrofil, sel T, fibroblas, sel endotelial dan sel epitelial, setelah terpapar
antigen atau stimulan radang (ischemia dan trauma). Dua bentuk IL-8 (77 CXC
dan 72 CXC) merupakan sekresi neutrofil pada saat teraktivasi. Produksi IL-8
19
yang berlebihan selalu dikaitkan dengan penyakit peradangan, seperti asma,
leprosy, psoriasis dll. IL-8 juga dapat menginduksi perkembangan tumor
sebagai salah satu efek angiogenik yang ditimbulkan, selain vaskularisasi. Dari
beberapa kemokina yang memicu kemotaksis neutrofil, IL-8 merupakan
chemoattractant yang terkuat. Sesaat setelah terpicu, neutrofil menjadi aktif
dan berubah bentuk oleh karena aktivasi integrin dan sitoskeleton aktin.
Basofil, sel T, monosit dan eosinofil juga menunjukkan respon kemotaktik
terhadap IL-8 dengan terpicunya aktivasi integrin yang dibutuhkan untuk
adhesi dengan sel endotelial pada saat migrasi.
Interleukin-10 (human cytokine synthesis inhibitory factor, TGIF, IL10A,
MGC126450, MGC126451, IL-10, CSIF) adalah sitokina yang banyak disekresi
oleh monosit, yang memiliki efek pleiotrofik pada sistem kekebalan dan
peradangan.[1] Pertama kali IL-10 dikenal karena kemampuannya untuk
menghambat aktivasi dan fungsi efektor dari sel T, monosit dan
makrofaga.Fungsi rutin IL-10 tampaknya terutama menghambat atau
meniadakan respon peradangan, selain mengendalikan perkembangan dan
diferensiasi sel B, sel NK, sel TH, sel T CD8, mastosit, granulosit, sel dendritik,
keratinosit dan sel endotelial, dan bersifat imunosupresif terhadap sel
mieloid.
Interleukin 12, IL-12 adalah sejenis sitokina yang biasanya disekresi oleh DC,
MAC dan sel B limfoblastoid (NC-37), sebagai respon terhadap stimulasi
antigen. IL-12 disebut juga sebagai faktor stimulan sel T, karena berperan
dalam diferensiasi sel T CD4 menjadi sel TH0 yang kemudian berkembang
menjadi sel TH1. Sel T efektor yang memproduksi IL-12 disebut sel T CD30. IL-
12 juga stimulan bagi sitokina IFN- dan TNF- . Stimulasi IFN- dilakukanγ α γ
20
dengan mengurangi efek sitokina IL-4 yang menjadi regulator IFN- . Lebihγ
lanjut, produksi IFN- akan meningkatkan kadar IP-10 yang bersifat anti-γ
angiogenik (menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru).
Interleukin-13, IL-13 adalah sebuah protein dengan fungsi sitokina yang
disekresi berbagai sel, tetapi terutama oleh sel TH2. Berbagai efek biologis IL-
13, seperti halnya IL-4, terkait dengan sebuah faktor transkripsi yaitu STAT6.
Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF- )α
Penyakit-penyakit inflamasi tulang kronis, seperti rheumatoid arthritis,
penyakit periodontal, dan aseptik periprosthetik osteolisis, dikarekteristikkan
dengan hilangnya tulang sekitar jaringan pendukung gigi disebabkan
meningkatnya osteoklastik resorpsi tulang. Resorpsi ini banyak diperantarai
oleh peningkatan produksi lokal sitokin pro-inflamatori seperti TNF- .α
Tumor necrosis factor juga merupakan sitokin multipotensial yang
mempunyai berbagai efek biologik dan diketahui mempunyai efek yang mirip
seperti IL-1. TNF- diproduksi terutama oleh makrofag terhadap respon agentα
seperti lipopolisakkarida. TNF- dan IL-1 keduanya diketahui beraksi padaα
sel-sel endotel untuk meningkatkan perlekatan polimorfonuklear neutrofil
dan monosit, sehingga membantu untuk mengumpulkan sel-sel tersebut
masuk ke dalam lokasi inflamasi. Molekul-molekul TNF- menstimulasiα
resorpsi tulang dengan menginduksi proliferasi dan differensiasi progenitor-
progenitor osteoklas dan mengaktifkan formasi osteoklas secara tidak
langsung. TNF- juga sebagai mediator proses destruksi jaringan denganα
menstimulasi kolagenase dan degradasi kolagen tipe I oleh fibroblas sehingga
memicu destruksi jaringan periodonsium. Osteoklas merupakan sel-sel
multinukleat yang dibentuk dengan proses peleburan progenitor-progenitor
21
mononuklear di dalam monosit atau makrofag yang diperoleh dari colony-
forming units granulacyte-macrophage (CFU-GM). Suatu penelitian
mengidentifikasi ada dua cara pengaktifan osteoklas dalam proses
osteoklastogenesis. Pertama, diaktifkannya macrophage-colony stimulating
factor (M-CSF), melalui reseptornya c-Fms, dan yang kedua diaktifkan oleh
RANKL melalui reseptornya, RANK. TNF- , seperti molekul-molekul stimulasiα
osteoklas lainnya, merangsang produksi RANKL oleh sel-sel stroma, dan juga
menginduksi sekresi RANKL oleh limfosit T, limfosit B, dan sel-sel endotel
untuk menginduksi formasi osteoklas secara tidak langsung. TNF- jugaα
menstimulasi produksi M-CSF oleh sel-sel stroma.15 Osteoclast differentiation
factor (ODF, disebut juga RANKL/TRANCE/OPGL) menstimulasi progenitor-
progenitor osteoklas pada monosit/makrofag menjadi osteoklas dengan
adanya macrophage colony-stimulating factor (M-CSF). Eksposur kronik TNF-
meningkatkan osteoklastogenesis melalui dua mekanisme yang berbedaα
(Gambar 4). TNF- pertama kali mempengaruhi osteoklastogenesis padaα
prekusor-prekusor osteoklas di dalam sumsum tulang oleh sel-sel dasar untuk
berdifferensiasi menjadi c-Fms+/CD11b+/RANK+/- progenitor-progenitor
osteoklas melalui mekanisme independent RANKL/RANK. Prekusor-prekusor
osteoklas ini kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan jaringan perifer
kemudian berdifferensiasi menjadi osteoklas yang matang (mekanisme
dependent) berperan mempercepat proses resorpsi tulang. Sebagai contoh,
TNF- bisa menginduksi berbagai sel, termasuk sel-sel sinovial, sel-sel T, danα
osteoblas/sel-sel stroma, untuk meningkatkan ekspresi mereka terhadap
RANKL, yang mengikat RANK pada permukaan prekusor-prekusor
osteoklas dan menginduksi differensiasi prekusor-prekusor osteoklas. TNF-α
22
juga bisa mengikat reseptornya pada permukaan prekusor-prekusor osteoklas
dan secara tidak langsung menginduksi differensiasi mereka menjadi
osteoklas-osteoklas matang, kemudian meningkatkan aksi RANKL yang
diinduksi secara tidak langsung
Interferon –Gamma (IFN- )γ
IFN- , merupakan sitokin yang kritis terhadap imun alami dan imun adaptifγ
dalam melawan virus dan infeksi bakteri intraselluler dan untuk mengontrol
tumor. Ekspresi IFN- dihubungkan dengan sejumlah penyakitγ
autoinflamatori dan autoimun. Hal yang paling penting dari IFN- dalamγ
sistem imun adalah kemampuannya untuk menghambat replikasi virus secara
langsung, Namun, yang paling terpenting, adalah pengaruh immunostimulator
dan immunomodulatornya. IFN- berbeda dalam hal biokimia danγ
biologiknya dibandingkan dengan IFN- dan IFN- , dimana keduanyaα β
dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi virus, IFN- dihasilkan selama responγ
imun berlangsung oleh adanya antigen spesifik sel-sel T dan natural killer
cells (sel-sel NK) yang dikumpulkan oleh IL-2. Pengaruh yang ditimbulkannya
termasuk mengaktifkan makrofag untuk meningkatkan fagositosis dan
kemampuan membunuh sel-sel tumor seperti juga mengaktifkan dan
meningkatkan pertumbuhan sel-sel T sitolitik dan sel-sel NK.
Contoh aktivitas IFN- adalah:γ
1. Meningkatkan presentasi antigen oleh makrofag
2. Mengaktifkan dan meningkatkan aktivitas lisosom di dalam makrofag
3. Meningkatkan aktivitas sel Th2
4. Mempengaruhi sel-sel normal untuk meningkatkan ekspresi molekul-
molekul MHC klas I
23
5. Mempromosikan adhesi dan mengikat leukosit-leukosit yang bermigrasi
6. Mempromosikan aktivitas sel NK
7. Mengaktifkan APCs dan merangsang differensiasi Th1 dengan
pengaturan transkripsi faktor T.
IFN- meregulasi ekspresi antigen MHC klas I, dan menginduksi MHC klas IIγ
dan ekspresi reseptor Fc pada makrofag dan sel-sel lainnya termasuk sel-selγ
limfoit, sel-sel endotel, sel-sel mast dan fibroblas sehingga IFN- mempengaruhiγ
kemampuan sel-sel tersebut untuk menyajikan antigen. Dengan diaktifkannya MHC
klas II pada sel-sel endotel, sel-sel ini kemudian menjadi peka terhadap aksi sel-sel T
sitolitik spesifik klas II. Secara fisiologi pembentukan osteoklas diatur oleh sitokin-
sitokin utama osteoklastogenik M-CSF dan RANKL. Bagaimanapun, kondisi fisiologik
yang terjadi, seperti selama berlangsungnya inflamasi, infeksi, dan defisiensi
estrogen, resorpsi tulang secara signifikan distimulasi sehubungan dengan
penambahan produksi faktor-faktor disregulasi pro- dan anti- osteoklastogenik,
termasuk IFN- , yang menjadi pusat mediator imun adaptif.γ
Peran Sitokin IL-17 Dalam Berbagai Penyakit
IL-17 adalah sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan terutama oleh limfosit T
atau prekursornya. Sistem sinyal IL-17 terdapat di berbagai jaringan, seperti
kartilago sendi, tulang, meniskus, otak, jaringan hematopoietik, ginjal, paru,
kulit dan usus. Ligan famili IL-17 dan reseptornya penting dalam menjaga
homeostasis jaringan dalam keadaan sehat maupun sakit di bawah naungan
sistem imun.
Beberapa anggota famili IL-17 telah ditemukan dimana setiap anggota
tersebut merupakan produk transkripsi gen tertentu yang bersifat unik.
Anggota famili yang menjadi prototipe adalah IL-17A.
24
Karena kemajuan teknologi sekuens genom manusia dan proteomik, lima
anggota tambahan telah dikenali dan digandakan: IL-17B, IL-17C, IL-17D, IL-
17E dan IL-17F. Sedangkan reseptor-reseptor untuk anggota famili IL-17 yang
ditemukan sejauh ini adalah IL-17R, IL-17RH1, IL-17RL (receptor-like), IL-
17RD and IL-17RE. Namun, hingga saat ini spesifisitas ligan kebanyakan
reseptor ini masih belum jelas.
Beberapa penelitian telah membuktikan peran IL-17 dalam patogenesis
berbagai penyakit. Sitokin ini telah lama dipelajari memiliki keterlibatan
dalam patogenesis psoriasis dan produksi keratinosit atas sitokin tertentu.
Sejumlah sel Th17 meningkat di darah tepi danlesi kulit akut dermatitis
atopik. Selain penyakit-penyakit kulit, sel-sel endotel sinovial dan kondrosit
yang mengekspresikan IL-17R ditemukan pada kebanyakan pasien dengan
berbagai tipe artritis.
Pengaruh IL-17 terhadap fungsi sel dan perannya dalam patofisiologi
penyakit. Untuk setiap pengaruh kunci IL-17, tipe target sel yang terlibat dan
produk yang dilepaskannya sebagai respon terhadap IL-17. Setiap pengaruh
biologik dikaitkan dengan sebuah kondisi sebagai contoh dimana IL-17
ditemukan. CRP = C-reactive protein. MMP = matriks metaloproteinase.
RANKL = receptor activator of nuclear factor-B ligand. Penelitian lain
menunjukkan bahwa infiltrasi sel Th17 pada saluran nafas pasien asma
berkaitan dengan aktifitas sel T yang disertai oleh inflamasi neutrofilik.
Ditemukan pula peningkatan sel-sel T yang menghasilkan IL-17 pada pasien
tuberkulosis paru yang aktif. IL-17 juga memicu produksi yang berlebihan
atas autoantbodi dan sel mononuklear darah tepi IL-6 pada pasien nefritis
lupus.
25
Sebaliknya, pasien dengan kandidiasis mukokutan kronik justru mengalami
penurunan produksi IL-17 yang berkaitan dengan sel T¬h17.
Kemokin dapat dipilah menjadi 4 kelas utama menurut susunan residu sistein
( C ) yang tersimpan :
Kemokin CXC memiliki satu residu asam amino yang memisahkan dua residu
pertama sistein yang tersimpan. Kemokin ini terutama bekerja untuk
merekrut sel neutrofil. IL8 merupakan anggota yang khas untuk kelompok ini;
IL8 dihasilkan oleh sel makrofag dan sel endotel sesudah diaktifkan oleh TNF
atau IL 1 dan produk mikroba.
Kemokin CC memiliki dua residu pertama sistein yang tersimpan. Kemokin CC
( misalnya monocyte chemoattractant protein – 1 ) umunya merekrut
monosit, eosinofil, basofil dan limfosit tetapi tidak merekrut neutrofil.
Meskipun banyak kemokin dalam kelas ini memiliki sifat yang saling tumpang
tindih, eotaksin secara selektif merekrut sel-sel eosinofil.
Kemokin C tidak mengandung dua dari empat sistein yang tersimpan ; tipe
kemokin ini relatif spesifik untuk limfosit ( misalnya, limfotaktin ). • Kemokin
CXC meliputi fraktalkin. Ada dua bentuk kemokin , yaitu : bentuk protein yang
terikat permukaan endotel atau bentuk larut yang berasal dari proteolisis
bentuk yang terikat – membran ; bentuk permukaan sel meningkatkan
kekuatan adhesi limfosit dan monosit sementara bentuk larut merupakan
kemoatraktan untuk sel –sel yang sama.
Kemokin memediasi aktivitasnya melalui pengikatan pada reseptor yang
terkait-protein G ( diketahui > 20 macam ), CXCR yang dikhususkan untuk
kemokin CXC, dan CCR untuk kemokin CC. Sel secara khas mengekspresikan
lebih dari satu tipe reseptor. Juga terdapat percampuran pengikatan sehingga
26
banyak ligan kemokin yang berbeda dapat berikatan dengan reseptor yang
sama, dan lebih dari satu reseptor yang seringkali dapat mengikat ligan yang
sama.
Fungsi Sitokin
Sebuah klasifikasi yang membuktikan lebih berguna dalam praktek klinis dan
eksperimental membagi sitokin imunologi yaitu tipe 1 (IFN- , TGF- ), dan tipe 2 (IL-γ β
4, IL-10, IL- 13), yang mendukung respon antibodi. Fokus utama yang menarik
adalah bahwa sitokin dalam salah satu dari dua-set sub cenderung untuk
menghambat dampak yang timbul dari pada yang lain. Disregulasi kecenderungan
ini masih dalam studi intensif atas peran yang mungkin dalam patogenesis gangguan
autoimun.
Beberapa sitokin inflamasi diinduksi oleh stres oksidan. Fakta bahwa sitokin,
sendiri memicu pelepasan sitokin lainnya dan menyebabkan stres oksidan juga
meningkat, membuat mereka penting dalam inflamasi kronis. Disregulasi sitokin-
sitokin baru-baru ini telah dibagi menjadi dua kelompok yaitu ada bersifat memacu
dan menghambat. Bersifat memacu yaitu sesuai dengan populasi sel yang fungsi
mereka mempromosikan: sel T helper 1 atau 2. Kategori kedua sitokin memiliki
peran dalam pencegahan berlebihan tanggapan kekebalan pro-inflamasi, termasuk
IL-4, IL-10 dan TGF- (untuk beberapa nama). β
Sitokin merupakan sinyal penting yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh untuk
dapat mengaktifkan kerja sel yang lain, sehingga jenis dari sitokin yang disekresikan
oleh sel akan memberikan efek pada sel targetnya. Beberapa penyakit autoimun
ditandai dengan perubahan komposisi Th1 vs Th2 dan keseimbangan IL-12/TNF-α
vs IL-10. Pada beberapa penyakit seperti RA, MS, DM tipe 1, penyakit tiroid
autoimun, dan Crohn’s, keseimbangan bergeser menuju Th1 (IL-12 & TNF- ),α
27
sedangkan aktifitas Th2 (IL-10) berkurang. Pada SLE berkaitan dengan pergeseran
ke Th2 (IL-10), sedangkan produksi IL-12 dan TNF- oleh Th1 sangat kurang. padaα
gambar berikut ini menjelaskan pada penyakit DM tipe 1 yang diperantarai oleh
sitokin yang dihasilkan sampai terjadinya kerusakan sel-sel beta pakreas.
28
C. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
1. PENGERTIAN
Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi berlebihan,
tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun (merusak, menghasilkan
ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem
kekebalan normal. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun tipe I, namun
berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas
terbagi menjadi empat tipe lagi: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu
dapat dikarenakan satu atau beberapa jenis reaksi hipersensitivitas.
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun
selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen
atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik
yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe,
yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung
antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif
cell-mediated (hipersensitif tipe lambat).Selain itu masih ada satu tipe lagi yang
disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity. Pembagian reaksi
hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi
imunopatologi suatu penyakit.Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat
mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan
mekanisme yang lainnya.
29
2. JENIS-JENIS REAKSI HIPERSENSITIVITAS
a. Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam
hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat
terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung
atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring,
jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil
hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar
antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga
10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE).
Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi
ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur
IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu
penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu
penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat
dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma,
dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I
adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin,
penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau
desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
30
Manifestasinya: cepat
Menggunakan mekanisme: Ig E
Disebut juga: reaksi cepat, reaksi anafilaktik, reaksi alergi
Mekanisme: Ag → masuk tubuh → merangsang Ig E → respon imun
Respon imun: eritema, edema, vasokontriksi, penyempitan saluran nafas
Contoh: asma bronkiale, rinitis, urtikaria, dermatitis atopi.
Gambar 2. Reaksi hipersensitivitas tipe I
b. Tipe II : reaksi sitotoksik
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin
G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan
sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel
atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada
umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel
akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi
silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan
kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
31
1. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel
epidermal),
2. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang
dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti
hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan
sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan
3. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan
glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).
Manifestasi: Antibodi terhadap sel
Mekanisme: Ig G atau Ig M
Disebut juga: reaksi sitotoksik
Mekanisme: Ag → masuk tubuh → menempel pada sel tertentu →
merangsang terbentuknya Ig G atau Ig M → mengaktifkan komplemen →
menimbulkan lisis
Contoh: reaksi transfusi, anemia hemolitik, reaksi obat
Gambar 3. Reaksi hipersensitivitas tipe II
c. Tipe III : reaksi imun kompleks
32
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor
yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada
umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea
dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok,
pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes
simpleks.
Manifestasi: komplek antibodi antigen
Mekanisme: Ig G atau Ig M
Disebut juga: reaksi komplek imun
Mekanisme: Ag → masuk tubuh → merangsang terbentuknya Ig G atau Ig M
→ mengaktifkan komplemen → melepas macrofag chemotactic factor →
merusak jaringan sekitar
Contoh: demam reuma, serum sickness, reaksi Arthus
Gambar 4. Reaksi hipersensitivitas III
d. Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal
sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi
dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang
33
jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten,
keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.
Manifestasi: hipersensitifitas lambat
Mekanisme: sel T (tersensitasi)
Disebut juga: reaksi tuberkulin, CMI (Cell Mediated Immunity), DTH
(Delayed Type Hipersensitivity)
Mekanisme: Ag → masuk tubuh → mesensitasi sel T → melepaskan limfokin
(makrofag) → menimbulkan kerusakan jaringan
Contoh: reaksi Jones Mote, hipersensitivitas kontak, reaksi tuberkulin, reaksi
granuloma
Gambar 5. Reaksi hipersensitivitas Tipe IV
34
D. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan pada makalah yang telah disebutkan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-
sel spesifik sistem imun yang membawa sinyal lokal antara sel, dan
dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Sedangkan kemokin
adalah keluarga sitokin kecil, atau protein disekresikan oleh sel. Nama
mereka berasal dari kemampuan mereka untuk menginduksi
kemotaksis diarahkan dalam sel responsif di dekatnya, mereka adalah
sitokin chemotactic.
2. Sitokin berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas monokin
dan limfokin. Pada sel T terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok sel
Th1 memproduksi Interleukin-2 (IL-2), Interferon- (IFN- ) danγ γ
Limfotoksin (LT). Kelompok sel Th2 memproduksi beberapa interleukin
yaitu IL-4, IL-5, IL-6, IL-10. Sedangkan kemokin terbagi atas 4, yaitu
kemokin CXC, kemokin CC, kemokin C, kemokin CXCR.
3. Reaksi hipersensitivitas (alergi) adalah kegagalan kekebalan tubuh di
mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara
imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau
berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut
disebut allergen.
35
4. Reaksi hipersensitivitas terbagi atas 4 tipe yaitu : reaksi tipe I (reaksi
anafilaksi), reaksi tipe II (reaksi sitotoksik), reaksi tipe III (reaksi imun
kompleks), reaksi tipe IV ( reaksi tipe lambat).
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Charles A. Janeway Jr., Paul Travers, Mark Walport, Mark J. Shlomchik. 2008. Immunobiology the immune system in health and desease. Garland.
2. Oberholzer A, Oberholzer C, Moldawer L.L. 2000. Cytokine signaling—regulation of the immune response in normal and critically ill states Crit Care. Med (4);28: 3-12).
3. http://www.news-medical.net/health/Chemokines-What-are-Chemokines-(Indo-nesian) .aspx
4. http://www.unas.ac.id/detail_publikasi_jurnal/256_struktur_protein_ccr5,_suatu_koreseptor_hiv
5. Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry
6. Abdul K Abbas, MBBS. 2004. Basic Immunology 2nd edition. Hypersensitivity Disease. SAUNDERS: China
7. Baratawidjaja, K.G.dan Rengganis, A.2009.Imunologi Dasar Ed.8.Balai Penerbit FKUI:Jakarta
37